Pak Risfan yb,
Kalau dalam hati saya sih, bubarkan saja Perumnas. Mengapa? Karena sudah salah 
jalur. Persoalannya, sudah kadung banyak karyawannya, katanya hampir 10 ribu di 
7 regional. jadi ya dibenahilah.

Perbandingan dengan telekomunikasi mungkin kurang terlalu pas juga, karena 
sumberdaya yang dikelola hampir semuanya berada di hilir, kecuali satelit. 
Makanya diliberalisasi saja. Peran pemerintah benar2 bermain di regulasi untuk 
menjamin kepentingan konsumen. Kalaupun ada BUMN, ya menguasai satelit saja dan 
menyewakannya.

Komparasi lebih mirip itu dengan minyak bumi. Mengapa Pertamina sulit mengejar 
Petronas, karena dia bermain dari hulu samapai hilir. Ada anekdotnya kan, 
katanya kerja di Pertamina, tak tahunya jadi pengecer minyak tanah. Yang harus 
dikuasai Pertamina secara dominan adalah proses di hulu, Eksplorasi dan 
Eksploitasi minyak bumi.

Begitu juga Perumnas (Perumnas Reformasi), harus menguasai sumberdaya di hulu, 
yaitu tanah dan infrastruktur. Dan didukung tata ruang, perijiinan dan sistem 
pembiayaannya. Pastinya doong. Menguasai limpahan tanah-tanah BUMN adalah salah 
satunya.

Salam,
Jehan



--- On Thu, 1/22/09, risfano <risf...@yahoo.com> wrote:
From: risfano <risf...@yahoo.com>
Subject: [referensi] Re: Perumnas Kelola 800 Hektar Lahan BUMN
To: referensi@yahoogroups.com
Date: Thursday, January 22, 2009, 7:53 PM










    
            Sdr Jehan dan rekan-rekan ysh,



Pada point pertama Anda untuk mendorong perhatian agar menggerakkan 

pembangunan rumah sederhana, khususnya pengadaan lahan bisa 

dimaklumi. Semua harus mendukung pembangunan perumahan sederhana.



Tapi kok lalu Anda tiba-tiba membawanya ke Perumnas sebagai 

sentral/leading pembangunan perumahan, saya kurang ngerti. Anda jadi 

seperti kampanye terselubung. Apa iya begitu. Perumnas itu BUMN juga 

lho. Kenapa seolah kita-kita ini Anda ajak dalam gerakan untuk 

mendukung habis Perumnas?



Kalau Anda bicara akuntabilitas dan profesionalisme, ada yang paling 

efektif, yaitu persaingan. Kalau saran Anda monopoli ya sulit. Dulu 

orang minta sambungan telpon itu harus nunggu bertahun-tahun. Tapi 

setelah Telkom jadi bukan satu-satunya operator, Telkom nyadar bahwa 

pelanggan itu harus dikejar, bukan disuruh nunggu-nunggu (dan 

dibiarkan lewat jalan belakang).



Kenapa aspek hukum penting, karena soal lahan selalu terkait hukum, 

kepemilikan dan perizinan peruntukan.  



Jadi, tujuannya adalah mendorong pembangunan rumah sederhana, 

caranya kan bisa macam-macam sesuai kondisi masing-masing lembaga, 

daerah dan individu. Bukannya begitu?



Salam,

Risfan Munir



> ------------ --------- --------- ---

>  

> Jehan:

>  

> Bapak/ibu yang baik,

> Kiranya berita di atas bak angin segar. Inilah yang saya maksud 

sebelumnya dengan contoh upaya yang perlu dilakukan untuk 

mengutamakan pemanfaatan tanah. Namun diskusi (di milis referensi)

terdahulu ternyata lebih berkembang ke ranah hukum tanah, prosedur 

perijinan, dll. Inti masalahnya kan, bagaimana merealisasikan 

rencana? Termasuk realisasi rencana tata ruang, rencana pembangunan 

kota, rencana perumahan dan rencana tata bangunan? Jadi mengapa kita 

harus banyak bicara hukum tanah dan prosedur perijinan pulak 

jadinya? Bukankah yang diperlukan itu aksi bersama?

>  

> Menurut saya ada dua agenda aksi yang diperlukan, yaitu aksi di 

tataran kebijakan dan kelembagaan. Di tataran kebijakan, perlu 

dizoom-out dulu, siapa sebenarnya yang leading dalam pengembangan 

kawasan? Ketidakjelasan pilihan kebijakan inilah yang terjadi selama 

ini, sehingga masalah melebar ke mana-mana seperti masalah status 

tanah, ijin lokasi, ketidak jelasan pusat-daerah, kredit macet, 

spekulasi, dlsb (seperti diskusi di referensi).

>  

> Pertama, upaya di atas perlu dipandang sebagai penguatan sektor 

publik, dengan menempatkan Perumnas sebagai leader dalam suatu skema 

pengembangan kawasan skala besar. Jadi perlu ada aksi afirmatif dari 

para pihak untuk mengarahkan pilihan kebijakan kepada penguatan 

peran Perumnas. 

>  

> Kedua, seiring penguatan pilihan kebijakan, perlu dilakukan 

pengembangan sistem kelembagaan.  Pertama, dengan meningkatkan 

akuntabilitas Perumnas sebagai perusahaan publik. Kedua, 

meningkatkan dan diversifikasi kemampuannya selain pengembang 

perumahan, seperti ke arah pengelola kawasan, pengembang kawasan 

industri manufaktur, kawasan industri kecil, kawasan muka air, dlsb. 

Ketiga, pengembangan sistem koordinasi. Perlu dibedakan di sini, 

dalam sistem koordinasi kelembagaan, pengertian leading sangat 

berbeda dengan dominating. Sistem koordinasi kelembagaan inilah yang 

bisa menjawab rumor yang selalu dihembuskan pihak pengembang, yaitu 

apa negara mau mendominasi pengembangan kawasan? Di masa lalu, rumor 

ini berkembang menjadi mitos yang diyakini para menteri perumahan 

dan PU, bahwa negara tidak boleh mendominasi pengembangan kawasan.

>  

> Salam,

> Jehan

>  

>  

>  

>  

>




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke