Pak Mochtar dan para sanak sapalanta,
 
Saya sudah membaca tanggapan pak Mochtar thd masalah ledakan penduduk, yang 
intinya pak Mochtar setuju. Alhamdulillah.
 
Hanya setelah itu pak Mochtar memberikan ajakan yang tidak akan 'terkaha' bagi 
kita untuk menanganinya, yaitu mengubah ketimpangan struktural yang sudah ada 
sejak zaman kolonial dahulu. Anggota Rantau Net yang berjumlah 1.700 orang ini 
tentu tak akan bisa berbuat apa-apa untuk memikul beban berat sejarah itu. 
Apalagi pak Mochtar dan saya sudah berumur kepala tujuh.
 
Kira-kira yang mungkin sanggup melakukannya adalah negarawan sekaliber 
Soekarno-Hatta, didukung oleh GBHN yang memuat kebijakan yang pak Mochtar 
inginkan tersebut. Semuanya itu sekarang tidak ada lagi. 
 
Saya kurang setuju dengan penamaan Pancasila sebagai 'papier mache'. Dokumen 
konstitusional yang didukung oleh segala lapisan dan kalangan -- mungkin juga 
oleh pak Mochtar -- selayaknya kita tempatkan pada posisi yang agung sebagai 
'Staatsfundamentalnorm', dan diupayakan untuk menindaklanjutinya secara koheren 
dan konsisten, antara lain, dengan  'Stufenbautheorie des`Rechts'-nya Hans 
Kelsen. 
 
Saya yakin, tanpa Pancasila itu tak akan ada NKRI seperti sekarang ini yang -- 
dengan segala kelemahan dan kekurangannya -- masih jauh lebih baik daripada 
terjajah. Tanpa Pancasila kita akan terpecah jadi kl 17 satuan kenegaraan, 
seperti yang ada pada tahun 1949 dahulu, yang lebih tidak berdaya lagi untuk 
menangani ketimpangan struktural yang pak Mochtar keluhkan itu.
 
Sekedar informasi, untuk memperjuangkan Cita-cita Nasional yang tercantum dalam 
Pembukaan UUD 1945 -- yang memuat Pancasila -- itu, secara pro aktif saya 
sekarang menggabung pada Bidang Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI-Angkatan 
Darat (PPAD), dan ikut mendirikan perkumpulan 'Aliansi Kebangsaan' pada tanggal 
28 Oktober 2010 yang lalu. 
 
Tentu, saya masih tetap 'committed' untuk menindaklanjuti kesepakatan SKM GM 
yang pak Mochtar pimpin bersama saya. Itulah ranah yang bisa kita tangani 
bersama secara langsung, walau cukup termehek-mehek.
 
Wassalam,
Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo
(Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) 
Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita.


--- On Mon, 4/4/11, Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com> wrote:


From: Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com>
Subject: Re: [R@ntau-Net] Bls MN: Papier Mache dan Ledakan Penduduk
To: rantaunet@googlegroups.com, "Dr.Saafroedin BAHAR" <saaf10...@yahoo.com>, 
su...@yahoogroups.com, rangbanua...@groups.facebook.com, ba...@yahoogroups.com
Cc: "Mochtar Naim" <mochtarn...@yahoo.com>
Date: Monday, April 4, 2011, 8:00 AM








Pak Saf dkk di palanta ko,
 
     Masalah peningkatan penduduk dengan meningkatkan upaya pengadaan pangan, 
itu ya. Tentu saja kita ndak mau tiap kali akan dihadapkan pada masalah honger 
oedeem, malnutrition, kelaparan massal, gagal panen, dsb. Tapi tidakkah kita 
juga harus kaitkan dengan ketimpangan struktural yang lebih mendasar yang 
terjadi di negeri ini, yang sekarang ini masih saja berupa perpetuasi dari 
sistem kolonial berkelanjutan, khususnya sejak Orde Baru ke Reformasi sekarang 
ini. 
     Masalah utama kita adalah masalah struktural di mana secara ekonomi dan 
politikpun kita masih belum merdeka dan masih terjajah. Ada kekuatan eksternal 
yang bersifat multinasional yang mengendalikan kita di samping kekuatan 
internal yang menguasai mekanisme ekonomi kita itu sendiri sejak dari hulu 
sampai ke muara. Terus terang saja, kekuatan internal itu adalah berupa 
kolaborasi antara penguasa politik yang feodal dan berorientasi sentripetal 
(mambangkuang ke diri sendiri) dari bangsa sendiri dengan penguasa ekonomi yang 
rata-rata adalah para konglomerat non-pri Cina. 
     Kita sekarang ini hanya selangkah di belakang Filipina, dan dua langkah di 
belakang Singapura. Jika di Singapura keseluruhan sistem sudah mereka kuasai 
sehingga Singapura telah menjadi bahagian yang integral dari the Chinese Dragon 
Emporium di Asia Timur dan Tenggara ini, di Filipina  penduduk minoritas yang 
adalah the Chinese itu telah memasuki keseluruhan sistem -- jadi tidak hanya 
ekonomi --  sementara penduduk mayoritas pribumi yang Melayu telah menjadi 
warga kelas dua di hampir semua bidang dan nyaris tersingkir.
     Dengan sekarang ini di Indonesia di mana warga non-pri Cina telah 
disamakan hak konstitusionalnya dengan warga pribumi, mereka telah menerobos 
masuk ke bidang-bidang di luar ekonomi, walau belum menguasai seperti di sektor 
ekonomi, tetapi telah ikut campur tangan dan ikut mengendalikan apa2 dari balik 
layar. 
     Kolaborasi segi tiga antara para penguasa politik pribumi yang 
feodal-sentripetal dengan pola J itu dengan para penguasa ekonomi The Chinese 
dan dengan the multinational corporations yang di belakangnya adalah negara2 
kapitalis  adi kuasa Amerika dan Eropah, yang secara struktural telah menguasai 
dan mengendalikan ekonomi Indonesia ini. Karenanya Indonesia tinggal selangkah 
di belakang Fipilina dan dua langkah di belakang Singapura.
     Lain dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos dan Kambodia, yang sadar 
bahwa secara struktural tadinya adalah juga sama atau mirip dengan Filipina, 
tapi di Malaysia muncul tokoh-tokoh politik bumiputera yang menghendaki lain. 
Mereka mau Malaysia adalah negeri Melayu dan Islam. Maka semua funds and forces 
dikerahkan untuk menciptakan Malaysia yang Melayu di semua bidang kehidupan -- 
tanpa melecehkan kepentingan warga non-Melayu sebagai warga negara.
     Indonesia seperti sekarang ini adalah negara tanpa punya prinsip dan 
pegangan yang jelas. Apa2 yang ada itu, termasuk Pancasila, UUD1945, dsb itu, 
hanyalah "Papier mache!" The old wine in the new bottle. Karena buktinya sampai 
hari ini, yang namanya pribumi atau bumiputera itu hanyalah obyek bukan subyek, 
dan jadi kuda beban bagi penguasa ekonomi dan politik. Keperansertaaan mereka 
dalam politik hanyalah sekali lima tahun ketika mencoblos itu saja. 
Keperansertaan dalam ekonomi jangan disebut. Mereka telah kembali jadi bangsa 
kuli -- seperti dikatakan oleh Amin Rais itu.
     Nah, Pak Saf dkk, apakah kita masih mau bersandiwara juga dengan ungkapan2 
papier mache sebagai penghibur diri  itu? Mari ke depan kita bersama-sama 
melangkah ke masa depan dengan langkah-langkah pasti seperti yang dilakukan 
sanak kita di Malaysia dan Viet Nam itu, tanpa segan-segan dan sungkan-sungkan 
mengutamakan kepentingan rakyat pribumi yang tertindas dan jadi kuli itu. 
     Karena masalahnya adalah masalah hidup-mati kita sebagai berbangsa dan 
bernegara!
 
Nah, sakitu di ambo, Soetan Madjolelo.
 
MN
040411
 
 
--- On Sun, 4/3/11, Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com> wrote:

From: Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com>
Subject: Re: [R@ntau-Net] Ledakan Penduduk
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sunday, April 3, 2011, 3:24 PM








Assalamualaikum ww Sanak Darwin Bahar dan para sanak sapalanta,
 
Terima kasih atas peringatan ini. Masalah kita selanjutnya adalah: bagaimana 
caranya agar kerawanan yang ditimbulkan oleh ledakan penduduk ini mendapat 
perhatian dari para 'decision makers' yang seluruh perhatiannya terjerat oleh 
masalah 'reshuffle', koalisi, studi banding, gedung baru, pemekaran, dan 
pemilu/pilkada/pilpres ?
 
Belum perlukah jajaran 'civil society' membuat jejaring yang kuat dan efektif 
untuk  melakukan 'strong persuasion' [meminjam istilah seorang senior saya] 
terhadap para 'decision makers' ini ?

 
Wassalam,
Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo
(Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) 
Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita.



--- On Mon, 4/4/11, Darwin Bahar <dba...@indo.net.id> wrote:


From: Darwin Bahar <dba...@indo.net.id>
Subject: [R@ntau-Net] Ledakan Penduduk
To: "Palanta Rantaunet" <rantaunet@googlegroups.com>
Date: Monday, April 4, 2011, 4:39 AM






Refleksi:
Mudah-mudahan editorial Media Indonesia ini terbaca dan menjadi perhatian oleh 
Pak IP--bukan masalah beliau tidak ber-KB atau bukan--tetapi agar 
bersungguh-sungguh meningkatkan produksi pangan Sumbar. Dari apa yang saya baca 
di media, sampai saat ini hanya dua provinsi yang surplus beras: Sumsel dan 
Sulsel.

Wassalam, HDB-SBK 
  
------------------------- 
  
Ledakan Penduduk 
EDITORIAL Media Indonesia Senin, 04 April 2011 00:00 WIB     
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/04/215092/70/13/Ledakan-Penduduk 
LAJU pertumbuhan penduduk negeri ini telah sampai pada titik amat 
mengkhawatirkan. 
Ironisnya, Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) dibiarkan 
'bertempur' sendirian. 
Jika laju pertambahan penduduk yang rata-rata 3,5 juta-4 juta per tahun tidak 
segera ditekan, diprediksi pada 2045 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 
450 juta jiwa. Dengan asumsi populasi bumi 9 miliar jiwa pada saat itu, berarti 
1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. 
Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dari 1,49% saat ini menuju angka ideal 
0,5% masih jauh panggang dari api. Lebih-lebih lagi, hasil survei BKKBN 
menunjukkan umumnya pasangan usia subur menginginkan anak lebih dari tiga. 
Pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi itu pun tidak disertai dengan 
peningkatan kualitas. Itu terlihat dari indeks pembangunan manusia Indonesia 
yang masih tercecer di peringkat 108 dari 169 negara. Di ASEAN, Indonesia 
berada di peringkat 6 dari 10 negara, atau lebih rendah daripada Singapura, 
Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 
Bertambah penduduk bertambah pula mulut yang harus diberi makan. Saat ini saja 
Badan Ketahanan Pangan Nasional menyebut 27,5% penduduk Indonesia terkena rawan 
pangan. 
Dengan rata-rata konsumsi beras per kapita di Indonesia sekitar 130 kilogram 
dan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa, saat ini dibutuhkan sedikitnya 34 juta ton 
beras per tahun. Padahal, produksi beras dalam negeri sekitar 38 juta ton 
sehingga hanya surplus 4 juta ton beras atau kurang untuk kebutuhan dua bulan. 
Jika tingkat kegagalan panen meluas dan produksi terpangkas, kebutuhan pangan 
pun pasti tidak tercukupi. Dapat dipastikan, Indonesia akan menjadi pengimpor 
beras nomor wahid di dunia. 
Sekarang saja, ketika produksi beras di negeri ini masih disebut surplus, 
negeri ini sudah mengimpor 1,9 juta ton beras hingga akhir Maret. Angka itu 
telah meletakkan Indonesia sebagai importir beras kedua terbesar di dunia 
setelah Nigeria. 
Apakah yang terjadi dengan Indonesia pada 2045, ketika 1 dari 20 penduduk dunia 
adalah orang Indonesia? Jawabnya Indonesia akan menjadi negeri kelaparan. 
Karena itu, saat ini juga dibutuhkan kemampuan luar biasa untuk mengendalikan 
jumlah penduduk agar Indonesia di masa depan tidak bernasib buruk seperti 
negara-negara di Afrika yang dilanda kurang pangan 

-- 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke