Anda mengakacau balaukan diskusi anda dengan Chan dan saya, kalau anda lihat 
komentar saya diposting itu justru merupakan kritik keberadaan para billiuner 
itu dilegislatif "Masalahnya para billionaires itu di legislative, apakah 
mereka akan bikin peraturan/undang2 yg menaikkan pajak untuk diri sendiri?" 
https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/225774
Dan menurut saya Tiongkok saat ini lebih tepat disebut negara kapitalis 
daripada negara sosialis. Memangnya kapan saya ngotot bilang Tiongkok 
menjalankan sosialisme?


Kutipan:Seperti tulisan yang anda postingkan sendiri, Tkk dikuasai oleh 104 
billioner, tapi toh tidak mau melepaskan selubung penipuannya dengan terus 
memakai nama sosialisme. Artinya jelas-jelas Sosialisme menentang penghisapan 
manusia atas manusia, tapi toh NGOTOT bilang  Tiongkok yang melakukan 
penghisapan dan penindasan bahkan di negeri orang lain, adalah sebuah Negara 
sosialis.

    On Friday, April 6, 2018, 2:03:56 PM PDT, Jonathan Goeij 
<jonathango...@yahoo.com> wrote:  
 
  Saya hanya ingin merespon point no 4 dan 7anda, point2 yg lain saya rasa 
telah jelas saya tidak merasa perlu mengulang-ulang. 
Point 4. Sebelumnya anda tanyakan apakah bisa menjamin tidak ada modal asing, 
jelas jaminan yg anda minta itu aneh sekali, saat ini sudah begitu banyak modal 
asing masuk Papua bagaimana bisa seandainya merdeka harus dijamin tidak ada 
modal asing? Kebanyakan dari mereka mempunyai kontrak kerja puluhan tahun, 
bahkan utk program lumbung padi nasional lahan2 tsb diberi hak sewa ratusan 
tahun. Seharusnya anda menuntut pemerintah Indonesia memutuskan semua kontrak 
itu dan membayar segala denda atau akibat dari pemutusan itu dan pemerintahan 
Papua yg merdeka bebas dari keterikatan modal asing akibat perbuatan pemerintah 
Indonesia.
Tetapi saya bisa menganalisa seandainya Papua merdeka maka kesejahteraan rakyat 
Papua pasti akan meningkat jauh dibandingkan sekarang, hal ini bisa dijelaskan 
dengan gamblang dan mudah sekali. Itupun kalau anda ingin tahu saya akan 
memberikan analisa tsb. Kalau tidak tertarik ya sudah.
Point 7. Hasil study yg tercantum di website LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan 
Indonesia) dengan judul "Operasi-Operasi Militer di Papua: Pagar Makan Tanaman" 
mengungkapkan genocide yg terjadi sejak tahun 1961 oleh Komando Mandala dan 
berbagai kesatuan dibawahnya sampai Pepera dan terus berlangsung sesudahnya. 
Anda bisa melihat peranan Ali Moertopo, Sarwo Eddhie Wibowo, ataupun Benny 
Moerdani disana, orang2 yg anda kenal sebagai anak buah Soeharto.       

     

     
    
 

      On Friday, April 6, 2018, 12:54:43 PM PDT, Tatiana Lukman 
<jetaimemuc...@yahoo.com> wrote:  
 
   Semuakomentar/bantahan/argumentasi pokok anda tentang PB sudah saya jawab: 
1.   Alasan “fakta sejarah”semu omong kosong klaim sak enak udele dewe nan 
gragas akan wilayah. 2.   Fakta sejarah hanyaklaim Sukarno tanpa ada bukti.. 3. 
  Soal transmigrasi 4.   Soal bila tetap bersamaIndonesia…orang-orang papua 
akan kehilangan tanah mereka….. anda tidak bisamenjamin papua tidak akan 
diserahkan kepda modal asing… karena anda tidak tahuprogram dan hari depan yang 
diperjuangkan oleh para pemberontak separatis 5.   Soal kelainan grup 
etnikpapua dari suku-suku di Indonesia lainnya dan soal sistim kehidupan 
masyarakatkolektif Papua 6.   Soal nation building 7.   Terakhir anda 
menuduhIndonesia melakukan GENOCIDE DI PAPUA, TANPA MENGEMUKAKAN DASAR DAN 
BUKTI YANGMELANDASI TUDUHAN TERSEBUT.  Itu adalahsebuah perbuatan yang KURANG 
AJAR DAN SERAMPANGAN, SEENAK WUDEL SENDIRI.  Sedangkan untuk pembantaian 65-66 
denganjumlah 3 juta korban yang diakui Sarwo Edhi saja, pengakuan bahwa rezim 
Suhartotelah melakukan GENOCIDE harus melalui berbagai macam penelitian, 
pembuktian,kesaksian langsung korban yang secara resmi diajukan dalam 
InternationalTribunal di Den Haag  2015. Maka itu sayabilang anda KURANG AJAR!! 
   Saya sama sekali tidakmenemukan jawaban anda kepada semua argumentasi yang 
saya ajukan. Sangatbertolak belakang dengan saya yang selalu memberi jawaban 
kepada komentar anda.Dan yang paling penting, anda TIDAK BISA MEMBERI  
ALTERNATIF LAIN kepada batas-batas wilayahIndonesia yang diwariskan oleh 
periode kolonial Belanda yang anda tolak. Tak bisa kasih alternatif, tapi toh 
ngotot tidak mengakui batas-batas yang sudah diakui resmi di seluruh dunia.    
Andatidak mampu menjawab argumentasi saya, toh anda TETAP NGOTOT menuduh 
Indonesiasebagai penjajah Kolonial Papua. Semua orang punya hak untuk 
mempertahankanpendapatnya, alias ngotot, tapi dalam kasus anda, anda NGOTOT 
TANPA BISAMENAMPILKAN  ARGUMENTASI ,. Nah, dalamhal SIKAP NGOTOT TANPA 
ALASAN/ARGUMENTASI inilah, watak anda mirip dengan Chanyang membela mati-matian 
selubung  danpenipuanTiongkok sebagai Negara sosialis TANPA ALASAN ATAU 
ARGUMENTASI… Sepertitulisan yang anda postingkan sendiri, Tkk dikuasai oleh 104 
billioner, tapi tohtidak mau melepaskan selubung penipuannya dengan terus 
memakai nama sosialisme.Artinya jelas-jelas Sosialisme menentang penghisapan 
manusia atas manusia, tapitoh NGOTOT bilang  Tiongkok yangmelakukan penghisapan 
dan penindasan bahkan di negeri orang lain, adalah sebuahNegara sosialis.   
Oleh karena itu sayamenghentikan diskusi soal PB, karena tidak ada lagi 
argumentasi anda yang patutdipertimbangkan.    Ah, yang terakhir 
andamempostingkan tulisan yang menyinggung tidak adanya Jong Papua di 
KongresPemuda 1928. Apakah itu alasan yang cukup dan masuk akal untuk 
memisahkan diridari Indonesia dan tidak mengakui  artinasional dan patriotik 
dari kongres itu? Seperti saya bilang anda tidak punyaperasaan atau semangat 
patriotic… Ya logis! Lihat sendiri latar belakang andadan mentalitas yang 
dibentuk oleh masyarakat AS!!! Free choice, free world, free trade, pendeknya 
semua yang “free”buatan AS!!!  Free to exploit,, free tomake war, free to kill 
dan masih sederet lagi free to do anything the empirewants!!!     Siapa yang 
bilang adaJong papua di Kongres itu adalah seorang pembohong! Memang tidak ada 
Jong Papuadi situ, juga tidak ada Jong Dayak, tidak ada Jong Toraja, tidak ada 
Jong Sasak,tidak ada Jong Padang, tidak ada Jong Aceh, tidak ada jong 
Olak-Olak!! Sowhat!!!    Bicara soal grup etnikyang anda gunakan sebagai dalih 
pembenaran pemisahan diri PB, anda lupa mengaparakyat Timor Timur yang 
sebenarnya masih lebih dekat hubungan kesukuannyadengan rakyat Timor Barat 
tidak sama-sama menjadi bagian dari satu negeri!!! ???Mengapa yang Barat secara 
legal menjadi bagian dari Indonesia dan tidak adayang mempersoalkan, sedangkan 
yang Timur mempunyai hak sepenuhnya untuk punyasebuah Negara sendiri ???? 
Perbedaan kebangsaan yang menjajah kedua bagian darisatu pulau yang sama itu 
telah menentukan jalan hidup rakyat yang berbeda!!!Sekali lagi jatuh sudah 
argumentasi anda tentang grup etnik!!! Seperti Chandalam soal Tiongkok, anda 
sebenarnya sudah KO dalam soal PB ini.!! SilahkanNGOTOT terus!!!


 On Thursday, April 5, 2018 7:40 AM, "ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]" 
<GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
Soal ormas barangkali yang dimaksud Tatiana di sini Anda terlalu 
bersemangat menggeser topik, terlalu menggebu bicara melepas 
Papua dari Indonesia sampai melupakan keresahan yang melanda 
FORPA-BD. Itu yang kelihatan.
Sedangkan cerita mengenai "genocide" (ini istilah Anda) menunjukkan
Anda sangat tahu bahwa sejak G30S rezim Orba dicengkeram 
imperialis AS. Lucunya, Anda malah terus meributkan pihak yang 
dicengkeram, dan bukan mempersoalkan si pencengkeram. Bagus. Setidaknya Anda 
memperlihatkan posisi dengan jelas, 
sampai-sampai soal persenjataan saat operasi pembebasan Irian 
juga Anda banggakan berasal dari AS. 

