Terimaksih banyak Pak Epy,
Sepertinya kita bercbicara dalam bahasa yang sama.

Ber-ulang kali saya baca tulisan bapak. Mungkin suatu saat nanti ada yang akan 
merealisasikan ide bagusnya...amin.

Saya jadi teringat obrolan dengan kawan dari Malaysia, di KL tahun lalu. 
Pemerintahnya membuka diri untuk para pensiunan yang ingin menetap disana dan  
boleh pula memiliki rumah asal harganya diatas 250K Ringgit.
Kalau negeri yang sudah agak lebih bak dari kita dari ekonomi mengapa kita 
tidak 
melakukan hal yang sama.


Sekalai lagi tulisan bapak akan saya simpan.

Wassalam
Zulkarnain Kahar


----- Original Message ----
From: bandarost <epybuch...@gmail.com>
To: RantauNet <rantaunet@googlegroups.com>
Sent: Tue, January 4, 2011 10:17:46 AM
Subject: [...@ntau-net] Re: Batanyo ciek



On 4 Jan, 06:17, Zulkarnain Kahar <zxka...@maninjau.net> wrote:
Assalamualaikum wr wb.

Saya ada pertanyaan pendek mungkin ada nan bisa memberi pencerahan
"Kenapa para pensiunan Minang enggan pulang dan menetap dikampung". 


Sanak Zulkarnain Kahar dan sanak sapalanta nan ambo hormati,

‘Pensiunan Minang Enggan Pulang dan Menetap di Kampung’  merupakan
fenomena yang  sangat kasat mata dan juga merupakan pertanyaan yang
ada di kepala banyak warga Minang di rantau dan di ranah. Bukan hanya
mereka yang tergolong tokoh terkenal, tapi fenomena ini dapat diamati
secara jelas di sekeliling kita, di lingkungan teman, kerabat, famili,
dll hal ini jelas tampak secara menonjol.

Sulit tentunya menyelami alasan orang lain, tapi sekurangnya
pengalaman pribadi masing-masing mungkin dapat merefleksikan sejumlah
penyebab dari keengganan ini. Mungkin tidak gampang untuk
mengeneralisir atau menarik suatu benang merah dari kumpulan alasan
tersebut, terutama karena ‘tingkat keminangan’ para warga Minang ini
sangat pula bervariasi.

Saya sendiri asli Minang (orang tua keduanya berasal dari ranah
Minang), tapi hanya sempat menetap sampai umur 7 tahun di ranah
Minang, untuk selanjutnya ikut lebur dalam perjalanan rantau orang tua
serta perjalanan rantau saya sendiri. Banyak ‘kandang kambing’ atau
‘kandang kerbau’ yang dimasuki  yang membuat saya bisa’membebek’,
‘menguak’, ‘berkokok’, dlsbnya ; ataupun beragam tanah yang ‘sudah
dipijak’ dan tentunya bermacam pula ‘langit yang harus dijunjung’.

Alhamdulillah saya tidak ‘tercerabut dari akar’ keminangan'. Isteri
saya juga asli Minang. Penggunaan bahasa Minang yang masih ada di
lingkungan keluarga besar (walau tidak lagi dengan slank  yang medok
serta kosakata dan idiom Minang  yang relatif terbatas) , masakan
Minang yang masih rutin dinikmati di rumah (walau kami juga menggemari
rawon, pepes, rujak cingur, lalaban, mpekmpek, dan beragam masakan
nusantara lainnya), dan kunjungan kerja ke Sumbar yang saya lakukan
secara rutin dari zaman muda dulu.
Saya selalu berupaya mencari proyek di Sumbar dan sekitarnya yang
memungkinkan saya pulkam secara rutin, melibatkan diri dalam
permasalahan kampung, dan mencoba melakukan sejumlah program untuk
membangun kampung (oh ya, saya dulu pernah berkiprah di departemen PU,
untuk kemudiannya sejak berumur 35 tahun beralih ke dunia konsultan
transportasi dan pengembangan wilayah).

Dari masa muda berkecimpung di lingkungan proyek pembangunan , membuat
saya juga punya cita-cita dan mimpi-mimpi ideal untuk menetap di
Sumbar jika masa tua datang kelak. Sejumlah lokasi saya siapkan
(Padang, Simpang Empat, Tua Pejat, Embun Pagi).
Tapi...... sejak masa itu pula pertanyaan pokok sanak Zulkarnain Kahar
diatas hinggap, menetap, dan mengganggu  fikiran saya.
Sesudah sampai saatnya pindah dari ‘jalur cepat’ ke ‘jalur lambat’
pada awal abad ini, ternyata saya tidak/belum bisa merealisasikan
mimpi-mimpi tersebut.

Salah satu penyebab utama yang saya rasakan adalah bahwa saya adalah
warga Minang  yang  tumbuh di berbagai situasi dan kondisi  dan
lingkungan rantau yang sangat saya akrabi. Hubungan keluarga di rantau
yang  patrilineal, hubungan kesukuan dan kaum yang longgar, budaya dan
pola pikir dan pola tindak suku lain yang juga sudah ikut menetap di
dalam diri saya; secara menyeluruh membuat saya  belum dapat merasa
nyaman untuk terjun dalam kehidupan keseharian di kampung halaman saya
(kalau pulkam seminggu dua minggu hal ini tidak terlalu terasa).
Permasalahan ini tidak terlalu terasa untuk kota-kota di Sumbar.

Disamping itu, walau sudah masuk ke ‘jalur lambat’, sebagai orang
swasta saya masih aktif dalam beberapa kegiatan , yang kebetulan juga
belum dapat dikembangkan di Sumbar karena kondisi sarana & prasarana
dan SDM yang belum mendukung.

Dari pengalaman dan pengamatan saya diatas yang kemudian sering
dibahas dengan sejumlah rekan kerja Minang lainnya (Engineer dan
Arsitek), kami pernah berhipotesa  bahwa para senior yang menetap di
rantau itu, sebagian mungkin dapat ‘dibuat’ berminat untuk tinggal dan
menetap di Sumbar jika mereka dapat hidup dalam suatu lingkungan yang
agak ‘berbau rantau’.

Kami bayangkan  adanya perumahan di kawasan nyaman di Sumbar yang
dibangun dan terutama diperuntukkan bagi para perantau senior ini.
Disana tentunya pergaulan tidak ‘Minang banget’, para mantan bisa
bertetangga dengan mantan lainnya, mau berbahasa Palembang OK, Jawa
OK, Sunda dll pun OK. Mereka tetap setiap waktu dapat datang ke
kampungnya masing-masing, tapi hidup di lingkungan yang tidak terlalu
asing bagi mereka.
(Pemukiman sejenis ini setau saya pernah dibuat tahun 1950an di
Palembang untuk orang Jawa yang berasal dari New Caledonia. Disini
mereka bisa hidup di lingkungan yang  mirip dengan daerah
perantauannya dulu, dan bahasa pergaulan mereka adalah bahasa
Perancis).

Waktu itu salah satu bidang kiprah saya adalah sebagai Developer, dan
kami sudah bermimpi  untuk mengembangkan kawasan tersebut di Lubuk
Selasih/Sukaramai  yang berjarak relatif dekat ke Padang. Para mantan
ini tetap dapat menyumbangkan ilmu dan pengalamannya sebagai pendidik/
trainer, atau mengendalikan usahanya dari kediamannya di daerah nyaman
yang tidak memerlukan AC tersebut.
Mohon maaf, karena topik ini cukup menjadi perhatian saya sejak lama,
saya tidak dapat menjelaskannya secara singkat.

Maaf & wasalam,

Epy Buchari
L-67, Ciputat Timur

--

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke