Mak Zul, Sabanano ide gray resident lah pernah ambo lemparkan ka milis ko batahun2 nan lalu. Dasar pemikiranno adolah mancaliak jumlah angkatan kerja nan mulai manipis di negara2 maju saroman Japang, Singapore dllm karano distribusi pyramid population nan jomplang jadi lah bakurang urang2 nan ka mangabehi baliau2 nan alah tuo ko. Kesempatan ko alah ditangkok dek Thailand, Malaysia dan bahkan Philipines nan manawarkan permanen resident ka urang2 gaek kayo nan ingin maabihkan umua no di nagari nan nyaman dan aman lengkap jo sarana kesehatan nan ba-standar bagus.
wassalam Junaidi ----- Original Message ---- From: Zulkarnain Kahar <zxka...@maninjau.net> To: rantaunet@googlegroups.com Sent: Wed, January 5, 2011 12:53:45 AM Subject: Re: [...@ntau-net] Re: Batanyo ciek Terimaksih banyak Pak Epy, Sepertinya kita bercbicara dalam bahasa yang sama. Ber-ulang kali saya baca tulisan bapak. Mungkin suatu saat nanti ada yang akan merealisasikan ide bagusnya...amin. Saya jadi teringat obrolan dengan kawan dari Malaysia, di KL tahun lalu. Pemerintahnya membuka diri untuk para pensiunan yang ingin menetap disana dan boleh pula memiliki rumah asal harganya diatas 250K Ringgit. Kalau negeri yang sudah agak lebih bak dari kita dari ekonomi mengapa kita tidak melakukan hal yang sama. Sekalai lagi tulisan bapak akan saya simpan. Wassalam Zulkarnain Kahar ----- Original Message ---- From: bandarost <epybuch...@gmail.com> To: RantauNet <rantaunet@googlegroups.com> Sent: Tue, January 4, 2011 10:17:46 AM Subject: [...@ntau-net] Re: Batanyo ciek On 4 Jan, 06:17, Zulkarnain Kahar <zxka...@maninjau.net> wrote: Assalamualaikum wr wb. Saya ada pertanyaan pendek mungkin ada nan bisa memberi pencerahan "Kenapa para pensiunan Minang enggan pulang dan menetap dikampung". Sanak Zulkarnain Kahar dan sanak sapalanta nan ambo hormati, ‘Pensiunan Minang Enggan Pulang dan Menetap di Kampung’ merupakan fenomena yang sangat kasat mata dan juga merupakan pertanyaan yang ada di kepala banyak warga Minang di rantau dan di ranah. Bukan hanya mereka yang tergolong tokoh terkenal, tapi fenomena ini dapat diamati secara jelas di sekeliling kita, di lingkungan teman, kerabat, famili, dll hal ini jelas tampak secara menonjol. Sulit tentunya menyelami alasan orang lain, tapi sekurangnya pengalaman pribadi masing-masing mungkin dapat merefleksikan sejumlah penyebab dari keengganan ini. Mungkin tidak gampang untuk mengeneralisir atau menarik suatu benang merah dari kumpulan alasan tersebut, terutama karena ‘tingkat keminangan’ para warga Minang ini sangat pula bervariasi. Saya sendiri asli Minang (orang tua keduanya berasal dari ranah Minang), tapi hanya sempat menetap sampai umur 7 tahun di ranah Minang, untuk selanjutnya ikut lebur dalam perjalanan rantau orang tua serta perjalanan rantau saya sendiri. Banyak ‘kandang kambing’ atau ‘kandang kerbau’ yang dimasuki yang membuat saya bisa’membebek’, ‘menguak’, ‘berkokok’, dlsbnya ; ataupun beragam tanah yang ‘sudah dipijak’ dan tentunya bermacam pula ‘langit yang harus dijunjung’. Alhamdulillah saya tidak ‘tercerabut dari akar’ keminangan'. Isteri saya juga asli Minang. Penggunaan bahasa Minang yang masih ada di lingkungan keluarga besar (walau tidak lagi dengan slank yang medok serta kosakata dan idiom Minang yang relatif terbatas) , masakan Minang yang masih rutin dinikmati di rumah (walau kami juga menggemari rawon, pepes, rujak cingur, lalaban, mpekmpek, dan beragam masakan nusantara lainnya), dan kunjungan kerja ke Sumbar yang saya lakukan secara rutin dari zaman muda dulu. Saya selalu berupaya mencari proyek di Sumbar dan sekitarnya yang memungkinkan saya pulkam secara rutin, melibatkan diri dalam permasalahan kampung, dan mencoba melakukan sejumlah program untuk membangun kampung (oh ya, saya dulu pernah berkiprah di departemen PU, untuk kemudiannya sejak berumur 35 tahun beralih ke dunia konsultan transportasi dan pengembangan wilayah). Dari masa muda berkecimpung di lingkungan proyek pembangunan , membuat saya juga punya cita-cita dan mimpi-mimpi ideal untuk menetap di Sumbar jika masa tua datang kelak. Sejumlah lokasi saya siapkan (Padang, Simpang Empat, Tua Pejat, Embun Pagi). Tapi...... sejak masa itu pula pertanyaan pokok sanak Zulkarnain Kahar diatas hinggap, menetap, dan mengganggu fikiran saya. Sesudah sampai saatnya pindah dari ‘jalur cepat’ ke ‘jalur lambat’ pada awal abad ini, ternyata saya tidak/belum bisa merealisasikan mimpi-mimpi tersebut. Salah satu penyebab utama yang saya rasakan adalah bahwa saya adalah warga Minang yang tumbuh di berbagai situasi dan kondisi dan lingkungan rantau yang sangat saya akrabi. Hubungan keluarga di rantau yang patrilineal, hubungan kesukuan dan kaum yang longgar, budaya dan pola pikir dan pola tindak suku lain yang juga sudah ikut menetap di dalam diri saya; secara menyeluruh membuat saya belum dapat merasa nyaman untuk terjun dalam kehidupan keseharian di kampung halaman saya (kalau pulkam seminggu dua minggu hal ini tidak terlalu terasa). Permasalahan ini tidak terlalu terasa untuk kota-kota di Sumbar. Disamping itu, walau sudah masuk ke ‘jalur lambat’, sebagai orang swasta saya masih aktif dalam beberapa kegiatan , yang kebetulan juga belum dapat dikembangkan di Sumbar karena kondisi sarana & prasarana dan SDM yang belum mendukung. Dari pengalaman dan pengamatan saya diatas yang kemudian sering dibahas dengan sejumlah rekan kerja Minang lainnya (Engineer dan Arsitek), kami pernah berhipotesa bahwa para senior yang menetap di rantau itu, sebagian mungkin dapat ‘dibuat’ berminat untuk tinggal dan menetap di Sumbar jika mereka dapat hidup dalam suatu lingkungan yang agak ‘berbau rantau’. Kami bayangkan adanya perumahan di kawasan nyaman di Sumbar yang dibangun dan terutama diperuntukkan bagi para perantau senior ini. Disana tentunya pergaulan tidak ‘Minang banget’, para mantan bisa bertetangga dengan mantan lainnya, mau berbahasa Palembang OK, Jawa OK, Sunda dll pun OK. Mereka tetap setiap waktu dapat datang ke kampungnya masing-masing, tapi hidup di lingkungan yang tidak terlalu asing bagi mereka. (Pemukiman sejenis ini setau saya pernah dibuat tahun 1950an di Palembang untuk orang Jawa yang berasal dari New Caledonia. Disini mereka bisa hidup di lingkungan yang mirip dengan daerah perantauannya dulu, dan bahasa pergaulan mereka adalah bahasa Perancis). Waktu itu salah satu bidang kiprah saya adalah sebagai Developer, dan kami sudah bermimpi untuk mengembangkan kawasan tersebut di Lubuk Selasih/Sukaramai yang berjarak relatif dekat ke Padang. Para mantan ini tetap dapat menyumbangkan ilmu dan pengalamannya sebagai pendidik/ trainer, atau mengendalikan usahanya dari kediamannya di daerah nyaman yang tidak memerlukan AC tersebut. Mohon maaf, karena topik ini cukup menjadi perhatian saya sejak lama, saya tidak dapat menjelaskannya secara singkat. Maaf & wasalam, Epy Buchari L-67, Ciputat Timur -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.