Sekedar tanya saja, dari mana Anda tahu persenjataan TNI saat 
Trikora berasal dari AS?
--- jonathangoeij@... wrote:
     Saya tidak tahu maksud anda saya skeptis tentang ormas, kata mana yg anda 
maksudkan? Saya tidak menyangkal ada beberapa persamaan pandangan dgn Chan 
terutama berkaitan dgn integrasi vs. asimilasi, baperki, tionghoa vs. cina.
Sepanjang yg saya tahu sampai sekarangpun tokoh2 Papua Merdeka tidak bisa masuk 
ke US, tidak tahu nantinya, saya harapkan dimasa mendatang bisa masuk sehingga 
masyarakat US bisa melihat dari berbagai perspektif dan dukungan bukan hanya 
beberapa senat dan house.
Tulah hanyalah sekedar istilah yg saya pakai, pada kenyataannya Komando Mandala 
melakukan genocide pada waktu Trikora, sama sekali bukan sikap pembebasan yg 
memandang masyarakat Papua sebagai saudara tetapi sikap imperialis merampas 
menguasai dan bantai habis musuh. Indonesia berhasil merampas Irian Barat 
terutama karena bantuan logistik dari US berupa peralatan tempur pesawat 
pengebom kapal selam KRI Irian itu juga didapat dari US. Dus Indonesia memang 
berhasil mengusir penjajah Belanda dan memulai penjajahan model baru.
Berkaitan dgn "tulah" sebagai panglima Komando Mandala Soeharto berhasil 
menanamkan pengaruh dan membangun pengikut2 dikalangan TNI dan juga menjalin 
hubungan baik dgn US, pengalaman melakukan genocide di Papua itulah yg kemudian 
dipraktekan kembali dalam membasmi G30S-PKI dengan kuku2 yg mencengkeram TNI 
dan support US sang jendral Soeharto berhasil menyingkirkan bung Karno.

    On Wednesday, April 4, 2018, 9:53:28 AM PDT, Tatiana Lukman wrote:  
 
 Saya tidak tahu pandangan Chan tentang Papua. Yang saya maksud pandangan anda 
sama dengan Chan adalah yang bersangkutan dengan gerakan rakyat dengan 
ormas-ormasnya. Chan jelas beberapa kali memperlihatkan sikap yang mencemooh 
dan meremehkan gerakan rakyat dan ormasnya. Anda juga pernah memperlihatkan 
sikap yang  skeptis tentang gerakan dan ormas (anda menggunakan sebuah kata 
sifat yang sekarang saya lupa).
Soal nation building sudah saya jelaskan pendapat saya. Yang saya komentari 
adalah hubungan antara nation building dengan resistensi.Dan resistensi itu 
cukup besar karena didukung oleh Belanda. Saya tidak bermaksud memperluas 
diskusi sampai soal Maluku, Aceh dsb. Tapi saya singgung itu untuk menunjukkan 
bahwa resistensi itu besar karena didukung kaum imperialis. Itulah yang saya 
tekankan. Dengan Papua juga sama. Anda melihat seolah-olah gerakan separatisme 
Papua besar karena propaganda dan lobby di parlemen negeri-negeri imperialis. 
Misalnya, tokoh Partai Buruh Inggris, Jeremy Corbyn, menjadi pendukung besar 
Papua Merdeka. Di AS juga ada beberapa anggota Senat atau Kongres yang 
mendukung.Ah,  soal tulah atau bukan tulah, tidak perlu didiskusikan.      On 
Wednesday, April 4, 2018 6:24 PM, Jonathan Goeij wrote:
 
  Sekarang anda katakan saya sejenis Chan ha ha ha ha, biarpun mungkin ada 
persamaan pandangan pada beberapa hal tetapi khusus dalam kasus Papua ini saya 
rasa kok anda dan Chan pandangannya lebih mirip satu sama lain dibandingkan 
saya.
Pembicaraan kita tentang Papua bukan yg lain shg pada saat saya menyinggung 
nasional building (dalam merespon bung Lusi) saya cukup memberikan kata 
"perkecualian beberapa" tanpa harus merinci daerah mana saja. Apakah anda juga 
bermaksud berdiskusi tentang Maluku, Aceh, dlsb itu?
Menyinggung tentang Pembebasan Irian Barat, apakah bung Karno kena tulah 
perbuatannya sendiri, mengingat pembentukan Komando Mandala dgn Panglima-nya 
Jendral Soeharto, yg seperti membesarkan macan yang pd akhirnya memangsa 
tuannya sendiri.

    On Wednesday, April 4, 2018, 2:55:17 AM PDT, Tatiana Lukman wrote:  
 
 Nation building itu sebuah proses panjang, bukannya ces pleng, seperti goreng 
pisang.  Nation building diperlukan karena memang Indonesia yang batas-batas 
wilayahnya diwarisi dari kolonialisme Belanda terdiri dari ratusan suku dengan 
adat, tradisi, kepercayaan, dan bahasanya sendiri. Bukan karena tidak adanya 
resistensi.... Dan resistensi yang ada juga dikipasi Belanda. Anda rupanya 
tidak tahu RMS (Republik Maluku Selatan)? anda juga tidak tahu bahwa ketika 
KMB, Belanda bawa wakil dari negara-negara kecil yang diciptakannya.. Kemudian 
pemberontakan PRRI-Permesta. Jadi setiap separatisme di Indonesia, selalu ada 
imperialis di belakangnya...Sekarang anda berdalih Papua Barat tidak ikut 
nation building. Anda harus ingat pada tahun 60-an , Indonesia masih harus 
berjuang membebaskan Irian Barat. Dan tahun 65 terjadi kudeta militer Suharto. 
Itu fakta sejarah yang harus dipertimbangkan. Kedua, perkembangan kesadaran 
politik rakyat Indonesia tidak sama, maka itu partisipasinya pun tidak sama. 
Itu berkaitan dengan perkembangan ekonomi yang sejak semula berpusat di pulau 
Jawa. Kemudian ke Sumatra. Jawa dan Sumatra merupakan pusat kegiatan ekonomi 
dan juga politik. Jadi bukan hanya Papua yang terbelakang dalam ekonomi, 
kesadaran dan partisipasi politik... PIkiran anda hanya terpancang pada Papua, 
karena propaganda para intelektual yang memperjuangkan Papua Merdeka, apalagi 
di luar negeri. Padahal masih banyak sekali suku bangsa-suku bangsa di pulau 
besar dan kecil yang masih "ketinggalan", karena oleh para penguasa memang 
ditinggalkan melalui tidak adanya perkembangan yang berpihak kepada rakyat. 
Hanya perkembangan yang berpihak kepada rakyat yang dapat meningkatkan dengan 
cepat kesadaran dan partisipasi politik rakyat.. Pada jaman Sukarno, PKI dan 
ormas-ormas progresif dan kiri lainnya melakukan banyak pekerjaan pendidikan 
dan dengan demikan kesadaran politik rakyat meningkat. Ketika itu Indonesia 
dikenal sebagai negeri dimana rakyat relatif tinggi partisipasinya dalam  
politik.. Sejak ORBA berkuasa, melalui massa mengambang, rakyat dibikin bodoh, 
tidak boleh berpikir, hanya ngekor pada versi resmi Suharto, dan sampai 
sekarang rakyat selalu dibodohkan... buruh kasar saja "import" dari Tiongkok, 
bukannya ditingkatkan ketrampilannya... Akhirnya hanya ormas-ormas yang 
progresif yang mengerjakan peningkatan kesadaran rakyat!  Itupun tidak didukung 
oleh orang-orang seperti anda atau sejenis Chan. Bisanya hanya mencemooh dan 
mengejek! 
    On Wednesday, April 4, 2018 5:50 AM, jonathangoeij@... wrote:    
Tidak disangkal memang adanya nasion building karena itu tidak ada resitensi 
berarti diberbagai daerah (dgn pengecualian beberapa) yg artinya memang benar 
daerah2 itu ingin membentuk kesatuan. 
Cuman yg jadi pertanyaan besar adalah apakah nasion building itu juga meliputi 
Papua? melihat sedemikian besar penolakan rakyat Papua bahkan sampai sekarang 
biarpun telah sekian puluh tahun menjadi bagian Indonesia kelihatannya nasion 
building itu tdk meliputi Papua, yg tertinggal hanyalah klaim kosong wilayah 
bekas jajahan sbg satu negara itu saja.
Kalau kita lihat diseluruh dunia sebagian besar negara/kerajaan awal mulanya 
berdasarkan etnisitas, ada yg kemudian ekspansi menguasai negara lain yg 
berlainan etnis shg jadilah multi etnis, ada juga terjadi pendatang/imigran 
dari negara lain yg kemudian menetap for good shg ada istilah naturalisasi 
sedemikian juga warga negara itu yg pindah kenegara lain. Jadi ada asas ius 
soli atau ius sanguinis, kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran atau 
berdasarkan keturunan.keturunan.
Kasus orang Tionghoa di Indonesia adalah kasus imigran dan keturunannya seperti 
yg umumnya terjadi diberbagai negara, sebagai contoh saya yg imigran di US 
melakukan naturalisasi sedangkan anak2 saya  sejak kelahirannya sdh merupakan 
warga US. Jadi disini biarpun benar pada awalnya negara2 itu berdasarkan 
etnisitas, tetapi pd perkembangan berikutnya ada etnis2 lain yg ikut menjadi 
warga.
Indonesia pd waktu lahir telah ada berbagai etnisitas didalamnya, karena itu 
didalam UU Warga Negara 1946 sifatnya inklusif mereka yg ada diwilayah 
Indonesia adalah warga Indonesia terkecuali menyatakan menolak. 
--- lusi_d@... wrote :

Nimbrung sedikit:

Kutipan kalimat Bung Jonathan di bawah: " . . . fakta sejarah pada
dasarnya hanyalah klaim sepihak Bung Karno tanpa ada bukti apapun
bahwa Papua adalah bagian Indonesia sebelum penguasaan Belanda".

Atas dasar fakta sejarah apa dan darimana argumen bung pelajari hingga
bisa menyimpulkan pengertian seperti itu?

Sejarah kata Indonesia itu sendiri pun baru diucapkan orang pada
periode zaman imperialisme, dalam wujud adanya kolonialisme Belanda di
wilayah yang sekarang ini menjadi geografi Indonesia. Karena itu siapa
saja yang bermukim di wilayah bekas koloni Hindia-Belanda itu, dalam
perkembangan selanjutnya dan perjuangan sejarah rakyatnya untuk
menentang kolonialisme Belanda telah melahirkan suatu nasion atau
bangsa baru yang disebut Bangsa Indonesia atau dlm istilah ilmu
bangsa-bangsa dinyatakan sebagai Nasion Indonesia, yang terdiri dari
siapa saja yang bermukim di Indonesia, termasuk yang di Irian Barat
yang disebut suku-suku bangsa atau rakyat Papua-Barat.

Kalau kita mengikuti pendapat bung tentang teori etnis dalam memandang
suku-suku bangsa di wilayah Papua-Barat, kesimpulannya pasti akan
bertentangan sendiri dengan pandangan bung. Lalu mengapa suku bangsa
Tionghoa yang bermukim di wilayah Indonesia juga disebut orang
Indonesia?

Itu jugalah sebabnya mengapa kita memiliki filsafat Bhineka Tunggal Ika
disamping Pancasila.

Salam
Lusi.

Am Mon, 2 Apr 2018 20:48:26 +0000 (UTC)
schrieb Jonathan Goeij :


