[Keuangan] Re: Syarat Presiden Mengarah ke Armida Alisyahbana
Wah, alm. pak Iskandar Alisjahbana bisa tersenyum jika AA ini. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, dyahanggitasari dyahanggitas...@... wrote: 07/05/2010 - 10:37 Pengganti Sri Mulyani Syarat Presiden Mengarah ke Armida Alisyahbana INILAH.COM, Jakarta - Siapa pengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani masih digodok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun Presiden sudah memberikan beberapa syarat yang mengarah ke Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kasak-kasak kusuk di Bappenas mengungkapkan bahwa syarat yang pernah dilontarkan Presiden SBY ketika menerima pengunduran dir Sri Mulyani, yang akan menjabat sebagai salah satu Direktur Pelaksana Bank Dunia, tertuju ke Armida.
[Keuangan] Re: Manajemen VS kasus century.
PDCA jalan dengan asumsi bhw variables relatif known, time horizon decision relatif long, dan outcomes relatif predictable. Kasus century bukan kasus yg biasa, penanganannya jg mesti ngak biasa. Tapi, aku pgn respond dgn cara yg lain. Beberapa saat yg lalu, aku baca report menarik ttg. seorang perwira marinir Inggris, yg bertugas di kapal perusak Gloucester, yg saat itu ditugaskan dalam operasi Desert Storm (kuwait) thn 1991. Kapal tsb fungsinya memonitor dan melindungi armada2 laut Sekutu yg ada di pelabuhan Ash Shuaybah. Tgl 24 Feb 1991, sang perwira sedang bertugas jam 5 pagi, ketika dia lihat ada blip tak terindentifikasi di radar. Tiba2 membuat dia ada perasaan lain. Ini teman atau lawan (missil musuh). Blip terbaca dalam frequensi dimana pesawat A-6 Amrik biasanya muncul jg ketika kembali ke kapal induk. Sialnya, para pilot yg pulang sering mematikan sistem identifikasi di pesawatnya untuk menghindari misil Irak. Menurut prosedur masih ada satu cara lagi untuk mengidentifikasi apakah itu lawan atau teman. Tapi scara itu pun tidak mungkin lakukan lagi. APalagi waktu sangat mepet, sementara benda yg terlihat diradar bergerak semakin cepat. AKhirnya sang perwira tsb, Michael Riley, memutuskan untuk memerintahkan menembakkan misil Sea Dart ke arah benda misterius tsb. Benda tersebut runtuh 300 meter dari kapal USS MIssouri. Temankah atau lawan? TRErnyata benda tsb memang misil Silkworm milik Irak. Apa yg membuat Riley bisa benar? Dia sendiri ngak bisa menerangkan. -Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, nazarjb naza...@... wrote: Dalam ilmu manajemen, dikenal empat proses, yaitu: planning, doing, controlling, actuating (PDCA) 1.Dalam tahap planning, biasanya dilakukan penganggaran dan penentuan program dan sistim kerja, sasaran. 2.Tahap Doing, biasanya menjalankan program-program tersebut sekaligus mengalokasikan anggaran 3.Controlling, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan (doing) apakah sesuai atau terjadi penyimpangan dari planning. 4.Actuating, mengambil feedback dari proses controlling dan membuat planning baru (perbaikan). Pada kasus century, Tahap 1, planning di susun oleh legislatif atas persetujuan DPR, Lalu tahap 2 doing, legislatif melaksanakan program-program tersebut dan alokasi anggaran. Tahap 3 controlling dilakukan oleh DPR atas proses dan hasil kerja legislatif Tahap 4 Actuating, DPR memberi penilaian dan rekomendasi atas kinerja legislative tahap 1 sampai dengan tahap 2 berdasarkan tahap 3. Nb: * pada dasarnya, legislatif juga (selayak dan biasanya) melakukan PDCA ini. Nah berarti, DPR hanya memiliki wewenang pada tahap 2 (doing/pelaksanaan). Adapun pada tahap planning (pengambilan kebijakan) itu tanggung jawab legislatif dan DPR. Kontrol Bisa berupa: 1.Planing A kok yang dikerjakan B (ada unsur kesengajaan) 2.Paling A kok yang dilakukan A+a (ada kesalah pahaman prosedur) 3.Palnning A dan yang dilakukan A tetapi kok tidak sesuai sasaran (objek/sasaran memiliki kendala unforecaseable) Bagai mana? Ada yang tidak setuju, atau mau menambahi? Salam Nazar On: Tebo-Jambi
[Keuangan] Re: Manajemen VS kasus century.
Hi jg, Nah, itu point pertama postingku; dlm situasi yg tidak normal, sukses/tidaknya suatu keputusan yg diambil, hanya bisa dilihat dari probabilitas. Tidak certain. Ketika Hank Paulson mengambil keputusan untuk menyelamatkan Bear Stearns, dia jg cuma berharap bhw keputusan tersebut benar. (benar sih..meski cuma beberapa hari doang). ketika dia jg mengambil keputusan untuk tidak menyelamatkan Lehman, dia tentu jg berharap benar. Ternyata salah. Begitu jg ketika SMI Boediono mengambil keputusan untuk menyelamatkan Century, terkandung jg unsur probabilitas (ngak enak dibilang gambling). Tapi keputusan tsb efektif. Nah, pertanyaan bung Bayu, ada jawabannya. Sesudah kejadian tsb, Riley diperiksa termasuk oleh para ahli. Riley sendiri bilang ngak tahu kenapa dia bisa tahu bhw dia harus mengambil keputusan yg benar. Cuma ada perasaan takut yg muncul ketika dia memperhatikan blip di radar. Pertanyaannya tentu, mengapa rasa takut tsb muncul. Setelah analisa beberapa lama. Ternyata meskipun blip misil dan blip A6 di frequensi yg sama dalam radar, tapi ternyata ada sedikit perbedaan dalam timing. Nah, ini bawa aku pada point ke 2 ku. Hanya, dan hanya org yg involved dgn masalah tsb yg akan tumbuh hubungan emosionalnya. Jd para pengamat akan susah tumbuh emosi. Para ahli neuro bilang dopamine prediction. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Bayu Wirawan bayu.wira...@... wrote: Hi, cerita di bawah mengingatkan pada buku blink tulisan dari malcolm gladwell. cuma, repotnya adalah, bagaimana kita bisa tahu keputusan yang diambil adalah benar? (dalam kasus di bawah, terbukti benda terbangnya adalah misil musuh). regards, bayu
Re: [Keuangan] Kemandirian
Bung Oka, Yg bikin aku curious bukan masalah utang..Tapi kalau lihat memo tsb..yg muncul ialah permainan psikologis untuk menekan US supaya tidak intervensi. We know you and Russia are the only nations in position to supply such a number quickly and we want American equipment. ...In making this request we are not (rpt not) asking your opinion Rasanya bargaining tsb sudah agak sulit dilakukan oleh Indonesia dijaman sekarang. BTW, sebenarnya memo tsb aku dapat dari tulisan yg dikirim oleh penulisnya (kini assisten professor di Colorado), Suzanne Moon, tentang teknologi transfer yg terjadi di era pasca kemerdekaan. Jdlnya provoking, Takeoff or Self-Sufficiency? Ideologies of Development in Indonesia, 1957-1961. Jika baca artikel tsb kelihatan bhw isu mandiri lebih merupakan isu politis daripada isu ekonomi. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Oka Widana o...@... wrote: Knapa penasarang, bung? Bukankah, berhutang bagian dari strategy pengelolaan keuangan negara? Hutang bahkan dianjurkan oleh ilmu keuangan moderen...Anyway, berhutang adalah langkah yg sangat lazim, dan kreditur maupun debitur punya posisi yang sama? Toh kalo saya ngak boleh berhutang ke sini, saya bisa berhutang kesana? Atau ada view lain.:) Oka Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: irmec ir...@... Date: Mon, 22 Feb 2010 08:15:39 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Kemandirian Baru2 aku lihat memo tua (yg dikirim pada bulan Juni 1958) oleh menteri PU jaman orla, Mohammed Noor ke James Baird, director of the U.S. International Cooperation Administration (ICA) mission in Indonesia. Memo tersebut isinya permohonan pinjaman untuk membeli traktor land development project. Yg menarik isinya berbunyi sbb: The [Indonesian] cabinet, in its efforts to increase agriculture production is making extensive plans to bring new lands into production and need mechanical equipment. I am coming to you as a friend and not (rpt not) as a minister to ask if U.S. will sell us 500 tractors on credit. We know you and Russia are the only nations in position to supply such a number quickly and we want American equipment. In making this request we are not (rpt not) asking your opinion as to what you think of the program-details such as exact plan application, technical help and financing can be dealt with later. Our resources are adequate to service a loan and we are prepared to take risks and even material losses in embarking on this program-But embark upon it we will, with or without your help. Kalau baca memo tsb, yg terasa ialah politisnya daripada sekedar bantuan. Aku curious jg bagaimana memo jaman sekarang..:-)) Cheers Enda [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: Fw: [TSM] panser tni
Aku jd tertarik jg dgn topik ini...Dan, sesungguhnya aku merasa memang budaya industri susah tumbuh di Indonesia. Yg terjadi ialah seringnya tarik menarik antara kepentingan jangka pendek vs jangka panjang. Misalnya, industrialisasi di industri rokok, konsekuensi ialah PHK massal; yg tentu implikasinya bisa jd politik. Ada contoh lain. Dua bulan lalu, aku duduk makan bareng seorang bekas menteri (yg rasanya relatif bersih). Dia cerita pengalaman pengadaan kapal feri di jaman dia masih menjadi pejabat eselon 1 di Dephub. Setiap tahun, dia mengajukan proposal 4 feri ke BAPPENAS, tiap tahun dia ngak pernah dengar berita. Sampai 4 thn kemudian, pak Harto pidato pentingnya feri untuk menolong saudara2 kita di Ind. Timur. Apa yg terjadi kemudian? Sore hari dia di telf Bappenas disuruh kirim proposal lagi. Ngak lama kemudian datang 9 feri. Point disini ialah sering terjadinya politics lah yg menentukan bukan needs/market. Kemudian aku tanya ttg. kelanjutan nasib disain dari kereta disel dari PT INKA [Sebelum krismon 1998, PT INKA sedang disain dan merencanakan membuat kereta disel]. Kan kita ngak punya duit saat krismon, kebetulan Jepang menawarkannya kereta bekas. Gratis, Indonesia cuma perlu keluarin duit untuk transport. Jd proyek tsb stop. Kini, Indoensia punya duit, entah gimana lagi proyek. Rasanya ngak kedengaran lagi. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Oka Widana o...@... wrote: Saya forward dari komunitas seolah-olah tentara sebelah (saya juga member disitu :D). Sekedar membuka gagasan terkait FTA, bahwa (a) kita sebenarnya mampu (b) apakah industri pertahanan kita akan perlakukan sama dg produk lain? Go global? (c) keberpihakan, bagaimana cara melakukannya?. Oka
[Keuangan] Re: Mengerti Risiko Sistemik
wah complexity article...:-)) --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Salam, Tulisan Roby Mohamad berjudul 'Mengerti Risiko Sistemik' di Kompas hari ini http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/12/02433696/mengerti.risiko.sistemik,
Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] REFRESH... apa yg mereka katakan ttg CENTURY pd s
Berapa persen yah opini berubah sesudah data-data baru bermunculan. Aku rada skeptis bhw terjadi proses pembelajaran. Terlebih lagi, karena para pengamatpun sulitnya untuk belajar. Mereka stick sama opini awalnya - paradigma sulit dirubah. Sulitnya lagi, media suka dgn kondisi seperti itu, malah membesarkan (seperti kutulis di http://m.thejakartapost.com/news/2006/02/27/can-expert-advice-be-trusted.html ) Akhirnya, kalau ditulis dalama kalimat matematik, maka opini = value + fakta. Ini dua tipe klaim yg berbeda (pakai modelnya filosofer Stephen Toulmin). Value sgt subjectif, yg lebih objectif ialah facta (karena bisa diverifikasi). Susahnya, value bermain dalam tataran emosional, yg sgt berperan dalam effectiveness dari suatu retorika. Sebagai penonton yg baik, sebaiknya kita memfokuskan pada fakta, sebelum value kita masuk untuk membentuk opini milik kita pribadi. Meskipun tentu sulit. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Lalu bisakah kita berharap pada Pansus? keyakinan saya TIDAK. Alasannya, mayoritas adalah fraksi pendukung pemerintah yg bisa jadi hanya akan memperbaharui deal-deal politik lagi. Tapi apakah Pansus mubazir? rasanya tidak. Dari pemeriksaan beberapa pejabat BI saja kita tahu betapa buruknya sistem pengawasan dan pola pertanggungjawaban yg ada. Ini penting bagi pembelajaran ke depan. Saya kira kita juga harus jujur, bahwa ada kesalahan mendasar di lembaga yg hampir tak pernah tersentuh ini, padahal mengurus pengawasan uang yg luar biasa besar dan menentukan nasib bangsa. Politikus bisa jadi tak becus dan kita boleh skeptis akan ini, tapi lembaga politik dan proses politik formal tetap harus dikawal dg tekun dan sabar, agar ada pembelajaran yg baik bagi bangsa ini ke depan. Saya setuju kita harus jujur, dan termasuk juga misalnya, mengapa jawaban Marsilam dan Presiden berbeda soal kehadiran Marsilam di rapat KSSK? siapa yg benar dlm hal ini? Kenapa perlu dua pendapat, ada apa? Apakah ini juga bukan sebuah tindakan dan strategi politik? Masalah ini sudah kadung masuk ke sebuah keruwetan, tapi biar waktu yg akan menjawabnya. salam
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] REFRESH... apa yg mereka katakan ttg CENTURY
Bung Prastowo, --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: kita belajar dan mengubah cara pandang itu sendiri. Saya menulis sebelumnya dlm konteks 'public reason' bukan secara khusus merujuk pada pengamat/ahli. Bahwa nalar publik memiliki logika dan jalan berpikir sendiri, yg seringkali berada di luar arus utama yg didominasi elite. Menurutku, persepsi public hampir selalu dibentuk oleh elite. Mungkin dari kacamata ekonomi fenomena relatif mudah untuk diterangkan. Public nyaris tidak bisa langsung merasakan konsekuensi melihat benefits/kerugian sebagai dampak terhadap policy. Yg langsung melihat hal tsb ialah elite (persisnya sekelompok elite); dan inilah yg membentuk opini publik. Sekali opini tsb terbentuk, maka sulit untuk merubahnya; karena merubahnya butuh effort (untuk menganalisis dan verifikasi data). Apa untungnya untuk public melakukan kerja intelektual tsb. Yg kemudian muncul ialah mencari pembenaran dari opini yg telah terbentuk. { para neuroscientist memahami ini sebagai hasil kerja DOPAMINE ). Sebelum ke sana, elitisme itu gejala wajar, ada di mana-mana, baik politik maupun agama, ataupun di komunitas akademik. Yang diperlukan bukan menghapus elit (ini mustahil, bahkan di Partai Komunis yg konon egaliter saja ada elite2nya) melainkan menetapkan batas-batasnya. Ini yg - sekali lagi saya sebut - menjadi keprihatinan kita soal salah kaprah cara memandang demokrasi. Kita ini surplus demokrasi tapi defisit politik, dalam arti perbincangan dan praktik soal tata nilai dalam kehidupan bersama. Aku ngak bilang bhw elitisme tsb ngak wajar. Elitisme mulai dari jaman batu kali terbentuk. AKu kini cenderung berpikir bhw bukan freedom yg natural, tapi minjem istilah Nietze, yg universal ialah the will of power. Yg menjadi masalah ialah kecanduan massa terhadap elite - yg dibentuk oleh media -, sehingga masyarakat jd sulit berpikir sendiri. Lalu saya masuk ke soal tata nilai (value). Memang subjektif, tapi tak melulu subjektif, nyatanya ada deliberasi dan konsensus. Kita berangkat dari beragam nilai partikular tapi toh masih bisa sepakat bicara soal konsensus NKRI dan mau kita bawa ke mana negara ini. Yang jadi soal adalah ketersediaan ruang publik, agar jangan sampai diambil pasar dan negara sepenuhnya. Dan saya kira kita belum lupa bahwa bangsa ini belajar meski sekaligus mudah lupa. Reformasi menghasilkan banyak lembaga2 baru yg bermanfaat, misalnya MK,Komisi Yudisial,KPK,KPPU,dan lainnya, yang menjadi kepanjangan tangan dari kontrol publik thd kekuasaan. Belum ideal, tapi jelas ada kemajuan berarti. Kebebasan pers jelas mengalami kemajuan, dan Koalisi Civil Society yg mendorong revisi UU KIP dan UU Kerahasiaan Negara saya kira cukup efektif. Nalar Publik lainnya tercermin dlm gerakan fesbuker, juga aksi koin keadilan, dll. Kita masih bisa menyepakati satu nilai bersama (yg dlm batas tertentu bisa dikatakan objektif), misal soal keadilan. Balik lagi ke rumus Opini = fakta + value. Facts and value (judgement) adalah 2 tipe claim, satu tipe claim lain ialah policy. Hampir semua opini yg beredar dan ditawarkan berasal dari tipe policy. Bhw terjadi global warming (ini contoh) adalah fakta; tapi value masing2 membuat policy jd beragam. Ambil contoh lagi, keadilan masuk lagi dalam tipe claim lagi (minjem lagi istilah Toulmin), yaitu definition. Meski keadilan hampir semua org setuju, tapi bagaimana mendefinisikannya. Apakah semua pelari yg berlomba harus sampai pada garis finish yg sama pada waktu yg sama; atau tiap pelari berangkat dari garis start yg sama; atau jarak tempuh yg sama; yg didefinisikan sbg adil? Kembali lagi, definisi dan value adalah sesuatu yg sering subjective, dan sering ditentukan oleh para elite. Mungkin segitu dulu. Salam, Enda
Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Hari ini, aku sempet lihat pansus Century memeriksa pak Boediono. Aku pikir titik berangkat polemik tsb akan lebih mudah jika kita bisa setuju atau tidak, perekonomian kita sedang krisis atau tidak. Ketika krisis, betapapun kecil bisa jadi sistemik {sebaliknya yg besar bisa jg tidak punya implikasi yg sistemik). Jika kita sudah sepakat, maka semua langkah apapun yg dilakukan oleh para pengambil keputusan tinggal lihat resultnya saja, apakah berhasil mengatasi krisis (paling kurang menglokalisir krisisnya) Aku mungkin analogikan kondisi Dewan Gubernur BI saat itu seperti pilot pesawat yg masuk turbulensi, dan salah satu engines memperlihatkan trouble. Ketika pswt tersebut kemudian akhirnya bisa landing, itu sgt tergantung judgment dari pilot. Para pilot sering bilang decision making is about doing the right thing at the right time. In other words, learning and putting to practice good judgment, which is the ability to decide what is right, good, and practical. Bukan lagi lihat speed, thrust, wind velocity, etc. Kalau definisi krisis belum sepakat, maka yah...rasanya pansus going to nowhere...seperti jg kita.. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Kalau itu biar jadi urusan yang di Senayan sanalah. Saya hanya bertanya sejauh pernah didiskusikan di sini, bagaimana mungkin dan bisa, para pejabat di periode rezim yang sama, di posisi yg sama, dg mekanisme dan teori yg sama menyimpulkan hal yang berbeda soal sistemik- non sistemik ini? Lalu bagaimana pula antarlembaga negara memiliki pandangan berbeda soal uang negara atau bukan uang negara? Kalau soal coleng-mencoleng, mungkin saja ini sedang disusun sebuah kisah menangkap pencoleng, tapi memakai stategi sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, politik dapet, hukum juga dapet, bukannya yg sedang memproses juga penco**ng. Atau jangan2 dari skenario sistemik ini pencolengan lebih mudah dilakukan, lebih rapi. Tapi saya tidak mau suuzon, itu biar jadi urusan parlemen, polisi, jekso, dan KPK. Seriusnya: sistemik-non sistemik dan uang negara-bukan uang negara ini implikasinya besar, baik kelembagaan maupun hukum, karena kepada siapa lagi kita akan percaya ketika otoritas ternyata berbeda-beda? salam
Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Bung Oka, Rasanya pernah didiskusikan di milist ini bhw ada dua issu yg terkait dng kasus Cnetury. Pertama keputusan untuk bail-out; dan isu kedua, jumlah talangan. Isu kedua adalah konsekuensi dari isu pertama. Dan, melihat sidang pansus tadi pagi sampai siang (aku ngak pernah lihat yg kemarin2), rasanya masih seputar isu pertama - meskipun suka masuk jg ke sana. Betul bhw ada/tidaknya krisis tidak gampang.Tapi kalau itu saja sulit untuk mencari kesamaan, policy2 yg dibuat oleh BI dan pemerintah saat itu menjadi sgt debatable. Pemerintah -dlm kasus ini BI dan KSSK - tentu melihat dari antisipasi terhadap dampaknya terhadap krisis. Sementara yg dipakai oleh politisi (dan jg orang luar) ialah ukuran2 normatif dalam kondisi normal. Yah..kan sulit nyambung dong... Sekarang, jika pada isu pertama, ada kesepakatan ada/tidaknya krisis, maka kita bisa moving ke isu kedua..[yg bisa jd lebih rentan dgn menyesulupnya penumpang2 gelap]. Meskipun aku agak pesimis, tapi aku masih berharap anggota Pansus benar2 ingin mengurai fakta, bukan melulu untuk kepentingan politik mereka atau partai mereka Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, oka.widana o...@... wrote: Mas Enda, Kali ini saya yang ngak sepakat dengan Anda. Mencari kesepakatan, apakah pada saat itu situasi krisis atau tidak, tak akan pernah terjadi. Dikalangan para profesional saja berbeda-beda, apalagi kalo kita berharap kesepakatan dikalangan politikus (atau malah lebih mudah dikalangan politikus, selama kepentingan mereka bisa diakomodasi?). Kebijakan yang sudah diambil tidak bisa dihakimi, selama pejabat yang mengambil kebijakan itu secara hukum (undang2 yang berlaku) memiliki kewenangan untuk itu dan formalitas proses pengambilan keputusan telah ditempuh. Seperti anda bilang, keputusan Pilot pada situasi turbulensi, ya tidak bisa digangu gugat. Nah, situasi turbulensi udara mudah dikenali kerena indikatornya bersifat pasti dan terukur, agak berbeda dengan tubulensi ekonomi. Akan tetapi kalo analaginya kita rubah sedikit, pilot mengantisipasi turbulensi dirute perjalanan, dia kemudian berbelok mengambil rute alternative, eh malah (sorry just contoh) nabrak gunungkita tetap tak bisa menghakimi judgment pilot... Apakah benar situasi tubulensi pasti terjadi? Apakah instrumen dan radar sudah benar cara membacanya, apakah tak ada kerusakan?.saya kira sama, KKSK pada saat itu hanya mengantisipasi tubelensi ekonomi... IMHO mau sampai kapanpun ngak pernah ketemu kesepakatan apakah ada turbulensi ekonomi itu...apalagi diperdebatkan apatah bail out Century akan menghasilkan perbankan yang lebih kuat atau tidak:D =D Saya lebih setuju kalo DPR dan Pemerintah mestinya memastikan bahwa keputusan itu tak ada vested interest apapuntak ada penumpang gelap...tak ada partai, anggota DPR, pegawai BI, Menteri, Keluarga Pejabat yang diuntungkan secara tak patutpintu masuknya jelas kok yaitu UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Anti Korupsi). Pasal 2, disebutkan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan .. atau Pasal 3 disebutkan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan ... Nah kalo tindak pidana korupsi berhasil diidentifikasiimplikasi politiknya terserah DPR lah... tapi kalo tidak ya sudah berhenti sampai disini. Saya cuma kuatir jangan sampai dimasa yang akan datang, para pejabat yang seharusnya mengambil keputusan, jadi takut di pnasuskan malah akhirnya berabe untuk kita semua
Bls: [Keuangan] Re: Chatib Basri: Jangan Pertaruhkan Perekonomian Indonesia
Kalau jaman Italian Renaissance yg diambil, maka agak banyak kesamaan yg ironis. Konflik politik dan sosial saat itu, dipicu oleh aristokrat (Ghibelline) - yg cenderung pro terhadap penguasa), dan pengusaha dan banker (Guelf_ - yg cenderung pro paus). Mungkin pertikaian jaman Revolusi Amerika, seperti Jefferson vs Hamilton (agraris vs industrialist/merchant). Rasanya konflik diantara dua kelas inipun rasanya masih ada di indonesia. Kalau sering diklaim bhw pengusaha org yg ngak main politik, rasanya naif jg. Bhkan konflik inipun kelihatan banget di Florence. Pendiri dinasti Medici sendiri (Cosimo) adalah banker terkaya di Florence - mungkin di Eropa. Dia mulai masuk politik karena saingan (Albizzi - yg Ghibelline) berusaha menyingkirkan mereka. Cosimo jd belajar bhw punya duit belum tentu aman, mesti punya power. Sehingga dia mulai gerilya politik, akhirnya bisa menggulingkan Albizzi. Satu yg hebat dari Cosimo - aku lupa apa dia pernah jd Signoria - seolah2 dia ngak ada dalam lingkaran puasa; pdhal dia berhasil memanipulasi sistem demokrasi sehingga dialah mastermind dari setiap keputusan di Florence. Caranya? Cosimo org yg rendah hati, dan sgt royal. Harta pribadi digelontorkan untuk membuat dia dicintai oleh mayoritas rakyatnya dan para intelektual. [btw kok aku jd ingat satu tulisan Why did Indonesia Prosper Under a Crooked Ruler and Tanzania Stay Poor Under An Honest One?] Salvanarola muncul ketika Medici sudah tidak mampu lagi mempertahankan ekonomi seperti itu. Florence diserang. Rakyat jd bingung. Kehilangan pengan. Dan, seperti dimanapun, ini menjadi rentan terhadap fundamentalisme. Dan, masuklah moralist dan apocalipstik seperti Salvanarola. Florence lupa bhw salah satu pendahulu Medici (Bruni) meletakkan fondasi humanisme Ah...cukup dulu deh. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, freeasb1rds lubec...@... wrote: Benar mas Ari Condro. Jadi jangan gampang percaya ya sama kekuasaan [politik para politisi] Ingat nasihat Don Tommasino kepada Don Corleone : my word is final. Politics and crime, they are the same thing... :-) peace, lubeck. *real power can not be given.it must be taken. [godfather pt 3]* --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Ari Condro masarcon@ wrote: mas lubeck yuridis, lucu juga sih memang kisah perpolitikan di florence/firenze ini. apalagi kalau ingan savoranola, yg imam biara malah pernah merebut kekuasaan dari keluarga medici. *bayangin noordin m top merebut kekuasaan dan berkuasa penuh *
[Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja
Aku mau argue nih bung Oka. Menurut pelajaran sejarah yg kudpt, ngak ada satu negarapun yg belajar dulu berdemokrasi, sebelum berdemokrasi. Ketika Amerika Serikat memutuskan ikut demokrasi, itu benar2 romatisme dari pelajaran2 klasik dari para pendiri negara mereka. kupikir demokrasi bukan seperti kita berenang di kolam renang yg tenang. Sebaliknya masuk ke demokrasi sperti masuk ke uncharted water. Tapi, aku sgt setuju bahwa kita memang lagi lack leadership. Contoh yg paling anyar kupikir terlalu lamanya SBY menyatakan dukungannya terhadap SMI dan Boediono. Seharusnya dari awal kasus dia seharusnya menyatakan dukungannya. Kali, kalau aku SMI atau Boediono aku mending resign, kalau bos ngak muncul2 dgn back-upnya. Minggu lalu, aku ngobrol dgn seorang pejabat kedutaan asing di Jakarta. ketika aku highlight issue tsb, dia ketawa. Dia joke bhw tiap kali ada kasus berat, SBY seperti run away dari kasus dgn keluar negeri. Mungkin kebetulan, kataku...Tapi... Cheers Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, oka.widana o...@... wrote: Saya copas berita dari Kompas Online, hari ini, entah diversi cetak ada atau tidak, berhubung sudah lama tak lagi langganan surat kabar, thanks to mobile internet =D. Saya jadi teringat beberapa hari lalu berkesempatan ngobrol2 dan dinner dengan kenalan baru saya, seorang Indonesian Chinese perantauan. Ada kata2nya yang membuat saya terbahak,Kita itu ibarat orang nekat yang sudah tahu dan dikasih tahu, kalo ngak pernah belajar renang, ya jangan nyemplung kelaut, tetapi tetap nekat nyemplung juga... ya mati dong. Sama dengan demokrasi, kita tak pernah belajar tak pernah berlatih, tetapi langsung ngebut menerapkan demokrasi, ya akibatnya IMHO demokrasi jelas bukan renang dilaut. Di Amerika pun, menerapkan demokrasi ngak sekali jadi, tetapi dengan belajar dari pengalaman. Kita, belajar dari pengalaman orang lain dan pengalaman kita sendiri. Yang penting adalah leadership dari leader yang punya visi kemajuan bangsa ini, bukan kemajuan keluarga atau partainya. Nah soal leadership ini yang kita ngak punya. Atau, kalo ini dianggap sebagai pembelajaran, besok-besok jangan pilih leader semata-mata karena iklan di TV. Oka Widana
[Keuangan] Re: Energi Arus Laut
Alm mertua dari bu Armida sudah tiga tahun lalu membangun turbin PLTArus. Tapi kata beliau - alm. Prof. Iskandar Alisjahbana - itu bukan untuk skala besar. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, dfaj21 dfa...@... wrote: http://www.detikfinance.com/read/2009/11/16/113441/1242408/4/energi-arus-laut-alternatif-baru-bahan-bakar-listrik Armida menjelaskan Indonesia memiliki potensi besar untuk
Re: Bls: [Keuangan] PANCASILA
Pertama, aku harus meluruskan dulu. Tukang rokok yg aku sebutkan punya pegawai 1, mbok penjual makanan punya tiga pelayan. Paling kurang kalau definisi kapitalis Marx, baik tukang rokok maupun mbok sudah kapitalis. Adam Smith di Wealth of Nation berhasil membuktikan bhw self interest individual dapat membawa kebaikan bagi masyarakat banyak, lwt mekanisme pasar. Tapi di bukunya yg lain (Moral Sentiments), ia bilang How selfish soever man may be supposed, there are evidently some principles in his nature, which interest him in the fortune of others. Bukti2 baru, membuktikan bhw Smith ternyata benar. Manusia ngak sepenuhnya mengejar self interestnya. bhkan secara ilmiah, biochemical ternyata memperlihatkan bhw ada hormon dalam otak, yg namanya oxytocin, yg punya peran menghasilkan perasaan saling percaya, dan kerjasama. paradoxnya, pembenaran thesis Smith, punya konsekuensi ialah self interest individual ngak akan pernah membawa kebaikan, karena individu ngak benar2 berjuang untuk self interestnya. Namun disisi rain asumsi sosialis jg ngak tepat jg. Terlalu naif. Ini bawa kita pada masalah berikutnya (konsekuensinya), yaitu peran pasar dan pemerintah. Tapi segitu aja dulu ah. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Mencoba ikut memberi pandangan. Hemat saya, baik kapitalisme dan sosialisme keliru jika hanya mengasumsikan bahwa: 1. Manusia itu hanya self-interested, karena benar bahwa self-interest adalah salah satu watak kodrati manusia, tetapi pastilah self-interest itu bukan keseluruhan watak manusia. 2. Mula-mula manusia itu sebuah kolektivitas, karena dengan demikian individualitas direduksi dan hanya menjadi sarana bagi sebuah tujuan bersama. Baik kapitalisme dan sosialisme seringkali terjebak dalam dua ekstrem itu, dan ini kadang lebih dikarenakan tegangan ideologi. Kita di sini sebenarnya tak terlalu terwarisi tegangan ideologi ini, tetapi kadang sosialisme (termasuk komunisme ) lalu relevan dlm kritik thd praktik kolonialisme, yang kebetulan para kapitalis. Individualitas dan sosialitas adalah dua aspek kodrati dari sebuah kemanusiaan. Jatuh pada salah satu hanyalah sebuah kekeliruan. Saya pribadi merefleksikan bahwa tugas kita adalah: 1. Bagaimana merawat kebebasan individual tanpa jatuh dalam individualisme ( termasuk individualisme metodologis ). 2. Bagaimana menyuntikkan' ( imposing ) sosialitas dalam praktik bisnis, termasuk sosialitas laba, sosialitas hubungan majikan-buruh, dlsb.Bahwa tak semua ranah bisa dijadikan pasar dan mekanismenya tansaksional. Melihat betapa besar dan kuatnya pertarungan ideologi ini di Barat, akibat globalisasi, kadang kita ( dan khususnya saya pribadi ) sering jatuh dalam salah satu ekstrem. Tapi saya kira definisi bahwa tukang rokok dan mbok di warung itu kapitalis kurang tepat , per definisi karena di sana tidak ada akumulasi modal dan kontrol atas alat2 produksi secara privat. Saya kira pemikiran Smith mewakili keresahan Anda. Ia bertolak dari fakta empirik ( commercial society ), merefleksikannya dan memikirkan apa yang mungkin dari yg faktual ini. Ibaratnya, ia mengkritik faktualitas dg keterlibatan. Saya pernah elaborasi pemikiran Smith itu di sini http://indoprogress.blogspot.com/2009/09/teka-teki-das-adam-smith-problem.html demikian pendapat saya. terima kasih. salam, pras
Re: [Keuangan] PANCASILA
Paling kurang kalau dilihat dari jumlah nominalnya, mereka yg agamanya kapitalis, malah yg paling jor2an. Org2 yg seperti Rockefeller, Stanford, Bill Gates, Warren Buffet, ngeluarin duit untuk charity sama cepetnya seperti mereka mendapatkannya. Meskipun tidak sedikit org akan complain ttg.bisnis mereka.
Re: Bls: [Keuangan] PANCASILA
Bung, Coba anda lihat, apa yg aku tulis: dilihat dari jumlah nominalnya tidak sedikit org akan complain ttg.bisnis mereka Kalau bung tanya dibanding apa jor2an, aku kasih lah Rockefeller, kalau Stanford, kan lihat aja Stanford, kalau Buffet, dan Gates kan masih banyak data anyar. - Rockefeller (and the foundation named after him) donated more than $530 million to charitable causesa fortune then, a far greater fortune in today's dollars. The University of Chicago alone got $35 million. Through his Rockefeller Sanitary Commission, he helped eradicate hookworm disease in the South, what one historian called the germ of laziness, - John D. Jr. would devote his life to philanthropic and civic causes, giving away another $400 million Kalau mungkin balik ke jaman Middle Ages, lihat saja Medici family (banker, yg rekonsiliasi ketakutan karena praktek bunga duit dgn kontribusinya untuk pembangunan gedung dan seni2 gereja) AKhirnya, aku ngak lagi menghakimi apa mereka tulus atau ngak. Pointku sebenarnya ialah kapitalis bukan berarti ngak bisa beramal/berdonasi. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Dibandingkan dengan siapa ya? Apakah Anda juga tahu sejarah gelap Rockefeller terhadap suku2 asli di sana? salam
Re: [Keuangan] PANCASILA
Aku jd tertarik jg comment. Menurutku semua pemikiran/konsep selalu merupakan respond terhadap tantangan jaman dan waktu. Jd, ada assumsi yg melandasi konsep tsb. Asumsi2 dasar ekonomi kapitalis, sosialis rasanya sudah jelas. Yg rasanya belum jelas ialah ekebenarnya apa sih asumsi2 ekonomi Pancasila? Pertanyaan berikutnya tentu, seberapa penting sebenarnya asumsi tsb dibawa dalam tahap operasional. [Aku sendiri pernah schock baca paper lama dari Milton Friedman The Methodology of Positive Economics, yg kurang lebih bilang bhw unrealistics assumsi dalam teori ekonomi tidaklah penting, selama teori tsb menghasilkan prediksi yg benar]. Apakah teori sdh jd agama? Salam, Enda
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, nazar nazart...@... wrote: Bung, saya tangkap ada keraguan dalam jawaban anda ini tentang kevalidan neuroscience ini. Anda tahu beda valid dan non-valid dalam science? Kalau ragu, semua scientist, dan org yg mau jujur dgn science selalu skeptis. Kalau mau jujur, semua hal kita harus ragukan dulu, sebelum yakin. Descartes bilang cogito, ergo sum. NGak ada teori yg waterprof, apalgi di bidang social science. Erwin Schrödinger bilang The mistakes of the great, promulgated along with the discoveries of their genius, are apt to work havoc. Ironisnya, kenapa org skeptis itu malah memperkuat temuan di neuroscience tsb. Setahu saya, menurut teori tingkah laku manusia. Jika wawasan seseorang rendah terhadap satu objek, maka sikap dan perilakunya juga rendah terhadap objek tersebut. Jika sikap dan perilakunya rendah, maka pendirian/believenya juga rendah (mudah terombang ambing). Juga menurut teori Memilih/choice, orang akan terlibat lebih banyak terhadap sesuatu yang nilainya tinggi, dan tingkat selektif pun tinggi (lebih rasional). Jika seseorang menganggap objek A tidak begitu penting, maka tingkat selektif rasional juga rendah. Mengingat adanya indikator krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan parlemen, maka tingkat selektif rasionalnya juga rendah. Dan itu berarti pilihan dijatuhkan dengan asal-asalan. O ya, sebenarnya pemilu ini kan prosesi memilih orang-orang yang berkompeten. Atau the righ man on the righ place. Sehingga dewan terpilih memang mampu menyerap aspirasi, permasalahan, kesusahan masyarakat untuk di implementasikan dalam sebuah kebijakan publik bersama2x dengan pemerintah. Juga karena ia memegang fungsi legislasi, mau di bawa kemana negeri dan masyarakat ini melalui kebijakan2x publik? Bagai mana cara mengelola sdm, sda dan modal bangsa ini? Nah, jika masyarakat pemilih tidak menghubungkan pilihannya dengan fungsi dan tugas2x parlemen itu, bagai mana bisa tercapai the righ man on d righ place? Inilah satu alasan mengapa saya menulis bhwa di daerah yang belum maju, pemilu=orang awam memilih orang yang berkualifikasi. Aku lagi ngak permasalahkan hal yg normatif, yg kutulis ialah apa yg terjadi (mekanisme prosesing informasi di otak, sehingga membuat keputusan).
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
Bung Nazar, Aku kurang dapat menangkap claim apa yg anda bawa. Jd, aku mainkan musik sendiri, yah? Pada dasarnya, sekarang hampir semua (mungkin semua) pemilih adalah independen. Tidak sedikit org yg terima duit, tapi mereka independen dalam menyoblos. Ada hal hakiki yg para penebar duit lupa, yaitu masyarakat bukan milih melulu karena duitnya. Ada hal yg mendasar (berdasarkan riset2 yg dilakukan oleh para cognitive scientist dan neuroscientist). Aku ilustasikan yah..Misal dari 70 jt penduduk pemilih. Mungkin hanya 10-20 % pemilih yg benar2 fanatik. Sementara sisanya adalah swing voters. Apa yg membuat 20% jg fanatik pada partainya masing2 adalah kesusaikan identitas. Sekali identitas/emosional tsb terbangun, susah untuk dirubah (ini menjelaskan teori Anis Baswedan bhw pemilih yg memilih partai berdasarkan agama kalaupun pindah pasti partai agama, sementara yg nasionalis ke nasionalis). Apa yg dilakukan oleh stratego politik di kampanye bukan merebut konstituen fanatik. Contoh, betapapun fakta yg dikasih oleh partai X ttg lawannya, mereka yg sulit memindahkan pilihannya. Yg seharusnya digarap ialah 80% swing voters. Apa yg harus dilakukan simple jg, ialah membangun emosi swing voters. Uang salah satu cara, tapi ada cara yg lebih ampuh (paling kurang menurut para cognitive scientist dan neuroscientist). Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, nazar nazart...@... wrote: Ah jadi gatal juga untuk beropini. Berbicara tentang emosional, Bagaimana jika ada seseorang yang menghidupkan pemikiran emosional negatif orang lain/ masyarakat untuk menilai sesuatu. Contoh. Jangan mau dengan bung EKO, karena dia itu pemarah, egois, keluarganya jahat, dia tidak konsisten, dsb..dsb.. Bukankah ini cara yg TIDAK SANTUN? Coba bandingkan dengan Bung EKO itu baik, dan bung EKA itu juga baik. Silahkan nilai sendiri oleh anda-anda sekalian. Bukankah cara ini lebih SANTUN? Dalam dunia politik, terutama didaerah-daerah yg tdk mengenal etika. Politik persuasi/membujuk dilakukan dengan cara 1 dan 2. Dan alangkah naifnya jika cara 1 ini lebih dominan dilakukan. Bukankah itu juga berarti masyarakat tidak berpikir independen? Tergantung seberapa tinggi/intensif doktrin itu dilakukan Hal-hal semacam ini bisa di terapkan dalam dunia bisnis untuk menjual barang dan strategi pemasaran. Soal kemasyarakatan itu biarlah kita serahkan kepada pemerintah dan dpr/dprd terpilih itu. Toh dalam bisnis, kode etik itu tidak begitu mengikat. Dan begitu jelas tujuan yang ingin di capai, yaitu keuntungan yang sebesar2xnya. Dan dalam berbisnis, jangan ada pikiran sosial, itu akan menjebak bisnis kita. Dan biasanya, politisi juga terjebak oleh rasa sosial yang tinggi, sementara masyarakat berpikir materialistis. Karena itu, pembisnis harus berpikiran untung rugi dari setiap rupiah yang di investasikan. Salam
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
Aku ngak ngomong lho bhw neuroscience menulis obatnya. Tapi apa yg reveal dari banyak studi di bidang cognitive dan neuroscience tsb memperlihatkan bhw kata dan ekspersi bahasa adalah salah satu obat. Dan, mungkin satu2nya, obat yg kita kenal ada dipasar saat ini [itu kenapa aku bilang KITA sudah tahu]. Itu jg kenapa aku bilang dlm posting awalku (ke bung Poltak), bhw tanpa sadar (intuitively), para politisi (dan jg marketer, creative writer, dlsb) sudah tahu. Pertanyaannya tentu gimana menggunakan kata dan eksperisi bhs sehingga membangkitkan emosi positif? Nah silahkan jawab sendiri, supaya anda bisa memperkaya knowledge anda. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, lubec...@... wrote: Maaf bung Enda, Jgn menggunakan kata KITA.Krn pemahaman dan pengalaman anda tdk mewakili pengalaman saya..:-) [jika neuroscience yg kata anda memiliki obat penggunaan bahasa/words, hemat saya sih itu tdk memperkaya knowledge saya pribadi.Tanpa perlu tahu neuroscience pun, saya sadar bhw kata-kata punya kekuatan dan hegemoni dlm menggerakan emosi--spt membaca syair puisi atau lirik lagu] Peace, Lubeck Sent from my FakePlasticTrees� powered by IDIOTEQUE �
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
Pertama, aku harus meluruskan dulu. Aku ngak pernah nulis teori cognitive dan neuro. Apa yg kutulis ialah hasil riset di bidang tsb. Selanjutnya, ada beberapa perbedaan antara pengambilan keputusan, karena setting pengambil keputusannya berbeda. Antara produk dan jasa saja berbeda, begitu jg antara produk berbentuk, dan produk finansial. Dua faktor yg paling menentukan ialah kekompletan informasi dan waktu. Namun, mekanisme prosessingnya sama. informasi yg masuk ke dlm otak, selalu emosi dulu yg main, jika lolos maka masuk ke prefrontal cortex - organ yg menganalis secara logika. Menjawab pertanyaan anda, silahkan anda coba exercise sendiri dulu, apa informasi saya bisa lolos amygdala anda. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, nazar nazart...@... wrote: Ini menarik. Berdasarkan teori cognitive dan neuro itu, apakah menurut bung perilaku memilih partai ini juga sama dengan perilaku membeli barang2x atau saham? Dalam kata lain, setiap pedagang atau perusahaan hanya memiliki pelanggan tetap 10-20%?
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
Aku lihat lagi, rupanya ada salah tulisan yg sgt mengganggu tertulis : ...neuroscience di bidang pengambilan keputusan, memperlihqtakan bhw political science lebih banyak merupakan pilihan emosional, seharusnya ...neuroscience di bidang pengambilan keputusan, memperlihqtakan bhw POLITICAL DECISION lebih banyak merupakan pilihan emosional --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, irmec ir...@... wrote: Mungkin lebih konstruktif dan punya manfaat, jika diskusi memang diarahkan dalam konteks decision making.
[Keuangan] Re: Pengaruh multipartai dlm kebijakan ekonomi.
Mungkin lebih konstruktif dan punya manfaat, jika diskusi memang diarahkan dalam konteks decision making. Salah riset terbaru terbaru dari neuroscience di bidang pengambilan keputusan, memperlihqtakan bhw political science lebih banyak merupakan pilihan emosional [bukan artiaan jelek lho. Emosi membuat manusia menjadi manusia]. katanya karena ada input masuk pertama ke otak dan ketemu dgn gumpalan berbentuk kenari di bagian limbic otak. Gumpalan tsb berfungsi mengatur emosi. Dan ketika informasi masuk yg sifatnya berlawan dgn nilai/belief yg kita percaya. Simplenya, informasi difilter dulu oleh emosi. Mekanisme yg terjadi banyak menjelaskan kenapa org sulit berubah, dan mengapa tokoh2 politik dgn jargon2 simple lebih diminati. Kulihat2 neuroscience sgt menjanjikan, dan rasanya bisa merubah banyak cara pandang kita dalam memahami suatu fenomena. Jg di bidang ilmu ekonomi, dimana masing sering digunakan asumsi manusia sbg mahluk yg rasional. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Ignace I. Worang ignacewor...@... wrote: Politik tidak bisa dinilai secara baku apakan itu brutal, materialistis atau irrasional karena tergantung dengan keadaan, kultur, tingkat intelektual dimana politik ini akan dijalankan. Contohnya seperti yang anda katakan bahwa masyarakat daerah gampang dimobilisasi dengan umpan2 politik yang tidak edukatif, ya mungkin kalau umpannya edukatif, masyarakatnya tidak termobilisasi. Politik adalah cara pencapaian tujuan, caranya bagaimana ya bebas saja.
[Keuangan] Fallacy dan janji politik
Seperti kotak pandora, demokrasi memberi banyak banget ruang publik untuk bicara, tapi membuka ruang juga untuk lahirnya para demagog atau sekedar janji manis tapi sering kosong. Ribuan tahun lalu, Plato sedemikian jengkelnya sama org2 yg membuat gurunya, Socrates, dihukum mati, sehingga dia langsung meng-generalisasi sophist sebagai jelek. Satu ciri khas sophist, yaitu mereka munggut bayaran dari para murid. Di jaman sekarang sophist adalah guru dan expert profesional di bidang komunikasi masa. Mereka adalah expert dalam rhetoric, kemampuan untuk persuasif yg membetot pesona masa. Menurut salah satu sophist, Protagoras, selalu ada dua sisi terhadap satu sisi. Oh, ya, Protagoras, bukan saja jadi bapak debat, tapi jd bapak probabilitik. Mungkin ini yg bikin Plato jengkel terhadap sophist. Untuk Plato, sophist membuat masa menjadi kaum relativis, yg membuat jadi malas mencari kebenaran yg hakiki. Tapi, Aristoteles, murid dari Plato sendiri, paham bahwa rhetoric adalah tools. Baik buruknya tergantung siapa yg gunakan. Kemampuan rhetoric itu jg berkembang ratusan tahun kemudian di republik lain, Romawi {selain jg kemampuan untuk money politics. Org Romawi suka nyinyir bahwa org2 bertoga putih -para senator- harus kaya untuk tiga hal. Kembaliin uang yg ditabur selama kampanye, uang untuk nyongok kalau dia ditanggkap, dan uang pensiun]. Rhetoric jg salah satu ilmu dasar di masa awal universitas modern. Masuk dalam tiga kategori (trivium), selain logic, dan grammar; sebelum mahasiswa ngambil mata kuliah yg advance (quadrium). Dasar pemikirannya ialah, betapapun advancenya seseorang, sulit untuk berguna kalau ngak bisa mempengaruhi publik. Tapi, perhatikan, bahwa keindahan bicara harus dipadukan dng logic. Jd bagus tidaknya, harus dilihat jg dari logis tidaknya. Dan, terlalu sulit sesungguhnya bagi kita untuk lihat betapa seringnya caleg, media masa, so called experts berbuat tidak logis. Ok , aku lebih sering menggunakan kata fallacy. Pun, ketika mereka memainkan angka atau statistic dalam statement mereka. Wiston Churchill pernah bilang Democracy is the worst form of government, except for all those other forms that have been tried from time to time. Jd, sah-sah saja para politisi untuk buat janji2, termasuk janji yg fallacious; namun, silahkan jg untuk spotting fallacious mereka, sehingga logika rakyat tidak diperkosa. Salam, Enda
[Keuangan] Iskandar Alisjahbana: Evolusi, Adam Smith, dan Peradaban Masyarakat (intro)
Satu berkas surat setebal dua halaman yg terlipat di ujung meja kerja, membuat membuat saya menghentikan kegiatan bersih-bersih akhir tahun 2008. Ditujukan kepada Almighty Entrepreuner Bill Gates, ketika sang pendiri Microsoft datang berkunjung tahun lalu di Indonesia; surat tersebut diserahkannya kepada salah seorang menteri untuk diteruskan kepada Bill Gates. Apakah sang menteri benar-benar menyerahkannya pada Gates, wallahualam. Surat tersebut membongkar lagi kenangan dengan sang penulis surat tersebut, yaitu pak Iskandar Alisjahbana, yang telah meninggalkan dunia ini pada bulan Desember 2008. Pak Is nama yang saya pakai untuk menyapa bekas mantan rektor ITB periode 1977-1978 adalah teman diskusi yang sangat menyenangkan. Antara saya dan beliau terpisah oleh satu generasi. Beliau hampir 40 tahun lebih tua daripada saya. Lebih dari 5 tahun, kami berdiskusi dan berdebat, tidak pernah saya rasakan bahwa umur sebagai sekat.Jangankan umur, latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi pun bukan masalah. Suatu kali, saya ditelfon untuk datang kerumahnya di Bandung. Ketika sampai disana, beliau ternyata sedang ada di pekarangan samping rumah sedang bercakap-cakap dengan seorang anak muda. Ayo ikut. Kita lagi berdiskusi tentang evolusi, Nda, ajak beliau. Hampir satu jam kami berdiskusi, ketika beliau kemudian memperkenalkan bahwa anak muda tersebut adalah salah satu tukang kebunnya! Satu hal lain yang membuat saya tertarik dalam berdiskusi ialah pak Is tidak pernah berusaha meng-ajust materi dalam bahasa yang menyenangkan publik. Dia sepertinya tidak perduli apakah publik pendengar mengerti dengan apa yang diutaraknnya. Semua diutarakan dengan gaya bahasa ilmiahnya. Mungkin ini suatu kelemahan beliau. Namun, saya lebih melihatnya implisit adalah bentuk egaliterisme. Kejujuran adalah salah satu hal lain yang menonjol dalam diri beliau. Beberapa kali, pak Is bercerita tentang sepak terjangnya dalam membesarkan perusahaan-perusahaannya sewaktu jaman Orde Baru, termasuk praktekkolutif yang terpaksa harus dilakukannya. Beliau sendiri mengakui itu hal tersebut salah. Tapi, berapa banyak tokoh terhormat yang berani mengakui dirinya pernah berbuat salah? Tentu ada yang paling menawan dalam diri beliau adalah pemikirannya. Publik pada umumnya mungkin melihat beliau sebagai soerang pelaku atau promotor techo-entrepreuner, atau kecintaannya pada beragam inovasi technologi. Tapi, itu hanya permukaan. Karena semua yg terlihat itu -paling kurang dalam pemahaman saya - punya suatu makna filosofi yg dalam. Bahkan beliau seirng bilang, kita ini filosofer. [bersambung]
[Keuangan] Re: Model Matematika
Tertarik jg, boleh. Boleh saya beri deskripsi lebih jauh problem statementnya, dan apa yg mau dimodelkan. Dan sedalam apa model yg diinginkan? Jawabannya, mungkin perlu beberapa hari, karena besok mau pergi sampai minggu depan (Senin) Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Theatmodjo Ls [EMAIL PROTECTED] wrote: ada yang bisa bantu saya akan membuat model matematika soalnya mengenai hedge nilai USD dalam laporan keuangan akan menghasilkan translation rugi laba unrealized dan net outflow hedge akan menghasilkan nilai sebaliknya disini hanya terdapat 2 fakto y=ao + B1x1 + B2x2 + E x1 translasi x2 hedge MTM apakah ada masukan lainnya thanks
[Keuangan] Lesson from the past: Government Bailouts: A U.S. Tradition Dating to Hamilton
If you would like an empirical law of government behavior, it is that in a panic or threatened financial collapse, governments intervene -- every government, every party, every country, every time. (A.J. Pollock) Mungkin ada gunanya belajar dari masa lalu, seperti yg tertulis di WSJ http://online.wsj.com/article_email/SB122186662036058787-lMyQjAxMDI4MjIxMDgyNjA2Wj.html Salam, ENda -- Government Bailouts: A U.S. Tradition Dating to Hamilton Michael M. Phillips The bubble pops. Lenders freeze. Depositors lose faith. Panic spreads. And the government steps in because nobody else will. Today it is Treasury Secretary Henry Paulson and Federal Reserve Chairman Ben Bernanke putting together the rescue package for a financial system rocked by falling home prices and a wave of defaults on subprime mortgages. But a short walk through U.S. history demonstrates the point made by Alex J. Pollock of the American Enterprise Institute: If you would like an empirical law of government behavior, it is that in a panic or threatened financial collapse, governments intervene -- every government, every party, every country, every time. The Panic of 1792 The nation's first president was in his first term when the U.S. ran into its first financial panic. In 1791, the federal government assumed obligations that such states as Massachusetts and South Carolina owed from the Revolutionary War, part of a larger deal that included moving the national capital from New York to Philadelphia to Washington. Taking on the states' obligations added about $18 million to a total U.S. domestic debt of $65 million -- debt securities that proved attractive to financial speculators. Savings and Loan Crisis It used to be that savings-and-loan associations were staid institutions that stuck to home loans and lured savings-account depositors with blankets and toasters. But during the 1980s, the industry expanded wildly into commercial real-estate lending, spurred by deregulation and poor regulation, according to Mr. Blinder. The business model worked as long as the SLs made more money on their loans than they had to pay for deposits. But the model broke down when interest rates rose, and the institutions found themselves paying more for deposits than they earned from fixed-rate loans in their portfolios. In addition, said Mr. Blinder, they went into a lot of what could only be called stupid real-estate investments. From 1986 through 1995, about half of the 3,234 SLs in the U.S. closed, leaving federal insurers stuck with tens of billions of dollars in bad loans. In 1989, after eight months of debate, Congress created the Resolution Trust Corp. to make depositors whole, investigate allegations of wrongdoing and deal with the husks of the SL industry. At the time, skeptics warned that government was reaching too far into the marketplace, and predicted darkly the RTC would be saddled with bad assets for generations. Indeed, the government ended up owning shopping centers, homes and resorts, along with an odd collection of assets put up as collateral for SL loans, including Picasso and Warhol paintings, a 30-horse merry-go-round, a Colonial-era whiskey distillery, a drawstring made from Martha Washington's gown and 800 units of semen from a registered Brahma bull. By the time the SL cleanup was over, it had cost U.S. taxpayers about $124 billion in non-inflation-adjusted dollars, according to FDIC research. Mr. Davison, the FDIC historian, wrote in a 2006 journal article: Perhaps a measure of the RTC's success is that little more than a decade after it closed, this agency that provoked so much debate is now largely forgotten.
Re: [Keuangan] Fw: Nonton Bung Poltak Hotradero
Bung Poltak, Apa ada pres atau capres Indonesia yg punya keinginan mengeffisiensikan departement (dalam ukuran pegawai). Aku pikir, tidak. Aku pernah punya pengalaman lihat satu institusi (negara) baru yg lahir di Indonesia. Dalam suatu diskusi pribadi dgn salah satu petinggi disitu, aku bilang gimana nih kiatnya supaya ukuran tetap kecil. Dia bilang, ngak akan, malah harus digedein secepat2nya. AKu akhirnya pikir sendiri, dan sampai pada kesimpulan. Dia bener. Kenapa? Karena dgn ukuran yg besar, suatu departement/institusi jd malah sulit dibubarkan. Semakin kecil semakin gampang. Pegawai adalah kekuatan massa dari parpol departement. Efisien atau enggak, pasti ngak dipikirin oleh petinggi department. Mungkin pola perekrutan PNS massa depan harus dipolling, baru didistribusikan. Barangkali, Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero hotradero@ wrote: At 12:08 PM 8/3/2008, you wrote: Contoh sederhana yang saya ajukan dalam acara tsb. adalah bagaimana Depdiknas punya 200 ribu orang lebih pegawai non-guru. Apa iya kita perlu sebanyak itu - sementara banyak BUMN bisa beroperasi di seluruh Indonesia - hanya dengan sepersepuluh angka itu.
[Keuangan] Menghitung PTKP (penghasilan tidak kena pajak)
Kawan2, Aku ingin tanya apa ada model yg dipakai untuk menghitung PTKP yg digunakan oleh ditjen pajak? Darimana angka 13 jt (kalau ngak salah)? Terimakasih sebelumnya. Salam, Enda
Re: [Keuangan] Kapitalisme-Laissez-Faire
Asal muasalnya karena subsidi tsb lsg ke rakyat, tapi ke PERTAMINA (paling kurang kalau mengacu Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No 22 Tahun 2001. Ngak tahu UU baru -2005). Subsidi BBM adalah aliran dana dari Pemerintah ke PERTAMINA. Pendapatan minyak, di sisi lain, adalah aliran dana dari penjualan minyak mentah (crude oil) milik Pemerintah, yang diterimakan ke rekening Departemen Keuangan. Kedua hal tersebut, adalah dua jenis bisnis yang terpisah, meskipun sebagian besar kegiatannya, yaitu penjualan minyak mentah dan penyediaan BBM dilakukan oleh PERTAMINA. Jd politisi menggunakan kelemahan akutansi APBN untuk mencari popularitas. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, mike harnett [EMAIL PROTECTED] wrote: pak,., maksud saya,., gimana sih hitung2nya pak Kwik asalnya dan reasoningnya? kok beda banget ya dg versi mba Ani?? nah,. bedanya dmn yah,., ada yg bs jelaskan?,., kok,.,. bisa2xnya harga BBM itu 0,.,. kayaknya pak kwik tdk menjelaskan seperti itu,., (atau memang saya yg kurang info lengkapnya dr Kwik).. nah yg benernya gmn tuh,. sehingga harus menaikkan BBM sebesar 28.7%? (karena rasa2nyam, kalo dijelaskan mekanisme hitungannya,., mahasiswa tentu akan berpikir logis,.,. dan tidak main asal demo.., tanpa mengetahui akar masalah kenaikan tsbt),., thx kalo ada yg mau menjelaskan,.,..
[Keuangan] Re: Greenspan
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote: Sedikit info: Dua pengamatan tentang omongan Greenspan dari Frankfurt: 1. Krisis mortgage belum keliatan dasarnya. Krisis ini masih akan berkepanjangan. Beberapa minggu lalu, kubaca di Kanada Greenspan bilang 'I don't think that the [housing] boom came from a 1 per cent Fed funds rate or from the Fed's easing. It came from the collapse of the Berlin Wall.. Hm..kalau di system yg berosilasi biasanya muncul karena ada variable yg tiba2 nambah dadakan (fungsi STEP), rasanya invention of the Q-Tip adalah fungsi STEP itu saat ini. -enda-
[Keuangan] Re: Cara berantas korupsi?
Hehehe. Apa ada yah King Philosopher gini? Aku cuma tahu satu yg beneran. Marcus Aerelius. Tp kalau aku baca dan denger sih, semua perubahan dimana power menjadi terbagi ke banyak, bukan beneran datang dari filosofer, tapi dari praktisi. Pericles, Solon, para tuan tanah di Inggris Amerika Serikat, Coluccio Salutati Leonardo Bruni, (indonesia kali, Sjahrir Bung Hatta) bukan filosofer perse, meskipun pastilah mereka punya filosofi tertentu. Dan, ini pikiran yg pragmatis, karena mereka tahu diri. Yg dijaga ialah nothing in excess. KALIhehee Salam, ENda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote: Apa yg kurasa missing di pemberantasan reformasi ialah pemecahan power yg sudah terkristalisasi. Aku coba bandingin dgn apa yg dilakukan Solon dan Pericles di jaman dulu, terus wkt di jaman Magna Charta di Inggris, renaissance di Florence (Italia), dan revolusi di China. Selama power belum disperse ke banyak orang, aku pesimis bhw akan ada hasil positif yg sustainable. Maksud saudara Enda - kita perlu King-Philosopher? :)
Re: [Keuangan] Prospek masa depan dengan bersekolah
Kata sekolah diturunkan dari bhs Latin, skola. Yg artinya, bukan tempat belajar lho, tapi tempat bersantai2 (leisure). Karena memang waktu sekolah muncul di Yunani dulu, yg pergi sekolah ialah org banyak duit {kalau diukur dgn nilai duit jaman Yunani kuno, pergi ke akademinya Plato, atau kesekolah para sophists di Yunani, sama dgn uang kuliah di Harvard jaman sekarang). Tapi, emang org saat itu pergi kesekolah bukan sesuatu yg sifatnya vocational (pekerjaan). tapi dlm bersantai2, keluar pemikiran baru. Belakang, sekolah jadi tempat belajar untuk jd tukang/vocational (jd rohaniawan, jd lawyer, dan jd dokter). Baru sesudah edict dari Charlemagne, gereja2 bikin sekolah lagi seperti jaman Yunani. Simplenya, aku ingin bilang, mengharapkan sekolah sbg tempat belajar dari guru untuk dapat ilmu sebenarnya terlalu optimis. Apalagi di jaman sekarang (dimana kita bisa belajar lwt buku2 yg bertebaran di internet. kalau di anggap ilmu= pengetahuan). Apa yg didapat dari sekolah di jaman sekarang menurutku jauh lebih pada network. Dgn lebih banyak bersekolah, lebih banyak lagi network yg didapat. Dgn network, opportunity muncul. Begitu jg kalau kita tengok sejarah perusahaan, banyak yg muncul dari network yg dibangun (mungkin lebih pasnya, terbangun) ketika sekolah (bukan knowledge perse nya)/ Tapi itu baru satu sisi, disisi lain, network jg bisa muncul dari persentuhan2 dgn orang lain dlm asosiasi (itu comparable dgn guilds jaman abad pertengahan di Italia - dimana menguasai ekonomi). Kalau ingin jadi pengusaha ngumpullah dgn pengusaha (jgn lupa ada akademisi yg pengusaha; ada pengusaha yg akademik). Kalau inget matematika sederhana SD. Ada yg namanya irisan. A iris B iris Csemakin banyak kita berinteraksi semakin banyak kemungkinan (bisnis atau pun non bisnis) yg muncul. Ketika irisan A lebih banyak yg berhasil, ketika itu jg yg lain berusaha masuk ke group A. Sampai disini rasanya ngak terlalu jelek; tapi mulai jadi jelek ketika A menjd membesar, sehingga exclude yg lainya. COba aja lihat fenomena, betapa lulusan universitas A dominan di satu instansi/perusahaan atau satu bidang usaha. Sementara universitas B di instansi lain. Untukku makanya birokrat, sebisa mungkin bukan org universitas. Salam, Enda
Re: [Keuangan] Inilah Realita SDM kita... Hidup Departemen Pendudukan!
Bung Sang, ketika Thomas Alva Edison mencanangkan untuk mengembangkan bola lampu listrik pijar, para investor berbaris di depan rumahnya di Menlo Park. Lampunya jg udah ada pasarnya (di pasang di kapal pesiar milik jutawan). [Lampu listrik ditemukan oleh Humpry Davy (1809). Bola lampu listrik? Telah pula ditemukan oleh Henry Woodward and Matthew Evans, empat tahun sebelum Edison (1879)] Tp emang ngak selamanya demand side jd driver kesuksesan. Ambil contoh phonograph didesain oleh Thomas Alva Edison, sebagai mesin perekam pesan dan dipasarkan untuk menggantikan fungsi penulis steno di pengadilan atau di rapat-rapat. Beberapa orang ternyata menjualnya dengan lebih sukses sebagai mesin untuk reproduksi musik. Perlu waktu tahunan sampai Edison menerima kenyataan ini. Kalau demand side selalu menentukan sebeneranya ada pasar utnuk obat HIV, kanker, obat biar umur kita ratusan, dlsb. Problem masalah dunia yg akut sudah merupakan pasar yg siap menyerap. Kupikir demand supply ngak ada artinya jika ngak ada ENTREPREUNER, yg jadi jembatan untuk dua hal ini. Sekrg kita mungkin bisa berefleksi mengapa Techno-entrepreuners kita sedikit? Salah satu kecurigaanku sebenarnya pernah kutulis di KONTAN akan lemahnya masalah ini, yaitu ... powerful bureaucracy, supported by tradition and the education system that promoted orthodox thinking. Salam Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Wawan Taufiq Nasich --- Sang [EMAIL PROTECTED] wrote: saya kira ekonomi bukan digerakkan oleh konsumsi saja pada awalnya... ada waktu-waktu dimana penemuan dan kreativitas menjadi sebuah booming pemasaran... masih ingat ketika alva edison menciptakan lampu pijar.. saya kira saat itu belum ada permintaan, tetapi lebih pada tekad kuat dari karakter seorang edison menyumbangkan karya dibidang kemanusiaan... dan boom... penjualan melesat dan memunculkan demand... yaitu penerangan jalam, rumah tangga dll... kemudian kita tentu ingat kisah ford meneguhkan diri mengkreasikan mobil 4 tak, saya kita bukan tersebab permintaan dan konsumsi, tetapi lebih pada karakter ford dalam hal pembaruan dan inovasi kearah yg lebih baik... ini memicu adanya permintaan tinggi dan memang terbukti.. ford is the king of automotive... hampir industri besar saat ini dipicu oleh pembaruan terus menerus dan menciptakan trend dan citra... barulah ada permintaan... saya kira kartu kredit adalah salah satu contoh produk kreatif dalam hal membangkitkan semangat konsumsi kaum borjuis... tidak ada permintaan akan kartu pada awalnya, tetapi lebih pada sebuah peluang memanfaatkan momentum untuk mempermudah orang belanja apapun dgn hanya bermodal sebuah kartu magnetis... dan muncullah produk itu yaitu kartu tipis yg gampang diselip dalam dompet... ini adalah kepiawaian membaca peluang, bukan tersebab permintaan... dan sekarang malahan muncullah berbagai varian creditcard yg ditawarkan berbagai bank dan bank memunculkan citra dgn segala cara, baik lewat iklan maupun dgn mencegat, merayu, membujuk orang diperempatan sudut supermarket oleh cewe-cowo suruhan dari kapitalist-kapitalist bank komersial, dgn tujuan meniptakan komsumsi, bukan tersebab adanya permintaan kita serasa dipaksa bukan?! Dan disini masaalah utamanya, kita tidak dibina karakter semacam ini sejak kita punya seragam putih merah, hingga putih abu-abau dan bebas diperguruan tinggi.. kita adalah type-type manusia dgn karakter tulis baca bukan karakter manusia dgn tujuan bertekad memperbarui cara kita hidup ini kelemahan yg amat sangat fatal bagi masa depan kita... Sang
Re: [Keuangan] Naik pesawat. Kenapa tidak?
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Enda, Kalau memang issue-nya adalah soal PENINGKATAN keamanan -- ini menjadi menarik. Karena kita harus ada trade off. (dan karena ekonomi adalah masalah trade off -- maka hal ini seharusnya juga menjadi masalah ekonomi). Tapi di mana batas ekonomisasi rasa aman dan nyaman? Contohnya: Supaya lancar dalam perjalanan di mobil kita selalu menyediakan satu ban cadangan. Tapi kita tahu persis bahwa ban mobil kita ada empat. Bisa saja kan yang bocor lebih dari satu dalam satu waktu? Apakah itu berarti kita harus bawa dua ban cadangan? atau malah empat ban cadangan? (efisiensi bahan bakar kendaraan kita pasti melorot drastis akibat tambahan beban-beban ini) Atau lebih radikal lagi -- bagaimana kalau mengembangkan ban yang tahan bocor...? Sekalipun harga ban itu 20 kali lebih mahal daripada ban biasa? Tapi apakah yang begini harus juga diwajibkan oleh pemerintah? Apa bukan malah berarti menyodorkan diri pada monster jelek dan dungu bernama birokrasi? Birokrasi, seperti biasa akan menghadirkan lebih banyak masalah baru - ketimbang menuntaskan masalah asal... Bung Poltak, Sebenarnya proses design pesawat ( juga alat2 transport lain) dan pengembangannya sudah dilakukan dgn banyak memperhitungkan faktor keamanan. Beban mesti dikalikan dgn safety factor, beberapa critical equipment pake redudant, dlsb. Semuanya harus comply dgn regulasi FAA. Dan, industri pesawat sgt konservatif dalam hal safety (suatu hal yg bagus). Jd kalau FAA, manufaktur, ngak protes misalnya satu maskapai memperbanyak jumlah penumpang, dng memperbanyak seat (MENGURANGI kenyaman), sebenarnya ngak ada problem yg serius. Dalam kasus Adam Air, dan maskapai yg menawarkan tikt murah, menurutku OK2 aja. Yg harus diperhatiin ialah maintenance regulasi tiap kali terbang (yg udah disepakati - yg ujung2nya jg sering berhubungan dgn keamanan). Aku ngak pake kata nyaman, lho...soalnya ada harga ada kenyamanan. YG ngak bisa ditawar sebenarnya ialah keamanan. Ini bukan semata bagi penumpang, juga bayangkan msalnya kecelakaan di medan, yg nimpa penduduk di daratan. AKu ngak harap bhw pemerintah ngatur tarif bawah lagi. tapi jelas safety harus prioritas. Jd regulasi safety harus dipisah dari bisnis. Kecelakaan ngak selama datang karena part besar (misalnya, space shuttle NASA yg meledak itu gara2 simple part ring karet O di motor solid rocket. Kasus ini sudah muncul beberapa kali sebelumnya (15 dari 25 misi terbang), tapi dianggap sebagai acceptable. sialnya ketika penerbangan tersebut (1986) terjadi, pas lagi ada angin geser yg keras yg menyebabkan terjadinya bending yang acceptable pada sambungan2 motor solid rocket tsb. Akibatnya, yah..booom.. [kecelakaan tsb jg menunjukkan bhw human error ngak selalu terjadi di pesawat, tapi di kantor..] Akhirnya menurutku, kecelakaan2 tsb banyak disebabkan lebih pada faktor human error di darat; misalnya tingkat kelelahan pilot, mengabaikan maintenance. Cheer Enda
Re: [Keuangan] Product murah China - dan apa yg harus kita lakukan (was: No Trust Society)
Ketika aku reply email mas Christ ttg. trust society, yg aku lagi respond sebenarnya contoh yg dipakai untuk menggambarkan ketidak- adaannya trust di masyarakat kita. Masalah trust ialah masalah evolusi suatu masyarakat. Dan, ngak tahu apa itu human nature bhw manusia cenderung serakah, konsep trust itu lebih sering ngak jalan dalam skala yg gede. Rasanya aku pernah cerita ttg. evolusi perdagangan Eropa di abad pertengahan. Saat itu didominasi oleh Maghribi (kata prof. Avner Greif dari Stanford; pedagang ini org Yahudi yang beragama Islam). Dari Yahudi, mereka megang prinsip all israel is responsible for every member. Dari Islam, mereka paham ttg. konsep umma (ibu?). Apa yg terjadi ialah kontrol sosial diantara mereka. Setiap ada yg curang, langsung berita menyebar, dan yg curang lsg diisolasi oleh komunitas ini. Saat itu, muncul juga pedagang2 Genoa. Mereka cenderung lebih individualistik. Akibatnya, tidak sedikit yg curang. (Ingat dong cerita Shakespeare ttg. pedagang Venesia?). Anehnya, akhirnya Maghribi kalah bersaing dgn Genoa. Kenapa? Karena semakin complex luas cakupan perdagangang, semkain sulit melakukan kontrol sosial. Sementara itu para pedagang2 Genoa yg sudah berpengalaman makan/dimakan mulai bikin mekanisme kesepakatan hukum. Dan, ini menjadikan mereka lebih mampu beradaptasi dgn dunia baru, ketika perdagangan meluas. Akhirnya, menurutku, trust jalan dalam skala yg kecil (itu mungkin bisa menjelaskan kredit tanpa anggunan M. Yunus di Bangladesh), tapi sulit jalan dalam skala gede. Apalagi negara. Aplg dgn track record dimana pemerintah lebih sering abuse kepercayaan rakyat. Cheer --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya sepakat bila ada yang bilang no trust society memang happen di negeri kita. Sistem ekonomi emamng kompleks dan saling interdependensi. Persoalan diatas adalah contoh klasik ayam dan telur, belum lagi jika kita kaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, demokrasi bla bla... Saya pernah tulis dalam salah satu Editorial AKI di millis ini (yang sekarang sedang vakum), bahwa setau TEROBOSAN BESAR harus melalui terobosan kecil. Sayang bagi politisi terobosan kecil tidak menarik, karena level of leverage yang ditimbulkan tak akan significant. Makanya kalopun cuma terobosan kecil di buat seakan-akan menjadi besar (dibesar-besarkan), sehingga malah gagal di tahap pra implementasi. Contoh nya ketika ada ide untuk membuat semacam asuransi bagi pekerja yang mengcover selain kecelakan, kematian juga mengcover unemployment, kesehatan dll gagal di tahap wacana. Apa salah salah, ya... asuransi pekerja mungkin termsuk katagori TEROBOSAN BESAR. Wah kalo gitu kita memang ngak qualified melakukan tindakan apapun Oka Widana 5237788, 5237999 ext. 1827
Re: [Keuangan] Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banj
Bung HOk An, Buku yg mana yg anda maksud? Machiavelli nulis 3 buku. The Prince, Discourses on the First Ten Books of Titus Livius, dan The History of Florence and the Affairs of Italy. Buku yg ketiga ditulis memang buku remsi sejarah, dan dibuat atas order dari Cardinal Giulio de'Medici (yg kemudian jadi Paus Clement VII). Dan, buku itu. Itu emang kerjaan susah..karena dia harus nulis ttg. republik dari perspektif pro medici. Tp kalau buku the Prince itu ditulis berdasarkan korespondensinya (ketika dalam pengasingan di San Casciano), dgn temannya Francesco Vettori. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Endha, Setahu saya Machiavelli tulis bukunya dalam dibawah represi. Mungkin keadaannya mirip waktu Orde Baru. Buku itu ditulis se-olah2 sebagai buku pelajaran untuk anak2 raja, tetapi sesungguhnya ditujukan kepada masyarakat umum untuk membeberkan budaya politik Romawi dan Vatikan. Buku2nya berisi hal2 yang tidak tercantum tetapi mungkin tidak sulit disimak oleh penduduk setempat waktu itu. Buku2nya dilarang, tetapi dia dihormati warga Florens. Machiavelli sering dimengerti sepotong2 dan disalah gunakan. Mungkin istilah jahat ekstrapolasi yang kurang kena. Yang lebih tepat adalah untuk kepentingan umum, keputusan yang keras tetapi pendek dan mungkin membuat rakyat marah bisa dibenarkan. Ketegangan antara sistem etika dengan ekonomi dan politik saat ini berada dalam keadaan akut artinya semua sistem etika internasional lagi sakit bukan hanya yang sistem kita. Sebabnya antara lain adalah extrapolasi dari ajaran2 Machiacelli untuk kepentingan2 sempit. Salam Hok An
[Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banj
Bung Hok An, Bahkan banditpun, aku pikir ngak suka dengan terjadinya banjir. Banjir hanya buang opportunities. Jd kesalahan ngak bisa melulu dilemparkan ke salah satu pihak. Aku pikir konsep pemda resmi vs pemda bayangan itu konsep yg absurd. Siapa sih pemda resmi? Ok ada gubernur, ada camat, wakil camat, dlsb. Tapi jangan lupa mereka juga individu, yg sering langsung atau tidak langsung terkoneksi dgn salah satu member dari pemda bayangan. Siapa sih pemda bayangan? Preman? Balik lagi preman kan individu, ygn yg sering langsung atau tidak langsung terkoneksi dgn salah satu member dari pemda resmi. Ini termasuk saya, dan siapapun yg tinggal dan berinteraksi dalam masyarakat. Jikapun memang ada organisasi tanpa bentuk yg nama pemda bayangan, apa yg membuat mereka lebih powerful ketimbang yg resmi?. Pointku, ngak ada yg nama pemda resmi dan bayangan. Yg ada adalah individu yg punya plan dan design masing2 ttg. masa depannya. Jd ada jutaan plan dan design. Tiap kita adalah designer. Apa purpose? Banyak biologis bilang purpose tiap orang pada hakekatnya ialah berkembang biak, dan caranya lewat sex. Gimana dgn invidu (dlm konteks sosial)? Purposenya yah kita tahu untuk berkembang biak kesejahteraannya, dan caranya lewat kerjanya -apa pun bentuk. Dan itu pasti dimaksimalisasi. APa yg kucoba rekonstruksi ialah pemda bayangan termasuk kita sendiri, bukan hanya penjahat. Seseorang yg ngurus paspor misalnya. Pengen buru2, tapi birokrasi lambat? Apa yg dibuat, mungkin dia kasih uang pelicin. dst,dst ..kita tahu cerita itu semua. Apa yg membuat kita memilih untuk masuk member dalam pemda bayangan? yah karena nilai yg dibawanya relatif lebih menguntungkan kita. [aku ngak bilang lebih baik lho, tapi lebih menguntungkan]. Akhirnya, aku mau pake analogi main kartu antar 2 orang. Pemerintah ibarat punya kartu bagus semua. Si bajingan kartu jeblok semua. Pemerintah tahu bhw posisinya lebih diatas angin dibanding si bajingan (wong di jumlah kartu cuma 52) Sekarang apa yg akan si bajingan lakukan? Kalau saya bajingan, maka saya akan ajak org lain untuk ikutan main. Pemain nambah2, nambah, sehingga si pemerintah lebih sulit nebak kartu saya. Sekarang, kita tahu kondisinya beda. Si bad guy lebih banyak punya kartu bagus ketimbang si good guys. Apa yg dilakukan si good guy harus dilakukan ialah seperti juga diatas. Dgn kata lain, si good guy harus ngajak org lain. Sehingga permainan jadi lebih unpredictable bagi siapapu, smabil berharap bhw itu akan sampai pada yg dicita2kan. Dlm social konteks, kita bisa bilang, memberdayakan masyarakat (meskipun akau lebih suka istilah menyerahkan kontrol pada orang banyak). Cheer Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya rasa designer dari Jakarta ada dua. Yang satu yang resmi dibawah DKI konkretnya a.l. dinas tata kota. Yang kedua tidak resmi, negara bayangan - kalau di Turki istilahnya deep state, kita belum punya istilah yang pas - yang merupakan koalisi dari kekuatan2 yang benar2 berkuasa di Jakarta. Sebab itu proyek2 besar muncul melompati administrasi resmi. Dipihak lain masyarakat memperkuat aspek ini, karena terpaksa cari jalan pintas dan membayar administrasi resmi dibawah meja. Pada saat diperlukan ternyata apa yang namanya administrasi negara bisa menghilang begitu saja dan baru muncul dengan iming2 yang mahal. Kerusakan akibat banjir ditaksir saat ini Rp. 4 triliun. Apa tidak terlalu rendah? Yang tinggal didaerah banjir setiap 5 tahun sekali punah harta miliknya. Sistem ini melestarikan kemiskinan. Daerah yang kena diduga sedikitnya 70% dari wilayah kota. Taksiran diatas apa tidak harus dikali sepuluh? Berapa banyak barang2 budaya yang hancur? Apa ada kota besar lain yang boros begitu? Politik banjir Jakarta, jelas menggambarkan budaya tua yang siklis dan biasa membakar barang2 budaya sesudah ritual selesai. Dengan kata lain sistem ini menghambat akumulasi modal. Contoh tata kota yang berair sudah dikenal lama. Yang kurang cuma kemauan untuk melaksanakannya, sebab dana DKI termasuk besar. Ini akan terus begitu, kalau negara resmi belum berhasil menggusur negara gelap. Salam Hok An
[Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banj
Sorry aku revisi posting sebelumnya. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, irmec [EMAIL PROTECTED] wrote: Hayek, pernah nuli made the idea of evolution a commonplace in the social sciences of the nineteenth century long before Darwin. Lama, aku baru ngeh kemudian interplay antara evolusinya Darwin dgn society. Seharus Hayek, pernah nulis A nineteenthcentury social theorist who needed Darwin to teach him the idea of evolution was not worth his salt
[Keuangan] Re: Tulisan Edmund Phelps: Dynamic Capitalism
Bung Poltak, Kalau aku ngobrol dgn para pemilik warung, atau usaha kecil, rasanya mereka ngak pusing dgn siapa pemerintah. Banyak (aku ngak mau generalisasi bhw semua) benar2 mandiri {sebenarnya udah putus harapan terhdp pemerintah. Mereka trial dan error; untuk survive. {ini rasanya bisa menjelaskan kenapa banyak money politic sewaktu pemilu bukan hal besar bagi mereka. Wong milih siapa aja sama kok..;-)). Lain halnya kalau ngomong udah sama pengusaha menengah/besar, dan intelektual.. Wah disini kelihatan sekali betapa besarnya harapan mereka terhadp pemerintah.. [apa ada yah evidences yg buktiin bhw pemerintah Indonesia pernah punya peran besar untuk meningkatkan kemakmuran?] Disini aku jd bingung kalau baca koran/media, lho rasanya jd beda bunyi. Di media banyak disebutkan rakyat kecil berharap banyak dari pemerintah... dimana salahnya nih..:-)). --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote: Hallo Bung Enda, Kalau mengikutkan desain asli kapitalisme - memang ide tersebut adalah bertujuan bagi orang biasa yang ingin naik kelas, baik secara ekonomi maupun secara politik. Schumpeter mengkaitkanya dengan semangat untuk mengalahkan kaum aristrokrat. Max Weber mengkaitkannya dengan paham pembebasan manusia akan nasib dan kodrat (yang ia sebut spirit protestanisme yang nggak harus protestan juga (contoh ethos kerja di Asia Timur), sementara Hernando de Soto menggambarkan ideologi ini sebagai pemberdayaan kaum marginal. Bagi Deng Xiao Ping -- kapitalisme adalah untuk meringankan beban negara (to be rich is glorious). Di sisi lain, sosialisme kalau ingin ditilik dari dalil Marx - adalah sebuah usaha ilmiah untuk memproyeksikan perjalanan dan nasib modal. Dan pendekatan yang diperkenalkan Marx inilah yang menjadi ciri khas sosialisme - yaitu deterministik... Dan untuk bisa konsisten bersifat deterministik dalam ilmu sosial - maka seseorang harus mengasumsikan bahwa masa depan berlangsung linier... Mengatakan kapitalisme di tingkat individual adalah berdasarkan mekanisme trial-and-error - saya rasa ada benarnya -- karena perubahan akibat kapitalisme tumbuh dari individu lalu meluas ke masyarakat. Trial dan error yang dilakukan di level individu - tentu lebih rendah mudharat-nya ketimbang kalau dilakukan oleh negara (bisa bikin amblas sekian juta orang kalau ternyata hasilnya error...) Tentu saja untuk setiap dorongan dari orang yang ingin naik kelas -- ada golongan yang melakukan resistensi karena tidak ingin tinggal kelas. Dan banyak penggagas gerakan anti-kapitalisme justru biasanya berasal dari golongan-golongan yang merasa terancam status kelasnya... = Moto: Email Kritik atau dikritiki?!? Hari gini, siapa Takut! - FYI: Join Milis AKI di www.Friendster.com, caranya tinggal add email address [EMAIL PROTECTED] di bagian User Search. Anda bisa melihat profile Members, biodata dan komentar2 dari teman2 mereka. - Setting Milis AKI : Digest: [EMAIL PROTECTED] Normal: [EMAIL PROTECTED] Untuk meminta bantuan, pertanyaan, perkenalan email kirim ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/