--- In mediacare@yahoogroups.com, "wreddya hayunta" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: >
> Jadi kalau suatu saat parlemen belanda melarang penggunaan jilbab, > menurut saya itu bukan demokrasi sejati seperti yg dulu dicita- > citakan para pencetus demokrasi. ----> Demokrasi sejati itu apa sihh? Dipustaka Ilmu tatanegara mana ini tertulis? Pencetus demokrasi itu sia ya? Dulu di cita citakan? dulu kapan? > > Begitu pula jika DPR Indonesia memutuskan untuk menegakkan syariat > salah satu agama, itu juga bukan demokrasi, karena setelah keputusan itu tidak ada lagi yang namanya demokrasi. Selain itu penegakan syariat agama tertentu berarti meniadakan alasan yang dulu membuat Indonesia bersatu seperti sekarang ini. Indonesia berdiri karena dan hanya karena dia menerima pluralisme (pluralitas - sama aja padahal; pluralisme adalah prinsip hidup yang menerima pluralitas) yang ada di indonesia. Syariat apapun, menyangkal hal ini, sehingga ketika syariat ditegakkan, seketika itu yang berdiri bukan lagi negara indonesia yang dulu pernah berdiri. > > aquino > (diskusi yang menarik, saya kira?) ----> Setuju, bahwa Indonesia seperti kala didirikan bertumpu pada azas pluralisme, atau katakanlah sekularisme. NKRI. Yes! Tetapi, kalau suatu ketika, majelis perwakilan di Indonesia secara demokratis memutuskan secara bulat, untuk meninggalkan pluralisme menuju negara agama atau syariat, ya ini keputusan yang harus dihormati seluruh bangsa. Demokrasi itu memang demikian, like it or not. Tak ada jalan pintas. Karena itu, waktu system demokrasi di Indonesia tahun 55an gagal mewujudkan haluan negara, bung Karno meng-interrupt azas demokrasi melalui Dekret 5 Juli. System demokrasi mempunyai keunggulan dan kelemahan.