Kalau sudah dimulai dengan mengabaikan fakta sejarah dan tidak mau mengakui wilayah yang diwarisi dari jaman kolonial, ajukan pikiran genial anda untuk membuat batas-batas wilayah sesuai dengan fakta sejarah sebelum kolonialisme Belanda!! Dan apa jaminannya Papua yang "merdeka" tidak diserahkan oleh para pemimpinnya kepada modal asing??? Anda lihat di antara kepala suku Papua , ada yang sadar akan bahaya modal asing, tapi ada juga yang pro modal asing dan dengan senang hati menyambut investasi dan "pembangunan" yang akhirnya akan menghabiskan seluruh hutan seperti halnya di Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Apa anda sudah meneliti watak kelas dari para pemimpin gerakan kemerdekaan yang anda dukung itu?? Barangkali anda cukup senang dengan melihat Papua "merdeka" dan dikuasai oleh kaum komprador dari suku bangsa Papua sendiri??? Hanya ganti suku bangsa saja!!! Persis seperti di Afrika Selatan yang dikuasai oleh ANC yang sama sekali tidak peduli pada nasib rakyatnya sendiri menghisap dan menindas seperti dulu pada jaman apartheid. Hilangnya tanah dan hutan papua sama sekali TIDAK tergantung pada merdeka atau tidaknya Papua dari Indonesia!!! Ia bergantung pada perjuangan seluruh rakyat Indonesia termasuk Papua melawan pemerintah neo-liberal yang mengabdi sepenuhnya kepada kepentingan para pemodal asing dan kaum imperialis!!!
On Monday, April 2, 2018 6:15 PM, "Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: Bila tetap bersama Indonesia yang terjadi jelas sekali, orang2 Papua akan kehilangan tanah mereka, hutan beralih rupa jadi perkebunan kelapa sawit, industri pertanian, dan pertambangan. Hutan hilang, tanah ulayat hilang. Bila tidak musnah hanya akan jadi kuli dan homeless ditanah sendiri. Kesemuanya itu hanya demi "fakta sejarah" semu omong kosong klaim sak enak udele dewe nan geragas akan wilayah. ---In GELORA45@yahoogroups.com, <jetaimemucho1@...> wrote : Nah, ini orang-orang suku Papua yang ngerti akan bahayanya "pembangunan" yang digenjot pemerintah Jokowi-JK. Di kalangan orang-orang Papua sendiri diperlukan usaha untuk meningkatkan kesadaran untuk melindungi tanah dan hutannya sendiri. Pikiran kepala suku yang menentang Green Peace itu harus diluruskan. Rakyat papua tidak bisa berjuang sendirian untuk membela hak hidupnya. Harus sama-sama dengan rakyat di segala pelosok Indonesia lainnya yang juga mengalami penindasan yang sama. Itulah tugas yang mendesak. Bukannya "berjuang" untuk memisahkan diri dari Indonesia. Yang mendesak adalah berjuang untuk reforma agraria sejati dan pembangunan industri nasional. On Monday, April 2, 2018 4:20 AM, "Everistus Kayep everistus.kayep@... [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: perkebunan skala besar (sawit) di selatan papua bikin rakyat pribumi menderita. saat ini pemerintah rencana bikin bendungan plta utk memasok listrik dan air bersih ke perkebunan sawit. https://tribun-arafura.com/2018/02/13/forpa-bd-tolak-rencana-pembangunan-bendungan-plta-sungai-kao/FORPA-BD Tolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Sungai KaoPosted pada 13/02/2018 oleh Tribun Arafura in Aksi Protes, Berita, Fakta Tanah Papua, PLTA Sungai Kao // 0 CommentsFORPA-BD didampingi tokoh Adat Kati-Wambon melakukan Konferensi Pers di Prima Garden Waena, Jayapura, Senin (12/02) kemarin. Mereka secara tegas menolak Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao.@forpa-bdJAYAPURA, Tribun-Arafura.com — Forum Rakyat Papua Boven Digoel (FORPA-BD) menolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Sungai Kao di distrik Waropko dan distrik Ambatkwi, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Hal ini ditegaskan Sekretaris FORPA-BD Everistus Kayep melalui sambungan telepon di Merauke siang tadi, Selasa (13/02).“FORPA-BD dengan tegas menolak Pembangunan PLTA Sungai Kao karena lokasi yang dipilih merupakan tempat- tempat keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual. Tempat-tempat ini telah dihormati secara turun-temurun dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Masyarakat Kati-Wambon,” jelas Kayep.Kayep mengatakan, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop adalah anak asli Wambon, kerabat Kati, sehingga tanpa perlu dijelaskan, beliau secara pasti mengetahui nilai historis dan spiritual tempat-tempat keramat tersebut.Menurut Kayep, pihaknya telah menginventarisir, setidaknya terdapat 24 tempat keramat di lokasi yang diincar pihak Pemerintah tanpa berkonsultasi atau sosialisasi dengan pemilik dusun. (Download: Sketsa Tempat-Tempat Keramat).“Ini seperti pencuri, diam-diam lakukan surveyuntuk studi kelayakan seolah-olah tanah ini tidak bertuan. Nanti setelah ada penolakan dari masyarakat baru pemerintah tersadar dari kekeliruannya dan kalang kabut mulai bikin jadwal sosialisasi,” jelas Kayep.Alasan lainnya, menurut Kayep, Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao disinyalir merupakan agenda terselubung pihak korporasi di wilayah Selatan Papua yang membutuhkan pasokan listrik murah dan irigasi. (Download : Peta Sawit Papua dan Peta Analisis Tanah Obyek Reforma Agraria di Boven Digoel).“Puluhan perusahaan Kelapa Sawit, Padi, Tebu, Kedelai, Jagung, HTI dan pabrik turunannya yang menguasai jutaan hektar tanah-tanah adat di Papua Selatan perlu pasokan listrik murah dan irigasi sehingga PLTA Sungai Kao berkapasitas 65,13 Megawatt merupakan jawaban pemerintah atas kebutuhan mereka,” jelasnya.Kayep mengatakan, pihaknya sempat menggelar Konferensi Pers di Jayapura pada Senin (12/02) kemarin didampingi para Tokoh Adat Kati dan Wambon dan mereka dengan tegas menolak rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao. (Baca :Siaran Pers FORPA-BD Tentang Penolakan Pembangunan PLTA Sungai Kao).Ditanya tentang status proyek ini, Kayep menjelaskan, FORPA-BD sudah menelusurinya ke Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR di Jakarta. “Sumber kami di Ditjen SDA mengatakan, yang terprogram secara nasional hanya 65 Bendungan sejak 2014-2019. PLTA Sungai Kao tidak terdaftar untuk proyek TA 2018 maupun TA 2019. Di Papua yang terdaftar untuk dibangun pada TA 2018 adalah Bendungan Baliem di Kabupaten Jawawijaya,” jelas Kayep.Kayep menjelaskan, apa yang sedang dilakukan oleh PT. Aditya Engineering Consultant dari Bandung bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Boven Digoel saat ini adalah Studi Kelayakan untuk mengkaji, apakah PLTA layak dibangun di Sungai Kao.“PT. Aditya Engineering Consultant sudah memenangkan lelang untuk Studi Kelayakan Pembangunan Bendungan Digoel di Kementerian PUPR dengan nilai penawaran sama dengan nilai terkoreksi sebesar Rp 7 Milyar lebih,” kata Kayep sembari mengatakan, pengumuman pelelangan dan pemenang tender bisa diakses secara onlinemelalui alamat https://lpse.pu.go.id/eproc/lelang/pemenang/28759064.Menyikapi Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao yang terkesan dipaksakan ini, Kayep mengatakan FORPA-BD siap mengawal pemilik tanah untuk melakukan penolakan sampai pihak pemerintah membatalkan rencana ini.“Kami sejalan dengan Masyarakat Adat Kati-Wambon, akan lakukan penolakan dengan berbagai cara, mulai dari Konferensi Pers, Mengirim Surat ke Kementerian PUPR Demonstrasi Massa, sampai pada pemalangan lokasi yang sudah di-survey,” tegas Kayep.Dari data yang dihimpun media ini, diketahui bahwa Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao dan Survey untuk Studi Kelayakan dilakukan tanpa sosialisasi dan menyasar tempat-tempat keramat sehingga mendapat penolakan dari berbagai komponen Masyarakat Adat Kati-Wambon di Waropko, Tanah Merah, Merauke dan Jayapura. (Baca : PLTA Sungai Kao Ditolak Karena Menyasar Banyak Tempat Keramat).[AB/TA]. Benarkah hegemoni negara maju ataukah karena perhatian terhadap keruskan hutan tanah ulayat yang dilakukan oleh rezim neo-Mojopahit dan konco bin sahatbat mereka dengan subsidi negara untuk membuat perkebunan kelapa sawit?http://www.suarakarya.id/ detail/64046/Hegemoni-Negara- Maju-Sebabkan-Sawit- Diperlakukan-Tidak-Adil Hegemoni Negara Maju Sebabkan Sawit Diperlakukan Tidak Adil Seminar persawitan diselenggarakan majalah Sawit Indonesia, Kamis (29/3/2018), di Jakarta. (suarakarya.id/laksito)29 Maret 2018 22:45 WIB Penulis : Laksito Adi Darmono SuaraKarya.id - JAKARTA: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mendukung penuh penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Oleh karena itu, perlu dibangun kolaborasi dengan semua pihak, antarpelaku usaha, petani, dan pemerintah.“Kita melakukan kolaborasi, advokasi dan memperbanyak komunikasi dengan para pelaku usaha maupun pemerintah, agar kita satu suara dalam ISPO,” ujar Ketua GAPKI Kacuk Sumarto, dalam diskusi "ISPO dan Keberterimaan Pasar Global" yang diadakan Majalah Sawit Indonesia, di Jakarta, Kamis (29/3/2018).Sertifikasi ISPO, menurut Kacuk bukan sekadar syarat untuk dapat ditetima pasar, namun sekaligus digunakan untuk membentuk perilaku pelaku industri sawit. “Untuk itu, sekarang tinggal proses mendapatkan sertifikasi ISPO dapat dipercepat,” ujarnya.Meskipun diakuinya, negara konsumen meminta banyak standar, utamaya dari aspek lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, namun adanya unsur kepentingan dagang dan hegemoni negara maju, mengakibatkan sawit diperlakukan tidak adil, seperti tindakan diskriminasi dan hambatan perdagangan. “Sehingga ISPO harus mampu menjawab tantangan itu,” ucap Kacuk.Rino Afrino Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menambahkan, kunci sukses dari pelaksanaan ISPO harus ada kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha perkebunan sawit.Kebijakan ISPO harus diikuti oleh terciptanya regulasi percepatan penyelesaian masalah yang dialami oleh petani. “Seperti penyelesaian lahan di kawasan hutan, gambut, STDB, lahan gambut, akses pasar dan permodalam,” ujarnya.Selain itu, katanya, kebijakan ISPO harus mendorong perbaikan tata kelola perkebunan, meningkatkan keberterimaan pasar dan peningkatan daya saing.Rino juga mengusulkan mandatori ISPO petani dapat berjalan asalkan pemerintah juga membantu untuk menyelesaikan persoalan petani seperti kebun petani di kawasan hutan dan legalitas. Kalau memang belum siap, maka mandatori ISPO petani diundur dari tahun 2020 menjadi tahun 2025."Usulan kami pemerintah membantu petani untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.. Untuk itu, mandatori dapat diundur menjadi 2025 setelah masalah petani dapat terselesaikan," ucapnya. * #yiv4917215885 -- #yiv4917215885ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp #yiv4917215885hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp #yiv4917215885ads {margin-bottom:10px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp .yiv4917215885ad {padding:0 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp .yiv4917215885ad p {margin:0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mkp .yiv4917215885ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ygrp-lc #yiv4917215885hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ygrp-lc .yiv4917215885ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity span {font-weight:700;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity span span {color:#ff7900;}#yiv4917215885 #yiv4917215885activity span .yiv4917215885underline {text-decoration:underline;}#yiv4917215885 .yiv4917215885attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv4917215885 .yiv4917215885attach div a {text-decoration:none;}#yiv4917215885 .yiv4917215885attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv4917215885 .yiv4917215885attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv4917215885 .yiv4917215885attach label a {text-decoration:none;}#yiv4917215885 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv4917215885 .yiv4917215885bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv4917215885 .yiv4917215885bold a {text-decoration:none;}#yiv4917215885 dd..yiv4917215885last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4917215885 dd.yiv4917215885last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4917215885 dd.yiv4917215885last p span.yiv4917215885yshortcuts {margin-right:0;}#yiv4917215885 div.yiv4917215885attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv4917215885 div.yiv4917215885attach-table {width:400px;}#yiv4917215885 div.yiv4917215885file-title a, #yiv4917215885 div.yiv4917215885file-title a:active, #yiv4917215885 div.yiv4917215885file-title a:hover, #yiv4917215885 div.yiv4917215885file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv4917215885 div.yiv4917215885photo-title a, #yiv4917215885 div.yiv4917215885photo-title a:active, #yiv4917215885 div.yiv4917215885photo-title a:hover, #yiv4917215885 div.yiv4917215885photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv4917215885 div#yiv4917215885ygrp-mlmsg #yiv4917215885ygrp-msg p a span.yiv4917215885yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv4917215885 .yiv4917215885green {color:#628c2a;}#yiv4917215885 .yiv4917215885MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv4917215885 o {font-size:0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885photos div {float:left;width:72px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885photos div div {border:1px solid #666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885reco-category {font-size:77%;}#yiv4917215885 #yiv4917215885reco-desc {font-size:77%;}#yiv4917215885 .yiv4917215885replbq {margin:4px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg select, #yiv4917215885 input, #yiv4917215885 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg pre, #yiv4917215885 code {font:115% monospace;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg * {line-height:1..22em;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-mlmsg #yiv4917215885logo {padding-bottom:10px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-msg p#yiv4917215885attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-reco #yiv4917215885reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-sponsor #yiv4917215885ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv4917215885 #yiv4917215885ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv4917215885