Sudah saatnya kita berhenti menertawakan diri kita.
Saatnya kita menangisi kesalahan kita, dan setelah itu
baiknya dapatlah berbuat lebih baik. 


Ribut-ribut soal 'cetek' seperti perselisihan antar
agama, soal teroris, perebutan kursi presiden yang
membuat perutku mual karena sekadar kompetisi
melanjutkan hak berkuasa, rasa-rasanya tidak di
budayakan di Malaysia.

Mungkin perterorisan dientaskan dari Malaysia dan,
dengan gempita kita sambut gempita, seolah-olah dalam
pikiran kita: Malaysia tidak berani nohok Amrek dan
takut dituding beternak teroris? Aku berani, sanggup
dan bisa!
 
Amerika emoh dengan kita. Di satu sisi tangan kita
tengadah minta ini, minta itu. Tetapi tempo-tempo
nyaris semua tokoh kita bisa berteriak anti-Amrek. 

Jangan harap ada ajakan USA ke angkasa. Bagaimana
dengan Cina? Tak mungkinlah. Mereka tidak akan lupa
peristiwa Jakarta tahun 1998 yang sangat memilukan.
Dan, tak ada satu ungkapan kata minta maaf dari mulut
anak bangsa. 

Tahun lalu tatkala berada di KL saya sudah baca
maraknya berita bahwa putra Malaysia akan mengorbit di
ruang angkasa tanggal 10 Oktober 2007, atau minggu
mendatang. Cantik urusannya. Mereka beli cash 
sejumlah besar pesawat Sukhoi. Karena itu pantas dapat
komisi. Petingginya sibuk bagi-bagi komisi? Tidak!.
Mereka minta hadiah yang nilainya tidak tertandingi:
Nih, bawain anak gua ke angkasa. 

Cantik permainan mereka (meskipun air mata mengalir
setitik..), karena komisi Sukhoi yang mereka inginkan
adalah menitipkan putra terbaik mereka menoreh 
sejarah: Naik ke angkasa.


Dan, memang menjadi polemik tampaknya di antara
anggota kelab angkasa. Rusia sepertinya  dituding
'curang'. Rusia menangkis, dan bilang sah-sah saja
anak Malaysia itu ikutan naik ke angkasa, sebab anak
bangsa Malaysia itu memang bukan astronot, tetapi
ilmuwan. Sakit hati lagi, sebutir air mata mengalir
lagi: Rusia, negara kampiun teknologi memuji Malaysia
punya anak yang pandai teknologi.


Aku, huk..huk... cuma unggul bekoar menghancurkan
Inggeris dan Amrek, bakar bendera semua negara yang
ada di dunia, dan setelah itu.... unggul di bidang
bikin anak, kawin-kemawin dan.... korupsi.

Catatan kaki: Prosa ini sebetulnya tidak saya tulis
dengan titik air mata. Dan aku memang he...he...he...
Pasalnya, saya tak ingin ada anak bangsa yang bilang
aku cengeng..ngeng..ngeng.  

--- mediacare <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Saya baru dengar kabar dari seorang teman di Kuala
> Lumpur, Malaysia. Di sana para pembuat tempe, tahu,
> dan juga batik kebanyakan pendatang dari Indonesia,
> tepatnya dari Pekalongan. Walau berskala UKM (Usaha
> Kecil Menengah), namun produk mereka ramai dibeli
> orang Malay, termasuk komunitas Indonesia yang mukim
> di sana.
> 
> Di Malaysia, tiap produk yang dikemas wajib
> dipatenkan. Dan untuk mendapatkan hak paten
> tersebut, amatlah mudah dengan birokrasi yang tak
> berbelit-belit. Semua online. Misal Anda mau
> mematenkan Tempe Merk "Java", lalu dicek di database
> ternyata belum ada yang mengklaim, Anda bisa
> langsung dapat hak paten atas merk tersebut. Tentu
> saja database tsb tidak bisa me-link data dari
> Indonesia yang birokrasinya serba tertutup dan
> amburadul. Mungkin juga data paten belum
> di-on-line-kan.
> 
> Begitu juga kalau Anda punya lagu-lagu, karya cipta
> seni, film, lukisan, buku dan lain sebagainya, wajib
> dipatenkan. Pendeknya, Malaysia sudah menerapkan
> birokrasi yang modern, sedangkan Indonesia masih
> model barbar karena mau KKN terus. 
> 
> Bagaimana dengan Indonesia? Jauh panggang dari api.
> 
> Kesimpulan: Birokrasi paten mematen harus segera
> dibenahi. Wajib online, sehingga masyarakat dapat
> mengaksesnya tanpa harus mondar-mandir ke kantor
> Dirjen Paten! Kalau tidak, negeri ini akan terus
> terpuruk....
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> mediacare
> http://www.mediacare.biz
> 



      
____________________________________________________________________________________
Catch up on fall's hot new shows on Yahoo! TV. Watch previews, get listings, 
and more!
http://tv.yahoo.com/collections/3658 

Kirim email ke