Menurunnya kegiatan investasi di sektor pertambangan dalam 2 tahun berjalan, apakah yang berupa pertambangan mineral maupun migas penyebab utamanya adalah KETIDAK-PASTIAN HUKUM di negeri ini bagi investor. Jadi bukan karena karena semata-mata sebagai hasil kampanyenya Jatam atau LSM lainnya (nanti mereka GR!). Di mana WKP yang sudah diberikan kepada investor beberapa tahun yang lalu akhirnya tidak dapat dieksplorasi atau diekploitasi, karena tiba-tiba WKP tersebut menjadi kawasan konservasi, apakah hutan lindung, taman nasional atau taman marga satwa, yang seolah-olah menjadi kewenang Departemen Kehutanan.
Ketidak-pastian hukum ini, salah satunya akibat kekacauan implementasi Tata-ruang Nasional inilah yang menjadi kendala utama kegiatan investasi pertambangan di Indonesia, selain dampak dari krisis multi-dimensional yang melanda negeri tercinta ini. Perencanaan Tata-ruang Nasional masih diatur secara sektoral, ini yang sangat disayangkan. Pihak pengatur dalam hal ini Pemerintah, seharusnya menyadari bahwa seluruh lahan di negeri ini sudah dikapling-kapling habis oleh kegiatan sektoral. Departemen ESDM sudah bikin kapling, Departemen Kehutanan sudah bikin kapling, Departemen Dalam Negeri sudah bikin kapling, dst.nya ----> sehingga timbul kekacauan rencana tata-ruang nasional. Masing-masing sektor merasa punya UU, Kehutanan sekarang punya senjata pamungkas UU No. 41 Tahun 1999, Migas sekarang punya UU No. 22 Tahun 2001 dst.nya. Peraturan perundang-undangan dibuat sedemikian banyak, tapi ya itu tadi masih bersifat sektoral, sehingga bukan menjadi faktor pelancar malah jadi masalah tersendiri. Indonesia memang sudah punya UU Tata-ruang, yaitu UU No.24 Tahun 1992, tapi tidak konsisten dalam implementasinya. Jadi what to do? Saya menyarankan kepada teman-teman IAGI kalau bisa menyelenggarakan Seminar Nasional Tata-ruang Nasional, semua stakeholders diundang. Setiap sektor dipersilahkan menayangkan rencana tata-ruang versi sektornya, pasti akan terjadi tumpang-tindih (overlapping) yang tidak karuan, karena pengeplotan rencana Tata-ruang Nasional dilakukan sendiri-sendiri oleh sektor. Saat ini Menko Perekonomian, khususnya melalui Deputy VI Bidang Koordinasi Peningkatan Investasi dan Kemitraan Publik-Swasta sudah menyadari permasalahan menurunnya investasi pertambangan di Indonesia. Besok pagi kami dari Migas diundang rapat oleh Deputi VI untuk membahas masalah tersebut. Saya sendiri, terus terang agak pesimis dengan usaha yang dilakukan oleh Menko Perekonomian, karena penyelesaian masalah hanya dilakukan sebatas symptomnya saja, bukan CORE PROBLEM-nya. Untuk investor industri saja mereka sekarang pada "lari" ke RRC dan Vietnam. Terima kasih, Wassalam, Sugiarto Pemerhati Lingkungan migas -----Original Message----- From: Argakoesoemah, Iman Sent: 25 Juli 2002 12:53 To: Sugiarto Subject: FW: [iagi-net-l] Re: [iagi-net] Diskusi Pertambangan 3 - Ilmiah Ini email yang terakhir muncul mengomentari email saya terdahulu. -----Original Message----- From: Parlaungan (RTI) [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, July 25, 2002 11:41 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Re: [iagi-net] Diskusi Pertambangan 3 - Ilmiah Salah satu kampanye JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) adalah Moratorium Tambang di Indonesia, dan ini kelihatannya akan tercapai dengan sendirinya. Kenapa?. Karena sejak tahun 2001 tidak ada lagi investasi baru yang cukup berarti dalam eksplorasi mineral. Sebagian tambang-tambang mineral yang sekarang berproduksi akan tutup pada kurun 2 sampai 3 tahun mendatang, waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan tambang dari kegiatan eksplorasi sampai operasi penambangan skala menengah dan besar perlu waktu rata-rata 10 tahun dan terdapatnya banyak peraturan perundang-undangan yang menghambat industri pertambangan, sehingga tidak akan ada Tambang yang baru berskala menengah sampai besar yang dibuka sampai dengan tahun 2012. Permasalahan yang dihadapi adalah: Kelanjutan industri pertambangan umum di Indonesia terancam, karena a.l.: 1. Operasi Pertambangan dengan metode pertambangan terbuka tidak diperbolehkan di dalam kawasan hutan lindung (UU No.42/1999). Akibatnya kegiatan eksplorasi dikawasan hutan lindung juga dilarang. 2. Segala jenis pertambangan tidak diperbolehkan di dalam kawasan hutan konservasi (UU No.5/1990). 3. Peraturan berlaku untuk semua tanpa ada perkecualian, termasuk bagi perusahaan yang sudah mendapatkan izin sebelum Undang-Undangnya keluar. 4. Sebagian besar kawasan yang potensial untuk keberadaan mineral (mineral potential belt) terletak tumpang tindih dengan kawasan hutan, sebagian besar kategori hutan lindung dan konservasi, sehingga tidak bisa dieksplorasi/dieksploitasi. Apa fakta saat ini: 1. Banyak Rakyat Indonesia sedang mengalami kesulitan ekonomi, termasuk teman-teman mineral exploration geologist, banyak phk. 2. Indonesia punya potensi mineral yang belum dikelola terutama di kawasan Indonesia Timur, kawasan Indonesia Timur ini katanya sangat potensil untuk industri pertambangan (terutama nikel, tembaga, emas dll) akan tetapi nggak boleh dikembangkan sekarang (karena katanya untuk anak cucu dan cicit). Tetapi nanti kalau Negara-Negara Maju/Barat sudah berhasil mengembangkan industri substitusi mineral dengan lebih murah, apa masih ada ya orang yang mau beli nikel, tembaga dll tsb?). 3. Hampir 95% operasi tambang di Indonesia dilakukan dengan metode Penambangan Terbuka baik open cut maupun open cast. Hal ini terkait erat dengan jenis mineral dan kondisi geologinya. Contohnya, pasti tidak mungkin menambang nikel laterit yang banyak di Indonesia Timur dengan cara under ground (tetapi orang kehutanan tak mau tahu lho masalah ini tetap aja daerah tsb banyak masuk hutan lindung). 4. Ada banyak investor yang mau menanamkan modalnya di bidang pertambangan umum di Indonesia baik nasional ataupun asing. 5. Ada banyak sumber daya manusia di bidang geologi dan pertambangan (juga bidang lainnya) yang tersedia saat ini (juga banyak yang nganggur) dan akan lebih banyak lagi di waktu yang akan datang (di Indonesia terdapat lebih dari 15 perguruan tinggi yang mempunyai jurusan geologi dan tambang, berapa setiap tahun lulusannya ya?). 6. Industri pertambangan umum dapat diharapkan sebagai "prime mover" dalam pembangunan karena mau bekerja di daerah terpencil tanpa ada infra struktur (ada nggak ya industri manufaktur atau lainnya yang mau bangun pabrik di pedalaman Kalimantan, Sulawesi atau Irian?). 7. Dampak aktifitas pertambangan terhadap lingkungan dan komunitas dapat dipecahkan dengan teknologi, kebijakan yang comprehensif dan pengawasan ketat oleh pemerintah, masyarakat (NGO) dan ilmuan. 8. Banyak lainnya yang saya tidak tahu. Lalu apa Usaha yang dapat dilakukan oleh IAGI untuk membantu memecahkan masalah?. 1. Promosi dan sosialisasi potensi mineral Indonesia. 2. Sosialisasi manfaat dan dampak (termasuk pencegahan dan penanggulangan) industri pertambangan di Indonesia. Bagaimana caranya?. 1. Siapkan data pendukung, dapat berupa peta potensi sumber daya mineral, tabel, publikasi dll. 2. Lakukan analisa manfaat dan mudharat pertambangan. 3. Perlu juga analisa prioritas pengembangan sumber daya alam di suatu daerah. 3. Promosi dan sosialisasi. Siapa target audiencenya? 1. Pemerintah (kehutanan, lingkungan hidup, pemda, dll). 2. Wakil rakyat 3. Masyarakat awam. 4. NGO 5. Para professional. Bagaimana menyiapkan data pendukung?. 1. Mengumpulkan data-data yang sudah dipublikasi. 2. Mengumpulkan data-data yang masih ada di otak individu ataupun perusahaan. 3. Mengkompilasi semua data. Bagaimana pertanggung jawaban ilmiahnya?. 1. Informasi dapat dibagi-bagi berdasarkan tingkat kepercayaan atas datanya/nilai keakuratannya, misalnya menjadi Cadangan (Reserve) dan Sumber Daya (Resource). Keduanya dapat dibagi-bagi lagi atas, misalnya: Cadangan: terbukti (proven) dan diperkirakan (probable) untuk bijih, atau measured (terukur), indicated (terunjuk), assumed (terkira) dan inferred (ter...) untuk batubara. Sumber Daya: indikasi mineralisasi sebelum sampai ke kategori cadangan. 2. Membuat daftar/mencantumkan sumber informasi 3. Sosialisasi dalam lingkungan professional Takut terjadi pepesan kosong seperti kasus Busang?. Jangan khawatir, karena Pemerintah sekarang telah membuat penangkalnya dengan adanya larangan mengumumkan "Reserve" tanpa sebelumnya mendapat verifikasi dari Pemerintah atau Lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah. Jadi gimana,jangan takut dulu ah sebelum memulai (takut salah?), kapan majunya, eh eh. Salam, Laung -----Original Message----- From: Sukmandaru Prihatmoko [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, July 25, 2002 9:02 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Re: [iagi-net] Diskusi Pertambangan 3 - Ilmiah Bukan main...... saya suka komentar yang sangat mendalam ini. OK ...Pak Iman ...rupanya kita harus diskusikan lebih detil lagi untuk melaksanakan ide no. 1 ini. Thanks atas reminder-nya (anda berhasil menakut-nakuti......... opst). Pak Parlaungan dan Pak Aria ada komentarkah? Sedikit pertanyaan sebagai pembanding (dan mungkin ada yang bisa memberikan pencerahan), bagaimana/apa dasar pengklasifikasian suatu daerah menjadi hutan lindung, cagar alam dlsb. Mungkin itu juga berdasar kajian ilmiah, meski sering kita jumpai di lapangan hutan lindung yang isinya ilalang melulu dlsb..... Ini bukannya mau menyerang profesi tertentu, sekali lagi hanya sebagai pembanding. Dan kalau terjadi tumpang-tindih kepentingan, bermodalkan klasifikasi daerah semacam itu kawan-kawan yang berkecimpung di dunia per-"hutan"-an dengan hebatnya akan berargumentasi.........Sementara kita-kita yang menggeluti ilmu kebumian (bawah permukaan) belum punya (kalau ada juga tidak komprehensif) pijakan ilmiah untuk beragumentasi....... Yang bisa kita bilang adalah bahwa Indonesia ini "kaya akan sumberdaya kebumian". Sekaya apakah Indonesia ini? Itu yang perlu kita tahu dan up date terus dari waktu ke waktu....... dan seperti Pak Iman bilang ini mungkin bukan kerjaanya IAGI sendirian. Salam - Daru Salam - Daru ----- Original Message ----- From: "Argakoesoemah, Iman" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Wednesday, July 24, 2002 1:07 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Re: [iagi-net] Diskusi Pertambangan 3 - Ilmiah Ada beberapa hal lain yang menarik untuk dibicarakan: (1) Karena peta, tabel atau bentuk lainnya diterbitkan oleh IAGI, maka secara legal menjadi tanggung jawab IAGI dalam hal keseluruhan informasi itu termasuk segi ke-ilmiah-annya. Saya kira akan aneh sekali kalau ada keberatan atau pertanyaan dari pembaca, maka IAGI harus memanggil sumber data/informasi itu untuk menjawabnya. Atau barangkali IAGI akan menempuh cara bahwa semua informasi dan data yang disajikan bukan sepenuhnya tanggung jawab IAGI. IAGI hanya mengumpulkan dan menerbitkan saja. Kalau ini yang akan ditempuh, maka kelihatannya 'kurang etis' kalau dilihat dari sisi perlindungan konsumen. Tanggung jawab profesi sebaiknya diperlihatkan. (2) Soal ke-ilmiah-an ini bisa menjadi relatif. Kalau dipresentasikan dalam forum ilmiah, barangkali sudah cukup, tapi ini pun harus sudah mendapatkan tanggapan/pengujian yang signifikan. Kalau forum ilmiah itu hanya berjalan 'satu arah', maka koreksinya bisa tidak berjalan, karena tanggapan dari forum cenderung tidak tercatat atau diperhatikan. (3) Sekalipun data/informasi diambil dari laporan perusahaan, bisa saja data yang digunakan atau analisa yang dikerjakan oleh perusahaan tersebut tidak memenuhi metodologi yang 'benar', misal dalam hal kasus Busang. Bagaimana kalau kasus Busang tidak terungkap, maka informasi yang dirilis oleh perusahaan itu 'dianggap benar' ??? Oleh karena itu pengujian atau second or third opinion menjadi penting. Kesimpulannya, pengujian ilmiah tetap diperlukan terutama untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas IAGI itu sendiri. Diskusi bisa dikembangkan untuk melihat sampai seberapa jauh pengujian itu perlu dilakukan untuk data-data tertentu. Bentuk pengujian bisa dalam bentuk forum diskusi, analisa batuan, verifikasi ke lapangan, dsb. Oleh karena itu pekerjaan ini sebaiknya dimasukkan ke dalam proyek pemerintah atau cari sponsor sendiri sehingga tersedia anggaran yang cukup. Kenapa ?? Karena Pemda-pemda ikut menikmati hasil karya IAGI ini dan konsumen lain akan merasa dilindungi oleh IAGI dengan mendapatkan data/informasi yang 'benar'. Keputusan-keputusan penting yang akan diambil oleh Pemda dan masyarakat luas (termasul LSM) bisa mengacu pada hasil karya ini. Kita tidak bisa membayangkan kalau keputusan penting Pemda dan perdebatan sengit antara Pemda dan LSM mengacu pada informasi yang 'salah' pada peta IAGI ??? Lebih dari itu, kita tidak dapat membayangkan kalau informasi yang 'salah' itu baru ditemukan dalam forum pembuktian di pengadilan, misalnya dalam suatu kasus tertentu ?? Semoga tidak tejadi. Cuma menakut-nakuti ................ ???? Just a thought dan semoga ada manfaatnya. Ada komentar dari yang lain ???? Thanks. Iman --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ ==================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ ==================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ ===================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA