nah kalo udah begini saya mau bilang apa lagi? bahkan sdri evie pun telah menjelaskan segala sesuatu jauh melebihi yg saya tahu,harapkan dan saya ingin dengar. bahkan melebihi dari yg saya ingin tahu sekalipun.
 
inti masalah hanyalah, bahwa, tak perlu ada keterbatasan dalam bereferensi, ber idiologi dan  menyusun konsep sekalipun. sehingga pilihan utk menjadi negara demokrasi boleh kita hilangkan. dan tak perlu bingung juga mencari yg lain, dimana, jika bukan demokrasi lantas apa? ... ya..... apa saja. suka2 kita. yg penting bahwa kita harus yakin prinsip yg ada dan tau harus berkonsep bagaimana.
 
lebih jauhnya, silakan buka pertanyaan lebih menjurus yg berhubungan dengan hal ini. saya juga hanyalah org awam yg kadang2 juga suka mengada-ada.
 
salam,


" -- (*o*) --" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

----- Original Message -----
From: "yanto_piboda" <[EMAIL PROTECTED]>



Assalamualaikum Wr.wb

Setuju Sanak Sehan,

Lihat almarhum Uni Sovyet, apa yang terjadi ketika mereka menerapkan
demokrasi, ANCUR ber-keping2 ----

Om, demokrasi sebagai sebuah konsep yg mendasari sistem politik dibanyak negara, bukan lah konsep tunggal alias berhenti pada kata demokrasi belaka. Jika bicara ttg demokrasi seperti di Sovyet, china, Amerika, Inggris bahkan di Indonesia, sebenarnya kita bicara ttg banyak aliran pemikiran. Gagasan demokrasi yg dipraktekan di negara kota Yunani Kuno abad ke-6, beda dg demokrasi yg dipraktekan pada abad 19. Misalnya, pada abad ke 19, wujud kongrit dari demokrasi adalah kekebasan "mutlak" individu sementara negara ibaratnya cuma sebagai 'penjaga malam' yg cuma ngurusin masalah bersama dan bencana alam. Seperti kita tahu dari sejarah kemudian, menempatkan kebebasan individu ke posisi paling atas ini ternyata membuka peluang bagi penindasan atas hak dan kebebasan individu lain. Disini tampak bahwa sebenarnya demokrasi itu cuma "perkosaan" yg berdarah-darah, kan :). Karena itu lah di awal abad ke-20 demokrasi memperoleh wujud yg lain yg ditandai yg diberikan peranan yg lebih besar kepada negara untuk mencapai negara kesejahteraan.

Well, singkatnya setuju dg ide dibelakang opini Om bahwa demokrasi itu adalah konsep yg kenyal dan mengambil bentuk dalam banyak nama seperti, demokrasi rakyat, demokrasi nasional, demokrasi revolusioner dan even you had known better than me, demokrasi Pancasila, bok :). Sovyet dan RRC tidak bisa digolongkan kedalam negara demokratis karena mereka tidak menyandarkan diri pada demokrasi menurut tradisi liberal. Biar saja mereka suka menyebut diri negara demokratis, tapi kita kan lebih suka menyebut mereka negara berpaham Marxisme Leninisme or Komunisme, bukan?

So, kembali ke pangkal cerita, menurut saya, Sovyet hancur bukan karena mereka mempraktekan atau tidak mempraktekan demokrasi karena demokrasi yg aneh dan mirip2 seperti itu masih berjalan dg indahnya di China sana. Sovyet hancur karena sudah tidak dapat dukungan dari negara-negara lain. Ato yg lebih tepat lagi terjadi adalah, disamping terjadi pergeseran2 konsepsi ttg demokrasi dalam tubuh komunis sendiri, terjadi persaingan ideologis yg sangat tajam antara Amerika Serikat dan US. Dalam persaingan ini jelas US tidak bisa menarik kawan dalam lingkup pengaruhnya yaitu pendukung pemerintahan yg pro-komunis.Bahkan walau kemudian konsepnya mereka perlunak menjadi anti-Barat atau anti imperialis, China yg pada mulanya jelas-jelas satu ideologi itu pun membelakangi bila ditengok dari dari Demokrasi Baru yg dicetuskan oleh Mao Zedong. Apalagi kemudian terjadi kesadaran baru dalam politbiro komunis China untuk membersihkan diri dari sisa-sisa revolusi kebudyaan dengan masuknya mereka ke dalam PBB. Lengkap sudah kesendirian Sovyet.



<seperti model amerika, Inggris masih mempunyai Ratu, Jepang masih
mempunyai Kaisar, Malaysia masih mempunyai Sultan2, yang kita tau
bahwa Ratu, Kasir dan Sultan mereka adalah musuh2 dari demokrasi
murni, tapi secara politik dan ekonomi mereka adalah negara2 yang
mapan>>>----

Demokrasi sebagai cita-cita negara kesejahteraan dan tempat hidup yg nyaman bagi setiap warga negaranya adalah cita-cita demokrasi sejati. Negara moderen tidak bisa berpaling dari cita-cita ini.Dari analisa bodoh2an saja, negara2 tersebut diatas bisa mapan bukan karena faktor demokrasi atau tidaknya, mereka bisa begitu karena hukum sebagai kekuasaan tertinggi tegak sebagai kebenaran terakhir.


Bagaimana dengan INDONESIA: saya tunggu komentar yang lain :

wasssalam

YP

Demokrasi di Indonesia juga bukan merupakan konsep tunggal.Sebelum demokrasi Pancasila kita mengenal demokrasi Parlementer dan Terpimpin.Telah saya katakan bahwa bicara ttg demokrasi artinya bicara ttg banyak aliran pemikiran. Dan setiap demokrasi yg pernah berlangsung mempunyai ciri-ciri sendiri yg merupakan variasi dari sejarah perkembangan sebelumnya. Dalam perode demokrasi parlementer, cirinya adalah besarnya pernan partai2 politik melalui parlemen. Dalam periode ini kebinet jatuh bangun dalam rentang usia yg tidak panjang. Bayangkan, pambangunan apa yg bisa dilakukan bila sebuah kabinet hanya berumur 5 bulan untuk kemudian diganti oleh kabinet lainya. Terus karena gak puas sebagai sebagai rubberstramp president belaka karena pemerintahan dijalan oleh perdana mentri, Sukarno muncul dg ide demokrasi terpimpinnya.Nah, disini kedaan terbalik, Presiden punya kekuasaan begitu besar hingga bisa membubarkan DPR hasil pemilu. Daaann...Sekarang, demokrasi Pancasila.......Sebagai sebuah demokrasri kontitusi Pancasila ini sudah bag us, walau agak nyebalin dg melarang adanya oposisi, tapi konsep musyawarah untuk mencapai mufakatnya lebih dari lumayan. Mungkin karena landasan semangat kekeluargaan ini barangkalai, mengapa setiap pengusa di Indonesia lebih suka mengabdi pada keluarga dan kelompoknya ketimbang kepada kita, masyarakat Indonesia.

So, kesimpulan, bicara ttg demokrasi sama seperti bicara ttg kebenaran in persfective on beholder, dia bisa melar kemanapun tanpa bisa diputuskan. Saya jadi ingat kata-kata Buddha, do not believe in anything simply because you have heard it. Do not believe in anything simply because it is spoken and rumored by many. Do not believe in anything merely on the authority of your teachers and elders. Do not believe in traditions because they have been handed down for many generations. But after observation and analysis, when you find that anything agrees with reason and is conducive to the good and benefit of one and all, then accept it and live up to it. Jadi, bila Se hhan punya konsep baru ttg bernegara, telinga saya sangat terbuka untuk mendengarkan.

Segitu saja, Om Piboda. Nice talking to you...

Wassalam,

--Gm





____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________


Do you Yahoo!?
Win a $20,000 Career Makeover at Yahoo! HotJobs
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke