Hallo mas Hudaya,
Menarik sekali tanggapan anda buat mas Yanto.  Sekalipun tanggapan anda 
itu ditujukan buat mas Yanto, boleh kan saya nimbrung memberikan reaksi? 
Dengan demikian saya berharap bisa belajar lebih banyak lagi dari anda, 
mas Yanto, dan rekan2 lain yang ingin bertukar pikiran.

Mas Hudaya, dari tanggapan anda yang panjang lebar itu, anda menyimpulkan:
>Jadi...menurut saya sih , akar dari semua ini permasalahan ini adalah
>"KEMISKINAN"  yang berakibat    "KEBODOHAN".

Saya bertanya2 dalam hati, mana yang datang duluan ya?  Miskin dulu lalu 
jadi bodoh, atau bodoh dulu, lalu jadi miskin?

Kalau kita lihat sejarah peradaban umat manusia, maka rasanya kita bisa 
menarik kesimpulan bahwa yang duluan itu adalah 'bodoh', baru kemudian 
'miskin'.

Lho kok bisa? 

Untuk sampai kepada kesimpulan itu, saya musti membawa diri saya masuk ke 
terowongan waktu menuju ke ribuan tahun sebelum masehi, untuk mencoba 
membayangkan hidup bersama2 dengan manusia purba, yang berpindah2 dari 
satu tempat ke tempat lain, dari satu gua ke gua lain.

Di keluarga purba saya yang berjumlah 10 orang itu, harta benda yang kami 
miliki tidak ada yang aneh2 dan sama semua.  Rumah kami hanya sebuah gua 
yang gelap gulita.  Pakaian kami hanya kulit binatang yang dililitkan 
begitu saja.  Makanan kami adalah daun2an dan buah2an yang tumbuh 
disekitar kami, dan binatang buruan atau ikan yang dibunuh dengan tombak 
dari batu.  Kami tidak tahu apakah kami miskin atau kaya.  Yang jelas apa 
yang kami butuhkan untuk hidup tersedia disekitar kami.  Tinggal sedikit 
bersusah payah, maka kami bisa makan.  Kalau daun2an, buah2an dan hewan 
buruan terasa semakin berkurang untuk kebutuhan hidup, maka kami mencari 
gua baru yang alam sekelilingnya bisa menopang hidup kami.  Ditempat baru 
itu, kami juga masih tidak tahu apakah kami miskin atau kaya.

Sampai pada pencarian gua berikutnya, kami ternyata menemukan gua yang 
berdekatan dengan gua sebuah keluarga purba lainnya.  Bentuk fisik mereka 
sama dengan kami.  Mereka punya kepala, mata, telinga, mulut,  tangan dan 
kaki.  Tapi, baju kulit mereka lebih berbentuk baju, karena dijahit dengan 
serat2 tumbuhan.  Mereka ternyata juga bisa membuat api untuk memanggang 
binatang buruan mereka sekaligus digunakan untuk penghangat dan penerangan 
didalam gua mereka.  Karena harta benda kami tidak secanggih mereka, maka 
mereka mengolok-ngolok kami ketika mengetahui bahwa kami harus tidur 
berdempet-dempet dengan gelap didalam gua agar tidak kedinginan, dan harus 
menggigit serta mengunyah daging mentah dengan bersusah payah, karena 
dagingnya tidak dibakar.

Saya merasa sedih dengan olokan mereka itu.  Tiba2 saya mendapat ilham 
untuk mengekspresikan kesedihan saya ini.  Saya menemukan kata 'bodoh'. 
Ya, saya merasa bodoh, karena ternyata harus menggigit dan mengunyah 
daging bersusah payah.  Merasa bodoh, karena tak bisa membuat baju kulit 
sebagus yang mereka punya.  Merasa bodoh, karena tidak tahu bahwa api 
ternyata bisa dibuat.  Ya, memang keluarga saya lebih bodoh dari keluarga 
purba tetangga itu.  Karena kami bodoh, maka harta benda kami tak lebih 
dari baju kulit yang compang camping, gua yang gelap gulita dan hanya satu 
jenis tombak berburu, sementara tetangga kami itu, memiliki baju kulit 
dengan mode bermacam2, punya gua yang hangat dan terang dan punya berbagai 
macam alat berburu.   Maka, saya menemukan kata kedua, ...'miskin'.  Ya, 
saya miskin karena ternyata saya 'nggak punya apa2' dibandingkan tetangga 
saya itu.  Kenapa saya miskin?  Karena saya tidak sepandai tetangga itu. 
Jadi, karena saya nggak sepinter mereka, maka saya menjadi lebih miskin 
dari mereka.  Atau dengan kata lain saya miskin karena tidak pandai, alias 
bodoh.

Keluarga kami yang lebih bodoh ini, akhirnya pada suatu waktu dapat 
diperbudak oleh keluarga purba 'kaya' itu, dan lengkaplah sudah kegetiran 
hidup keluarga kami, yang berawal dari bodoh, lalu miskin, dan akhirnya 
terjajah.

Kalau kita berjalan terus sepanjang terowongan waktu, maka kita bisa 
melihat bahwa kesengsaraan hidup seperti ini, akhirnya berkembang dari 
kelompok kecil manusia2 gua, menjadi bangsa.  Maka kita kemudian dengar 
bagaimana Musa membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Mesir 7 
abad sebelum masehi, dengan mukjizat Tuhan.

Di India, juga  sekitar abad yang sama (kalau tidak salah), muncul 
masyarakat Hindu, suatu masyarakat  yang meyakini bahwa manusia memang 
ditakdirkan hidup dengan status kaya, miskin, bodoh, terpelajar, sesuai 
karmanya masing2.  Setelah mati, manusia akan lahir kembali dalam wujud 
baru dan status baru yang lebih baik, tergantung perbuatannya dalam 
kehidupan sebelumnya.  Demikian seterusnya secara berulang2, sampai si 
manusia akhirnya mencapai Moksa, kesempurnaan hidup, yang berarti tempat 
selanjutnya setelah kematian yang kesekian kalinya adalah Nirwana, alias 
sorga.  Berbeda dengan Musa, masyarakat Hindu (yang diajarkan oleh para 
resi) dapat menerima perbedaan status sosial ini, sehingga tidak muncul 
revolusi 'penghapusan' kasta Sudra.  Melalui ajaran Hindu yang mengakui 
eksistensi 4 Kasta itu, kita bisa lihat sampai sekarang ini bahwa segala 
ketimpangan sosial yang terjadi di India ternyata lebih mudah deterima 
oleh masyarakatnya, maupun didalam masyarakat2 Hindu lainnya di seluruh 
dunia.

Sidharta Gautamalah, yang tidak puas dengan ajaran Hindu, yang seolah2 
tidak membela rakyat miskin yang selalu terinjak2 itu.  Setelah berkelana 
dan bertapa bertahun2, akhirnya Ia mendapat pencerahan yang intinya adalah 
bahwa susah, senangnya manusia itu diakibatkan oleh perbuatan manusia 
sendiri, bukan karena keturunan atau karma.  Juga berbeda dengan Musa, 
Sidharta Gautama juga tidak membangkitkan semangat memberontak dari kaum 
miskin, akan tetapi lebih banyak memberikan ajaran untuk bangkit sendiri 
dari kenistaan hidup dengan berbekal hati nurani dan akal sehat.

Berikutnya, kita lihat Israel yang dijajah bangsa Romawi, dan seorang 
Jezus yang tidak bisa melihat penindasan dan penjajahan manusia atas 
manusia ini.  Maka, dengan berbagai mukjizat dari Tuhan, seperti Musa, Ia 
mengajarkan manusia untuk tidak saling menindas.  Sayangnya bangsa Israel 
yang dijajah itu menganggap Jezus adalah 'raja' mereka, sementara para 
ulama Yahudi tidak menerimanya karena menilai bahwa Jezus bukanlah mesias 
yang ditunggu-tunggu.  Maka, atas desakan ulama2 Yahudi itu, Pontius 
Pilatus, penguasa Romawi waktu itu, menjatuhkan hukuman salib bagi Jezus. 
Sama dengan Hindu dan Budha, Jezus tidak memimpin bangsa Yahudi 
membebaskan diri dari penjajahan Romawi, akan tetapi memberikan ajaran 
kepada manusia bahwa penjajahan dan penindasan atas manusia itu adalah 
perbuatan yang salah.  Demi keyakinannya itu, Ia rela mengorbankan dirinya 
mati di kayu salib.

6 Abad kemudian, Muhammad mengajarkan Islam kepada bangsa Arab.  Penyebab 
munculnya Islam, lagi2 karena seorang Muhammad tidak bisa menerima 
kehidupan masyarakat arab yang 'barbar' pada saat itu, dengan penindasan 
manusia atas manusia disana sini.  Disamping itu, Muhammad yang mengakui 
eksistensi Musa (dan Jezus), melihat bahwa perilaku masyarakat Arab pada 
saat itu sudah kembali lagi seperti zaman Musa ketika harus menyampaikan 
10 perintah Tuhan kepada bangsa Israel, yang pada saat itu kembali 
menyembah berhala dan hidup secara anarki.  Berbeda dengan Jezus, Muhammad 
berhasil menyebarluaskan keyakinannya itu dilingkungannya, yang meluas ke 
masyarakatnya, dan akhirnya berhasil membentuk pemerintahan berikut 
kekuatan bersenjatanya, sehingga dengan perang Islam berhasil di tegakkan 
di tanah Arab.  Dengan perang pula, Islam kemudian sempat mencapai daratan 
Eropa (Spanyol), akan tetapi kemudian terdesak kembali ke timur tengah 
karena serangan balik kaum Kristen yang pengikut ajaran Jezus itu.

Dari cerita 'pencetus' agama2 besar itu, kita lihat bahwa munculnya agama 
seiring dengan adanya kebodohan, kemiskinan dan penindasan di dalam 
masyarakat.

Pada masa itu, konsep2 negara demokrasi belum ada (kecuali mulai jaman 
Romawi), sehingga apalagi yang dapat dipakai untuk menyadarkan manusia 
untuk tidak berbuat buruk kalau bukan hukum 'keyakinan', alias hukum 
Tuhan.  Dengan takut dan sujud kepada Tuhan, manusia diajarkan dan 
berharap dapat hidup secara harmonis, aman, damai, tenteram, adil dan 
sejahtera didalam masyarakatnya.

Tapi, manusia berkembang terus. Ilmu pengetahuan berkembang terus, apakah 
hal itu diinspirasi oleh agama maupun tidak.  Bahkan di negara2 maju, 
agama (Kristen) yang tadinya memboncengi kekuasaan negara, kini berdiri 
terpisah dari pemerintahan.  Pemisahan ini muncul semata2 karena 
masyarakatnya ingin merdeka dari segala sesuatu yang bersifat dogmatis, 
yang berbau keyakinan, yang tidak bisa dijelaskan oleh akal.  Kenapa kok 
bisa begitu?  Karena, masyarakat yang ingin memisahkan 'negara' dari 
'geraja' itu hidup di abad 18, dimana daya nalar mereka jauh berkembang 
jadi berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kali dari daya nalar keluarga 
purba saya tadi yang hidup didalam gua.  Dengan mendaya gunaan akal 
pikiran mereka secara bebas merdeka, masyarakat negara2 maju itu semakin 
pintar dan pintar, karena mereka melakukan penelitian dan eksplorasi 
ilmiah sampai limit kemampuan manusia, tanpa dipatok dengan larangan2 
Tuhan.  Satu2nya yang mengerem kebebasan berpikir mereka hanyalah 
moralitas, yang sedikit banyak ini dipengaruhi oleh agama juga.

Disisi lain, kita melihat bahwa cukup banyak negara yang menerapkan 
penyatuan antara agama dengan kekuasaan pemerintahan.  Ini terutama 
terjadi pada negara2 Islam.  Keputusan pemerintah harus mengacu kepada 
ayat suci.  Keputusan tertinggi bukanlah keputusan pemerintah akan tetapi 
keputusan khalifah, atau pemimpin umat.  Sehari2 yang dibicarakan hanya 
ayat2 suci dan sejarah nabi.  Manusia tidak boleh ini, tidak boleh itu, 
harus begini, harus begitu, karena Tuhan menyuruh demikian.  Akibatnya, 
negara2 dengan sistem pemerintahan dan sifat masyarakat yang seperti ini 
nggak maju2, karena yang dibicarakan hanya sekitar itu-itu saja dan 
kreatifitas mereka terkekang.  Hukum dunia kalau perlu tidak usah diurusi, 
karena hukum Tuhan melalui kitab suci toch sudah sempurna.  Walhasil, 
sekalipun mereka hanya jalan ditempat misalnya, tingkat kemajuan dan 
kepintaran mereka akan semakin jauh tertinggal dari hari ke hari, 
dibandingkan dengan negara2 sekuler yang berkembang terus itu. 
Pengecualian hanya ada pada Arab Saudi, yang masyarakatnya relatif 'bodoh' 
tapi kaya karena minyak dan Kaabah.

Karena negara2 maju itu lebih pandai, maka mereka menjadi lebih kaya dari 
negara2 yang pengetahuan penduduknya 'jalan ditempat' itu, karena mereka 
bisa menciptakan produk2 yang menghasilkan uang, yang dijual keseluruh 
dunia.  Sementara negara2 'jalan ditempat' itu, semakin miskin dan miskin, 
karena hanya bisa membeli produk2 yang dibuat oleh negara2 maju itu, nggak 
bisa membuat sendiri.  Untuk bisa membeli produk2 yang dibuat oleh negara2 
sekular itu, mereka bahkan harus sampai menguras sumber daya alam 
negaranya, yang mentoknya sampai menggadaikan negara .  Disisi lain, 
korupsi merajalela karena hukum dunia tidak ditegakkan, yang mengakibatkan 
rakyat mereka jadi kurus2 dan gepeng2 seperti wayang kulit.

Lalu, bagaimana dong caranya mengangkat negara2 (bangsa2) yang tertindas 
itu dari penderitaan?  Apakah harus ada Musa abad 21 yang memimpin bangsa2 
tertindas keluar dari penjajahan abad kini yang berupa penjajahan ekonomi 
itu?  Atau, apakah harus ada Jezus abad 21 yang mengklaim dirinya sebagai 
nabi agama terakhir, yang pasti akan memicu kemarahan umat Islam diseluruh 
dunia, sehingga dia harus disalib, tapi akibatnya semangat pengorbanannya 
menyebar keseluruh penjuru dunia?  Atau, apakah harus ada Muhammad abad 21 
yang memimpin umat Islam (yang paling menderita di dunia ini) untuk 
berjihad menghancur leburkan kaum kafir yang pintar2 dan kaya2 itu?  Atau, 
kita terima saja keaneka warnaan hidup ini, seperti ajaran Hindu.  Toch, 
itu sudah nasib masing2, yang dengan sendirinya akan berakhir jika Moksa 
sudah tercapai.  Atau, kita ikuti ajaran Budha, untuk bangkit dari diri 
sendiri dengan berbekal hati nurani dan akal sehat, keluar dari belenggu 
kebodohan dan jurang kemiskinan ini?

Menurut saya, pendekatan yang terakhirlah yang paling realistis dari ke 4 
alternatif diatas.  Jadi, harus diri kita sendiri yang bertekad bulat 
untuk mengenyahkan kebodohan yang mengakibatkan kemiskinan itu.

Lantas kita bertanya, apa sih yang menyebabkan kebodohan itu?
Menurut saya, yang menyebabkan kebodohan itu adalah segala informasi, 
keyakinan, aturan, kesepakatan yang menyebabkan kemampuan kreatifitas kita 
tertekan dan terpasung, dan yang menihilkan harkat diri kita sebagai 
manusia merdeka.

Kalau kita setuju dengan difinisi diatas, maka oleh karena keyakinan 
termasuk sebagai salah satu penyebab kebodohan itu, maka kita perlu 
memberikan perhatian yang sangat serius pada penyebaran dan pengajaran 
agama, jangan sampai ia disebarkan dan diajarkan oleh ulama atau orang2 
yang bertingkah laku sebagai ulama dengan menggunakan kaca mata kuda. Pun, 
umat perlu diajarkan bahwa dengan patuh dan mengandalkan diri pada ayat2 
suci belaka, bukan merupakan jaminan bhw kita akan terbebas dari belenggu 
kebodohan dan jurang kemiskinan itu. 

Disamping itu, agama menurut saya, cukup didiskusikan dalam forum2 
keagamaan saja, tidak perlu dibawa-bawa dalam pergaulan sehari-hari, 
karena ini bukan saja mendukung terciptanya kebodohan itu, tapi juga punya 
andil sangat besar dalam membentuk manusia2 yang bermuka dua.

Nah mas Hudaya, dan mas Yanto, dan rekan2 yang turut mengikuti diskusi 
kami bertiga ini, buat saya kesimpulannya adalah:
Bodohlah yang datang duluan, baru kemudian kemiskinan.  Kebodohanlah yang 
menyebabkan Kemiskinan.  Kemiskinan pada gilirannya menyebabkan 
Ketertindasan.  Oleh karena itu Kebodohan harus diberangus.  Karena kita 
sekarang hidup di abad ke 21, bukan lagi diabad 7 sebelum Masehi, atau 
abad 1 Masehi atau 6 Masehi, maka untuk memberangus kebodohan itu (berikut 
kemiskinan dan ketertindasan yang dihasilkannya itu), bukan agama lagi 
yang dijadikan sebagai alat atau penuntun gerakan, akan tetapi 
kesepakatan2 manusia modernlah yang menjadi senjatanya, yang dibuat 
berdasarkan teori2 ilmu pengetahuan modern.  Agama yang berpotensi sebagai 
salah satu penyebab timbulnya kebodohan itu harus dibatasi ruang geraknya, 
yaitu hanya diforum-forum keagamaan saja.  Dalam pergaulan sehari2, kita 
tidak perlu lagi mengingatkan orang lain akan ayat2 suci, akan tetapi jauh 
lebih baik kalau kita mengingatkan mereka pada UU pasal berapa, ayat 
berapa, atau KUHP pasal berapa ayat berapa.

Saya tidak akan kaget kalau pendapat saya ini lagi2 akan membangkitkan 
emosi pada orang2 yang merasa keyakinan beragamanya terusik.  Untuk itu, 
saya mohon maaf lagi, karena lagi2 saya tidak bermaksud mendiskreditkan 
agama manapun juga.  Saya hanya ingin mencoba berpikir dan menyumbang 
saran tanpa dibatasi oleh dogma2 agama, yang saya harapkan dapat 
memberikan kontribusi, walau sebesar debupun, kepada segala upaya kita 
semua dalam mengangkat  republik ini dari derita yang berkepanjangan.

Salam hangat,
HermanSyah XIV.







<[EMAIL PROTECTED]>
03/02/2004 11:04
Please respond to yonsatu

 
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: tanggapan buat mas Yanto R. Sumantri



Mas Yanto,
Terimakasih  atas responsnya,  maaf  agak telat soalnya  nulis sambil
ngantor sih.
Jangan dikatakan saya akan memberikan  pencerahan kepada Mas Yanto, anggap
saja ini  obrolan ringan sesama almamater.

*Perbuatan  baik  dan buruk yang  terus berjalan (jadi kayak ngejawab 
ujian
sekolah aja nih)

Gak usah pusing-pusing dengan grafik deh mas, biarin itu ada jaman kita
kuliah aja ( Jadi ingat Pak Goenarso, dosen matematika lanjut).
Pakai ilmu tukang buah aja Mas, pisahkan yang buah baik dan yang
rusak/busuk.
Jangan dicampur aduk semua, nanti kebolak-balik  gak ketahuan mana yang
baik dan mana  yang busuk, kalau sudah dipisah melihatnya kan lebih jelas.
Kita cari dan periksa penyebabnya utamanya kerusakan atau kebusukan,
seberapa banyak jumlahnya ,  sebaliknya yang baik juga begitu.
Kemudian kita lihat hubungan antara yang baik dan buruk, satu arah, atau
bolak balik, bagaimana dampak hubungan ini.

 Beberapa hal yang bisa jadi penyebab yang Mas Yanto uraikan dibawah,
1).Tingkat Kemiskinan (berharta)
Kesadaran  apa yang kita harapkan dari orang  yang sedang lapar Mas?
Memikirkan makan kemarin, hari ini dan besok saja sudah menjadi tekanan
bagi hidup mereka, sikap manusia yang sedang lapar akan mempengaruhi sikap
mental dan emosionalnya.
Orang kalau lapar sering "bermasalah", contohnya barangkali ada diantara
kita sendiri , pas pulang kerumah lapar berat, mau makan di meja gak ada
apa-apa atau makanan gak cocok. "Spaning" bisa naik tuh

Didalam agama Islam, kemiskinan itu sangat berbahaya mas, dikatakan "
Kemiskinan akan membawa kamu kepada kesesatan/kemunkaran" (maaf, kata
terakhir saya rubah supaya tidak terlalu "sensitif")
Dalam kenyataan disekitar kita, memang ada kelompok yang memanfaatkan
kemiskinan masyarakat  untuk kepentingan pribadi/kelompok yang berakibat
burukpada kita semua.
Kemarin saya mendengar di radio Pak Ahmad Syafie Ma'arif berkata bahwa
peradaban Indonesia sekarang adalah peradaban "Sembako", mungkin ini ada
benarnya  juga.
2). Tingkat Pendidikan (berilmu)
Pemahaman apa yang kita harapkan dari orang yang tidak/kurang berilmu Mas?
Kebodohan yang timbul karena kemiskinan
3). Pemimpin yang buruk
Harapan apa yang bisa kita berikan kepada pemimpin seperti ini Mas?
Manusia mempunyai sisi buruk  yang namanya hawa nafsu atau nafsu jahat ,
nafsu  harta atau kekuasaan.
Nabi Muhammad bersabda: "Musuhmu yang terbesar, ialah nafsu"jahat"-mu yang
berada dalam dirimu", jangan-jangan nafsu jahat inilah yang banyak 
bercokol
dalam diri pemimpin kita
Tiga hal buruk diatas  berputar-putar terus dalam kehidupan masyarakat ,
yang membuat kita frustrasi melihat dampaknya  pada pembusukan dan
pengrusakan bangsa.
Terus, dimana peranan agama ? Amal ibadah meningkat tapi maksiat jalan
terus?
4). Kesadaran beragama (keimanan)
 Pemahaman generasi muda sekarang tentang agama jauh lebih baik dari kita
dulu lho .Dulu ,khususnya kita yang tumbuh di kota besar  beragama   hanya
dengan modal "kul-hu" doang, kalau sampai tua tidak meningkatkan diri atau
mencari lagi, ya segitu-gitu aja.
Tumbuhnya  sekolah pendidikan dasar dan menengah  umum yang berbasis agama
( misalnya Al-Azhar, Al-Izhar , Al-al lainnya), mempercepat proses
pemahaman yang lebih baik tentang agama kepada generasi muda,ditambah lagi
dengan  banyak beredarnya  buku-buku  tentang Islam .

Kalau sekarang banyak generasi muda yang berjilbab, termasuk selebritis ,
pergi haji diwaktu muda, banyak amal ibadah, dlsb,itu  karena mereka paham
dan sadar betul dengan apa yang mereka lakukan, mereka mencari dan memang
menemukannya .
Beda dengan kita,  dulu  atau sekarang,  bisa jadi kita menjadi islam
karena kultur atau tradisi orang tua, dengan pemahaman ala kadarnya.
Kesadaran  pemeluk agama yang terus terus meningkat di masyarakat?
Peningkatan amal ibadah yang terjadi saat ini  harus disyukuri , walaupun
barangkali  ada yang melakukan ibadah itu adalah sebagai "pelarian"  dari
sebagai orang-orang  " tertindas" atau   sebagai  "penindas", itu masih
jauh lebih baik dari pada tidak ada sama sekali.
Semua agama pasti menuju kebaikan, dan kebaikan dan keburukan punya jalan
masing-masing pada setiap orang.
Dalam suasana seperti ini ,  kayak apa jadinya  masyarakat, sudah miskin,
bodoh, dan tidak beriman pula.
 Agama bisa dijadikan oasis bagi  orang orang yang dahaga, tempat berteduh
bagi musafir yang letih (puitis aja lagi),

Terus bagaimana dong kita memandang semua  keruwetan /semarawutan  yang
terjadi ini?
Kalau menurut saya sih, selama mayoritas rakyat kita  masih miskin dan 
yang
berakibat pada kebodohan, kita akan begini terus.
Kalau melihat realitas sekarang, kita  pakai ilmu tukang buah aja lagi,
yang bagus-bagus harus di elus-elus, di baek-baek-in, diusap-usap ,
dipelihara supaya gak jadi busuk.
Yang busuk kalau memang sudah parah, ya harus disingkirkan, kalau kate
tukang buah orang betawi , itu buah harus "di gejik" supaya hancur.

* *Masalah "maling yang beramal" yang banyak di sekeliling kita

Bingung  ya mas , kok bisa kayak gini ? Ya pantas bingung mas, karena
mereka sendiri memang  orang yang sedang bingung.
Mondar-mandir dari satu penampilan ke penampilan lain, Tuhan sudah 
mengenal
jenis orang seperti ini  , sebagaimana dikatakan dalam Al -Qur'an:
" Dan (ada pula ) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. (Q.9:102)"
" Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. (Q.93:7)"

 Aku kasih jokes tentang perokok berat yang ingin berhenti merokok,
mudah-mudahan Mas Yanto belum pernah dengar:
" Ada seorang perokok berat yang berusaha keras untuk menghentikan
kebiasaan merokoknya, dia sudah mencoba  tapi selalu gagal .
Di mass media seringkali disampaikan  bahayanya merokok bagi kesehatan.
Untuk memberi dorongan kepadanya untuk berhenti merokok, dia mencoba
mendengarkan, menonton dan membaca   semua penjelasan mengenai  bahayanya
rokok .
Setelah sekian lama mengikuti , mendengar, membaca dan melihat penjelasan
bahaya merokok , akhirnya dia paham betul betapa besarnya bahaya rokok 
bagi
kesehatan dirinya,  dia menjadi sadar dan kemudian  membulatkan tekadnya
untuk segera berhenti .
Berhenti merokok? Ya nggak mas, dia  memutuskan "berhenti" , untuk 
melihat,
mendengarkan atau membaca  segala sesuatu yang berkaitan dengan bahaya
merokok. Rokoknya,  ya jalan terus! "
Selain merokok ,  olahraga juga ,vitamin jalan juga, supaya......sehat.
(Boleh dong.... namanya juga usaha.)

Mas Yanto pernah dengar  nggak, bahwa didalam kehidupan kita ini , ada: "
kebaikan yang membinasakan , dosa yang paling mencelakakan dan dosa yang
bermanfaat " ?
Ini adalah sebuah dialog antara guru sufi dengan muridnya, (aku kutip
sebagian):
Murid : Wahai guru, dosa apakah yang paling mencelakakan?
Guru  : Dosa yang tidak kamu sadari bahwa itu suatu dosa. Yang lebih 
celaka
lagi adalah menganggapnya suatu kebajikan, pada hal itu dosa.
Murid : Lantas, apakah ada  dosa yang bermanfaat,,guru ?
Guru  : Ada !  Yaitu dosa yang selalu kau sesali, kau tangisi sampai mati,
hingga tak berbuat dosa lagi. Itulah tobat nasuha, namanya
Murid : Sebaliknya guru, apakah ada kebajikan yang justru akan
membinasakan?
Guru :  Dialah kebajikan yang membuatmu lupa akan perbuatan-perbuatan
kejimu; kebajikan yang selalu kau ingat-ingat,  kau bangga-banggakan , dan
terlalu yakin hingga kau  tak gentar lagi terhadap dosa yang telah kau
perbuat.
(Saya tambah satu lagi dialognya , bonus buat mas Yanto, karena menurut
saya ini yang paling absurd dan indah )
Murid : Wahai Guru, mohon dijelaskan, rahmat Allah manakah yang paling
menguntungkan?
Guru : Bilamana Allah melindungimu dari ketidakpatuhan kepada-Nya, dan
menolongmu untuk taat kepada-Nya.

Menyikapi orang yang seperti Mas Yanto gambarkan sebagai maling yang
beramal, menurut saya, kalau maling ya tetap maling, ditangkap, diadili 
dan
harus dihukum.
Ibadah dia nggak ada urusa sama hukum dunia, itu urusan  dia dengan Tuhan.
Manusia memang unik mas, dengan segala kelebihan dan kekurangannya ia
berusaha keras  " menjalani dan mensiasati "  hidupnya,  sebagaimana
ilustrasi dan dialog tersebut di atas..


***Masalah hukum dunia dan hukum akhirat

Saya punya  sebuah ilustrasi,  kisah di jaman Rasulullah (ditulis menurut
versi saya).
" Dijaman Rasul , ada seorang  yang  taat beribadah,  pada saat  dia akan
meninggal, nafasnya gak putus-putus juga. berhari-hari nggak mati-mati
juga. Orang-orang heboh ,kok orang sealim ini bisa bermasalah dengan
kematiannya.
Rasulullah dipanggil, diceritakan masalahnya ,Rasul manggut-manggut
kemudian rasul bertanya apa masih ada keluarganya.
Selainnya istrinya, ternyata ibunya masih hidup. Rasul mendatangi ibu 
orang
tersebut dan menceritakan bahwa anaknya sakit parah hampir meninggal, si
ibu dengan cueknya ber kata : "Oh ,ya....? Biarin aja, mau mati kek!".
Rasulullah faham, pasti ada masalah nih antara anak dan ibu.
Setelah di selidiki lebih jauh ternyata si ibu marah berat karena merasa
ditelantarkan oleh si anak setelah dia menikah, Rasul meminta si ibu
memaafkan anaknya yang sudah akan meninggal, si ibu tetap keukeuh nggak 
mau
memaafkan anaknya.
 Wah, runyam juga nih urusannya, si ibu ngotot gitu. Akhirnya Rasul 
meminta
sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar di depan rumah si ibu, setelah 
cukup,
lalu rasul menyuruh si sakit dibawa kesana. Lalu Rasul berkata pada si 
ibu,
bahwa anaknya  harus di hukum di dunia untuk melepaskan dosanya, 
hukumannya
adalah hukuman mati dengan dibakar. Mendengar hukuman berat buat anaknya,
si ibu shock ,  dia pasti nggak tega lagi. Akhirnya, dia memaafkan si 
anak,
dan si anak  akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan lega...."

Dalam islam, urusan dunia yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia
memang harus diselesaikan di dunia mas Yanto, termasuk juga penerapan 
hukum
yang harus dijalankan.
Masalah hukum dunia (yang kita disepakati oleh kita semua)  pasti akan 
akan
diikuti oleh umat Islam ,  hukum islam itu  paripurna  ia akan dapat
mencakup hukum dunia yang dibuat oleh manusia.
Saya setuju banget kalau koruptor-koruptor , perampok/pembunuh/pemerkosa
dan bandar narkoba kelas berat untuk dihukum mati, saya rasa begitu juga
dengan  umat islam lainnya.
Tapi itu mah terserah ibu Mega aje, namenye juge dia yang lagi kuase. Itu
kepikir nggak ame die ye?

****Penerapan Hukum di Singapura

Itulah yang ingin saya sampaikan Mas,  bahwa agama  pasti tidak akan
mengeliminasi (Jadi ingat Akademi Fantasi-Indosiar)  penerapan hukum 
dunia,
karena agama  akan mengikuti semua peraturan  baik yang telah dibuat
manusia (akomodatif).
Saya yakin sekali,  bahwa apabila mayoritas suatu masyarakat  tidak lagi
miskin , tidak lagi kelaparan , tidak lagi pusing dengan kebutuhan primer
(walaupun barangkali kurang berilmu), beragama apapun dia , penerapan 
hukum
pasti  bisa berjalan,
 Mas mencontohkan Singapura yang mengabaikan agama, saya mencontohkan
Malaysia, Brunei,  negara Arab (barangkali   kurang berilmu), mereka 
negara
kaya dan beragama, hukum disana juga bisa ditegakkan.
Menurut saya , negara  yang  beragama apapun , kalau kemiskinan yang
menjadi kendala , maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik.

Penutup nih mas,
Jadi...menurut saya sih , akar dari semua ini permasalahan ini adalah
"KEMISKINAN"  yang berakibat    "KEBODOHAN".
Di ITB dulu, Kemal Taruk bekas Ketua DM ITB pernah mencanangkan "Gerakan
Anti Kebodohan" ,  sekarang ini perlu ada  yang mencanangkan lagi "Gerakan
Anti Kemiskinan dan Kebodohan" bagi rakyat Indonesia, dengan konsep dan
implementasi tentunya.

Sekian dulu dari saya  yang bodoh ini Mas Yanto,  sekali lagi ,ini  bukan
pencerahan ya mas Yanto, ini sekedar obrolan ringan dengan "Aa" saya ekek
angkatan III .
Mohon dimaafkan  untuk kata yang salah  dan yang  tidak berkenan  bagi Mas
To (sok akrab) atau teman-teman lainnya.

Salam Hormat
Hudaya
Ekek XIII



--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke