Oskar Syahbana wrote:
> On 2/1/06, Beast <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >
> > Oskar Syahbana wrote:
> > > Ubuntu memang mungkin didukung sama dana yang kuat tapi itu bukan hal
> > > yang menentukan. Yang paling menentukan maju mundurnya distro linux ya
> > > komunitasnya. Saya suka banget make Ubuntu karena selain mudah
> >
> > Dukungan dana sangat menentukan, komunitas yg kuat dibangun dgn dana yg
> > besar, kemudahan atau kelebihan dari produk tergantung dari developernya
> > (dihasilkan oleh fulltime developer yg perlu dibayar).
>
>
> Relatif juga. Dana yang jor - joran memang dapat "membayar" developer untuk
> membuat program yang lebih baik lagi, tetapi dana yang jor - joran tidak
> dapat membentuk komunitas. Masa iya sih saya ikut berpartisipasi dalam forum
> karena saya diberikan dana sekian. Kebanyakan user yang aktif di forum
> ubuntu yah sukarelawan walaupun memang ada beberapa developer yang khusus
> dibayar oleh Mark untuk mengembangkan Ubuntu lebih lanjut. Tetapi Ubuntu
> tanpa komunitas adalah nonsense dan nonsense juga kalau jor - joran dana
> dapat merangsang user participation yang merupakan inti dari kreatifitas.

Dana "jor-joran" itu relatif lho.

Sebenarnya masalah yang dibahas sepertinya "sustainaibility" , dan
kalau bicara sustainability masalah dana dan pemasukan itu sangat
penting.

Alan Cox kan butuh makan juga Bang :-)

Disclaimer: tanpa mengecilkan arti komunitas.

> Model bisnis opensource memang unik, krn kebanyakan bersifat proyek amal
> > , investor tdk mengharapkan ROI, alias buang duit dgn "percuma", tp
> > developernya sendiri tetap saja perlu makan :)
>
>
> Engga buang duit dengan percuma kok. Contohnya Redhat dengan Fedora yang
> menjadikan distro gratisan ini sebagai testbed untuk release - release
> Redhat Enterprise. Ini ada itung - itungan bisnisnya juga dan pasti ada
> ROI-nya. Hanya, ROI-nya itu tidak sama dengan bisnis konvensional

Yep bener.

( jadi ingat film "Constance Gardener" karena subjek distro gratisan
ini he he he bedanya film ini menceritakan "drug trial" ke orang Afrika
)


> > digunakan, kalau ada masalah tinggal nanya ke forumnya aja. Sudah gitu
> > > gratis pula (engga ada versi premium dan tetek bengek lainnya).
> > >
> >
> > Sepertinya bukan monopoli ubuntu saja, distro lain juga punya kelebihan
> > ini, misalnya fedora.
>
>
> Saya juga kayaknya engga pernah menyatakan seperti itu. Pernyataan saya
> adalah salah satu faktor kesuksesan distro terletak pada komunitasnya,
> contohnya Ubuntu. Fedora/Redhat juga besar karena komunitasnya kan :-).
> Setelah komunitas dan user-basenya besar, barulah Redhat berani untuk
> menghentikan pengembangan "terencana" untuk end-user dan menggunakan dana
> jor-joran untuk mengeluarkan distro versi enterprise.

Ingin tahu dari rekan2 expert di Linux, sebenarnya seberapa penting
sich masalah "distro" ini dibanding open source dan GPLnya sendiri ?
Apa gak jadi membingungkan untuk kalangan awam yang inging menggunakan
open source ?

Kalau Windows kan dibuat simpel, biar ada XP atau W2K atau 2003 , user
awam tahu windows itu seperti apa.

Jadi pertanyaanya: Apakah makin banyak distro makin menguntungkan dari
sisi umum  ?


 > Bukan engga percaya. Itu kembali lagi pada komunitasnya. Kalau di
dalam
> komunitasnya sendiri engga ada yang "jago" ya tentu orang juga akan sungkan
> untuk memakai versi lokal ini karena engga tahu harus bertanya kemana.
> Contohnya IGOS lah. Support untuk pengguna perorangan lokalnya sedikit
> sekali dan akhirnya kita bisa melihat bahwa proyek ini gagal.

Waktu saya di Redhat dulu , Redhat beli consulting firm (baca:
consulting firm yang jago di outsourcing) untuk divisi professional
supportnya.

Jadi sampai waktu itu dia gak punya real divisi support (sekalian
nambahin revenue -- ujar M. Szulik).

Carlos

Kirim email ke