Bukan ini yang dimaksud dengan reformasi agraria Jokowi. Ini sih 
terang-terangan perampasan tanah! Dan perampasan tanah bukan hanya di 
Indonesia, tapi juga di negeri-negeri dunia ketiga.Maka itu ada gerakan 
solidaritas internasional yang mengusung masalah tanah. Sudah dibuktikan Jokowi 
yang banyak mendapat simpati bahkan dari mereka yang menganggap dirinya "kiri" 
tapi tetap memihak pada monopoli tanah. Masalahnya terletak pada sistim. Selama 
presiden mengabdi Oligarki, jangan harap ada kebijakan yang berpihak kepada 
pertanian dan kaum taninya. Rakyat tak berkepentingan pilih-pilih presiden 
karena semuanya sama. Biar aja mereka berkelahi rebutan kekuasaan dan jabatan! 
Rakyat sibuk untuk survive dan menyadarkan dirinya untuk berorganisasi dan 
berjuang membela hak-haknya.
Saya tampilkan berita yang kayaknya sudah eprnah saya postingkan.

 
PenelitianOXFAM berkaitan dengan distribusi tanah di Amerika Latin. (bahasa 
Spanyol)

 LA DISTRIBUCIÓN DE TIERRAS ENLATINOAMÉRICA ES LA PEOR EN EL MUNDO

Lo primero es la desigualdad

El dato surge de una investigación de laong Oxfam. En Argentina, el 1 por 
ciento concentra el 36 por ciento de latierra.

Por Darío Aranda

El 1 porciento de las estancias más grandes de América Latina acapara la mitad 
de latierra agrícola y el 80 por ciento de las fincas cuentan con solo el 13 
porciento del territorio. “América latina es la región del mundo más desigual 
enla distribución de la tierra”, asegura una reciente investigación de la 
ONGinternacional Oxfam. En Argentina, el 1 por ciento de las estancias más 
grandesconcentra el 36 por ciento de la tierra. La injusta distribución tiene 
directarelación con el avance minero, petrolero, agronegocio y forestal. 
“Elextractivismo ha dado lugar a una crisis de derechos humanos en la 
región,amenaza derechos y libertades fundamentales”, alerta Oxfam.

 “Desterrados:tierra, poder y desigualdad en América Latina”, es el nombre de 
lainvestigación que, en base a datos oficiales, analiza la situación de todos 
lospaíses de la región. Colombia es el país más desigual en el reparto de 
latierra. El 0,4 por ciento de las explotaciones agropecuarias domina el 68 
porciento de la tierra del país.

SiguePerú, donde el 77 por ciento de la tierra está en manos del 1 por ciento 
deestancias. Le siguen Chile (74 por ciento) y Paraguay (71). En Bolivia el 1 
porciento de las chacras maneja el 66 por ciento de la tierra, y en México el 
56por ciento. En Brasil, el 44 por ciento del territorio agrícola es para el 
1por ciento de las fincas. En Argentina, el 36 por ciento está en manos de 
esamínima porción de estancieros y pooles de siembra.

 “Laextrema desigualdad en el acceso y control de la tierra es una de las 
causas delos niveles intolerables de pobreza. Sin políticas que aborden este 
reto (latierra) no será posible reducir la desigualdad económica y social”, 
afirma lainvestigación de Oxfam e interpela la concentración de tierra en pocas 
manos:“Es un orden social arraigado y más cercano al feudalismo que a una 
democraciamoderna”.

Lainvestigación, de cien páginas y con extensa bibliografía de 
referencia,vincula claramente la extrema desigualdad al modelo de explotación 
de recursosnaturales. “El extractivismo se ha hecho con el territorio”, resume 
lainvestigación y advierte que tanto gobiernos de izquierda como derecha 
hanoptado por favorecer la explotación petrolera, minera, forestal y 
elagronegocio. “La explotación minera y petrolera se aceleró a partir del 
2000.La nueva oleada fue atraída por reformas estructurales que desprotegían 
losterritorios comunales y relajaban los controles medioambientales”, 
explica..Entre los numerosos ejemplos, cita la situación de Colombia, que en 
2002contaba con un millón de hectáreas en concesión minera y en 2015 ya era de 
5,7millones de hectáreas (el cinco por ciento del territorio nacional).

Precisaque la soja, la palma de aceite y la caña de azúcar tuvieron una 
“expansión sinprecedentes en las últimas dos décadas”. En el apartado 
“geopolítica de lasoja”, destaca que los gobiernos “han impuesto un modelo de 
organización territoriala la medida de las necesidades de transnacionales”. En 
base a datos de 2014,precisa los datos del monocultivo: el 68 por ciento del 
territorio cultivado deParaguay tiene soja, le siguen Argentina (49), Uruguay 
(45), Brasil (37) yBolivia (30 por ciento). “Los cincos países conforman lo que 
se conoce como‘repúblicas unidas de la soja’, producen más de la mitad de la 
soja del mundo”,detalla Oxfam.

Laspequeñas explotaciones agropecuarias son mayoría, pero tiene muy poca 
tierra.En Colombia, el 84 por ciento de las fincas ocupa solo el cuatro por 
ciento dela superficie agrícola. Paraguay es otra mala referencia: el 91 por 
ciento delas chacras cuenta con sólo el seis por ciento de la tierra. En 
Argentina, el83 por ciento de las explotaciones agropecuarias tiene sólo el 13 
por cientodel territorio.

 “Latierra se encuentra cada vez más concentrada en menos manos y sometida a 
unmodelo de extracción y explotación de los recursos naturales que, si bien 
haayudado a crecer a las economías de la región, también ha acentuado 
ladesigualdad. Los beneficios de este modelo extractivista se concentran en 
manosde unas élites”, resume la investigación. El informe llama a una “urgente 
ynecesaria nueva distribución de la tierra en América latina”.

Entre lossectores más perjudicados se encuentran campesinos y pueblos 
originarios. “Laimpunidad con la que se asesina a los activistas indígenas debe 
terminar. Esurgente que los gobiernos en todo el mundo actúen de forma 
inmediata paraprotegerlos”, destaca el informe

La injustadistribución de la tierra se profundiza con el uso de violencia. “Con 
laexpansión de las actividades extractivas se han multiplicado los 
conflictosterritoriales y se han disparado de forma alarmante los índices de 
violenciacontra quienes defienden el agua, los bosques y los derechos de las 
mujeres ylas comunidades indígenas, afrodescendientes y campesinas. Estos 
grupos sonmarginados, perseguidos, agredidos y criminalizados por defender su 
derecho ala tierra”, denuncia Oxfam.


Terjemahan bebas:


Distribusi tanah terburuk di dunia terjadi di Amerika Latin. Menurut 
datapenelitian OXFAM,  hanya 1% saja dari tanah luas di daerah pedesaan 
milikpribadi yang disebut “estancias” (luasnya paling sedikit 400 hectar),  
yang pada pokoknya digunakanuntuk peternakan sapi, sudah menduduki setengah 
dari tanah pertanian. Sementaraitu 80% dari tanah yang dinamakan “fincas”, 
hanya menempati 13% darikeseluruhan tanah di AL. Mereka yang memiliki “fincas” 
pada umumnyamenggunakannya untuk pertanian dan sedikit untuk peternakan. 
Distribusi yangtimpang dan tidak adil ini berhubungan erat dengan semakin 
luasnya pertambanganberbagai macam mineral dan minyak, agribisnis dan 
perhutanan. Pertambanganmerupakan sumber krisis HAM di negeri-negeri AL.


Judul penelitian OXFAM :” Penggusuran: tanah, kekuasaan dan ketidak-adilan 
diAL”. Kolombia adalah negeri yang paling tinggi ketidaksamaan 
danketidakadilannya dalam hal distribusi tanah. 0.4 % agrobisnis sudah 
mendominasi68% dari lahan yang ada di negeri itu. Setelah itu Peru, di mana 77% 
dari tanahdiduduki oleh 1% “estancias”. Kemudian Chile di mana 74% tanah 
dikuasai olehmereka yang memiliki “estancia”, yang jumlahnya hanya 1% dari 
penduduk.. DiParaguay 71% tanah masuk dalam kategori “estancia”. Di Bolivia 1% 
dari“chacras” ( tanah biasanya untuk ditanami sayur-sayuran) mengontrol 66% 
tanahdan di Mexico 56%. Di Brazil, 44% tanah pertanian ada di bawah pemilik 
“fincas”yang jumlah-nya 1%.


 
“Ketimpangan dan ketidaksamaan dalam akses dan kontrol atas tanah adalah salah 
satu sebab darikemiskinan  yang sangatgawat. Tanpa kebijakan untuk 
menyelesaikan tantangan ini (yaitu tanah) tidakmungkin mengurangi kesenjangan 
ekonomi dan sosial”, begitu ditegaskan olehpenelitian OXFAM. OXFAM 
mempertanyakan konsentrasi tanah di tangan sedikitorang: ” Ini merupakan orde 
sosial yang berakar dalam dan lebih dekat denganfeodalisme dari pada demokrasi 
modern”.


 
Penelitian setebal 100halaman dengan  sejumlahbesar bahan referensi itu dengan 
jelas dan gamblang menghubungkan ketimpanganatau ketidak samaan itu dengan 
exploitasi sumber alam. “Extractivismo”(“penggalian” mineral dan minyak ) 
berdominasi di AL. Baik pemerintah kananmaupun “kiri” memilih explotasi minyak, 
mineral, hutan dan agribisnis.Explotasi bahan mineral dan minyak dipercepat 
sejak tahun 2000. Gelombang barudalam eksplotasi ini disebabkan oleh 
reform-reform struktural yang tidak lagimelindungi wilayah komunitas  
pendudukasli dan pengendoran dalam kontrol terhadap lingkungan. Misalnya, 
Kolombia,pada tahun 2002 1juta hectar tanah diberikan 
kepadaperusahaan-perusahaan pertambangan dan pada tahun 2015, lahan itu 
sudahmencapai 5,7 juta hectar, berarti 5% dari wilayahnasional.


Dalam dua decade ini perkebunan kacang kedelai, kelapa sawit dan tebu 
mencapaiperluasan yang tak pernah terjadi sebelumnya.  Dalam bagian “geopolitik 
kacangkedelai” Oxfam menegaskan bahwa Pemerintah "telahmemberlakukan sebuah 
model organisasi teritorial  yang disesuaikan dengan kebutuhantransnasional”. 
Berdasarkan pada data tahun 2014, Oxfam menegaskan: “68%dari lahan pertanian di 
Paraguay diabdikan pada kacang kedelai, Argentina 49%,Uruguay 45%, Brazil 37%, 
Bolivia 30%. Oleh karena itu kelima negeri itu disebut “Republik Serikat Kacang 
Kedelai”yang menghasilkan lebih dari setengah dari kacang kedelai yang 
diproduksi didunia.


Petani merupakan mayoritas yang mengerjakan tanah pertanian, tapi merekamemilik 
tanah sedikit sekali. Di Kolombia , 84% dari “fincas” (tanah pribadiuntuk 
pertanian dan peternakan) hanya menduduki 4% dari tanah pertanian. DiParaguay, 
91% “chacras” hanya menempati tanah sebesar 6% dari keseluruhan tanahpertanian. 
Di Argentina, 83% dari mereka yang mengerjakan tanah pertanian hanyamenduduki 
13% dari wilayah.


“Tanah makin lama makin terkonsentrasi di tangan lebih sedikit orang. Dan 
tanahdigunakan untuk pertambangan dan eksplotasi sumber alam lainnya.. Walaupun 
halitu membantu pertumbuhan ekonomi negeri-negeri itu, tapi juga 
memperbesarkesenjangan dan ketidak samaan. Keuntung-an dari model 
“extractivista” (“penggalian”)ini terpusat ditangan sege-lintir kaum elit”, 
begitu kesimpulan penelitianOXFAM.  OXFAM berpen-dapatdiperlukan secara 
mendesak sebuah distribusi tanah yang baru di AL.


Sektor penduduk yang paling dirugikan dalam perkembangan ini  adalah kaum tani 
dan penduduk asli.“Impunitas dalam pembunuhan terhadap aktivis penduduk asli 
harus berakhir.Sangat mendesak pemerintah di seluruh dunia dengan segera 
bertindak untukmelindunginya”.

Distribusi tanah tidak adil semakin dalam dengan menggunakankekeras-an. 
“Seiring dengan semakin luasnya kegiatan “penggalian”  (pertambang-an), jumlah 
konflikwilayah tumbuh berkali lipat, indeks kekerasan  ter-hadap mereka yang 
membela air,hutan dan hak-hak kaum perempuan, komunitas penduduk asli, 
orang-orangketurunan Afrika dan kaum tani naik melejit. Grup-grup ini 
dipinggirkan,dipersekusi, diserang dan dikriminalisasi karena membela haknya 
atas tanah”,begitu kecam OXFAM.

 -----------------------------------------------------------------------


 
Praktekmonopoli tanah oleh segelintir orang (perusahaan, pertam-bangan, 
perkebunan danperhutanan) di negeri-negeri Amerika Latin yang dikecam OXFAM 
pada hakekatnyasama dengan yang terjadi di Indonesia. Kekerasan, persekusi, 
kriminalisasi yangdilakukan pemerintah serta aparat militer dan hukumnya 
terhadap para aktivis,massa rakyat serta organisasinya juga sama. Kelihatan 
jelas musuh rakyat didunia ini sama, baik di Indonesia maupun di negeri-negeri 
AL. Dari situpentingnya solidaritas internasional. OXFAM melihat sangat 
mendesak adanyadistribusi tanah baru. Dengan kata lain, reforma agraria sudah 
sangat mendesakdi AL, dan kita tahu, juga di Indonesia. Reforma agraria bukan 
berartibagi-bagi tanah dan memberi sertifikasi kepemilikan. Reforma agraria 
sepertiini sudah disyahkan oleh Undang-undang di Kolombia. Di 
sampingpelaksanaannyapun mengalami kendala yang sampai sekarang tak teratasi, 
taniyang sudah punya sertifikatpun terpaksa harus meninggalkan atau 
menjualtanahnya karena serangan para militer, multinasional pertambangan 
danperkebunan yang mendapat perlindungan militer. Artinya, monopoli tanah 
adalahsalah satu masalah besar yang harus dihapus untuk dapat menjalankan 
danmensukseskan Reforma Agraria.

 

Satuhal lain yang menarik dari penelitian OXFAM adalah kesimpulan bahwa salah 
satusebab kemiskinan adalah ketimpangan dalam akses dan kontrol atas tanah 
dantanpa menyelesaikan masalah tanah, tidak mungkin mengurangi kesenjangan 
ekonomidan sosial.

 

Jadimereka yang bicara soal mekanisasi, soal asuransi atau mekanisme 
kapitalislainnya untuk menuntaskan masalah kesenjangan dan kemiskinan tidak 
melihatkontradiksi pokok yang harus dipecahkan. Itu sama saja dengan menaruh 
kudabukan di depan tapi di belakang kereta.


TL 


 
 


 

 

 
 

    On Wednesday, May 9, 2018 10:17 PM, "Jonathan Goeij 
jonathango...@yahoo..com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
 

      Benar, itulah yang terjadi, kesewenangan atas nama negara. Masyarakat 
Indonesia pada dasarnya hidup secara komunal, tanah dikelola bersama dan 
menjadi milik bersama, dan tentu saja tanpa sertifikat. Celakanya kemudian 
negara meng-klaim semua tanah tanpa sertifikat sebagai tanah negara yg kemudian 
penguasa negara setempat merasa berhak menghibahkan (memberikan) tanah tsb pada 
pihak lain dan mengenyampingkan kelompok masyarakat komunal itu yg sebenarnya 
secara notabene dirampas begitu saja.
Kelihatannya hal seperti ini terjadi dibanyak tempat di Indonesia, sudah 
merupakan pattern yg menunjukkan policy yg dianut pemerintah.Apakah ini yg 
dimaksud dengan reformasi agraria Jokowi?

    On Wednesday, May 9, 2018, 12:35:08 PM PDT, Tatiana Lukman 
<jetaimemuc...@yahoo.com> wrote:  
 
 Di mana-mana terus terjadi perampasan tanah seperti ini. Ingat nggak dulu Ahok 
juga begitu ketika menggusur penduduk kota Jakarta. Dia tak menggubris orang 
yang sudah punya sertifikat. Pokoknya dia bilang itu tanah negara, rakyat tak 
punya hak bikin rumah di situ. Tidak tahu sudah berapa banyak berita perampasan 
tanah rakyat yang saya postingkan di milis ini. Tapi berita seperti ini tidak 
ada artinya bagi para pendukung buta pemerintah Jokowi!!! Siapa yang berkuasa, 
mereka bisa berbuat apa saja terhadap rakyat yang tak punya apa-apa dan senjata 
untuk melawan!! 

    On Wednesday, May 9, 2018 8:06 PM, "Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com 
[GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
 

     Tanah adat yg mendadak sontak tidak bertuan dan jadi tanah negara yg 
kemudian dihibahkan(?) kepihak lain.
---

"Tanah ini milik kami, sawah ini sudah kami kelola sejak turun-temurun. Tanah 
ini milik adat bukan milik pemerintah terlebih bukan milik Unanda (Universitas 
Andi Djemma)," ujar petani tua, Kamis (4/5/2017).
....Perwakilan Universitas Andi Djemma (Unanda) yang berada di lokasi, 
menjelaskan, lahan tersebut adalah milik negara, milik Pemkab Luwu yang telah 
dihibahkan kepada Universtitas Andi Djemma dan telah bersertifikat. 

"Kalau yang 30 hektare atas nama Unanda, sejak 3 tahun lalu. Sedangkan lahan 
yang akan dibuatkan jalan tidak masuk sertifikat," jelas Musafir Turu, yang 
juga adalah Dekan Fakultas Tehnik dari Unanda.


Petani Klaim Tanah Adat, Unanda Mengaku Tanah Hibah Pemkab Luwu


| 
| 
| 
|  |  |

 |

 |
| 
|  | 
Petani Klaim Tanah Adat, Unanda Mengaku Tanah Hibah Pemkab Luwu
Eksekusi lahan persawahan di Desa Baramamase dan Desa Kalibamamase, Kecamatan 
Walenrang, Kabupaten Luwu,... |

 |

 |






---In GELORA45@yahoogroups.com, <jetaimemucho1@...> wrote :

Para pendukung buta Jokowi sudah lenyap empati dan simpatinya kepada nasib 
petani yang mempertahankan tanah yang sudah dikerjakan dengan susah payah, 
sekarang tinggal dipanen, tapi akhirnya harus menghadapi perampasan. Mata para 
pendukung ini hanya pada infrastruktur megah-megah Jokowi, tak perduli mereka 
pada kehidupan orang-orang yang berada di jenjang paling bawah masyarakat.... 
Masih patutkah orang-orang begitu menamakan dirinya "kiri"??



Kukuh Harianto Mezzaluna5 mei 2017BELOPA - Puluhan petani dari dua desa, yakni 
Desa Baramamase dan Desa Kalibamamase, Kecamatan Walenrang, Kabupaten Luwu, 
berusaha mempertahankan lahan sawah milik mereka yang hendak panen . Mereka 
berusaha dengan sekuat tenaga dan berbagai cara menghalau petugas yang 
mengerahkan alat berat untuk mengosongkan lahan sawah, Kamis (4/5/2017).Para 
petani berusaha mempertahankan sawah dengan berdiri membentuk pagar betis dan 
berbaring di sawah yang ditumbuhi padi siap panen. Bukan hanya bapak-bapak dan 
ibu-ibu, beberapa anak usia di bawah umur ikut membentuk pagar betis.Mereka 
berusaha mempertahankan sawah mereka meski aparat terus mendesak dan mengancam 
akan menangkap jika terus melanjutkan aksi. Karena tidak mendengarkan 
instruksi, petugas yang dipimpin Wakapolres Luwu, Kompol Abraham Tahalel, 
mengambil tindakan tegas dan upaya paksa mengeluarkan warga dari area 
persawahan yang akan dikosongkan menggunakan eskavator.Petugas yang terdiri 
dari Satuan Polres Luwu dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu 
personel TNI mengangkat dan menyeret para petani keluar dari sawah. Para petani 
ini dimasukkan ke mobil dalmas milik Polres Luwu.Para petani dan keluarganya 
pun berteriak dan menangis histeris. Beberapa warga yang hadir menyaksikan 
upaya pengosongan lahan oleh pihak Universitas Andi Djemma (Unanda), juga 
terlihat meneteskan air mata."Tolong Pak, tunggu sampai kami panen. 
Berbulan-bulan kami memelihara padi kami ini, tidak lama lagi panen, kami minta 
kebijakan bapak-bapak," teriak sejumlah ibu-ibu saat digiring ke mobil dalmas.

  

       #yiv3392573875 #yiv3392573875 -- #yiv3392573875ygrp-mkp {border:1px 
solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-mkp #yiv3392573875hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mkp #yiv3392573875ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mkp .yiv3392573875ad 
{padding:0 0;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mkp .yiv3392573875ad p 
{margin:0;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mkp .yiv3392573875ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-sponsor 
#yiv3392573875ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-sponsor #yiv3392573875ygrp-lc #yiv3392573875hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-sponsor #yiv3392573875ygrp-lc .yiv3392573875ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv3392573875 #yiv3392573875actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv3392573875
 #yiv3392573875activity span {font-weight:700;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv3392573875 #yiv3392573875activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv3392573875 #yiv3392573875activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv3392573875 #yiv3392573875activity span 
.yiv3392573875underline {text-decoration:underline;}#yiv3392573875 
.yiv3392573875attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv3392573875 .yiv3392573875attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv3392573875 .yiv3392573875attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv3392573875 .yiv3392573875attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv3392573875 .yiv3392573875attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv3392573875 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv3392573875 .yiv3392573875bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv3392573875 
.yiv3392573875bold a {text-decoration:none;}#yiv3392573875 dd.yiv3392573875last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv3392573875 dd.yiv3392573875last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv3392573875 
dd.yiv3392573875last p span.yiv3392573875yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv3392573875 div.yiv3392573875attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv3392573875 div.yiv3392573875attach-table 
{width:400px;}#yiv3392573875 div.yiv3392573875file-title a, #yiv3392573875 
div.yiv3392573875file-title a:active, #yiv3392573875 
div.yiv3392573875file-title a:hover, #yiv3392573875 div.yiv3392573875file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv3392573875 div.yiv3392573875photo-title a, 
#yiv3392573875 div.yiv3392573875photo-title a:active, #yiv3392573875 
div.yiv3392573875photo-title a:hover, #yiv3392573875 
div.yiv3392573875photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv3392573875 
div#yiv3392573875ygrp-mlmsg #yiv3392573875ygrp-msg p a 
span.yiv3392573875yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv3392573875 
.yiv3392573875green {color:#628c2a;}#yiv3392573875 .yiv3392573875MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv3392573875 o {font-size:0;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875photos div {float:left;width:72px;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875photos div div {border:1px solid 
#666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv3392573875
 #yiv3392573875reco-category {font-size:77%;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875reco-desc {font-size:77%;}#yiv3392573875 .yiv3392573875replbq 
{margin:4px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-mlmsg select, #yiv3392573875 input, #yiv3392573875 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-mlmsg pre, #yiv3392573875 code {font:115% 
monospace;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-mlmsg #yiv3392573875logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-msg 
p#yiv3392573875attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-reco #yiv3392573875reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-sponsor 
#yiv3392573875ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-sponsor #yiv3392573875ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-sponsor #yiv3392573875ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv3392573875 #yiv3392573875ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv3392573875 
#yiv3392573875ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv3392573875 

   

Kirim email ke