Pada Jumat, 26 Mei 2017 3:59, "'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
SETUUUJUUUU, ... bung Edy! Dengan jitu menunjukkan masalah, perhatikan apa yang MUI lakukan untuk melihat jelas ideologi pembimbing sesungguhnya! Adanya Ideologi MUI yang kuat bertentangan dengan PANCASILA dan cenderung menegakkan Khilafah! Jangan tertipuuu pernyataan MUI kutuk pelaku bom Kampung Melayu! Seperti kata bung Edy, yang dikutuk itu “PELAKU” bom nya saja, tapi tetap akan meneruskan tujuan menegakkan Khilafah! Selama ini MUI bukan saja membiarkan Mesjid-Mesjid mengumbar KEBENCIAN terhadap yang dituduh KAFIR, bahkan membiarkan anak-anak sekolah berteriak “BUNUH KAFIR!”, ... Padahal jelas, kata sementara tokoh ISLAM, TIDAK ADA ajaran Alquran MEMBUNUHI ORANG yang berbeda! Apa yang akan terjadi BANGSA ini seandainya MUI tetap saja membiarkan sementara umat nya mendidik anak-anak sekolah bunuh KAFIR!, ... Akan CELAKALAH seandainya PEMERINTAH yang berkuasa TIDAK juga SEGERA menindak TEGAS TOKOH2 Agama yang radikal macam ini??? Jangan biarkan Indonesia mengikuti jejak Syriah dan beberapa negara Arab lainnya, berlumuran darah tanpa berkesudahan! Presiden Jokowi sudah berteriak untuk menggebuk HTI, ... ormas-ormas yang BERTENTANGAN dengan ideologi dasar negara PANCASILA, UUD45 dan BHINEKA TUNGGAL IKA, bagaimana sekarang ketegasan dan kemampuan aparat keamanan/HUKUM negara bergerak menghadapi tantangan yang dihadapi ini! Salam,ChanCT From: Edy Loekmono esloekw...@yahoo.com [GELORA45] Sent: Thursday, May 25, 2017 11:37 PM Saudara-saudara sekalian. Perhatikan apa yang MUI lakukan. MUI kutuk "pelaku" bom Kampung Melayu. Jadi yang dikutuk adalah pelakunya. Bukan ideology dibelakang si pelaku. Ideology itu ada di dalam MUI sendiri yang di pertontonkan ketika mendukung demo ber jilid-jilid itu. Ketika Baasir menginisiasi BOM Bali dst. dan kemudian ditangkap, apa yang diperbuat Din Sjamsudin? Ketua Muhamadijah, Ketua MUI, mengunjungi di penjara dan mengatakan Baasir belum tentu bersalah.Nah lo. Di belakang MUI masih ada ideology kuat anti NKRI dan condong untuk Khilafah. Sekarang kelihatan belangnya , maka pada sedikit bersembunyi. Mengeluarkan statement kutukan sekalipun tidak merubah esensi ideology MUI, sebagai sarang extremism di negara Pancasila. Bagaimana MUI tahu kalau seluruh Masjid dipakai untuk mengumbar kebencian, tetapi tidak mengeluarkan Fatwa? Tolong lihat ketika Takbiran, anak-anak berteriak bunuh kafir dst. siapa itu kafir di negara Pancasila? Bukankah negara menjamin agama lain (yang dikafirkan Islam) resmi sebagai agama yang berhak hidup di Indonesia? Bahkan kehadirannya jauh lebih dahulu dari Islam itu sendiri di Nusantara? Lihat Candi Borobudur, Prambanan dan kuil-kuil lain di tanah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali dll. Pemimpin-pemimpin umat yang anti NKRI harus ditelanjangi satu persatu supaya tahu kejahatan kemanusiaannya sebelum terjadi lebih parah lagi. Ujaran kebencian itu jelas mengandung suatu ideology yang merusak kemanusiaan itu sendiri. Karena pada dasarnya semua umat manusia itu adalah ciptaan Tuhan yang harus di junjung tinggi lebih dari barang dan binatang. Filosofi padang pasir itu jelas berbeda dengan negara lain. Manusia lain potensial sebagai ancaman dan harus dibinasakan, kecuali direndahkan martabatnya lebih rendah dari binatang. Jadi pembunuhan karakter selalu dilakukan seiring dengan pembunuhan fisik. Pertama adalah mengatakan "Kafir", kedua "Orang kafir" berhak dibunuh. Dan inilah Syariah. Kalau sudah masif semua yang berbeda di "kafir"kan maka pembunuhan karakter dan fisik adalah sah dalam Syariah.Ingat dalam demo yang berjilid-jilid teriakan kafir begitu masif. Tidak ada satu aparat pun yang mencegah bahkan memproses orang yang melampiaskan kata kafir itu. Padahal kata "kafir" itu seperti pena buat wartawan, seperti senjata bagi prajurit. Dia sangat ampuh membunuh siapa saja. Karena gaung itu bukan dalam lafas mulut bersuara, melainkan dalam lubuk iman mereka. Kata-kata untaian itu dirapalkan setiap membaca Kitab Suci dan di fokus personifikasikan siapa itu kafir dalam konteks hidup actual mereka sekarang dan disini.Sekarang perjuangan kita harus lewat undang-undang. Tidak boleh lagi orang berujar kata "Kafir" kepada siapapun sebagai warga negara NKRI dan bahkan para orang asing yang berdiam di NKRI. Selama kata kafir itu mudah diucapkan dan ada objek ujaran, maka NKRI sangat rawan disintegrasi. Saya merasa tidak aman ketika saudara saya yang Islam berani mengatakan kafir, walaupun tidak langsung kepada saya. Ketika dia bisa mengatakan kafir kepada orang lain, maka dia bisa mengatakan kafir kepada saudara sedarah sedaging yang berbeda iman. Dan sebagai ketaatannya kepada hukum Syariah maka bisa kapan saja membunuh saya untuk kepuasan imannya. Bagi Islam Agama adalah yang pertama dan terutama dan bukan Tuhan. Dalam Kristen sungguh berbeda. Mar 12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Mar 12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Disini tidak di suruh kasihilah sesamamu yang seagama, sejenis, se suku, se aliran. Perintah ini tidak ada dalam agama lain.Karena Yesus tidak menyuruh orang untuk beragama untuk bisa melakukan perintahnya. Tetapi mendekat kepadaNya.Jas_4:8 Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! Semoga ini bisa menjadi perjuangan di NKRI menyadarkan orang yang memiliki ideology merusak kesatuan dan persatuan di Indonesia. On Thursday, May 25, 2017 5:50 AM, "nesa...@yahoo.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: Ikut arus jaman itu sepert excuse.Manusia punya free will dan punya pilihan.Gak ada alasan menyalahkan jaman untuk berbuat sesuatu yang salah. Kalau kita ikuti Nuremberg Trials, kita bisa lihat ada tokoh2 Nazis yang menggunakan excuse ini. salah satu contohnya adalah hans frank, gubernur jendralnya jerman di polandia, terkenal dengan julukan “algojo dari Krakow polandia”. Dia menyalahkan system dimana orang yahudi kaya. Dia bilang semua orang tahu system yang bikin enak orang yahudi itu salah. Lalu setelah ketakutan/Nuremberg trials, dia ganti wajah dan bilang: “Hittler has disgraced germany for all time. He betrayed and disgraced the people that loved him. I will be the first to admit my guilt”. Excuse ikut arus itu tidak bisa menjustifikasi seseorang berbuat salah karena seseorang itu punya free will dan choice untuk tidak melakukannya. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Thursday, May 25, 2017 7:16 AM To: GELORA45@yahoogroups.com; nesa...@yahoo.com Subject: Re: [GELORA45] MUI kutuk pelaku bom Kampung Melayu Di dunia sekarang harus pandai ikut arus zaman, jika ingin mendapat berkat. 2017-05-25 13:06 GMT+02:00 nesa...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>: Mungkin ada unsur malu. Mengutuknya sudah benar. Yang belum tentu benar adalah orang2 didalam MUI apakah semuanya mengutuk? Ini yang menjadi pertanyaan penting karena banyak orang dalam MUI itu. Sangat tergantung dengan pimpinannya. Dulu waktu jamannya Din Sam Syamsuddin lain suka nakal berpolitik. Begitu juga sekarang jamannya KH Ma’ruf Amin lain lagi. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Thursday, May 25, 2017 5:52 AM To: Gelora45@yahoogroups.com; nasional_l...@yahoogroups.com Subject: [GELORA45] MUI kutuk pelaku bom Kampung Melayu Serius ataukah hanya ikut ramai mengutuk?? http://www.antaranews.com/berita/631341/mui-kutuk-pelaku-bom-kampung-melayu MUI kutuk pelaku bom Kampung Melayu Kamis, 25 Mei 2017 15:46 WIB | 759 Views Pewarta: Anom Prihantoro Polisi berjaga di lokasi dua ledakan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu malam (24/5/2017). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) ... pelakunya mereka adalah manusia yang sudah kehilangan nilai kemanusiaannya. Sungguh ini adalah tragedi kemanusiaan yang sangat keji dan memilukan.. Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia mengutuk keras pelaku bom di Kampung Melayu, Jakarta karena aksi mematikan itu sangat biadab dan jauh dari nilai-nilai agama. "Siapa pun pelakunya mereka adalah manusia yang sudah kehilangan nilai kemanusiaannya. Sungguh ini adalah tragedi kemanusiaan yang sangat keji dan memilukan," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, di Jakarta, Kamis. Dia mengatakan, pemboman itu terorisme di Indonesia masih sangat kuat sehingga harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, karena terorisme adalah musuh negara. MUI, kata dia, sudah menetapkan dalam fatwa Nomor 3/2014 bahwa terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Perbuatan terorisme, lanjut dia, haram hukumnya. Untuk hal itu MUI meminta aparat keamanan menangkap para aktor dan pelakunya dan mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Dia mengatakan MUI juga menyampaikan rasa duka yang mendalam kepada segenap keluarga korban bom Kampung Melayu, semoga almarhum para korban khusnul khotimah (meninggal dengan cara yang baik) dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan kekuatan dalam menerima musibah ini. "Dimohon kepada seluruh masyarakat untuk tetap tenang dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada aparat keamanan untuk mengambil langkah yang diperlukan," kata dia. Editor: Ade Marboen #yiv7966559927 #yiv7966559927 -- #yiv7966559927ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp #yiv7966559927hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp #yiv7966559927ads {margin-bottom:10px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp .yiv7966559927ad {padding:0 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp .yiv7966559927ad p {margin:0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mkp .yiv7966559927ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ygrp-lc #yiv7966559927hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ygrp-lc .yiv7966559927ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity span {font-weight:700;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity span span {color:#ff7900;}#yiv7966559927 #yiv7966559927activity span .yiv7966559927underline {text-decoration:underline;}#yiv7966559927 .yiv7966559927attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv7966559927 .yiv7966559927attach div a {text-decoration:none;}#yiv7966559927 .yiv7966559927attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv7966559927 .yiv7966559927attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv7966559927 .yiv7966559927attach label a {text-decoration:none;}#yiv7966559927 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv7966559927 .yiv7966559927bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv7966559927 .yiv7966559927bold a {text-decoration:none;}#yiv7966559927 dd.yiv7966559927last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7966559927 dd.yiv7966559927last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7966559927 dd.yiv7966559927last p span.yiv7966559927yshortcuts {margin-right:0;}#yiv7966559927 div.yiv7966559927attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv7966559927 div.yiv7966559927attach-table {width:400px;}#yiv7966559927 div.yiv7966559927file-title a, #yiv7966559927 div.yiv7966559927file-title a:active, #yiv7966559927 div.yiv7966559927file-title a:hover, #yiv7966559927 div.yiv7966559927file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7966559927 div.yiv7966559927photo-title a, #yiv7966559927 div.yiv7966559927photo-title a:active, #yiv7966559927 div.yiv7966559927photo-title a:hover, #yiv7966559927 div.yiv7966559927photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7966559927 div#yiv7966559927ygrp-mlmsg #yiv7966559927ygrp-msg p a span.yiv7966559927yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv7966559927 .yiv7966559927green {color:#628c2a;}#yiv7966559927 .yiv7966559927MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv7966559927 o {font-size:0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927photos div {float:left;width:72px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927photos div div {border:1px solid #666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927reco-category {font-size:77%;}#yiv7966559927 #yiv7966559927reco-desc {font-size:77%;}#yiv7966559927 .yiv7966559927replbq {margin:4px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg select, #yiv7966559927 input, #yiv7966559927 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg pre, #yiv7966559927 code {font:115% monospace;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-mlmsg #yiv7966559927logo {padding-bottom:10px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-msg p#yiv7966559927attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-reco #yiv7966559927reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-sponsor #yiv7966559927ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv7966559927 #yiv7966559927ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv7966559927