Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-13 Terurut Topik Budi Haryanto

Rekan-rekan yth.,

Saya kira, dengan terbukanya topik yang didiskusikan di milis ini, akan
menjadikan sulit membedakan atau mengelompokkan pemikiran 'mahasiswa' dan
non-mahasiswa'. Bahkan batasan pemikirannyapun tidak jelas, apakah
pemikiran 'mahasiswa' untuk topik diskusi yang terbuka tsb punya warna
sendiri as well as 'non-mahasiswa'.

Coba kalau dipersempit, misalnya milis 'geography'. Bisa nggak dibedakan
antara pemikiran atau opini yang 'mahasiswa' dengan yang 'non-mahasiswa'
(tetapi peminat dan atau pernah belajar geography). Saya kira juga masih
akan sulit untuk dibedakan.

Jadi, sebenarnya pemikiran dan opini seseorang seringkali tidak bisa
dibatasi oleh batasan status. Apakah itu kawin atau belum, mahasiswa atau
bukan, juragan atau rakyat jelata.

Lalu, dengan konsumsi topik diskusi yang sangat lebar di milis permias@
ini, mungkin nggak bisa dibedakan antara pemikiran atau opini mahasiswa dan
non-mahasiswa? Kalau memang nggak bisa dibedakan, kenapa harus memilih
eksklusif?
Kecuali kalau yang dibahas adalah topik yang eksklusif (apa iya ada topik
yang eksklusif mahasiswa?).

Lagian, apa bedanya sih antara mahasiswa dengan rakyat biasa?
Selama ini sih saya lebih merasa sebagai rakyat jelata meskipun sedang
pontang-panting sekolah.

Saya setuju dengan pendapat rekan saya Donald.

Salam,
Budi

At 08:49 PM 10/12/99 -0400, you wrote:
Salam PERMIAS,
dari dulu saya selalu siding dengan kawan2 non mahasiswa bahwa milis ini
seharusnya terbuka. Kita juga harus tahan banting dengan opinion2 dari teman2
non mahasiswa dan non PERMIAS members. Dengan bermacam-macamnya model
tanggapan di milis ini, seharusnya kita malah belajar lebih banyak.
Provokasi2 atau thought provokers itu perlu juga sebenarnya supaya dapat
mendewasakan kita semua.

Only my opinion,

Selamat berjuang,
Donald




Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-12 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

Ya sudah setuju-setuju saja.
Jadi untuk pelajar Indonesia di USA ya?

+anjas

NB: Ngomong-ngomong Bung Okki mahasiswa mana sih?
Kenalan dong;)

'--
From: Mardhika Wisesa [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Re: Nggak ada logikanya]
Date: Tue, 12 Oct 1999 11:47:52 EDT

Setoejoe Mas Okki,

Milis ini sudah bukan seperti yang dulu lagi, ketika perdebatan panas masih
bisa berakhir dengan persahabatan dan titik temu permasalahan. Mungkin ada
benarnya milis ini ditutup dari publik, dan dikhususkan untuk
pelajar-pelajar
Indonesia anggota Permias saja??

Mardhika Wisesa

Okki Soebagio [EMAIL PROTECTED] wrote:
Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is
it with people if we just keep the conversation on the original topic
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]




Get free email and a permanent address at http://www.netaddress.com/?N=1


__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-12 Terurut Topik bRidWaN

Wah, saya menyayangkan idea ini Mas !
Tapi itu hak anda. Cuma sekerdil itukah teman2 disini ?
Saya yakin tidak. Perdebatan pasti akan berakhir.
Waktu awal tahun 1998, apa kurang panas perdebatan
kita ?

Sekali lagi, ini adalah hak anda2 untuk membatasi
peserta Miliis ini. Dan saya akan menghormatinya.


Salam,
bRidWaN

At 11:47 AM 10/12/99 EDT, Mardhika Wisesa wrote:
Setoejoe Mas Okki,

Milis ini sudah bukan seperti yang dulu lagi, ketika perdebatan panas masih
bisa berakhir dengan persahabatan dan titik temu permasalahan. Mungkin ada
benarnya milis ini ditutup dari publik, dan dikhususkan untuk pelajar-pelajar
Indonesia anggota Permias saja??

Mardhika Wisesa

Okki Soebagio [EMAIL PROTECTED] wrote:
Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is
it with people if we just keep the conversation on the original topic
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]




Get free email and a permanent address at http://www.netaddress.com/?N=1





Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-12 Terurut Topik Faransyah Jaya

kalo kata saya sih noproblemo milis ini terbuka buat siapa aja.

jadi kan yang subscribe bisa ngeliat ada nggak bedanya mahasiswa dengan bukan 
mahasiswa.. mahasiswa yang di indo dengan yang di amerika.

kali aja ada yang berkesimpulan, nggak ada bedanya.

faran
--

On Tue, 12 Oct 1999 11:47:52   Mardhika Wisesa wrote:
Setoejoe Mas Okki,

Milis ini sudah bukan seperti yang dulu lagi, ketika perdebatan panas masih
bisa berakhir dengan persahabatan dan titik temu permasalahan. Mungkin ada
benarnya milis ini ditutup dari publik, dan dikhususkan untuk pelajar-pelajar
Indonesia anggota Permias saja??

Mardhika Wisesa

Okki Soebagio [EMAIL PROTECTED] wrote:
Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is
it with people if we just keep the conversation on the original topic
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]




Get free email and a permanent address at http://www.netaddress.com/?N=1



DC Email!
free email for the community - http://www.DCemail.com



Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-12 Terurut Topik Donald Saluling

Salam PERMIAS,
dari dulu saya selalu siding dengan kawan2 non mahasiswa bahwa milis ini
seharusnya terbuka. Kita juga harus tahan banting dengan opinion2 dari teman2
non mahasiswa dan non PERMIAS members. Dengan bermacam-macamnya model
tanggapan di milis ini, seharusnya kita malah belajar lebih banyak.
Provokasi2 atau thought provokers itu perlu juga sebenarnya supaya dapat
mendewasakan kita semua.

Only my opinion,

Selamat berjuang,
Donald



Re: [Re: Nggak ada logikanya]

1999-10-12 Terurut Topik Paten Deh

Wah menurut saya sih mau mahasiswa atau bukan, kalau memang idenya paten ya
boleh saja dong ikutan milis ini. Hidup Demokrasi!

Salam,
Dika


From: Donald Saluling [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Re: Nggak ada logikanya]
Date: Tue, 12 Oct 1999 20:49:59 EDT

Salam PERMIAS,
dari dulu saya selalu siding dengan kawan2 non mahasiswa bahwa milis ini
seharusnya terbuka. Kita juga harus tahan banting dengan opinion2 dari
teman2
non mahasiswa dan non PERMIAS members. Dengan bermacam-macamnya model
tanggapan di milis ini, seharusnya kita malah belajar lebih banyak.
Provokasi2 atau thought provokers itu perlu juga sebenarnya supaya dapat
mendewasakan kita semua.

Only my opinion,

Selamat berjuang,
Donald


__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-11 Terurut Topik Okki Soebagio

Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau 
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya 
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other 
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is 
it with people if we just keep the conversation on the original topic 
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]


 Original Message 

On 10/6/99, 7:29:13 PM, Jeffrey Anjasmara [EMAIL PROTECTED] wrote 
regarding Re: Nggak ada logikanya:


 Bung Yohanes ini sudah berkontribusikah? Kontribusinya berapa tahun 
sekali?
 Pertanyaan selanjutnya, sudah cukup membangunkah?

 Pertanyaan ini perlu diajukan ke diri sendiri sebelum menuding ke 
orang
 lain. Atau begini saja deh, berhubung yang diinginkan Bung Yohanes 
adalah
 para mantan, bagaimana kalau mantan-mantan itu anda ajak ke milis ini?
 Rasanya jauh lebih pas deh. Atau Bung Yohanes termasuk golongan mantan 
juga?

 +anjas

 '-
 From: Yohanes Sulaiman [EMAIL PROTECTED]
 Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: Nggak ada logikanya
 Date: Wed, 6 Oct 1999 21:01:39 -0700
 
  Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau 
orang
  luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang 
bukan
  bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
 luas
  tentang olahraga tersebut.
  Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas 
hanya
  mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh
 penonton
  mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
  Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung 
Kusnaeni
  atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia 
serie
 A.
  Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung 
Kusnaeni
  lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
  Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
  komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding 
komentar
  teknisnya bung Syamsul Anwar.
  Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
  komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja
 masih
  enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
  Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan 
untuk
  mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
  komentarnya dari mantan olahragawan.
 
 M. Yumartono,
 
 Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
 (walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
 Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai 
bagaimana
 seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
 Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
 dimengerti oleh semua orang.
 
 Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
 dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
 bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
 komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
 memberikan saran atau melihat situasi.
 
 Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro 
misalnya
 Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
 bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
 aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
 lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
 mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
 bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
 si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
 dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
 goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
 gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.
 
 Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
 diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
 bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
 di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry 
kalau
 sudah
 enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan 
perbandingan
 kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu 
itu
 kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh 
harusnya
 gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu 
relevan
 dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
 'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
 didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
 juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara 
yang
 diwarnai bahasa yang kurang pantas) :-)
 Lagian kalau memang cuma segitu kualifikasinya, yakni jago bahasa
 kasar, tiap orang bisa 

Re: Nggak ada logikanya

1999-10-11 Terurut Topik Faransyah Jaya

hehehe
biasa kalo udah ESMOSI beginilah jadinya...
tapi dari pada nggak sama sekali..


--

On Tue, 12 Oct 1999 16:38:20   Okki Soebagio wrote:
Salam PERMIAS,

Saya rasa kalau ada diskusi di forum apapun, yang diskusikan atau
didebatkan itu adalah IDE-nya.  Yang saya lihat disini, buntutnya
adalah tuding-menuding lawan diskusinya.  Besides discouraging other
people to participate (no wonder the list is full of "junk"), what is
it with people if we just keep the conversation on the original topic
of discussions instead of flaming onto each other ?

Salam,
[EMAIL PROTECTED]


 Original Message 

On 10/6/99, 7:29:13 PM, Jeffrey Anjasmara [EMAIL PROTECTED] wrote
regarding Re: Nggak ada logikanya:


 Bung Yohanes ini sudah berkontribusikah? Kontribusinya berapa tahun
sekali?
 Pertanyaan selanjutnya, sudah cukup membangunkah?

 Pertanyaan ini perlu diajukan ke diri sendiri sebelum menuding ke
orang
 lain. Atau begini saja deh, berhubung yang diinginkan Bung Yohanes
adalah
 para mantan, bagaimana kalau mantan-mantan itu anda ajak ke milis ini?
 Rasanya jauh lebih pas deh. Atau Bung Yohanes termasuk golongan mantan
juga?

 +anjas

 '-
 From: Yohanes Sulaiman [EMAIL PROTECTED]
 Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: Nggak ada logikanya
 Date: Wed, 6 Oct 1999 21:01:39 -0700
 
  Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau
orang
  luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang
bukan
  bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
 luas
  tentang olahraga tersebut.
  Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas
hanya
  mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh
 penonton
  mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
  Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung
Kusnaeni
  atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia
serie
 A.
  Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung
Kusnaeni
  lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
  Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
  komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding
komentar
  teknisnya bung Syamsul Anwar.
  Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
  komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja
 masih
  enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
  Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan
untuk
  mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
  komentarnya dari mantan olahragawan.
 
 M. Yumartono,
 
 Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
 (walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
 Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai
bagaimana
 seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
 Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
 dimengerti oleh semua orang.
 
 Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
 dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
 bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
 komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
 memberikan saran atau melihat situasi.
 
 Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro
misalnya
 Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
 bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
 aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
 lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
 mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
 bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
 si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
 dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
 goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
 gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.
 
 Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
 diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
 bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
 di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry
kalau
 sudah
 enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan
perbandingan
 kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu
itu
 kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh
harusnya
 gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu
relevan
 dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
 'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
 didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
 juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara
yang
 diwarnai bahas

Re: Nggak ada logikanya

1999-10-07 Terurut Topik pedc

sorry ikutan nimbrung mas (meski konteksnya lain, tak apalah), soal "Apakah
bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak komentarnya
bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja masih
enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra." (atau bung sendiri yang
nggak tau F1 sehingga lebih enak komentar dari bung hendra yang sama-sama
"nggak tau" F1,  jadii..malah nyambung..or enak). Wartawan otomotif lain
yang lebih tau ada juga lho, bung Sukarman Mustamin, coba tanya dia.

belum tentu seperti itu mas. di GP Motor komentator "resmi" dorna itu Randy
Mamola mantan pembalap GP 500 era Kenny Roberts Jr. juga di GP F1 yang
megang dulu Murray Walker (mantan pembalap juga). Komentar mereka tajem lho,
detail lagi ..mereka pernah nyemplak disadel atau jok mobil balap. tentu
lebih paham dari kita yang awam ini.. (atau memang atlet-atlet aja yang
kurang intelek komentarnya..)

bukan ngerendahin bung Hendra lho..tapi saya nggak yakin bung Hendra pernah
ngerasain nikung sambil sliding di tikungan hairpin pada 130 mph (misalnya,
kebetulan saya pernah ngerasain). dan tentunya dia juga sulit cerita gejala
apa yang timbul jika saat itu (katakan) ban kiri tekanannya sedikit
down..bisa sih bisa, tapi paling asumsi saja..ya nggak.

tolong dipikir lagi dong kalo ngomong, ya mas ya...hati-hati yaa

thanks lho,


pedoc



-Original Message-
From: Yumartono [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: Thursday, October 07, 1999 12:59 PM
Subject: Re: Nggak ada logikanya


Oh, kalau enggak tahu NBA, ganti saja NBA dengan Manchester United
atau Olympiade atau olah raga lain. Tak apa kok. Saya ngerti kalau anda
memang terlalu pintar sehingga tak bisa menyempatkan waktu nonton
begituan. Saya sendiri jarang nonton NBA. Yang penting anda ngerti
penjelasan saya, itu saja.


YS

Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau orang
luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang bukan
bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas
tentang olahraga tersebut.
Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas hanya
mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh
penonton
mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung Kusnaeni
atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia serie A.
Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung Kusnaeni
lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding komentar
teknisnya bung Syamsul Anwar.
Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja masih
enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan untuk
mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
komentarnya dari mantan olahragawan.

YMT




Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Yohanes Sulaiman

- Buat Mbak Ida : Terimakasih Geblek nya
- Buat Yohanes Sulaiman : Saya nggak pernah nonton NBA :-(

Oh, kalau enggak tahu NBA, ganti saja NBA dengan Manchester United
atau Olympiade atau olah raga lain. Tak apa kok. Saya ngerti kalau anda
memang terlalu pintar sehingga tak bisa menyempatkan waktu nonton
begituan. Saya sendiri jarang nonton NBA. Yang penting anda ngerti
penjelasan saya, itu saja.


YS



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Yumartono

Oh, kalau enggak tahu NBA, ganti saja NBA dengan Manchester United
atau Olympiade atau olah raga lain. Tak apa kok. Saya ngerti kalau anda
memang terlalu pintar sehingga tak bisa menyempatkan waktu nonton
begituan. Saya sendiri jarang nonton NBA. Yang penting anda ngerti
penjelasan saya, itu saja.


YS

Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau orang
luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang bukan
bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas
tentang olahraga tersebut.
Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas hanya
mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh penonton
mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung Kusnaeni
atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia serie A.
Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung Kusnaeni
lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding komentar
teknisnya bung Syamsul Anwar.
Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja masih
enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan untuk
mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
komentarnya dari mantan olahragawan.

YMT



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Yohanes Sulaiman

Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau orang
luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang bukan
bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas
tentang olahraga tersebut.
Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas hanya
mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh penonton
mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung Kusnaeni
atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia serie A.
Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung Kusnaeni
lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding komentar
teknisnya bung Syamsul Anwar.
Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja masih
enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan untuk
mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
komentarnya dari mantan olahragawan.

M. Yumartono,

Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
(walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai bagaimana
seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
dimengerti oleh semua orang.

Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
memberikan saran atau melihat situasi.

Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro misalnya
Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.

Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry kalau sudah
enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan perbandingan
kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu itu
kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh harusnya
gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu relevan
dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara yang
diwarnai bahasa yang kurang pantas) :-)
Lagian kalau memang cuma segitu kualifikasinya, yakni jago bahasa
kasar, tiap orang bisa saja jadi komentator olah raga. Jeger-jeger di Tanah
Abang juga bisa semua, kok. Cuma apakah anda mau mendengarnya?

Tapi anda benar bahwa komentator dari mantan olah ragawan belum tentu
bisa seenak komentator yang bukan mantan. Hanya kalau menurut saya,
biasanya mereka yang mantan lebih tahu detail dan tekniknya sehingga
komentarnya bisa jauh lebih membangun.



YS



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Suhendri

Saya memang nggak hobi nonton NBA ataupun Liga ataupun tinju.
Saya lebih suka nonton Discovery Channel, atau Elegant Solution, atau Wild
Life, atau Beyond 2000, biar tambah pinter. :-)

Bukan masalah penting atau tidak penting mengerti penjelasan Anda, tapi Anda
bisa nggak menjelaskan kelakukan "Mahasiswa Dagang Sapi" dari Forkot dan
turunannya.

Soe

-Original Message-
From: Yohanes Sulaiman [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: Thursday, October 07, 1999 9:28 AM
Subject: Re: Nggak ada logikanya


- Buat Mbak Ida : Terimakasih Geblek nya
- Buat Yohanes Sulaiman : Saya nggak pernah nonton NBA :-(

Oh, kalau enggak tahu NBA, ganti saja NBA dengan Manchester United
atau Olympiade atau olah raga lain. Tak apa kok. Saya ngerti kalau anda
memang terlalu pintar sehingga tak bisa menyempatkan waktu nonton
begituan. Saya sendiri jarang nonton NBA. Yang penting anda ngerti
penjelasan saya, itu saja.


YS



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Jeffrey Anjasmara

Bung Yohanes ini sudah berkontribusikah? Kontribusinya berapa tahun sekali?
Pertanyaan selanjutnya, sudah cukup membangunkah?

Pertanyaan ini perlu diajukan ke diri sendiri sebelum menuding ke orang
lain. Atau begini saja deh, berhubung yang diinginkan Bung Yohanes adalah
para mantan, bagaimana kalau mantan-mantan itu anda ajak ke milis ini?
Rasanya jauh lebih pas deh. Atau Bung Yohanes termasuk golongan mantan juga?

+anjas

'-
From: Yohanes Sulaiman [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Nggak ada logikanya
Date: Wed, 6 Oct 1999 21:01:39 -0700

 Terlepas dari soal bahwa pengamat olahraga itu orang Indonesia atau orang
 luar, tetapi akan sangat menarik kalau komentator memang orang yang bukan
 bekas olahragawan, akan tetapi mempunyai pengetahuan dan wawasan yang
luas
 tentang olahraga tersebut.
 Komentator yang berasal dari mantan olahragawan biasanya terbatas hanya
 mengomentari masalah teknis permainan, padahal yang diinginkan oleh
penonton
 mungkin lebih kepada hal-hal non teknis sekitar permainan tersebut.
 Coba perhatikan mana yang lebih enak didengar komentar dari bung Kusnaeni
 atau bung Ronny Pattinasarany bila sedang mengomentari liga Italia serie
A.
 Tentu banyak penonton yang lebih setuju bahwa komentar dari bung Kusnaeni
 lebih "berisi" dibanding komentar bung Ronny.
 Dan perhatikan juga bila menonton siaran tinju profesional,
 komentar-komentar dari bung M. Niagara akan menarik dibanding komentar
 teknisnya bung Syamsul Anwar.
 Apakah bila seorang Ananda Mikola memberikan komentarnya akan seenak
 komentarnya bung Hendra Noor Saleh (wartawan Otomatif) ?  Tentu saja
masih
 enak didengar komentar-komentar dari bung Hendra.
 Jadi saya kira komentar dari orang yang bukan mantan olahragawan untuk
 mengomentari masalah olahraga masih lebih enak didengar dibanding
 komentarnya dari mantan olahragawan.

M. Yumartono,

Walau pendapat anda valid dan terus terang pada dasarnya saya setuju
(walau sejujurnya saya kurang tahu nama-nama komentator kawakan
Indonesia), tapi konteks yang kita bicarakan adalah mengenai bagaimana
seorang komentator bisa memberikan komentar yang baik dan membangun.
Saya hanya mengambil contoh olah raga ini agar argumen saya bisa
dimengerti oleh semua orang.

Namun saya ingin kembali ke ide saya yang semula yang saya tambah
dengan argumen anda: walau penonton menginginkan hal yang lebih
bersifat non teknis, tapi juga penonton tak mau kalau hanya mendengar
komentar yang sepatah-patah dan isinya hanya mengeritik tanpa
memberikan saran atau melihat situasi.

Kita ambil contoh favorit anda, tinju. Sekarang kalau tinju pro misalnya
Tyson VS. Spinx. Apa anda suka kalau mendengar komentatornya cuma
bilang 'Ah, Spinx payah. Ayo maju, serbu si Tyson.' Wong sekali gebuk
aja sudah langsung terkapar begitu. Komentator yang baik kalau saya
lihat justru memperhitungkan berapa besar kemungkinan Spinx bisa
mengalahkan Tyson dan kalaupun kecil, kira-kira bagaimana Spinx
bisa berusaha untuk membuat strategi yang akhirnya bisa membuat
si Spinx paling dikit di-KO di ronde ke-3. Terus terang kalau saya
dengar komentatornya cuma bilang 'ah, Spinx payah. Ah, Spinx
goblok, ah ayo serbu, serbu sana.' Mendingan saya cuma lihat
gambarnya saja, enggak dengar komentatornya.

Kalau saya tak salah, komentator-komentator yang anda sebutkan
diatas, selain memberikan komentar yang menarik, juga mereka
bisa memberikan saran atau kritik yang membangun. Contohnya kalau
di Liga A (terakhir kali saya nonton sekitar 5 tahun lalu, sorry kalau
sudah
enggak relevan), komentatornya waktu dulu itu bisa memberikan perbandingan
kekuatan antara 2 pihak dan bisa memberikan strategi bahwa tim anu itu
kekuatannya di penyerangan atau defensive, sehingga tim musuh harusnya
gimana. Jadi walaupun tidak teknikal, tapi at least komentarnya itu relevan
dan bisa diterima serta bisa membangun. Kalau komentarnya cuma
'Tim ini goblok, wah pemainnya tolol beneran, wah yang ini otaknya
didengkul,'  terus terang saya enggak akan sudi banget dengarnya
juga (belum lagi bisa dijewer orang tua soalnya mendengarkan acara yang
diwarnai bahasa yang kurang pantas) :-)
Lagian kalau memang cuma segitu kualifikasinya, yakni jago bahasa
kasar, tiap orang bisa saja jadi komentator olah raga. Jeger-jeger di Tanah
Abang juga bisa semua, kok. Cuma apakah anda mau mendengarnya?

Tapi anda benar bahwa komentator dari mantan olah ragawan belum tentu
bisa seenak komentator yang bukan mantan. Hanya kalau menurut saya,
biasanya mereka yang mantan lebih tahu detail dan tekniknya sehingga
komentarnya bisa jauh lebih membangun.
YS

__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Yohanes Sulaiman

Saya memang nggak hobi nonton NBA ataupun Liga ataupun tinju.
Saya lebih suka nonton Discovery Channel, atau Elegant Solution, atau Wild
Life, atau Beyond 2000, biar tambah pinter. :-)

Bukan masalah penting atau tidak penting mengerti penjelasan Anda, tapi Anda
bisa nggak menjelaskan kelakukan "Mahasiswa Dagang Sapi" dari Forkot dan
turunannya.


Wah, kalau saya lihat, kayaknya mahasiswa enggak mungkin jual beli jabatan.
Wong power aja enggak punya. Yang bisa jual beli jabatan justru yang sudah
diatas, yang sudah punya kekuasaan. Kalau mahasiswa, siapa coba yang mau beli
jabatan jadi menwa atau ketua senat mahasiswa selain mahasiswa sendiri.

Tapi kok jadi membalik begini Saya khan yang tanya duluan kepada anda,
bahwa apa yang sebetulnya mahasiswa perlu lakukan, apa yang diperlukan
negara kita untuk bisa menyelesaikan masalah serta apa ide-ide anda.
Kok belum anda jawab sudah suruh saya jawabnya pertanyaan anda nih
Saya terus terang jadi sungkan kok jadi dikasih giliran pertama begini.

Soalnya terus terang saya tertarik sekali dengan ide-ide anda dan
kalau membaca dari gaya tulisan anda, kayaknya kemampuan intelektual anda
juga jauh sekali diatas saya, apalagi melihat channel-channel intelektual yang
selalu anda tonton; sehingga saya rasa justru saya perlu banyak
belajar dari anda dan karena itu dengan rendah hati saya meminta sedikit
wangsit dari orang pintar seperti anda.



YS



Re: Nggak ada logikanya

1999-10-06 Terurut Topik Yohanes Sulaiman

Bung Yohanes ini sudah berkontribusikah? Kontribusinya berapa tahun sekali?
Pertanyaan selanjutnya, sudah cukup membangunkah?

Pertanyaan ini perlu diajukan ke diri sendiri sebelum menuding ke orang
lain.

M. Anjasmara,

Terus terang saya justru merasa kontribusi saya kepada era reformasi
ini masih sedikit sekali. Kaena itu saya makanya enggak berani terlalu
banyak berbicara atau berkoar-koar. Biarlah saya hanya jadi pengamat
saja dari pinggiran, dan saya justru senang sekali kalau ada yang menulis
panjang lebar jadi saya juga bisa terus belajar. Soalnya hidup adalah
penuh belajar. Saya terus terang salut melihat banyak sekali kontribusi
anda di milis ini, yang walaupun kontroversial tapi beremosi serta
penuh rasa percaya diri.



Atau begini saja deh, berhubung yang diinginkan Bung Yohanes adalah
para mantan, bagaimana kalau mantan-mantan itu anda ajak ke milis ini?
Rasanya jauh lebih pas deh. Atau Bung Yohanes termasuk golongan mantan juga?


Kalau soal mantan itu, maksud saya adalah olahragawan yang karena
pernah dilapangan jadi lebih tahu seluk beluk medan dan karena itu mereka
kalau bicara juga tahu apa yang mereka bicarakan serta mengerti hambatan
dan situasi sehingga tak pernah asbun. Saya sendiri tak pernah menyatakan
bahwa seluruh anggota milis ini perlu menjadi mantan agar kita bisa mengeritik
orang.

Yang menjadi inti tulisan saya adalah kita hanya berteriak mengeritik orang
dari
pinggir, tapi apakah kita sendiri pernah menempatkan diri kita di posisi
mereka?

Kalau apakah saya termasuk golongan mantan hmm Mendingan jadi
rahasia perusahaan saja :-)
Tapi sejujurnya, saya hanyalah seorang bodoh yang terus berusaha belajar
tentang hidup.


YS