Perumnas Kelola 800 Hektar Lahan BUMN
 
Rabu, 21 Januari 2009 | 02:03 WIB 
 
Jakarta, Kompas - Seluas 800 hektar lahan milik 120 badan usaha milik negara 
akan dikelola Perum Perumnas. Di lahan tersebut akan dibangun rumah susun 
sederhana milik dan rumah susun sederhana sewa.
Menurut Direktur Utama Perum Perumnas Arief Himawan, pembangunan perumahan di 
lahan milik BUMN itu menggunakan dua pola.
”Pertama, dibayar (dibeli) oleh Perumnas. Kedua, dilakukan kerja sama dengan 
BUMN di mana tanah tetap dimiliki BUMN, dan Perumnas yang membangunnya. Tadi 
dibicarakan dengan empat BUMN, yaitu Angkasa Pura I, Perum Kereta Api Indonesia 
(KAI), PT PLN, dan Perum Bulog,” ujar Himawan seusai rapat koordinasi dengan 
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Selasa (20/1).
Rapat koordinasi itu juga diikuti Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad 
Yusuf Asy’ary, Menneg BUMN Sofyan A Djalil, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, 
dan Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria.
Hingga 2011, pemerintah menargetkan membangun 1.000 menara rumah susun 
sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Namun, 
kata Yusuf Asy’ary, untuk mewujudkan itu tidak mudah. Butuh koordinasi dan 
komitmen bersama.
”Jadi, program 1.000 tower merupakan proses pembelajaran bagi kita semua, mulai 
dari pemerintah pusat, daerah, pengembang, masyarakat, termasuk juga kalangan 
akademisi dan asosiasi profesi. Ini agar di masa datang, program tersebut bisa 
berjalan dengan baik,” katanya.
Pengajuan surat minat
Yusuf Asy’ary menyatakan, hingga kini sudah ada 552 pengajuan surat minat dari 
pengembang untuk membangun rusunami di seluruh Indonesia, terbanyak untuk DKI 
Jakarta.
Adapun untuk kawasan Bogor, Tangerang, dan Bekasi 53 pengajuan, Surabaya 31 
pengajuan, Bandung 36 pengajuan, Batam 60 pengajuan, dan kota-kota lainnya 
masing-masing 10 surat pengajuan.
Di wilayah DKI Jakarta sudah ada surat izin untuk 43 menara, yang akan dibangun 
di enam lokasi.
Wapres Jusuf Kalla menyatakan, hingga saat ini baru dibangun 36.000 unit 
rusunawa, dari target 60.000 unit. ”Adapun tower-nya akan dicapai bertahap. 
Sampai tahun 2009 akan selesai dibangun 100 tower lagi, meskipun targetnya 
hanya 25 tower. Ini berarti akan tercapai 200 persen,” katanya. (har)
---------------------------------
 
Jehan:
 
Bapak/ibu yang baik,
Kiranya berita di atas bak angin segar. Inilah yang saya maksud sebelumnya 
dengan contoh upaya yang perlu dilakukan untuk mengutamakan pemanfaatan tanah. 
Namun diskusi (di milis referensi)terdahulu ternyata lebih berkembang ke ranah 
hukum tanah, prosedur perijinan, dll. Inti masalahnya kan, bagaimana 
merealisasikan rencana? Termasuk realisasi rencana tata ruang, rencana 
pembangunan kota, rencana perumahan dan rencana tata bangunan? Jadi mengapa 
kita harus banyak bicara hukum tanah dan prosedur perijinan pulak jadinya? 
Bukankah yang diperlukan itu aksi bersama?
 
Menurut saya ada dua agenda aksi yang diperlukan, yaitu aksi di tataran 
kebijakan dan kelembagaan. Di tataran kebijakan, perlu dizoom-out dulu, siapa 
sebenarnya yang leading dalam pengembangan kawasan? Ketidakjelasan pilihan 
kebijakan inilah yang terjadi selama ini, sehingga masalah melebar ke mana-mana 
seperti masalah status tanah, ijin lokasi, ketidak jelasan pusat-daerah, kredit 
macet, spekulasi, dlsb (seperti diskusi di referensi).
 
Pertama, upaya di atas perlu dipandang sebagai penguatan sektor publik, dengan 
menempatkan Perumnas sebagai leader dalam suatu skema pengembangan kawasan 
skala besar. Jadi perlu ada aksi afirmatif dari para pihak untuk mengarahkan 
pilihan kebijakan kepada penguatan peran Perumnas. 
 
Kedua, seiring penguatan pilihan kebijakan, perlu dilakukan pengembangan sistem 
kelembagaan. Pertama, dengan meningkatkan akuntabilitas Perumnas sebagai 
perusahaan publik. Kedua, meningkatkan dan diversifikasi kemampuannya selain 
pengembang perumahan, seperti ke arah pengelola kawasan, pengembang kawasan 
industri manufaktur, kawasan industri kecil, kawasan muka air, dlsb. Ketiga, 
pengembangan sistem koordinasi. Perlu dibedakan di sini, dalam sistem 
koordinasi kelembagaan, pengertian leading sangat berbeda dengan dominating. 
Sistem koordinasi kelembagaan inilah yang bisa menjawab rumor yang selalu 
dihembuskan pihak pengembang, yaitu apa negara mau mendominasi pengembangan 
kawasan? Di masa lalu, rumor ini berkembang menjadi mitos yang diyakini para 
menteri perumahan dan PU, bahwa negara tidak boleh mendominasi pengembangan 
kawasan.
 
Salam,
Jehan
 
 
 
 


      

Kirim email ke