Apa nyaman kalau sahamnya dikuasai sama TEMASEK Holdings misalnya, aman
singapore buat kelangsungan energynya, diolah di singapore jual ke pasar
Indonesia..sama seperti TELKOMSEL-Singtel  pasar terbesarnya di Indonesia,
keuntungan pemakaian pulsa maka 35 % buat pundi-pundi TEMASEK Holdings

2012/10/4 kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com>

> Exxon Mobil : NYSE : XOM
> Repsol         : NYSE : REP
> Petronas      : Kuala Lumpur : PETD (downstream)
> maybe next
> Pertamina     : NYSE : PTM and JKSE : PTMA
>
> sepertinya memang sudah saatnya PTM menjadi perusahaan terbuka kalau
> ingin menjadi perusahaan yang maju dan berkembang seperti perusahaan
> migas dunia lainnya.
>
> On 10/3/12, ikusum...@gmail.com <ikusum...@gmail.com> wrote:
> > Pak Ong Ysh.
> > Seperti yg disampaikan Pertamina adalah anak perusahaan Pemerintah.
> Apapun
> > yang disaratkan oleh Pemerintah, Pertamina akan nurut. Sesuatu yang
> > kadang-kadang kurang masuk akalpun kalau Pemerintah yang minta, Pertamina
> > tidak bisa menolak.
> > Dalam hal ini memang benar adanya, itulah bedanya Pemerintah Indonesia
> > dengan pemerintah negara lain. Kalau pemerintah negara lain seperti
> Amerika,
> > mereka justru mendukung keinginan perusahaan minyaknya walaupun bukan
> BUMN
> > apalagi yg BUMN. Mungkin Pak Ong masih ingat sebelum Blok Cepu di award
> ke
> > Mobil Oil didahului oleh kedatangan Menlu Amerika Condoleza Rice ke
> > Indonesia. Demikian juga waktu Presiden Argentina mau menasionalisasi
> > perusahaan minyak asing di negaranya yg salah satunya Repsol yg merupakan
> > BUMN Spayol dimana Pemerintah Spanyol tidak bisa menerima. Hal ini
> > membuktikan betapa kuatnya dukungan pemerintah thd perusahaan minyak
> > negaranya. Sangat berbeda jauh dengan pemerintah Indonesia yg malahan
> berani
> > mengorbankan BUMNnya sendiri.
> > Dalam hal Blok Mahakam yg sudah akan expire kontraknya kan ngak ada yg
> salah
> > kalau kontrak tidak diperpanjang? Sudah cukuplah rasanya Total mengelola
> > blok ini 30 th + 20 th, biarlah blok ini selanjutnya dikelola oleh
> > BUMN/PMN/NOC.
> > Memang dalam hal ini kita berbeda pendapat Pak Ong, karena pertimbangan
> saya
> > bukan hanya didasari sudut ekonomi semata, tapi ingin melihat NOCnya
> besar.
> > Kalau bukan pemerintahnya sendiri yg akan membesarkan siapa lagi? Rasanya
> > kinerja PTM yg sekarang sudah cukup bagus Pak Ong, dan dari segi produksi
> > migas (boe) sudah no. 2 di Indonesia bukan no.3.
> > Sekian dulu Pak Ong pendapat saya sebagai pensiunan PTM dan mohon ma'af
> jika
> > tidak berkenan
> >
> > Salam,
> >
> > MIK
> > Powered by Telkomsel BlackBerry®
> >
> > -----Original Message-----
> > From: Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
> > Date: Tue, 2 Oct 2012 13:22:59
> > To: <iagi-net@iagi.or.id>
> > Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
> > Subject: RE: [iagi-net-l] Kuasai 47% Ladang Minyak RI, Tapi Produksi
> > Pertamina Cuma Nomor 3
> > Pak Indra, trim atas masukannya.
> >
> >
> >
> > Pak Indra mengatakan: " Jadi karena PTM tidak diizinkan utk mengikuti
> > tender
> > seperti usulan Pak Ong, maka pemerintah dalam memberikan blok Mahakam ini
> > ke
> > PTM agar jangan blank check, diberikan saja persyaratan2 ketat yg harus
> > dipenuhinya".
> >
> >
> >
> > Persaratan ketat yang harus dipenuhi Pertamina yang Anda sebut diatas,
> > menurut saya tidak banyak artinya. Apa yang disebut dengan persaratan
> > ketat?
> > Persaratan ketat terhadapa apa dan dibandingkan dengan apa? Bagaimana
> > mengukurnya? Pertamina adalah anak perusahaan Pemerintah. Apapun yang
> > disaratkan oleh Pemerintah, Pertamina akan nurut. Sesuatu yang
> > kadang-kadang
> > kurang masuk akalpun kalau Pemerintah yang minta, Pertamina tidak bisa
> > menolak. Jadi tidak perlu diberi persaratan, cukup instruksi. Karena
> > sifatnya instruksi, kalau ada kesalahan dari Pertamina nantinya, yang
> > disalahkan bakalnya ya Pemerintah.
> >
> >
> >
> > Mungkin salah satu sarat yang Anda minta adalah bahwa Pertamina
> menanggung
> > segala macam kerugian. Sebagai anak perusahaan Pemerintah, ini bukan
> > persoalan besar. Kalau Pertamina rugi atau memerlukan colateral untuk
> > pinjaman uang umpamanya, pasti default jatuh ke Pemerintah. Ingat
> Pertamina
> > bukan perusahaan Tbk., jadi semua masih tangungan Pemerintah kalau ada
> > default.
> >
> >
> >
> > Pak Indra,  Anda harus juga melihat dari kaca mata Pemerintah. Seperti
> saya
> > utarakan Pemerintah adalah "risk averse", artinya tida senang risiko, mau
> > aman-aman saja. Investasi diharapkan dari luar, supaya risk zero.
> Pertamina
> > dilain pihak adalah oil co. yang secara intrinsic adalah "risk taker".
> > Apalagi geologist, yang biasanya kerja dengan wildcat dengan probability
> of
> > failure sampai 90%. Memang projek extension adalah safe, tapi
> safe-safenya
> > juga masih berisiko karena faktor subsurface. Risiko failure masih
> 10-20%.
> > Ditambah revolusi harga gas dunia penyebab gejolak harga yang tidak
> > menentu.
> > Risiko failure naik menjadi 30%. Bagi geologist ini kecil sekali karena
> > kebiasaanya menanggulangi wildcat. Tapi bagaimana juga pada akirnya,
> kalau
> > projek rugi ataupun gagal apapun sebabnya, yang harus menanggung risiko
> > adalah Pemerintah, nobody else.
> >
> >
> >
> > Maaf Pak Indra kalau tidak berkenan. Memang kita beda pendapat. Anda
> > melihat
> > dari kacamata Pertamina. Saya melihat dari kacamata Pemerintah.
> >
> >
> >
> > Salam,
> >
> >
> >
> > Hl Ong
> >
> >
> >
> > From: ikusum...@gmail.com [mailto:ikusum...@gmail.com]
> > Sent: Monday, October 01, 2012 2:08 PM
> > To: iagi-net@iagi.or.id
> > Subject: Fw: [iagi-net-l] Kuasai 47% Ladang Minyak RI, Tapi Produksi
> > Pertamina Cuma Nomor 3
> >
> >
> >
> > Powered by Telkomsel BlackBerryR
> >
> >   _____
> >
> > From: ikusum...@gmail.com
> >
> > Date: Mon, 1 Oct 2012 01:56:44 +0000
> >
> > To: <iagi-net@iagi.or.id>
> >
> > ReplyTo: ikusum...@gmail.com
> >
> > Subject: Re: [iagi-net-l] Kuasai 47% Ladang Minyak RI, Tapi Produksi
> > Pertamina Cuma Nomor 3
> >
> >
> >
> > Pak Ong Ysh.
