Saya baru dengar kabar dari seorang teman di Kuala Lumpur, Malaysia. Di sana 
para pembuat tempe, tahu, dan juga batik kebanyakan pendatang dari Indonesia, 
tepatnya dari Pekalongan. Walau berskala UKM (Usaha Kecil Menengah), namun 
produk mereka ramai dibeli orang Malay, termasuk komunitas Indonesia yang mukim 
di sana.

Di Malaysia, tiap produk yang dikemas wajib dipatenkan. Dan untuk mendapatkan 
hak paten tersebut, amatlah mudah dengan birokrasi yang tak berbelit-belit. 
Semua online. Misal Anda mau mematenkan Tempe Merk "Java", lalu dicek di 
database ternyata belum ada yang mengklaim, Anda bisa langsung dapat hak paten 
atas merk tersebut. Tentu saja database tsb tidak bisa me-link data dari 
Indonesia yang birokrasinya serba tertutup dan amburadul. Mungkin juga data 
paten belum di-on-line-kan.

Begitu juga kalau Anda punya lagu-lagu, karya cipta seni, film, lukisan, buku 
dan lain sebagainya, wajib dipatenkan. Pendeknya, Malaysia sudah menerapkan 
birokrasi yang modern, sedangkan Indonesia masih model barbar karena mau KKN 
terus. 

Bagaimana dengan Indonesia? Jauh panggang dari api.

Kesimpulan: Birokrasi paten mematen harus segera dibenahi. Wajib online, 
sehingga masyarakat dapat mengaksesnya tanpa harus mondar-mandir ke kantor 
Dirjen Paten! Kalau tidak, negeri ini akan terus terpuruk....








mediacare
http://www.mediacare.biz

Kirim email ke