 > Yang anda sebut fakta sejarah pada dasarnya hanyalah klaim sepihak
> Bung Karno tanpa ada bukti apapun bahwa Papua adalah bagian Indonesia
> sebelum penguasaan Belanda. Coba anda berikan analisa kelas anda yang
> membawa kepada kesimpulan Papua bagian Indonesia, yg saya lihat dari
> berbagai sudut seperti etnisitas, bahasa, budaya, dlsb orang2 Papua
> tidak sama dgn Indonesia. Rakyat Papua pada dasarnya menganut sistem
> komunisme, property adalah milik bersama, milik ulayat, masyarakat
> tanpa kelas. Sedang Indonesia penganut sistem kelas, sistem kapitalis
> murni, tanah adalah milik pribadi, makanya akan di-petak2 dikasih
> sertifikat yg kemudian dgn gampang dgn duit ala kadarnya dipindah
> tangankan. Transmigrasi memang salah pemerintah, para transmigran
> sendiri adalah orang2 yang berusaha memperbaiki nasib. Tetapi apakah
> adanya transmigrasi itu kemudian menjadi pembenar kolonialisasi
> Papua? Mengapa anda sedemikian keras menolak referendum di
> Papua?Bagaimana kalau para transmigran itu juga ikut referendum? Anda
> masih menolak?
> 
> 
> On Monday, April 2, 2018, 1:22:47 PM PDT, Tatiana Lukman wrote: 
> Anda tetap tidak bisa menjawab dan memberi alternatif sebagai akibat
> dari tidak mau mengakui fakta sejarah yang anda sepelekan dan
> remehkan itu. Fakta sejarah bahwa Belanda tidak mau meninggalkan
> Papua Barat juga ingin anda lupakan!! Yang menjadi pegangan anda
> hanya "free choice" a la amerika!! Anda tidak pernah mendasarkan diri
> pada analisa kelas. Makanya kita berada di dua barisan yang
> bertentangan... Di samping itu, anda sendiri mengakui tidak ada
> jaminan "kemerdekaan" Papua akan membebaskan rakyatnya dari
> cengkeraman modal asing. Lantas buat apa mengorbankan nyawa bagi
> sebuah gerakan yang tak tentu program dan perspektif hari depan bagi
> rakyatnya sendiri... Dan juga harus diingat , sekarang ini di Papua
> sudah ditinggali orang dari berbagai suku bangsa. Ini akibat politik
> transmigrasi pemerintah. Jangan salahkan orang yang transmigrasi.
> semua orang berusaha untuk memperbaiki hidupnya.. Pemerintahlah yang
> tidak pernah dapat menyediakan pekerjaan bagi semua tenaga kerja.
> Untuk itu diperlukan perjuangan untuk melahirkan perubahan yang
> sesuai dengan kepentingan rakyat. Saya tahu orang semacam anda sangat
> meremehkan gerakan rakyat karena masih kecil. Ya begitulah memang
> potongan orang yang bisanya hanya mencela gerakan, dirinya sendiri
> hidup mapan; mengeluarkan simpati dengan menandatangani petisi pun
> tidak bersedia!! 
> 
> On Monday, April 2, 2018 8:41 PM, Jonathan Goeij
> wrote: 
> 
>   Setiap orang didunia mempunyai godaan besar waktu di-iming2in
> harta besar, sedemikian juga yg terjadi dgn para kepala suku ataupun
> para pejabat Papua itu. Hal yang manusiawi. Dan makin lama jadi
> wilayah Indonesia makin menular sikap korupsi itu, apalagi bagi para
> kepala suku itu dgn gampang diframing sebagai pengikut Papua Merdeka
> kalau menolak "pembangunan" yang artinya "harta atau nyawa" menolak
> harta akan kehilangan nyawa. Tidak ada jaminan tidak akan diserahkan
> kemodal asing, tetapi setidaknya itu atas pilihan sendiri free
> choice, juga baik pembagian hasil ataupun pajak akan diterima orang
> Papua sendiri tidak dijadikan bancakan Jakarta.
> 
> On Monday, April 2, 2018, 11:15:45 AM PDT, Tatiana Lukman
> wrote: 
> Kalau sudah dimulai dengan mengabaikan fakta sejarah dan tidak mau
> mengakui wilayah yang diwarisi dari jaman kolonial, ajukan pikiran
> genial anda untuk membuat batas-batas wilayah sesuai dengan fakta
> sejarah sebelum kolonialisme Belanda!! Dan apa jaminannya Papua yang
> "merdeka" tidak diserahkan oleh para pemimpinnya kepada modal
> asing??? Anda lihat di antara kepala suku Papua , ada yang sadar akan
> bahaya modal asing, tapi ada juga yang pro modal asing dan dengan
> senang hati menyambut investasi dan "pembangunan" yang akhirnya akan
> menghabiskan seluruh hutan seperti halnya di Jawa, Sumatra dan
> Kalimantan. Apa anda sudah meneliti watak kelas dari para pemimpin
> gerakan kemerdekaan yang anda dukung itu?? Barangkali anda cukup
> senang dengan melihat Papua "merdeka" dan dikuasai oleh kaum
> komprador dari suku bangsa Papua sendiri??? Hanya ganti suku bangsa
> saja!!! Persis seperti di Afrika Selatan yang dikuasai oleh ANC yang
> sama sekali tidak peduli pada nasib rakyatnya sendiri menghisap dan
> menindas  seperti dulu pada jaman apartheid.. Hilangnya tanah dan
> hutan papua sama sekali TIDAK tergantung pada merdeka atau tidaknya
> Papua dari Indonesia!!! Ia bergantung pada perjuangan seluruh rakyat
> Indonesia termasuk Papua melawan pemerintah neo-liberal yang mengabdi
> sepenuhnya kepada kepentingan para pemodal asing dan kaum
> imperialis!!!
> 
> 
> On Monday, April 2, 2018 6:15 PM, Jonathan Goeij
> wrote: 
> 
>   Bila tetap bersama Indonesia yang terjadi jelas sekali, orang2
> Papua akan kehilangan tanah mereka, hutan beralih rupa jadi
> perkebunan kelapa sawit, industri pertanian, dan pertambangan. Hutan
> hilang, tanah ulayat hilang. Bila tidak musnah hanya akan jadi kuli
> dan homeless ditanah sendiri. Kesemuanya itu hanya demi "fakta
> sejarah" semu omong kosong klaim sak enak udele dewe nan geragas akan
> wilayah.
> 
> --- jetaimemucho1@... wrote :
> 
> Nah, ini orang-orang suku Papua yang ngerti akan bahayanya
> "pembangunan" yang digenjot pemerintah Jokowi-JK. Di kalangan
> orang-orang Papua sendiri diperlukan usaha untuk meningkatkan
> kesadaran untuk melindungi tanah dan hutannya sendiri. Pikiran kepala
> suku yang menentang Green Peace itu harus diluruskan. Rakyat papua
> tidak bisa berjuang sendirian untuk membela hak hidupnya. Harus
> sama-sama dengan rakyat di segala pelosok Indonesia lainnya yang juga
> mengalami penindasan yang sama. Itulah tugas yang mendesak. Bukannya
> "berjuang" untuk memisahkan diri dari Indonesia. Yang mendesak adalah
> berjuang untuk reforma agraria sejati dan pembangunan industri
> nasional. 
> 
> On Monday, April 2, 2018 4:20 AM, Everistus Kayep
> wrote:
> 
>  perkebunan skala besar (sawit) di selatan papua bikin rakyat pribumi
> menderita. saat ini pemerintah rencana bikin bendungan plta utk
> memasok listrik dan air bersih ke perkebunan sawit.
> https://tribun-arafura.com/2018/02/13/forpa-bd-tolak-rencana-pembangunan-bendungan-plta-sungai-kao/FORPA-BD
> Tolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Sungai KaoPosted
> pada 13/02/2018 oleh Tribun Arafura in Aksi Protes, Berita, Fakta
> Tanah Papua, PLTA Sungai Kao // 0 CommentsFORPA-BD didampingi tokoh
> Adat Kati-Wambon melakukan Konferensi Pers di Prima Garden Waena,
> Jayapura, Senin (12/02) kemarin. Mereka secara tegas menolak Rencana
> Pembangunan PLTA Sungai Kao.@forpa-bdJAYAPURA, Tribun-Arafura.com —
> Forum Rakyat Papua Boven Digoel (FORPA-BD) menolak Rencana
> Pembangunan Bendungan PLTA Sungai Kao di distrik Waropko dan distrik
> Ambatkwi, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Hal ini ditegaskan
> Sekretaris FORPA-BD Everistus Kayep melalui sambungan telepon di
> Merauke siang tadi, Selasa (13/02).“FORPA-BD dengan tegas menolak
> Pembangunan PLTA Sungai Kao karena lokasi yang dipilih merupakan
> tempat- tempat keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual.
> Tempat-tempat ini telah dihormati secara turun-temurun dan tidak bisa
> dipisahkan dari kehidupan Masyarakat Kati-Wambon,” jelas Kayep...Kayep
> mengatakan, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop adalah anak asli
> Wambon, kerabat Kati, sehingga tanpa perlu dijelaskan, beliau secara
> pasti mengetahui nilai historis dan spiritual tempat-tempat keramat
> tersebut.Menurut Kayep, pihaknya telah menginventarisir, setidaknya
> terdapat 24 tempat keramat di lokasi yang diincar pihak Pemerintah
> tanpa berkonsultasi atau sosialisasi dengan pemilik dusun.
> (Download: Sketsa Tempat-Tempat Keramat).“Ini seperti pencuri,
> diam-diam lakukan surveyuntuk studi kelayakan seolah-olah tanah ini
> tidak bertuan. Nanti setelah ada penolakan dari masyarakat baru
> pemerintah tersadar dari kekeliruannya dan kalang kabut mulai bikin
> jadwal sosialisasi,” jelas Kayep.Alasan lainnya, menurut Kayep,
> Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao disinyalir merupakan agenda
> terselubung pihak korporasi di wilayah Selatan Papua yang membutuhkan
> pasokan listrik murah dan irigasi. (Download : Peta Sawit
> Papua dan Peta Analisis Tanah Obyek Reforma Agraria di Boven
> Digoel).“Puluhan perusahaan Kelapa Sawit, Padi, Tebu, Kedelai,
> Jagung, HTI dan pabrik turunannya yang menguasai jutaan hektar
> tanah-tanah adat di Papua Selatan perlu pasokan listrik murah dan
> irigasi sehingga PLTA Sungai Kao berkapasitas 65,13 Megawatt
> merupakan jawaban pemerintah atas kebutuhan mereka,” jelasnya.Kayep
> mengatakan, pihaknya sempat menggelar Konferensi Pers di Jayapura
> pada Senin (12/02) kemarin didampingi para Tokoh Adat Kati dan Wambon
> dan mereka dengan tegas menolak rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao.
> (Baca :Siaran Pers FORPA-BD Tentang Penolakan Pembangunan PLTA Sungai
> Kao).Ditanya tentang status proyek ini, Kayep menjelaskan, FORPA-BD
> sudah menelusurinya ke Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR di
> Jakarta. “Sumber kami di Ditjen SDA mengatakan, yang terprogram
> secara nasional hanya 65 Bendungan sejak 2014-2019. PLTA Sungai Kao
> tidak terdaftar untuk proyek TA 2018 maupun TA 2019. Di Papua yang
> terdaftar untuk dibangun pada TA 2018 adalah Bendungan Baliem di
> Kabupaten Jawawijaya,” jelas Kayep.Kayep menjelaskan, apa yang sedang
> dilakukan oleh PT. Aditya Engineering Consultant dari Bandung
> bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Boven Digoel saat ini adalah
> Studi Kelayakan untuk mengkaji, apakah PLTA layak dibangun di Sungai
> Kao.“PT. Aditya Engineering Consultant sudah memenangkan lelang untuk
> Studi Kelayakan Pembangunan Bendungan Digoel di Kementerian PUPR
> dengan nilai penawaran sama dengan nilai terkoreksi sebesar Rp 7
> Milyar lebih,” kata Kayep sembari mengatakan, pengumuman pelelangan
> dan pemenang tender bisa diakses secara onlinemelalui alamat
> https://lpse.pu.go.id/eproc/lelang/pemenang/28759064.Menyikapi
> Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao yang terkesan dipaksakan ini,
> Kayep mengatakan FORPA-BD siap mengawal pemilik tanah untuk melakukan
> penolakan sampai pihak pemerintah membatalkan rencana ini.“Kami
> sejalan dengan Masyarakat Adat Kati-Wambon, akan lakukan penolakan
> dengan berbagai cara, mulai dari Konferensi Pers, Mengirim Surat ke
> Kementerian PUPR Demonstrasi Massa, sampai pada pemalangan lokasi
> yang sudah di-survey,” tegas Kayep.Dari data yang dihimpun media ini,
> diketahui bahwa Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao dan Survey untuk
> Studi Kelayakan dilakukan tanpa sosialisasi dan menyasar
> tempat-tempat keramat sehingga mendapat penolakan dari berbagai
> komponen Masyarakat Adat Kati-Wambon di Waropko, Tanah Merah, Merauke
> dan Jayapura. (Baca : PLTA Sungai Kao Ditolak Karena Menyasar Banyak
> Tempat Keramat).[AB/TA]. Benarkah hegemoni negara maju ataukah karena
> perhatian terhadap keruskan hutan tanah ulayat yang dilakukan oleh
> rezim neo-Mojopahit dan konco bin sahatbat mereka dengan subsidi
> negara untuk membuat perkebunan kelapa
> sawit?http://www.suarakarya.id/ detail/64046/Hegemoni-Negara-
> Maju-Sebabkan-Sawit- Diperlakukan-Tidak-Adil
> 
> Hegemoni Negara Maju Sebabkan Sawit Diperlakukan Tidak Adil
> Seminar persawitan diselenggarakan majalah Sawit Indonesia, Kamis
> (29/3/2018), di Jakarta. (suarakarya.id/laksito)29 Maret 2018 22:45
> WIB Penulis : Laksito Adi Darmono SuaraKarya.id - JAKARTA: Gabungan
> Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mendukung penuh
> penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Oleh karena
> itu, perlu dibangun kolaborasi dengan semua pihak, antarpelaku usaha,
> petani, dan pemerintah.“Kita melakukan kolaborasi, advokasi dan
> memperbanyak komunikasi dengan para pelaku usaha maupun pemerintah,
> agar kita satu suara dalam ISPO,” ujar Ketua GAPKI Kacuk Sumarto,
> dalam diskusi "ISPO dan Keberterimaan Pasar Global" yang diadakan
> Majalah Sawit Indonesia, di  Jakarta, Kamis (29/3/2018).Sertifikasi
> ISPO, menurut Kacuk bukan sekadar syarat untuk dapat ditetima pasar,
> namun sekaligus digunakan untuk membentuk perilaku pelaku industri
> sawit. “Untuk itu, sekarang tinggal proses mendapatkan sertifikasi
> ISPO dapat dipercepat,” ujarnya.Meskipun diakuinya, negara konsumen
> meminta banyak standar, utamaya dari aspek lingkungan, kesehatan, hak
> asasi manusia, namun adanya unsur kepentingan dagang dan hegemoni
> negara maju, mengakibatkan sawit diperlakukan tidak adil, seperti
> tindakan diskriminasi dan hambatan perdagangan. “Sehingga ISPO harus
> mampu menjawab tantangan itu,” ucap Kacuk.Rino Afrino Wakil
> Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia
> (Apkasindo) menambahkan, kunci sukses dari pelaksanaan ISPO harus ada
> kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha perkebunan
> sawit.Kebijakan ISPO harus diikuti oleh terciptanya regulasi
> percepatan penyelesaian masalah yang dialami oleh petani. “Seperti
> penyelesaian lahan di kawasan hutan, gambut, STDB, lahan gambut,
> akses pasar dan permodalam,” ujarnya.Selain itu, katanya, kebijakan
> ISPO harus mendorong perbaikan tata kelola perkebunan, meningkatkan
> keberterimaan pasar dan peningkatan daya saing.Rino juga mengusulkan
> mandatori ISPO petani dapat berjalan asalkan pemerintah juga membantu
> untuk menyelesaikan persoalan petani seperti kebun petani di kawasan
> hutan dan legalitas. Kalau memang belum siap, maka mandatori ISPO
> petani diundur dari tahun 2020 menjadi tahun 2025."Usulan kami
> pemerintah membantu petani untuk menyelesaikan masalah yang
> dihadapi.. Untuk itu, mandatori dapat diundur menjadi 2025 setelah
> masalah petani dapat terselesaikan," ucapnya. *
> 
> 
> 


  
              • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
              • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
  • Re: [GELORA45] Hegemoni ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke