Tegaknya Khilafah, Wajib Dan
Perlu
Oleh: Muhammad Al Khaththath

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin di seluruh dunia untuk
menegakkan hukum syari'at Islam dan mengemban dakwah ke segenap penjuru
dunia.

Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan dan kenegaraan yang
diwariskan oleh Rasulullah saw. setelah beliau memerintah di Madinah selama
kurang lebih sepuluh tahun. Sistem inilah yang dilanjutkan oleh para
Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar ra., Umar ra., Utsman ra., dan Ali
bin Abi Thalib ra.) dengan ibukota Madinah lalu pindah ke Kufah, para
khalifah Umawiyyah dengan ibukota di Damaskus, para khalifah Abbasiyyah
dengan ibukota di Baghdad, dan para khalifah Utsmaniyyah dengan ibukota di
Istambul, Turki. Sistem Khilafah dihapuskan oleh imperialisme Inggris
(setelah mengalahkannya dalam perang dunia pertama) melalui anteknya,
jendral Musthafa Kemal pada bulan Maret 1924 dan memindahkan ibukota dari
Istambul ke Ankara.

Dalam kurun waktu 76 tahun kaum muslimin hidup tanpa naungan Khilafah
sebagai satu kepemimpinan untuk seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, kaum
muslimin terpecah belah dalam berbagai negara dan bangsa, kaum muslimin
mengalami berbagai penderitaan dan bencana, dan berbagai problema yang
menimpa kaum muslimin tak kunjung terpecahkan. Dalam situasi dan kondisi
yang menyedihkan itu, negara-negara Barat melancarkan berbagai konspirasi
dan propaganda yang melemahkan kekuatan kaum muslimin, menyudutkan Islam
sebagai suatu sistem hidup dan menyerang bahkan menjauhkan kaum muslimin
dari sistem Khilafah sebagai suatu institusi yang dapat menerapkan sietem
kehidupan Islam.

Namun toh kesadaran kaum muslimin terhadap kekuatannya, kebenaran agamanya,
dan sistem Khilafah sebagai harapannya ternyata tumbuh dan tak dapat
dihalang-halangi. Setiap ada seruan terhadap kembalinya kedaulatan hukum
syari'at Islam dan institusi pemerintahan Islam selalu disambut kaum
muslimin dengan penuh semangat dan harapan. Menangnya FIS (Front Islamique
du Salut) di Aljazair tahun 1991 dan Partai Refah di Turki tahun 1995
merupakan contoh kongkrit. Dan solidaritas kaum muslimin untuk kesatuan
dunia Islam tampak jelas dalam kasus Palestina, Bosnia, dan Irak. Bahkan
ketika Iran melakukan Revolusi, umat pun bangkit kesadarannya.

Sementara itu, pihak Barat pun semakin khawatir terhadap munculnya kekuatan
Islam. Samuel Huntington mengguratkan kekhawatiran Barat itu dalam bukunya
The Clash of Civilization. Bahkan Barat yang aqidahnya goyang itu pun
khawatir dengan ramalan salah seorang dari paranormal mereka bahwa institusi
Khilafah akan muncul di Hijaz pada tahun 2011. Oleh karena itu mereka
terus-menerus melakukan konspirasi agar institusi yang dengan susah payah
mereka runtuhkan itu tidak tegak kembali. Namun Allah SWT toh berfirman:

"Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya
mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya" (QS. Ali Imran 54).



Wajib Menegakkan Khilafah

Menegakkan khilafah dengan mengangkat seorang khalifah yang dibai'at oleh
kaum muslimin hukumnya wajib. Tidak ada khilafiyah dalam hal ini.
Dalil-dalilnya pun jelas. Firman Allah SWT:

"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. (QS. Al Maidah 48),

"dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik"(QS. Al Maidah 49).

Perintah mengambil keputusan hukum atas perkara di antara warga negara dalam
ayat di atas ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Seruan kepada nabi Muhammad
saw. berarti pula seruan kepada umatnya manakala tidak ada dalil yang
mengkhususkan bahwa seruan itu khas untuk beliau saw. Terhadap kedua ayat di
atas tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa seruan itu khusus untuk
Rasulullah saw. Berarti seruan itu juga untuk kaum muslimin di mana saja di
sepanjang masa untuk mewujudkan pemerintahan yang bisa melaksanakan
pengambilan keputusan hukum atas perkara yang terjadi di antara manusia
dengan hukum-hukum Allah SWT. Operasionalisasi dari ayat tersebut adalah
menegakkan sistem pemerintahan Khilafah yang diwariskan oleh Nabi Muhammad
saw.

Juga Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT,
Rasul-Nya, dan Ulil Amri di kalangan kaum muslimin. Dia berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (QS. An
Nisa 59).

Perintah mentaati ulil amri dalam ayat tersebut berarti pula perintah untuk
mewujudkannya. Tanpa adanya ulil amri, perintah taat tersebut tidak
menemukan implementasinya. Apalagi ulil amri itu tugasnya menegakkan syari'
at Allah SWT yang bila tak ada berarti syari'at Allah SWT menjadi sia-sia.
Oleh karena itu, operasionalisasi dari ayat tersebut adalah mewujudkan ulil
amri yang memegang kendali pemerintahan yang menegakkan hukum syari'at Allah
SWT. Itulah sistem khilafah dengan khalifah sebagai ulil amri-nya.

Hadits Nabi Muhammad saw.yang diriwayatkan oleh Nafi' menyebut bahwa Umar
r.a berkata kepadanya bahwa Nabi saw. Bersabda:

"Siapa saja yang melepas tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya ia
akan berjumpa dengan Allah di hari kiyamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa
saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at, maka matinya seperti
mati jahiliyyah".

Hadits tersebut mewajibkan adanya bai'at dalam pundak seorang muslim.
Sedangkan bai'at untuk pemerintahan tidak lain dan tidak bukan adalah
diberikan kepada seorang Khalifah. Oleh karena itu, hadits tersebut
menitikberatkan pada terwujudnya institusi khilafah atau adanya seorang
khalifah yang dibai'at oleh kaum muslimin. Dengan demikian dibai'atnya
seorang khalifah oleh kaum muslimin dan keberadannya secara kontinyu
merupakan operasionalisasi dari hadits tersebut agar kaum muslimin tidak
mati seperti matinya orang jahiliyyah.

Imam Muslim meriwayatkan suatu hadits dari Abi Hazim bahwa dia telah bergaul
(dalam majelis) Abu Hurairah selama lima tahun dan dia mendengar bahwa
sahabat Nabi itu meriwayatkan hadits dari Nabi saw. bahwa beliau saw.
bersabda:

"Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi.
Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungguhnya tak ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak
khalifah! Para sahabat bertanya: Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?
Beliau saw. menjawab : penuhilah bai'at yang pertama dan yang pertama itu
saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah akan menuntut
pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya kepada
mereka".

Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa sistem pemerintahan yang diwariskan
oleh Rasulullah saw. adalah sistem Khilafah, bukan yang lain.

Dan para sahabat berijma' tentang wajib dan urgensinya pengangkatan
khalifah. Ini terbukti pada saat Rasulullah wafat, mereka mendahulukan upaya
memilih khalifah sebagai pengganti Rasulullah saw. sebagai kepala negara
kaum muslimin ketimbang menguburkan jenazah Rasulullah saw. Padahal mereka
tahu bahwa menguburkan jenazah dengan cepat --apalagi jenazah Rasulullah
saw.-- adalah wajib hukumnya. Berarti, mengangkat khalifah mengisi
kekosongan jabatan pengendali pemerintahan lebih wajib hukumnya.



Urgensi Menegakkan Khilafah

Sejak runtuhnya kekuasaan Islam itu, kaum muslimin di berbagai negeri didera
berbagai krisis yang tak habis-habis. Ada krisis persatuan dan persaudaraan,
ada krisis politik, krisis ekonomi, sosial budaya, krisis pendidikan dan
SDM, dan lain sebagainya.

Wilayah kekuasaan Islam yang semula terbentang luas dari mulai Spanyol di
Eropa, pedalaman Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tengah,
Semenanjung Balkan hingga ke Timur Jauh, terpecah belah menjadi puluhan
negara kecil yang dikuasai oleh para penjajah kafir. Kendati sekitar tahun
30-an hingga tahun 50-an, negeri-negeri itu satu persatu merdeka, terbebas
dari penjajahan, tapi pengaruh penjajah tetap bercokol di sana melalui para
penguasa boneka. Dan keterpecahan itu hendak diabadikan dengan faham
nasionalisme yang dianut berbagai bangsa di dunia Islam. Bahkan seperti
bangsa Arab pun terbelah menjadi faham kebangsaan yang lebih sempit lagi,
seperti Irak, Yordan, Siria, Mesir, Maroko, Saudi, Kuwait, Yaman dan
lain-lain. Selain itu, penindasan oleh penguasa, pembunuhan, kerusakan
moral, dan kerusakan lingkungan adalah cerita yang tak pernah sepi dalam
kehidupan kaum muslimin di berbagai negeri. Dapat dibayangkan bahwa kaum
muslimin sepanjang abad dua puluh bagaikan hidup dalam penjara besar, yakni
negerinya sendiri.

Juga, melalui berbagai bentuk penjajahan (imperialisme) baru di bidang
ekonomi, politik, pendidikan dan budaya, kaum muslimin didominasi dan
dimarjinalkan hingga terjadi berbagai krisis dalam bidang ekonomi, politik,
sosial, maupun budaya. Untuk wilayah yang kebetulan miskin, kemiskinan
menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan dengan program bantuan utang luar
negeri, rakyat kaum muslimin di daerah kayapun dimiskinkan secara
struktural. Wilayah-wilayah itu juga tak henti-hentinya menjadi obyek
jarahan, eksploitasi dan penindasan negara-negara besar. Emas di Indonesia,
misalnya diangkut ke AS dan Kanada melalui perusahaan asing Freeport, minyak
di negeri-negeri Teluk disedot melalui politik perdagangan yang curang.

Bukan hanya itu, di bidang kemanusiaan, terjadi pula pembantaian atas kaum
muslimin di berbagai wilayah. Misalnya Palestina, Bosnia, Kosovo, Chechnya,
Kashmir, Ambon dan lain-lain.

Semua krisis itu menunjukkan betapa rapuhnya kaum muslimin menghadapi
menghadapi makar negara-negara Barat. Umat Islam yang jumlahnya lebih dari
1,2 milyar tak ubahnya seperti buih di lautan yang tak memiliki kekuatan
apa-apa.

Apakah kita akan membiarkan semua krisis itu terus berlanjut. Bila tidak,
maka tidak ada cara lain bagi kaum muslimin harus menegakkan kembali
Khilafah Islamiyyah guna menerapkan syariat Islam dan melaksanakan dakwah ke
seluruh penjuru dunia, sebagaimana pernah terjadi di masa lalu.



Hambatan-hambatan dalam Menegakkan Khilafah

Hanya saja upaya mengembalikan sistem pemerintahan versi Rasulullah saw. tak
sepi dari berbagai kendala, diantaranya :

  1.. Adanya pemikian-pemikiran tidak Islami yang menyerang dunia Islam,
sehingga umat Islam cenderung membebek dengan pemikir-pemikir politik Barat,
dan tidak siap menerima pemikiran-pemikiran politik versi Rasulullah saw.
  b.. Adanya program pendidikan tidak Islami arahan penjajah, yang
menghasilkan birokrat dan teknokrat yang gandrung dengan sistem kehidupan
barat yang sekuler.
  c.. Terbentuknya pola pikir dan pola sikap sekuler yang tidak Islami pada
generasi muda Islam, akibat kurikulum pendidikan versi Barat. Ini bukan
karena mereka mempelajari sains dan teknologi yang memang universal, tetapi
justru mereka dijejali dengan tsaqafah dan peradaban Barat yang sekularistik
itu.
  d.. Adanya anggapan yang berlebihan dan membesar-besarkan terhadap
ilmu-ilmu sosial, psikologi, pendidikan, dll. Hal ini menyebabkan umat Islam
lebih mempercayai pakar-pakar Barat daripada Al Quran dan As Sunnah, dalam
memecahkan problem kehidupan.
  e.. Kehidupan masyarakat di dunia Islam tidak Islami, dengan adanya
lembaga negara dan lembaga masyarakat, yang dibentuk tidak berdasarkan
Islam.
  f.. Adanya gap yang lebar antara umat Islam dengan hukum-hukum Islam,
terutama politik pemerintahan dan keuangan, akibat penerapan sisten kufur.
  g.. Adanya pemerintahan di dunia Islam yang ditegakkan atas asas demokrasi
dan menurut sistem kapitalis; serta adanya ketergantungan politik dengan
negara Barat.
  h.. Adanya opini umum tentang patriotisme, nasionalisme, dan sosialisme,
serta gerakan-gerakan dan partai yang berdiri dan berjuang atas dasar
ide-ide tersebut.


Khatimah

Jelas bahwa tegaknya khilafah itu wajib dan perlu. Kaum muslimin, khususnya
generasi muda anak umat ini, hendaknya menyiapkan diri untuk misi mulia itu.
Dengan memahami ide-ide yang rinci tentang sistem Khilafah dan pemahaman
tentang berbagai hambatan di atas, insyaallah kaum muslimin dapat bergerak
segera untuk mewujudkannya.

Yakinlah bahwa Allah SWT menolong para pejuang penegak diin-Nya yang haq dan
akan memberikan kemenangan dan kekuasaan kepada mereka. Dia berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (QS. Muhammad 7).

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik" (QS. An Nuur 55).

Ya Allah Kami telah menyampaikannya!

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke