Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau 
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya 
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other 
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is 
it with people if we just keep the conversation on the original topic 
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]


>>>>>>>>>>>>>>>>>> Original Message <<<<<<<<<<<<<<<<<<

On 10/6/99, 7:29:13 PM, Jeffrey Anjasmara <[EMAIL PROTECTED]> wrote 
regarding Re: Nggak ada logikanya:


> Bung Yohanes ini sudah berkontribusikah? Kontribusinya berapa tahun 
sekali?
> Pertanyaan selanjutnya, sudah cukup membangunkah?

> Pertanyaan ini perlu diajukan ke diri sendiri sebelum menuding ke 
orang
> lain. Atau begini saja deh, berhubung yang diinginkan Bung Yohanes 
adalah
> para mantan, bagaimana kalau mantan-mantan itu anda ajak ke milis ini?
> Rasanya jauh lebih pas deh. Atau Bung Yohanes termasuk golongan mantan 
juga?

> +anjas

> '---------------------------------------------
> >From: Yohanes Sulaiman <[EMAIL PROTECTED]>
> >Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
> >To: [EMAIL PROTECTED]
> >Subject: Re: Nggak ada logikanya
> >Date: Wed, 6 Oct 1999 21:01:39 -0700
> >
> > >Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau 
orang
> > >luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang 
bukan
> > >bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
> >luas
> > >tentang olahraga tersebut.
> > >Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas 
hanya
> > >mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh
> >penonton
> > >mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
> > >Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung 
Kusnaeni
> > >atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia 
serie
> >A.
> > >Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung 
Kusnaeni
> > >lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
> > >Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
> > >komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding 
komentar
> > >teknisnya bung Syamsul Anwar.
> > >Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
> > >komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja
> >masih
> > >enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
> > >Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan 
untuk
> > >mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
> > >komentarnya dari mantan olahragawan.
> >
> >M. Yumartono,
> >
> >Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
> >(walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
> >Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai 
bagaimana
> >seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
> >Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
> >dimengerti oleh semua orang.
> >
> >Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
> >dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
> >bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
> >komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
> >memberikan saran atau melihat situasi.
> >
> >Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro 
misalnya
> >Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
> >bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
> >aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
> >lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
> >mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
> >bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
> >si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
> >dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
> >goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
> >gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.
> >
> >Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
> >diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
> >bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
> >di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry 
kalau
> >sudah
> >enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan 
perbandingan
> >kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu 
itu
> >kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh 
harusnya
> >gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu 
relevan
> >dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
> >'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
> >didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
> >juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara 
yang
> >diwarnai bahasa yang kurang pantas).... :-)
> >Lagian kalau memang cuma segitu kualifikasinya, yakni jago bahasa
> >kasar, tiap orang bisa saja jadi komentator olah raga. Jeger-jeger di 
Tanah
> >Abang juga bisa semua, kok. Cuma apakah anda mau mendengarnya?
> >
> >Tapi anda benar bahwa komentator dari mantan olah ragawan belum tentu
> >bisa seenak komentator yang bukan mantan. Hanya kalau menurut saya,
> >biasanya mereka yang mantan lebih tahu detail dan tekniknya sehingga
> >komentarnya bisa jauh lebih membangun.
> >YS

> ______________________________________________________
> Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

Kirim email ke