Itu cak nur = nurcholis majid. Yang ini nur kholis ketua KOMNAS HAM.
Ini wawancaranya di BBC Indonesia pada 28 September 2015: http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150921_indonesia_lapsus_kasus65_komnasham nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Wednesday, February 1, 2017 8:45 AM To: GELORA45@yahoogroups.com; nesa...@yahoo.com Subject: Re: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi Bung Nesare, bisa tulisan/Wawancara Nur Kholis dengan BBC itu dilempar keluar secara keseluruhan? Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana jalan pemikiran Cak Nur yang pernah bertemu saat beliau berkunjung di HK, dalam satu seminar masalah Islam. Sangat simpatik dan berkesan dengan pemikiran teleransi yang tinggi. Tapi, Nur Kholis tahun 2005 sudah meninggal akibat gagal pencakokan lever di Tiongkok, ... jadi, mungkin wawancara itu ditahun 2005, bukan 2015?! Terimakasih sebelumnya, ...! Salam, ChanCT From: nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com> [GELORA45] Sent: Wednesday, February 1, 2017 7:52 PM To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: RE: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi Pertama ente bilang boleh rekonsiliasi diluar jalur hukum. Imdadun sudah mengerti dan menerima masalah trisakti dan semanggi ini boleh diselesaikan dengan rekonsiliasi. Ini sangat logis bagi ane. Masalah yang jauh lebih pembunuhan massal 1965 saja walaupun sudah diterima oleh banyak pihak masih tersendat2 jalannya Ini yang perlu ditindaklanjuti seperti yang dikatakan oleh imdardun bahwa rekonsiliasinya harus dijaga koridor HAM nya. Ini sudah benar. Nih tidak benarnya tulisan ente: Pertama ente menulis begini: Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, bahwa yang sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan (Imdadun menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah").Akibatnya, lembaga sebesar Komnas HAM pun tak berdaya menghadapi "pilihan politik" ini. Disinikan ente mau bilang imdadun/komnas tidak mau menerima. Bagaimana tidak mau menerima? Wong Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu opsi. Komnas HAM <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan hak korban. Bung tahu tidak bagaimana sikap komnas HAM dalam kasus pembunuhan massal 1965? Kelihatannya tidak. Kesalahan kedua: ente menulis begini: Karena itu, sebaiknya Rakyat memilih menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug memilih rekonsiliasi ini (semoga masih tersisa hak Rakyat untuk memilih jalannya sendiri). Ente harus mengerti dulu sikap komnas HAM sebelum menulis seperti ini. Coba baca pendapat Nur Kholis sbg ketua Komnas HAM. Nur Kholis menuntut presiden utk minta maaf. Istilah yg dipakai: consensus nasional. Nur kholis juga menyinggung masalah 1965 itu adalah conflicting ideology. Ini secuil wawancara nur kholis dengan BBC Indonesia 2015: Penyesalan Presiden itu kemudian diperuntukkan kepada siapa? Ini tidak menyangkut dengan ideologi. Misalnya presiden harus menyatakan penyesalan kepada partai tertentu, tidak. Dia harus menyatakan penyesalan bahwa telah terjadi conflicting ideology (konflik ideologi) di masa lalu. Akan tetapi bukan itu poinnya. Poinnya adalah dari proses politik itu telah menimbulkan serangkaian kesengsaraan bagi negara ini dan telah melahirkan banyak korban. Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan menyelesaikan.Ketua Komnas HAM Nur Kholis. Dalam konteks korban-korban anak bangsa itulah, Presiden menyatakan penyesalannya. Itu sangat penting, karena sebagai negara hukum yang menghormati HAM, seharusnya apapun yang terjadi apakah itu di ranah politik, apakah itu di ranah sosial maupun kultural, jika itu prosesnya menimbulkan korban dan kerugian, maka negara harus hadir. Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan menyelesaikan. Dan dengan itu, kita bersama-sama secara nasional menyatakan berharap dan berjanji bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak akan terjadi di masa depan. Jadi semuanya dalam konteks ini adalah untuk kebaikan bersama. Ente kurang menguasai substansi masalahnya. Ente menggunakan logika umum utk menglogiskan jalan pikiran bung. Ini logical fallacy. Sedangkan dalam wawancara itu nur kholis jelas mengatakan tim presiden yg sudah terbentuk itu adalah wadah utk akselerasi/mempercepat menyelesaikan masalah 1965 ini. masalahnya ada di RUU KKR yg dead lock. Disini letaknya kenapa Jokowi tidak bisa apa2. Nur kholis bilang kalau semuanya sudah selesai, ya “penyesalan jokowi” bisa ditindaklanjuti misalnya dengan follow up bagaimana seharusnya proses rekonsiliasi itu harus berjalan. Opsi2 apa saja yang bisa dilakukan misalnya: rekonsiliasi semuanya, rekonsiliasi sebagian dan hukum/judicial sebagian atau semuanya judicial. Itu semua pilihan nantinya. Ini masalah 1965 yg bagi ane lebih besar drpd kasus trisaksi dan semanggi ini tanpa disrespect dengan para korban dalam 2 kasus terakhir ini. Jadi terakhir tulisan ente ini mengunjukkan ente tidak mengerti substansi masalahnya: Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. Di satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab atas kesalahan pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan atas kesalahan pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat menduduki "tanah negara". Pemerintah sekarang cuci tangan hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan memberi ganti rugi saat penggusuran. Pemerintah Jokowi bukannya panggung dagelan dalam melihat masalah ini. penyesalannya itu bukti dia sudah membuka jalan utk menyelesaikan masalah2 ini. Belum lagi dia diserang kiri kanan termasuk ente. NKRI yg dipertaruhkan bukan hanya mengurus masalah 1965, trisakti dan semanggi saja! Ngerti tidak dengan kalimat terakhir ini?!! Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Wednesday, February 1, 2017 6:44 AM To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: RE: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi Pertama ente bilang boleh rekonsiliasi diluar jalur hukum. Imdadun sudah mengerti dan menerima masalah trisakti dan semanggi ini boleh diselesaikan dengan rekonsiliasi. Ini sangat logis bagi ane. Masalah yang jauh lebih pembunuhan massal 1965 saja walaupun sudah diterima oleh banyak pihak masih tersendat2 jalannya Ini yang perlu ditindaklanjuti seperti yang dikatakan oleh imdardun bahwa rekonsiliasinya harus dijaga koridor HAM nya. Ini sudah benar. Nih tidak benarnya tulisan ente: Pertama ente menulis begini: Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, bahwa yang sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan (Imdadun menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah").Akibatnya, lembaga sebesar Komnas HAM pun tak berdaya menghadapi "pilihan politik" ini. Disinikan ente mau bilang imdadun/komnas tidak mau menerima. Bagaimana tidak mau menerima? Wong Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu opsi. Komnas HAM <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan hak korban. Bung tahu tidak bagaimana sikap komnas HAM dalam kasus pembunuhan massal 1965? Kelihatannya tidak. Kesalahan kedua: ente menulis begini: Karena itu, sebaiknya Rakyat memilih menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug memilih rekonsiliasi ini (semoga masih tersisa hak Rakyat untuk memilih jalannya sendiri). Ente harus mengerti dulu sikap komnas HAM sebelum menulis seperti ini. Coba baca pendapat Nur Kholis sbg ketua Komnas HAM. Nur Kholis menuntut presiden utk minta maaf. Istilah yg dipakai: consensus nasional. Nur kholis juga menyinggung masalah 1965 itu adalah conflicting ideology. Ini secuil wawancara nur kholis dengan BBC Indonesia 2015: Penyesalan Presiden itu kemudian diperuntukkan kepada siapa? Ini tidak menyangkut dengan ideologi. Misalnya presiden harus menyatakan penyesalan kepada partai tertentu, tidak. Dia harus menyatakan penyesalan bahwa telah terjadi conflicting ideology (konflik ideologi) di masa lalu. Akan tetapi bukan itu poinnya. Poinnya adalah dari proses politik itu telah menimbulkan serangkaian kesengsaraan bagi negara ini dan telah melahirkan banyak korban. Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan menyelesaikan.Ketua Komnas HAM Nur Kholis. Dalam konteks korban-korban anak bangsa itulah, Presiden menyatakan penyesalannya Itu sangat penting, karena sebagai negara hukum yang menghormati HAM, seharusnya apapun yang terjadi apakah itu di ranah politik, apakah itu di ranah sosial maupun kultural, jika itu prosesnya menimbulkan korban dan kerugian, maka negara harus hadir. Di masa lalu, diduga negara sering tidak hadir terkait dengan masalah-masalah yang timbul di masyarakat. Diduga juga bahwa negara terlibat aktif dalam peristiwa-peristiwa itu. Karena itu, presiden dalam kapasitas sebagai kepala negara, menyatakan kita menyesalkan bahwa telah terjadi peristiwa seperti itu, dan kita akan menyelesaikan. Dan dengan itu, kita bersama-sama secara nasional menyatakan berharap dan berjanji bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak akan terjadi di masa depan. Jadi semuanya dalam konteks ini adalah untuk kebaikan bersama. Ente kurang menguasai substansi masalahnya. Ente menggunakan logika umum utk menglogiskan jalan pikiran bung. Ini logical fallacy. Sedangkan dalam wawancara itu nur kholis jelas mengatakan tim presiden yg sudah terbentuk itu adalah wadah utk akselerasi/mempercepat menyelesaikan masalah 1965 ini. masalahnya ada di RUU KKR yg dead lock. Disini letaknya kenapa Jokowi tidak bisa apa2. Nur kholis bilang kalau semuanya sudah selesai, ya “penyesalan jokowi” bisa ditindaklanjuti misalnya dengan follow up bagaimana seharusnya proses rekonsiliasi itu harus berjalan. Opsi2 apa saja yang bisa dilakukan misalnya: rekonsiliasi semuanya, rekonsiliasi sebagian dan hukum/judicial sebagian atau semuanya judicial. Itu semua pilihan nantinya. Ini masalah 1965 yg bagi ane lebih besar drpd kasus trisaksi dan semanggi ini tanpa disrespect dengan para korban dalam 2 kasus terakhir ini. Jadi terakhir tulisan ente ini mengunjukkan ente tidak mengerti substansi masalahnya: Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. Di satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab atas kesalahan pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan atas kesalahan pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat menduduki "tanah negara". Pemerintah sekarang cuci tangan hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan memberi ganti rugi saat penggusuran. Pemerintah Jokowi bukannya panggung dagelan dalam melihat masalah ini. penyesalannya itu bukti dia sudah membuka jalan utk menyelesaikan masalah2 ini. Belum lagi dia diserang kiri kanan termasuk ente. NKRI yg dipertaruhkan bukan hanya mengurus masalah 1965, trisakti dan semanggi saja! Ngerti tidak dengan kalimat terakhir ini?!! Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Wednesday, February 1, 2017 12:32 AM To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: [GELORA45] Re: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi Penyelesaian di luar jalur hukum bisa saja dipertimbangkan selama pihak yang bersalah lebih dulu mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Dipertimbangkan di sini maksudnya tidak harus diterima begitu saja apalagi dengan lapang dada. Sinyal yang dilempar Imdadun sudah cukup jelas, bahwa yang sedang dihadapi Rakyat saat ini tak lain adalah kekuasaan (Imdadun menyebutnya dengan "pilihan politik pemerintah"). Akibatnya, lembaga sebesar Komnas HAM pun tak berdaya menghadapi "pilihan politik" ini. Karena itu, sebaiknya Rakyat memilih menolak putusan pilihan penguasa yang ujug-ujug memilih rekonsiliasi ini (semoga masih tersisa hak Rakyat untuk memilih jalannya sendiri). Kita buktikan bersama, betulkah ini "Pemerintahan Rakyat" atau sekedar penguasa berkedok pemerintah. Bagaimanapun, putusan ini lagi-lagi mempertontonkan dagelan. Di satu sisi pemerintah sekarang seolah ikut bertanggungjawab atas kesalahan pemerintah masa lalu, tetapi di sisi lain lepas tangan atas kesalahan pemerintah masa lalu yang membiarkan Rakyat menduduki "tanah negara". Pemerintah sekarang cuci tangan hanya karena tidak mau bertanggungjawab dan memberi ganti rugi saat penggusuran. --- jetaimemucho1@... wrote: Masih percaya penyelesaian kasus HAM? Tapi pendukung Jokowi yang memang hanya menuntut penyelesaian non-judisial sudah cukup senang, bukan? Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi <http://assets.kompas.com/data/photo/2017/01/30/21343782017-01-30-18.42-.01-780x390.jpg> Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dan Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017). Senin, 30 Januari 2017 | 22:27 WIB JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (kasus TSS) melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM) <http://indeks.kompas.com/tag/Imdadun%20Rahmat> Imdadun Rahmat mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan sikap politik pemerintah saat ini. "Pilihan politik pemerintah saat ini kan jalur non-yudisial atau rekonsiliasi. Pemerintah maunya kan seperti itu. Untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ya menempuh jalur non-yudisial," ujar Imdadun, seusai rapat koordinasi penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan <http://indeks.kompascom/tag/Wiranto> Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017). Imdadun mengaku sulit untuk memaksakan penyelesaian kasus TSS melalui jalur pengadilan HAM ad hoc. Selain karena pilihan politik pemerintah, selama ini pihak <http://indeks.kompas.com/tag/Kejaksaan%20Agung> Kejaksaan Agung juga tidak bisa bekerja sama dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM. "Kami memang mendorong jalur yudisialnya tapi kalau kemudian <http://indeks.kompas.com/tag/Kejaksaan%20Agung> Kejaksaan Agung-nya tidak kooperatif terus, apa yang bisa dilakukan oleh <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM? Karena kalau penyelidik itu harus bekerja sama dengan penyidik," kata dia. Imdadun mengatakan, dengan keadaan politik saat ini, sulit jika upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu hanya mengandalkan satu opsi. <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM akan terus berkomunikasi dengan pemerintah terkait konsep rekonsiliasi agar tetap memenuhi prinsip-prinsip universal HAM dan pemenuhan hak korban. "Bagaimana caranya (rekonsiliasi) masih akan kami bicarakan. Dalam hal ini Komnas menjaga agar prinsip-prinsip HAM dalam rekonsiliasi itu terpenuhi," kata Imdadun. Secara terpisah, Menko Polhukam <http://indeks.kompas.com/tag/Wiranto> Wiranto mengatakan, pemerintah menginginkan adanya bentuk penyelesaian kasus HAM masa lalu tanpa menimbulkan masalah baru. "Bangsa ini sudah terlalu berat untuk bersaing dengan bangsa lain terutama dalam situasi sekarang ini, jangan sampai kita menambah masalah ini, untuk memberikan tekanan pada pihak pemerintah dan bangsa indonesia yang sedang berjuang," ujar <http://indeks.kompas.com/tag/Wiranto> Wiranto. Sebelumnya, hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II pada bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama lain. KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta meluas…”. <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah petinggi <http://indeks.kompas.com/tag/TNI> TNI/ <http://indeks.kompas.com/tag/Polri> Polri pada masa itu. Namun, hingga saat ini pihak <http://indeks.kompas.com/tag/Kejaksaan%20Agung> Kejaksaan Agung belum pernah melakukan penyidikan untuk merespon hasil penyelidikan <http://indeks.kompas.com/tag/Komnas%20HAM> Komnas HAM.