Bung Nesare, bisa tulisan/Wawancara Nur Kholis dengan BBC itu dilempar keluar 
secara keseluruhan? Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana jalan pemikiran 
Cak Nur yang pernah bertemu saat beliau berkunjung di HK, dalam satu seminar 
masalah Islam. Sangat simpatik dan berkesan dengan pemikiran teleransi yang 
tinggi. 

Tapi, Nur Kholis tahun 2005 sudah meninggal akibat gagal pencakokan lever di 
Tiongkok, ... jadi, mungkin wawancara itu ditahun 2005, bukan 2015?!

Terimakasih sebelumnya, ...!

Salam,
ChanCT

From: nesa...@yahoo.com [GELORA45] 
Sent: Wednesday, February 1, 2017 7:52 PM
To: GELORA45@yahoogroups.com 
Subject: RE: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan 
Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi




Pertama ente bilang boleh rekonsiliasi diluar jalur hukum. Imdadun sudah 
mengerti dan menerima masalah trisakti dan semanggi ini boleh diselesaikan 
dengan rekonsiliasi. Ini sangat logis bagi ane. Masalah yang jauh lebih 
pembunuhan massal 1965 saja walaupun sudah diterima oleh banyak pihak masih 
tersendat2 jalannya Ini yang perlu ditindaklanjuti seperti yang dikatakan oleh 
imdardun bahwa rekonsiliasinya harus dijaga koridor HAM nya. Ini sudah benar.

 

Nih tidak benarnya tulisan ente: 

Pertama ente menulis begini: Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, 
bahwa yang sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan (Imdadun 
menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah").Akibatnya, lembaga sebesar 
Komnas HAM pun tak berdaya menghadapi "pilihan politik" ini.

Disinikan ente mau bilang imdadun/komnas tidak mau menerima. Bagaimana tidak 
mau menerima? Wong Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit 
jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu 
opsi. Komnas HAM akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep 
rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan 
hak korban.

Bung tahu tidak bagaimana sikap komnas HAM dalam kasus pembunuhan massal 1965? 
Kelihatannya tidak.

 

Kesalahan kedua: ente menulis begini: Karena itu, sebaiknya Rakyat memilih 
menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug memilih rekonsiliasi ini 
(semoga masih tersisa hak Rakyat untuk memilih jalannya sendiri).

Ente harus mengerti dulu sikap komnas HAM sebelum menulis seperti ini. Coba 
baca pendapat Nur Kholis sbg ketua Komnas HAM. Nur Kholis menuntut presiden utk 
minta maaf. Istilah yg dipakai: consensus nasional. Nur kholis juga menyinggung 
masalah 1965 itu adalah conflicting ideology. 

 

Ini secuil wawancara nur kholis dengan BBC Indonesia 2015: 

Penyesalan Presiden itu kemudian diperuntukkan kepada siapa?

Ini tidak menyangkut dengan ideologi. Misalnya presiden harus menyatakan 
penyesalan kepada partai tertentu, tidak.

Dia harus menyatakan penyesalan bahwa telah terjadi conflicting ideology 
(konflik ideologi) di masa lalu. Akan tetapi bukan itu poinnya. Poinnya adalah 
dari proses politik itu telah menimbulkan serangkaian kesengsaraan bagi negara 
ini dan telah melahirkan banyak korban. 

Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah 
yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam 
peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala 
negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, 
dan kita akan menyelesaikan.Ketua Komnas HAM Nur Kholis. 

Dalam konteks korban-korban anak bangsa itulah, Presiden menyatakan 
penyesalannya. 

Itu sangat penting, karena sebagai negara hukum yang menghormati HAM, 
seharusnya apapun yang terjadi apakah itu di ranah politik, apakah itu di ranah 
sosial maupun kultural, jika itu prosesnya menimbulkan korban dan kerugian, 
maka negara harus hadir.

Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah 
yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam 
peristiwa-peristiwa itu.

Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita 
menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan 
menyelesaikan.

Dan dengan itu, kita bersama-sama secara nasional menyatakan berharap dan 
berjanji bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak akan terjadi di masa depan.

Jadi semuanya dalam konteks ini adalah untuk kebaikan bersama.

 

Ente kurang menguasai substansi masalahnya. Ente menggunakan logika umum utk 
menglogiskan jalan pikiran bung. Ini logical fallacy.

 

Sedangkan dalam wawancara itu nur kholis jelas mengatakan tim presiden yg sudah 
terbentuk itu adalah wadah utk akselerasi/mempercepat menyelesaikan masalah 
1965 ini. masalahnya ada di RUU KKR yg dead lock. Disini letaknya kenapa Jokowi 
tidak bisa apa2. Nur kholis bilang kalau semuanya sudah selesai, ya “penyesalan 
jokowi” bisa ditindaklanjuti misalnya dengan follow up bagaimana seharusnya 
proses rekonsiliasi itu harus berjalan. Opsi2 apa saja yang bisa dilakukan 
misalnya: rekonsiliasi semuanya, rekonsiliasi sebagian dan hukum/judicial 
sebagian atau semuanya judicial. Itu semua pilihan nantinya.

 

Ini masalah 1965 yg bagi ane lebih besar drpd kasus trisaksi dan semanggi ini 
tanpa disrespect dengan para korban dalam 2 kasus terakhir ini.

 

Jadi terakhir tulisan ente ini mengunjukkan ente tidak mengerti substansi 
masalahnya: Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. Di 
satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab atas kesalahan 
pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan atas kesalahan 
pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat menduduki "tanah negara". 
Pemerintah sekarang cuci tangan hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan 
memberi ganti rugi saat penggusuran.

 

Pemerintah Jokowi bukannya panggung dagelan dalam melihat masalah ini. 
penyesalannya itu bukti dia sudah membuka jalan utk menyelesaikan masalah2 ini. 
Belum lagi dia diserang kiri kanan termasuk ente. NKRI yg dipertaruhkan bukan 
hanya mengurus masalah 1965, trisakti dan semanggi saja! 

 

Ngerti tidak dengan kalimat terakhir ini?!!

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Wednesday, February 1, 2017 6:44 AM
To: GELORA45@yahoogroups.com
Subject: RE: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan 
Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi

 

  

Pertama ente bilang boleh rekonsiliasi diluar jalur hukum. Imdadun sudah 
mengerti dan menerima masalah trisakti dan semanggi ini boleh diselesaikan 
dengan rekonsiliasi. Ini sangat logis bagi ane. Masalah yang jauh lebih 
pembunuhan massal 1965 saja walaupun sudah diterima oleh banyak pihak masih 
tersendat2 jalannya Ini yang perlu ditindaklanjuti seperti yang dikatakan oleh 
imdardun bahwa rekonsiliasinya harus dijaga koridor HAM nya. Ini sudah benar.

 

Nih tidak benarnya tulisan ente: 

Pertama ente menulis begini: Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, 
bahwa yang sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan (Imdadun 
menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah").Akibatnya, lembaga sebesar 
Komnas HAM pun tak berdaya menghadapi "pilihan politik" ini.

Disinikan ente mau bilang imdadun/komnas tidak mau menerima. Bagaimana tidak 
mau menerima? Wong Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit 
jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu 
opsi. Komnas HAM akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep 
rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan 
hak korban.

Bung tahu tidak bagaimana sikap komnas HAM dalam kasus pembunuhan massal 1965? 
Kelihatannya tidak.

 

Kesalahan kedua: ente menulis begini: Karena itu, sebaiknya Rakyat memilih 
menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug memilih rekonsiliasi ini 
(semoga masih tersisa hak Rakyat untuk memilih jalannya sendiri).

Ente harus mengerti dulu sikap komnas HAM sebelum menulis seperti ini. Coba 
baca pendapat Nur Kholis sbg ketua Komnas HAM. Nur Kholis menuntut presiden utk 
minta maaf. Istilah yg dipakai: consensus nasional. Nur kholis juga menyinggung 
masalah 1965 itu adalah conflicting ideology. 

 

Ini secuil wawancara nur kholis dengan BBC Indonesia 2015: 

Penyesalan Presiden itu kemudian diperuntukkan kepada siapa?

Ini tidak menyangkut dengan ideologi. Misalnya presiden harus menyatakan 
penyesalan kepada partai tertentu, tidak.

Dia harus menyatakan penyesalan bahwa telah terjadi conflicting ideology 
(konflik ideologi) di masa lalu. Akan tetapi bukan itu poinnya. Poinnya adalah 
dari proses politik itu telah menimbulkan serangkaian kesengsaraan bagi negara 
ini dan telah melahirkan banyak korban. 

Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah 
yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam 
peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala 
negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, 
dan kita akan menyelesaikan.Ketua Komnas HAM Nur Kholis. 

Dalam konteks korban-korban anak bangsa itulah, Presiden menyatakan 
penyesalannya. 

Itu sangat penting, karena sebagai negara hukum yang menghormati HAM, 
seharusnya apapun yang terjadi apakah itu di ranah politik, apakah itu di ranah 
sosial maupun kultural, jika itu prosesnya menimbulkan korban dan kerugian, 
maka negara harus hadir.

Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah 
yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam 
peristiwa-peristiwa itu.

Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita 
menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan 
menyelesaikan.

Dan dengan itu, kita bersama-sama secara nasional menyatakan berharap dan 
berjanji bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak akan terjadi di masa depan.

Jadi semuanya dalam konteks ini adalah untuk kebaikan bersama.

 

Ente kurang menguasai substansi masalahnya. Ente menggunakan logika umum utk 
menglogiskan jalan pikiran bung. Ini logical fallacy.

 

Sedangkan dalam wawancara itu nur kholis jelas mengatakan tim presiden yg sudah 
terbentuk itu adalah wadah utk akselerasi/mempercepat menyelesaikan masalah 
1965 ini. masalahnya ada di RUU KKR yg dead lock. Disini letaknya kenapa Jokowi 
tidak bisa apa2. Nur kholis bilang kalau semuanya sudah selesai, ya “penyesalan 
jokowi” bisa ditindaklanjuti misalnya dengan follow up bagaimana seharusnya 
proses rekonsiliasi itu harus berjalan. Opsi2 apa saja yang bisa dilakukan 
misalnya: rekonsiliasi semuanya, rekonsiliasi sebagian dan hukum/judicial 
sebagian atau semuanya judicial. Itu semua pilihan nantinya.

 

Ini masalah 1965 yg bagi ane lebih besar drpd kasus trisaksi dan semanggi ini 
tanpa disrespect dengan para korban dalam 2 kasus terakhir ini.

 

Jadi terakhir tulisan ente ini mengunjukkan ente tidak mengerti substansi 
masalahnya: Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. Di 
satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab atas kesalahan 
pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan atas kesalahan 
pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat menduduki "tanah negara". 
Pemerintah sekarang cuci tangan hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan 
memberi ganti rugi saat penggusuran.

 

Pemerintah Jokowi bukannya panggung dagelan dalam melihat masalah ini. 
penyesalannya itu bukti dia sudah membuka jalan utk menyelesaikan masalah2 ini. 
Belum lagi dia diserang kiri kanan termasuk ente. NKRI yg dipertaruhkan bukan 
hanya mengurus masalah 1965, trisakti dan semanggi saja! 

 

Ngerti tidak dengan kalimat terakhir ini?!!

 

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Wednesday, February 1, 2017 12:32 AM
To: GELORA45@yahoogroups.com
Subject: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan 
Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi

 

  

Penyelesaian di luar jalur hukum bisa saja dipertimbangkan 




selama pihak yang bersalah lebih dulu mengakui kesalahannya 




dan meminta maaf. Dipertimbangkan di sini maksudnya 




tidak harus diterima begitu saja apalagi dengan lapang dada.






Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, bahwa yang 




sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan 




(Imdadun menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah"). 




Akibatnya, lembaga sebesar Komnas HAM pun tak berdaya 




menghadapi "pilihan politik" ini. Karena itu, sebaiknya Rakyat

memilih menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug

memilih rekonsiliasi ini (semoga masih tersisa hak Rakyat untuk 




memilih jalannya sendiri). Kita buktikan bersama, betulkah 




ini "Pemerintahan Rakyat" atau sekedar penguasa berkedok 




pemerintah.









Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. 




Di satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab 




atas kesalahan pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan 




atas kesalahan pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat 




menduduki "tanah negara". Pemerintah sekarang cuci tangan 




hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan memberi ganti rugi 




saat penggusuran.

 

--- jetaimemucho1@... wrote:









Masih percaya penyelesaian kasus HAM? Tapi pendukung Jokowi  yang memang hanya 
menuntut penyelesaian non-judisial sudah cukup senang, bukan?

 

Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur 
Rekonsiliasi


Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan Ketua Komnas 
HAM Imdadun Rahmat saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi 
penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, di kantor Kemenko Polhukam, 
Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).

 

Senin, 30 Januari 2017 | 22:27 WIB






JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan kasus 
pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (kasus TSS) 
melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.

 

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat mengatakan, 
keputusan tersebut diambil berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini.

"Pilihan politik pemerintah saat ini kan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. 
Pemerintah maunya kan seperti itu. Untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu 
ya menempuh jalur non-yudisial," ujar Imdadun, seusai rapat koordinasi 
penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dengan Menteri Koordinator 
bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta 
Pusat, Senin (30/1/2017).

Imdadun mengaku sulit untuk memaksakan penyelesaian kasus TSS melalui jalur 
pengadilan HAM ad hoc.

Selain karena pilihan politik pemerintah, selama ini pihak Kejaksaan Agung juga 
tidak bisa bekerja sama dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Kami memang mendorong jalur yudisialnya tapi kalau kemudian Kejaksaan 
Agung-nya tidak kooperatif terus, apa yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM? 
Karena kalau penyelidik itu harus bekerja sama dengan penyidik," kata dia. 

Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit jika upaya 
penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu opsi.

Komnas HAM akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep 
rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan 
hak korban.

"Bagaimana caranya (rekonsiliasi) masih akan kami bicarakan. Dalam hal ini 
Komnas menjaga agar prinsip-prinsip HAM dalam rekonsiliasi itu terpenuhi," kata 
Imdadun.

Secara terpisah, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah menginginkan 
adanya bentuk penyelesaian kasus HAM masa lalu tanpa menimbulkan masalah baru.

"Bangsa ini sudah terlalu berat untuk bersaing dengan bangsa lain terutama 
dalam situasi sekarang ini, jangan sampai kita menambah masalah ini, untuk 
memberikan tekanan pada pihak pemerintah dan bangsa indonesia yang sedang 
berjuang," ujar Wiranto.

Sebelumnya, hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II pada 
bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama 
lain. KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup 
bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara 
lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan 
dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta 
meluas…”.

Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan 
terhadap sejumlah petinggi TNI/Polri pada masa itu.

Namun, hingga saat ini pihak Kejaksaan Agung belum pernah melakukan penyidikan 
untuk merespon hasil penyelidikan Komnas HAM.

 





  • [GELORA45] Pemerintah Pu... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
    • [GELORA45] Re: Peme... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
      • RE: [GELORA45] ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
        • RE: [GELORA... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
          • Re: [GE... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
            • RE... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
                • ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke