Bung Marthajan yb,

    Ya betul juga. Setiap budaya berkembang maju sesuai dengan perkembangan 
jaman, tak ada yang bisa menahan perubahan sesuai dengan perkembangan pikiran 
masyarakat saat itu. Saya setuju banget dengan menerima makna budaya yang kita 
anggap baik-baik, dan menyisihkan yang kita anggap tidak baik atau kurang 
serasi. 

    Tapi, hendaknya juga jangan paksakan pemikiran kita itu untuk segera 
diikuti masyarakat umum, atau bahkan kita menghina kebiasaan itu, yang bla, 
bla, .... Kita boleh tidak lakukan itu pada diri kita sendiri, kita boleh 
mengajukan pemikiran kita kenapa dan berargumentasi secara baik-baik. Itu saja, 
sudah cukup. Kebiasaaan atau satu tradisi yang sudah berlangsung ratusan bahkan 
ribuan tahun tentu tidak mungkin kita rubah dalam sekejap. 

    Bagi yang masih suka mengikuti dan mungkin mereka lakukan, silahkan saja. 
Bagi yang merasa sudah tidak perlu diteruskan dan ambil sederhananya saja, 
tentu juga harus diperbolehkan. Terima dan hormatilah sebabik-baiknya setiap 
perbedaan yang ada, dan semua kita bisa hidup berdamai-damai secara harmonis 
didalam masyarakat ini.

Salam,
ChanCT

 
  ----- Original Message ----- 
  From: marthajan04 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 28, 2006 4:12 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: tatacara lamaran hakka dan hokkian


  Ah Mas, saya enggak setuju. Walaupun hanya simbol tapi itu 
  penghinaan buat jaman sekarang. Ibu mas kan waktu nikah masih 
  ditahun awal empat puluhan. saya mengerti kalau dimasa itu bahkan 
  mungkin di tahun limapuluhan masih takut melawan adat. tapi dijaman 
  sekarang, sudah seharusnya itu disingkirkan.
  saya ingat waktu cucu pelukis akbar kita Affandi, putrinya Kartika 
  menikah dengan orang bule (entah apa), dia memakai upacara jawa tapi 
  dia tidak mau upacara nginjak telurnya itu. Itu diberitakan di koran.

  Nah perempuan model ginilah yang saya puji, berani melawan adat yang 
  merugikan dia.
  Seharusnya semua perempuan kalau mau maju harus berani melawan adat 
  yang merendahkan wanita.
  Upacara mencuci kaki suami kalau diimbangi dengan suami mencuci juga 
  kaki istrinya, baru boleh disebut baik. Tapi kalau sepihak, itu 
  perendahan harkat wanita.
  Begitu juga dengan pengikatan kaki wanita bangsawan china, 
  penyutatan habis kelamin wanita dll. semuanya sangat biadab. 
  Jaman sekarang sudah dilarang. Pengikatan kaki wanita china tidak 
  lagi ada simbol2nya tapi penyutatan pada wanita masih disimbolkan. 
  Seharusnya tidak perlu lagi ada simbol2an apa2 yang orang sudah 
  tidak mau lakukan.
  Walaupun saya tidak mengalami hal2 begitu, tapi saya tetap aja sakit 
  hati kalau lihat ada wanita yang harus direndahkan laki2.

  Maaf ya, tapi itulah saya. saya paling tidak bisa menahan diri kalau 
  liat yang gituan.
  Wanita barat mana mau melakukan hal2 begitu. Makanya saya mengagumi 
  mereka.

  salam,
  MJ

  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
  <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > Saya setuju, bahwa pelestarian budaya tak boleh dilakukan dengan 
  > mata yang merem. Pokoke budaya. Sebagian besar daripada budaya 
  yang 
  > diwariskan adalah tatanan kehidupan se-hari hari, yang ratusan 
  tahun 
  > yang silam mempunyai makna yang praktis.
  > 
  > Kita layak mempelajari dan mengharhai budaya, sebagai sesuatu 
  harta 
  > spiritual yang diwariskan leluhur kita, yang mampu memperjelas 
  > jatidiri budaya kita. Ditumpu dengan pengetahuan sejarah, membantu 
  > memberikan katerangan mengenai latarbelakang banyak hal bagi 
  > generasi penerus.
  > 
  > Ibu saya waktu menikah ditahun 30an akhir menjalankan upacara 
  > membersihkan kaki suami setelah menginjak telur. Ini sampai 
  sekarang 
  > dilakukan masyarakat Jawa di DN dan LN. Walaupun demikian, dalam 
  > keseharian, ibu saya adalah partner sebaya ayah saya. Tak ada yang 
  > ayah lakukan tanpa konsultasi dengan ibu saya.
  > 
  > Jadi, mengenai makna "membersihkan kaki" itu, juga dalam rangka 
  > menghormati budaya dan tradisi.
  > 
  > Pelestarian budaya tak boleh diartikan, mempertahankan apa yang 
  > telah menjadi tradisi secara 100% karena masa dan zaman berlalu.
  > 
  > Tak ada mempelai Jawa yang tak menggunakan busana mempelai Jawa 
  yang 
  > traditional, walau se-hari hari, kita tak memakai busana itu. 
  > Sebaliknya, kira kira dua generasi yang lalu, mereka masih memakai 
  > busana itu se-hari hari.
  > 
  > Pasti juga banyak budaya Tionghoa, yang dirasa complicated dan 
  > meruwetkan bagi generasi muda. Bagaimana menjalankannya adalah 
  > masalah kebijaksanaan.
  > 
  > Salam
  > 
  > danardono
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "marthajan04" 
  > <marthajan04@> wrote:
  > >
  > > Ul, terus terang gue sih malu kalau jaman sekarang berpakaian 
  > > seperti jaman ribuan tahun lalu. Boro2 ratusan atau ribuan tahun 
  > > lalu, dua puluh tahun lalu saja sudah enggak mau. 
  > > Budaya juga kan harus ada kemajuan seiring kemajuan otak manusia.
  > > sekarang mau tidak mau, kalau tidak mau dibilang ketinggalan 
  > jaman, 
  > > seluruh dunia melihat barat sebagai kemajuan dibidang apapun 
  juga.
  > > 
  > > Ada anak jepang yang saya kenal, masih kuliah di Psychologi 
  > tingkat 
  > > master yang pinter luar biasa, bilang sama gua, dia sangat cemas 
  > > lihat anak2 muda di Jepang, katanya, seandainya di USA ada 
  > kejadian 
  > > anak membunuh ortunya karena misal dilarang merokok, maka enggak 
  > > lebih dari 2 bulan kemudian, di Jepang akan ada anak yang juga 
  > > membunuh orang tuanya karena dilarang merokok.
  > > 
  > > Nah kan, dia sudah menceritakan bahwa budaya amrik itu sudah 
  > mewabah 
  > > keseluruh dunia, bukan hanya yang bagusnya saja yang ditiru, 
  tapi 
  > > sudah yang buruknya juga. Padahal di amriknya sendiri tidak 
  sampai 
  > > begitu.
  > > 
  > > cuman mau klarifikasi mengenai saya malu pakai pakaian yang 
  > usianya 
  > > sudah ribuan tahun.
  > > lalu gimana sama jilbab yang umurnya ribuan tahun? kan kita juga 
  > > mencela dan mengejeknya. saya sih mengejek entah kamu ul.
  > > 
  > > salam,
  > > MJ
  > > 
  > > 
  > > 
  > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ulysee" <ulysee@> wrote:
  > > >
  > > > 
  > > > Kok memalukan sih? Justeru khan nyeni kalau masih segala 
  pernak-
  > > pernik
  > > > budaya gitu, 
  > > > Biarpun kadang-kadang jadi tidak ekonomis dan tidak praktis. 
  > Tapi 
  > > kalau
  > > > enggak begitu khan enggak berkesan laaah.
  > > > 
  > > > 
  > > > -----Original Message-----
  > > > From: marthajan04 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
  > > > Sent: Monday, June 26, 2006 11:57 PM
  > > > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  > > > Subject: [budaya_tionghua] Re: tatacara lamaran hakka dan 
  hokkian
  > > > 
  > > > MJ:
  > > > ortu gue waktu ngawinin anak pertamanya yang lelaki memang 
  masih 
  > > > pakai lamaran ber-nampan2 dan pernikahan pakai acara pernak 
  > pernik 
  > > > budaya china pakai encim2 yang suaranya cempreng sebagai 
  pembawa 
  > > > acaranya... memalukan hehehe..
  > > >
  > >
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Great things are happening at Yahoo! Groups.  See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/TISQkA/hOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke