>Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau orang
>luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang bukan
>bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas
>tentang olahraga tersebut.
>Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas hanya
>mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh penonton
>mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
>Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung Kusnaeni
>atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia serie A.
>Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung Kusnaeni
>lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
>Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
>komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding komentar
>teknisnya bung Syamsul Anwar.
>Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
>komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja masih
>enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
>Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan untuk
>mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
>komentarnya dari mantan olahragawan.

M. Yumartono,

Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
(walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai bagaimana
seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
dimengerti oleh semua orang.

Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
memberikan saran atau melihat situasi.

Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro misalnya
Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.

Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry kalau sudah
enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan perbandingan
kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu itu
kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh harusnya
gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu relevan
dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara yang
diwarnai bahasa yang kurang pantas).... :-)
Lagian kalau memang cuma segitu kualifikasinya, yakni jago bahasa
kasar, tiap orang bisa saja jadi komentator olah raga. Jeger-jeger di Tanah
Abang juga bisa semua, kok. Cuma apakah anda mau mendengarnya?

Tapi anda benar bahwa komentator dari mantan olah ragawan belum tentu
bisa seenak komentator yang bukan mantan. Hanya kalau menurut saya,
biasanya mereka yang mantan lebih tahu detail dan tekniknya sehingga
komentarnya bisa jauh lebih membangun.



YS

Kirim email ke