> > Pang Ong wrote :
> > Saya usulkan untuk kebaikan Negara, untuk semua extension dilakukan
> tender
> > terbatas dan terbuka. Perusahaan yang diundang termasuk Pertamina,
> seperti
> > halnya tender blok baru.
> > Menurut saya utk suatu blok yg sudah berakhir kontraknya dan masih punya
> > potensi Migas yg besar seyogyanya ditawarkan ke BUMN (PTM) terlebih
> dahulu.
> > Begitu juga dengan Blok baru seharusnya ditawarkan dahulu ke Pertamina
> > sebelum ditawarkan ke perusahaan Migas lain. Dalam hal ini apa yg
> dilakukan
> > pemerintah sudah sesuai dengan ketentuan UU. Rasanya pemerintah tidak
> akan
> > mengizinkan/membolehkan/melarang PTM mengikuti tender utk mendapatkan
> blok
> > Migas di negara sendiri, itulah previlege yg diberikan pemerintah kepada
> > PTM. Namun sayangnya dalam implementasinya dengan berbagai macam alasan
> > previlege ini jarang diaplikasikan. Why? Karena banyaknya kepentingan
> > bermain. Jadi karena PTM tidak diizinkan utk mengikuti tender seperti
> > usulan
> > Pak Ong, maka pemerintah dalam memberikan blok Mahakam ini ke PTM agar
> > jangan blank check, diberikan saja persyaratan2 ketat yg harus
> dipenuhinya.
> > Seyogyanya keuntungan yg dilihat bukan keuntungan finansial semata, tapi
> yg
> > jauh lebih penting adalah mengamankan kebutuhan energi dalam negeri. Saya
> > kira itulah yg dilakukan oleh negara2 lain, baik sebagai penghasil migas
> > maupun tidak, spt halnya Malaysia dan China.
> > Saya pribadi menginginkan adanya suatu PMN (NOC) di negara ini, kalau
> tidak
> > didukung oleh pemerintahnya siapa lagi yg diharapkan. Janganla kita
> > berfikiran terlalu liberal yg menyebabkan kita hanya jadi penonton di
> > negara
> > sendiri, alangkah menyedihkannya
> > Mohon ma'af kalau tidak berkenan
> >
> > Salam,
> >
> > MIK
> >
> > Powered by Telkomsel BlackBerryR
> >
> >   _____
> >
> > From: Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
> >
> > Date: Mon, 1 Oct 2012 06:25:57 +0700
> >
> > To: <iagi-net@iagi.or.id>
> >
> > ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> >
> > Subject: RE: [iagi-net-l] Kuasai 47% Ladang Minyak RI, Tapi Produksi
> > Pertamina Cuma Nomor 3
> >
> >
> >
> > Pak Rovicky.
> >
> >
> >
> > Rambu-rambu terukur.
> >
> >
> >
> > Betul Pak Rovicky, kita perlu memberikan preference dan kemudahan kepada
> > Pertamina tetapi bukan blank cek. Kita harus memberikan rambu-rambu yang
> > bisa kita ukur. Hal ini karena kepentingan Pertamina dan Pemerintah tidak
> > selalu sejalan, dan bahkan ada kalanya bertentangan. Pemerintah
> memikirkan
> > Negara secara keseluruhan. Sedangkan Pertamina khusus untuk migas dan
> > kemajuan perusahaan.
> >
> >
> >
> > Saya usulkan untuk kebaikan Negara, untuk semua extension dilakukan
> tender
> > terbatas dan terbuka. Perusahaan yang diundang termasuk Pertamina,
> seperti
> > halnya tender blok baru. Umpama dalam hal Mahakam, bisa diundang Total
> dan
> > Inpex, sendiri-sendiri. Keduanya sudah mengetahui betul kondisi lapangan.
> > Kriteria tender yang dipakai bisa macam-macam. Salah satu adalah
> > menggunakan
> > Net Present Value (NPV) bagi keuntungan Negara. Kita pakai NPV full cycle
> > waktu memasukan POD. Pengikut tender terbatas menghitung keuntungan yang
> > akan diberikan kepada Pemerintah dengan mengunakan suatu discount rate
> > tertentu, umpama 10%. Pemenang tender adalah yang memberikan keuntungan
> NPV
> > tertinggi kepada Negara (bukan kepada Pertamina). Umpama salah satu
> peserta
> > tender memberikan harga paling tinggi 100. Pertamina sebagai perusahaan
> > Negara diberi preference, umpamanya sebesar 10%.  Kalau Pertamina
> > memasukkan
> > tender dengan NPV antara 90-100,  kita memenangkan Pertamina. Namun kalau
> > Pertamina memasukan NPV dibawah 90, Pertamina kalah. Kita juga bisa
> > memberikan preference yang lebih tinggi kepada Pertamina, umpama 50.
> > Artinya
> > kalau Pertamina waktu memasukan tender memberi kepada Negara hanya 50,
> kita
> > tetap berikan kepada Pertamina.
> >
> >
> >
> > Yang saya maksudkan sebagai blank cek diberikan kepada Pertamina adalah
> > pembatasan. Bukan at any cost. Bagaimana kalau Pertamina hanya memberikan
> > NPV "zero" kepada Negara, sedangkan pemenang tender 100. Apakah kita
> tetap
> > ingin memilih Pertamina. Apakah National pride at any cost, even if the
> NPV
> > is zero? Kan tidak. Keseimbangan angka preference inilah yang ingin kita
> > cari.
> >
> >
> >
> > Parameter lain yang bisa dipakai adalah facilitas produksi yang
> diserahkan
> > kepada Pemerintah (Note: bukan milik Pertamina) pada akir kontrak. Pada
> > waktu bidding, Pertamina diberi preference untuk menggunakan semua
> > production facilities yang ada free. Namun demikian facilitas tsb. perlu
> > ditentukan berapa harganya  dan kepada pengikut tender lainnya diharuskan
> > sewa. Memang harga buku untuk production facilities sudah "nil", tetapi
> > kita
> > pakai "replacemnt value". Kembali evaluasi tender dilakukan berdasarkan
> NPV
> > bagi Negara.
> >
> >
> >
> > NPV adalah keuntungan yang dijanjikan para pengikut tender. Belum tentu
> > mereka bisa tepati. Untuk ini saya  mengusulkan dipakai rambu-rambu "Cost
> > Recovery Limit" atau "cost over revenue" yang merupakan ciri khas suatu
> > PSC.
> > CRL memberikan kepastian kepada Negara berapa besarnya uang setiap tahun
> > akan diterima. Besarnya CRL sebaiknya sekitar 40-60%, yaitu range yang
> umum
> > dan diikuti 75% PSC dunia.
> >
> >
> >
> > Besarnya preference NPV yang akan kita berikan untuk Pertamina juga
> > tergantung pada parameter lainnya. Salah satu adalah technical skill dan
> > program kerja. Pengalaman pengikut tender serta program kerja yang
> diajukan
> > harus dievaluasi. Siapa tahu ada peserta tender yang mempunyai program
> > kerja
> > dengan terobosan-terobosan baru.  Parameter lain adalah opportunity.
> Kalau
> > pemenang tender adalah perusahaan asing, ini berarti ada fresh money
> masuk,
> > sesuatu  yang Indonesia sangat perlukan saat ini. Sedangkan parameter
> plus
> > jika diberikan kepada Pertamina adalah National pride.
> >
> >
> >
> > Semua hal tsb. diatas adalah terukur hingga mempermudah evaluasi pemenang
> > tender. Semua transparen. Yang perlu dipertimbangan adalah menentukan
> > besarnya preference yang akan diberikan kepada Pertamina. Secara teoritis
> > berkisar antara 0 sampai 100% NPV.  Silahkan anda pillih. Namun kalau
> > terlalu besar preference yang diberikan kepada Pertamina, tidak ada yang
> > ikut tender.
> >
> >
> >
> >
> >
> > Pertamina jadi TBK
> >
> >
> >
> > Usulan Pak Ketua yang kedua, untuk dijadikan Pertamina sebagai TBK atau
> > public company bagus sekali. Ini akan menciptakan profesionalism yang
> Anda
> > sebutkan. Namun ini masih jauh karena masih banyak kendalanya.  Umpama
> Anda
> > usulkan bertahap, dimulai dengan PHE untuk dijadikan TBK duluan. Tapi PHE
> > adalah money making, jadi gampang untuk dijadikan TBK. Pembelinya pasti
> > berebutan. Tetapi bagaimana yang lain seperti penanggulangan subsidi BBM,
> > PatraJasa, Pelita, Tongkang, Refinaries, dsb. yang adakalanya rugi atau
> > untungnya pas-pasan? Sebaiknya dicampur yang untung dan yang rugi. Tapi
> > yang
> > mana, perlu dipilah satu persatu, dan ini perlu waktu.
> >
> >
> >
> > Untuk dijadikan TBK, hal pertama yang diperlukan adalah berapa modal awal
> > yang dimiliki. Modal terdiri dari cash, utang-piutang, cadangan migas,
> > barang-barang, aset bangunan, pabrik, dan tanah, dsb. Namun harus diingat
> > bahwa asset Pertamina kembali ke zaman Belanda. Banyak yang tidak ada
> > surat-suratnya dan banyak yang tidak jelas. Bahkan banyak pabrik ataupun
> > bangunan berdiri diatas tanah yang pemiliknya tidak diketahui. Waktu itu
> > mungkin ada tanah kosong lalu dibangun kompleks ataupun dibangun pabrik,
> > tanpa izin apa-apa.  Jadi untuk dijadikan pemilik  atau modal/asset perlu
> > UU
> > Agraria dirubah untuk akomodir hal-hal tsb. Ini tidak akan mudah dan
> perlu
> > waktu. Kalau tidak salah sudah lebih dari 10 tahun asset Pertmina
> diteliti
> > tapi sampai sekarang belum konklusif. Padahal aset adalah step pertama
> yang
> > harus dilakukan untuk pembukuan yang benar dan merupakan persaratan utama
> > untuk perusahaan TBK.
> >
> >
> >
> > Selain itu yang lebih penting adalah ketergantungan Pemerintah kepada
> > Pertamina dan seballiknya. Pemerintah masih memerlukan Pertamina untuk
> > menalangi biaya-biaya CSR seperti subsidi BBM yang tiap tahun membengkak
> > dan
> > akir-akir ini pemakain BBG. Dilain pihak, Pertamina juga menerima
> > proyek-proyek monopoli yang sangat menguntungkan dari Pemerintah. Ini
> > membuat kesulitan untuk Pertamina berdiri sendiri sebagai TBK. Adalah
> > bagusnya kalau hubungan ini bisa diputus. Ini merupakan hadiah terbesar
> > yang
> > bisa diberikan Pemerintah kepada Pertamina supaya bisa independent dan
> > akirnya accountable to the public. Tapi kalau diputuskan siapa yang akan
> > menaggulangi subsidi BBM yang begitu besar?
> >
> >
> >
> > Jadi rasa-rasanya masih jauh untuk Pertamina dijadikan Tbk. Memang ada
> arah
> > kesana tetapi masih terlalu dini dan banyak kendalanya termasuk perlunya
> > perubahan (dan pembuatan) beberapa undang-undang dan peraturan.
> >
> >
> >
> > Salam,
> >
> >
> >
> > HL Ong
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com]
> > Sent: Thursday, September 27, 2012 7:23 AM
> > To: iagi-net@iagi.or.id
> > Subject: Re: [iagi-net-l] Kuasai 47% Ladang Minyak RI, Tapi Produksi
> > Pertamina Cuma Nomor 3
> >
> >
> >
> > 2012/9/27 Ong Han Ling <wim...@singnet.com.sg>
> >
> > Pak Andang, saya kira kita banyak "miss" nya. Mungkin apa yang saya tulis
> > kurang jelas.  Perbedaan yang saya lihat ada dua hal. Menurut Anda,
> > Pertamina adalah kepanjangan dari Pemerintah. Memang betul tetapi
> > kepentigannya tidak selalu sejalan. Perbedaan kedua, kalau saya tidak
> salah
> > tangkap, adalah bahwa saya menyarankan untuk  Mahakam extension diberikan
> > ke
> > Total. Saya tidak pernah mengatakan demikian.
> >
> >
> > Saya menangkap dari Pak Ong ini utamanya seperti tulisan sebelumnya bila
> > asset negara akan diberikan ke Pertamina sebagai operator, yaitu :
> > quote " Jangan diberikan blank cek. Sebaiknya Pertamina diberikan
> > rambu-rambu dan pembatasan yang terukur hingga bisa dilakukan evaluasi
> > secara kwantitatip. Harus ada escape clause seandainya  tidak berhasil.
> > Risk
> > analysis perlu dilakukan."
> >
> >
> >
> > Saya kira yang ditulis diatas (rambu-rambu) itu yang perlu disiapkan bila
> > pertamina menjadi operator apapun. Tentunya perlunya rambu-rambu berlaku
> > tidak hanya pada mahakam dan juga tidak hanya pada kegiatan eksplorasi
> > tetapi juga produksi bahkan distribusi. Rambu-rambu itu saya yakin perlu
> > dimiliki oleh stake holder Pertamina. Bahkan saya yakin rambu ini
> > diperlukan
> > untuk membantu manajemen pertamina memperbaiki diri.
> >
> > Memang setiap rambu akan terkesan 'membatasi ruang gerak', namun saya
> kira
> > perusahaan swasta (MNC)pun juga punya rambu, supaya jalannya lurus.
> Mungkin
> > Pak Ong dapat memberikan contoh-contoh rambu yang diperlukan Pertamina.
> > Nah dalam hal pengawasan, ini akan menjadi efisien dan efektif bila
> > Pertamina menjadi perusahaan terbuka, walau hanya 5% di bursa saham. Ya
> di
> > bursa saha, bukan 5% sebagai ownership kepemilikan. Dengan keterbukaan
> > informasi publik ini maka yg mengawasi menjadi beragam.
> >
> > Kalau belum memungkinkan Pertamina Persero menjadi terbuka semuanya,
> > mungkin
> > PHE dapat dipakai sebagai uji coba dibuka IPO di BEJ. Syukur-syukur IAGI
> > diberi jatah 0.001% saja sebagai modal kerja organisasi ;-) .... mimpi
> kali
> > yeee.
> >
> > Info tambahan.
> > Seingat saya IAGI pernah mengusulkan ke DPR (lupa kapan RDPnya), yang
> > isinya
> > IAGI menyarankan setiap perusahaan (satu Blok PSC) yg sudah berproduksi
> > diatas 10 000 BOePD diwajibkan membuka IPO di BEJ minimal 5%. Kalau ini
> > berhasil tentunya dunia migas Indonesia menjadi milik publik (rakyat)
> akan
> > terjadi dengan sendirinya.
> >
> >
> > Salam pagi
> > rdp
> > --
> > "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"
> >
> >
> >
>
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2011-2014:
> Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
> Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
> REGISTER NOW !
> Contact Person:
> Email : pit.iagi.2...@gmail.com
> Phone : +62 82223 222341 (lisa)
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> For topics not directly related to Geology, users are advised to post the
> email to: o...@iagi.or.id
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net <http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/IAGI-net>Archive 
> 2:
> http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event
> shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the
> use of any information posted on IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
>
>


-- 
Sent from my Computer®

Kirim email ke