[teknologia] OOT - Re: [teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
*** REPLY SEPARATOR *** On 12/09/2005 at 09:09 N e o wrote: >hehe, 250 pound itu pasti mobil bekas dan umurnya sudah tua kan? kalau di kasus saya tsb, karena saya tidak punya SIM UK dan bukan UK citizen. mobil bekas justru bisa murah sekali asuransinya, yaitu yang masuk kategori mobil antik. >yang saya tulis di atas sih valid untuk mobil baru. kalo yang situasi >kena asuransi 2000 pound itu di sini juga sudah terjadi, asuransi >mobil tua / bekas lebih mahal ketimbang mobil baru. baru tahu saya :) tapi untung selama ini sih belum pernah kena asuransi gila2an selama di indonesia. cheers, HS
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
At 10:41 AM +0700 9/9/05, Harry Sufehmi wrote: ni cuma perhitungan sederhana kok. misalnya penghasilan 1 milyar >setahun, apa masuk akal bayar pajak untuk SATU kendaraan sebesar 100 juta lebih? hehe, jadi ingat mobil pertama saya di Inggris - harganya 250 pound, tapi asuransinya 2000 pound, per tahun. Dan setelah itu saya masih harus membayar lagi pajak mobil ke pemerintah. Enggak masuk akan banget. Apalagi ini masuk kas perusahaan swasta - bukan kas pemerintah. . Tapi karena saya perlu mobil dan setiap mobil wajib diasuransikan, ya terpaksa saya bayar juga. Jadi intinya, kalau peraturan sudah dibuat, walaupun tidak masuk akal tetap saja akan berjalan :) Dan kesimpulannya, James Riadi kalah sama saya - saya sudah pernah membayar pajak mobil 1000%; dia belum ... ha ha (tertawa kecut) hehe, 250 pound itu pasti mobil bekas dan umurnya sudah tua kan? yang saya tulis di atas sih valid untuk mobil baru. kalo yang situasi kena asuransi 2000 pound itu di sini juga sudah terjadi, asuransi mobil tua / bekas lebih mahal ketimbang mobil baru. -- I solemnly swear that I'm up to no good http://data.startrek.or.id http://kiozk.com
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
At 3:08 PM +0700 9/5/05, Harry Sufehmi wrote: Sebetulnya kalau public transport sudah beres, bisa saja kita tidak punya mobil, tapi bisa tetap beraktivitas dengan nyaman. (sehingga, implikasinya, punya mobil adalah kemewahan/utk bisnis) Saya sudah sempat merasakan sendiri ini di beberapa tempat (yang, sayangnya, semuanya di luar Indonesia). saya sendiri menghindari naik mobil sebisa mungkin. males nyetir mobil dan terjebak macet. lebih baik naik bis, bisa tidur kalau terjebak macet. Jadi untuk di Jakarta, yang macetnya (CMIIW lho) cuma kalah dari Bangkok; saya kira yang punya satu mobil pun juga tidak apa-apa dipajaki (asumsi: transportasi umum sdh beres) lha memang yang punya satu mobil pun sudah kena pajak kok, hehe. >dan sesuai dengan nilai mobil tersebut. kalau misalnya si james riadi cuma punya satu mobil, avanza misalnya, dan saya juga punya mobil avanza, akan sangat-sangat-sangat tidak adil bayar pajak 1 milyar untuk mobil seharga cuma 70 juta, sementara saya cuma bayar 100 ribu. saya lebih rela saya dan si james sama2 bayar 100 ribu. mungkin si james riadi sekalian hengkang dari indonesia buat cari negara yang lebih adil sistem pajaknya. Mungkin yang lebih adil itu begini 'kali ya: mobil #1 : 2% income mobil #2 : 5% income mobil #3 : 10% income dst Kalau saya jadi anggota dewan, nanti akan saya perjuangken :) masih kurang adil. menurut saya pribadi, kalau memang berkeras ada unsur perhitungan berdasarkan income, lakukan kombinasi. misalnya, karena yang kita bahas ini adalah pajak progresif, maka mulai berlaku di mobil #2, pajaknya + 10% kalau penghasilan < 10 jt per bulan, + 15% kalau penghasilan > 10 jt, dan seterusnya. jangan langsung mengaitkan pajaknya dengan income, karena rasa tidak adil yang saya ungkapkan sebelumnya (mobil cuma 70 juta tapi bayar pajaknya 100 juta misalnya) bisa terjadi kalau pajaknya langsung berupa prosentase dari income. >saya bukan belain orang kaya, tapi adalah salah membuat orang kaya tidak betah tinggal di indonesia. duit mereka bakalan nggak diputer di sini. well, saya kira kita cuma perlu memberi pengertian, bahwa : 1. this is for greater good point yang saya ajukan, bahwa duit orang kaya lebih baik diputer di indonesia, itu juga for greater good. 2. uang pajak tadi tidak akan ditilep (*), sehingga 3. mereka tidak mendapat persepsi bahwa pajak gede itu untuk menganiaya mereka karena itu jangan langsung mengaitkan prosentase pajak kendaraan-nya ke income, hehe. kalau tidak mau juga, ya saya kira Indonesia tidak perlu orang kaya yang tidak peduli dengan sesamanya ya. Cuma mau meraup kekayaan di Indonesia, tapi tidak mau membaginya. ini cuma perhitungan sederhana kok. misalnya penghasilan 1 milyar setahun, apa masuk akal bayar pajak untuk SATU kendaraan sebesar 100 juta lebih? -- I solemnly swear that I'm up to no good http://data.startrek.or.id http://kiozk.com
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
At 7:47 PM +0700 9/5/05, adi wrote: On Mon, Sep 05, 2005 at 11:07:52AM +0700, N e o wrote: akan muncul demo, mungkin menuntut hitung2-an kenapa harus dinaikkan. .. ini mungkin bukan demo, tapi bakalan dilobby secara gencar oleh para kaum berduit langsung di level pemerintah/DPR. .. akan muncul protes keras bukan saja dari sopir, tapi dari pemilik perusahaan. the haves ini yang lebih kuat pengaruhnya ke pembuat peraturan. ... he..he.. yang dicari solusi, bukan kesulitan melaksanakan solusi :-) analoginya mungkin seperti ini: 1. ada fakta kalau tanaman di pot kering 2. solusinya, ya siram tanaman tersebut 3. ternyata alat buat menyiram air tersebut bocor, jadi mau seribu kali bolak-balik menyiram, tanaman tersebut akan tetap kekeringan. maksud saya bukan mengeluhkan tentang kesulitan melaksanakan solusi, cuma hanya menyampaikan pandangan bahwa ada masalah lain yang tidak terlihat yang kalau tidak ikut dipikirkan, solusi awal tidak akan pernah menjadi jawaban. contoh aja nih, soal lelang tender pembuatan karcis busway II dan III, yang jadi 'masalah' karena banyak yang merasa tender tersebut sudah 'disetir'. ya orang kalau periuk nasinya diobok-obok orang lain akan cari segala macam cara untuk mempertahankan periuk nasinya. makanya saya termasuk yang tidak setuju soal pajak kendaraan berdasarkan nilai kekayaan, bukan berdasarkan nilai kendaraan ataupun kombinasi antara keduanya, karena itu bukan solusi win-win. mungkin yang perlu dipikirkan adalah bagaimana agar orang-orang lama yang berkutat di bidang transportasi jakarta bisa 'diformat' ulang, supaya mereka bisa ikut menyelesaikan masalah, dan tidak lagi menjadi sumber masalah. tambahin lagi: pajak udah dinaikin, fasilitas transportasi umum tidak juga diperbaiki karena dikorup. itu masuk analogi di atas, hehe. -- I solemnly swear that I'm up to no good http://data.startrek.or.id http://kiozk.com
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
At 10:52 AM +0700 9/5/05, Harry Sufehmi wrote: 2. Pajaknya harus progresif berdasarkan kekayaan ybs; contoh: kalau saya yang punya mobil, pajak per mobilnya cuma 100-ribu/tahun, tapi James Riadi dikenakan Rp 1.000.000.000 per mobil per tahun ini gak masuk prinsip keadilan dong. selain itu, ngukur kaya atau tidak berdasarkan apa? jumlah pajak yang dibayar? makin kecil aja tuh pajak yang bakal dibayar, supaya keliatan miskin, hehe. -- I solemnly swear that I'm up to no good http://data.startrek.or.id http://kiozk.com
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
At 8:22 AM +0700 9/5/05, fade2blac wrote: Macet, disebabkan karena kendaraan yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah jalan. Mobil pribadi paling banyak. Ngukurnya gampang, kalau mobil pribadi dilarang di jalan raya, dijamin nggak macet. diperburuk dengan kurangnya disiplin lalu lintas. kendaraan umum: ngetem seenaknya. motor: naik trotoar, tidak peduli garis batas lampu lalulintas. mobil: tidak mau mengalah, serobot jalur. Tapi kalau bis/motor dilarang, kemungkinan besar masih macet. Salah satu cara yang paling kena untuk mengurangi kemacetan adalah dengan mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya. Caranya gimana? a. Tarif Parkir dimahalin. Tentu pemda yang ambil duitnya. Di London, pemerintah menetapkan tarif parkir yang sangat mahal, sehingga orang lebih rela meninggalkan mobilnya di stasiun kereta, lalu naik kereta, dan sesampai di dalam kota, naik bis. Bisnya sendiri sangat 'jelek' tampangnya. Toh orang nggak butuh bis yg enak2 amat, yg penting cepet sampai. Itu kan tujuan alat transportasi? akan muncul demo, mungkin menuntut hitung2-an kenapa harus dinaikkan. b. Pajak mobil ditinggikan Kalau nggak bener-bener kaya, jangan harap bisa punya mobil dan bayar pajak. Mungkin bisa dengan pajak progresif. Artinya, tarif pajak DKI paling tinggi (yang plat nomornya B), menyusul kota-kota besar lainnya. ini mungkin bukan demo, tapi bakalan dilobby secara gencar oleh para kaum berduit langsung di level pemerintah/DPR. Jika pengguna kendaraan pribadi dikurangi, pemda harus menyediakan angkutan umum yang nyaman dan aman. Dari kedua langkah diatas, pemda dapat tambahan duit banyak. Duitnya dikembalikan lagi untuk membangun sistem transportasi yang lebih baik: a. Sistem setoran dihapuskan, diganti sistem gaji tetap. Mungkin akan mengurangi jumlah sopir ugal-ugalan dan rebutan penumpang. Pasti akan makan korban, dan sopir2 pada demo. Ini juga harus diantisipasi. akan muncul protes keras bukan saja dari sopir, tapi dari pemilik perusahaan. the haves ini yang lebih kuat pengaruhnya ke pembuat peraturan. b. Menetapkan standar yang lebih tinggi, dengan aturan lebih ketat tentang bis yang masih layak beroperasi. standar / aturan mestinya sudah memadai. yang kurang adalah penegakannya. saya paling menderita kalau sedang naik motor dan berada di belakang / samping bis yang asap knalpotnya benar2 bikin sesak napas... :( c. Dibuat sistem tiket terusan. Jika beli satu tiket KRL misalnya, bisa dipake buat naik bis kemana-mana. Beli tiket PPD, bisa untuk naik Mayasari Bakti. Tiket bisa dijual di warung-warung, dicetak dengan alat khusus yang dikeluarkan oleh pemda. Ini diterapkan di London dan mungkin negara eropa lainnya. kalo yang ini, kok rasanya terlalu idealis ya. Jika itu bisa direalisasi, baru dibuat peraturan lalu lintas yang tegas, dengan sanksi yang berat. Pembuatan SIM diproses secara benar. Tilang juga dijalankan sesuai dengan yang ada. barusan di milis ITB dibahas soal bikin SIM. salah satu kesimpulan sementara adalah, bikin SIM yang benar itu makan waktu hampir 2 bulan (atau 3 bulan ya?) dan belum tentu dapet, jadi lebih baik bayar calo / nyogok petugas. Pointnya adalah, tidak perlu mencari bentuk transportasi baru. Tapi sistem yang ada dibenahi agar lebih efisien. Jika Busway sekarang dianggap sukses apa indikatornya? Sukses berarti kemacetan berkurang, ternyata tidak. Lalu monorel? Sependek pengetahuan saya, itu pointless. Subway? Ngatasin banjir aja nggak gape mau bikin subway.. :-) baru sekali ngerasain busway. kesimpulan sementara sih, damn fast :) gak perlu mikir parkir mobil/motor, dan nggak ikut terjebak kemacetan lalu lintas. plus bonus olahraga dikit :) sempat baca perbandingan secara ekonomis di majalah kendaraan bermotor (auto bild?) tentang naik kendaraan sendiri vs busway, kesimpulan mereka sih nggak terlalu salah, busway lebih ekonomis dan lebih hemat waktu, tapi cuma menang sedikit. yang majalah itu lupa perhitungkan adalah ongkos parkir, mana mungkin parkir di jakarta nggak bayar parkir. kalo ongkos parkir juga diperhitungkan, busway menang jauh. -- I solemnly swear that I'm up to no good http://data.startrek.or.id http://kiozk.com
[teknologia] Bangunan bawah tanah di Jakarta, mungkinkah?
Melihat kerusakan luar biasa di New Orleans akibat Katrina, yang kelihatannya terutama karena memaksakan pembangunan di wilayah yang lebih rendah dari permukaan laut, saya jadi bertanya-tanya, apakah Jakarta mungkin memiliki subway yang sebagian besar perlu berada di bawah tanah. Kalau banjir melanda Jakarta, subway pasti akan habis terrendam. Jadi alternatif angkutan masal publik yang lebih feasible, nyaman, cepat, dan ekonomis untuk Jakarta apa?-- .''`. Andika Triwidada <[EMAIL PROTECTED]> : :' :just another Debian admin`. `'` http://andika-lives-here.blogspot.com/ `- Debian - when you have better things to do than fixing a system