Bergantung gimana si istri mikirnya/sanggupnya deh. 

Kalo gw seh, gw cari tau knp neh laki gw yang mualaf balik ke agama asal.

wassalam,
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ari Condro <masar...@...> wrote:
>
> nah, terus solusinya gimana buat yg nikah sama mualaf.  tapi si mualaf
> belakangan balik ke agama asal.  padahal udah punya anak dua.  masa
> ditinggal gitu ajah.  orang kan butuh kedamaian dan butuh bertanggung
> jawab.  ayah yang baik gitu lho.
> 
> 
> 
> 2009/8/25 linadahlan <linadah...@...>:
> >
> >
> > http://epaper.republika.co.id/berita/18566/Prof_Dr_Muhammad_Quraish_Shihab_Menikahlah_dengan_Mempertimbangkan_Agama
> >
> > Lantas, bagaimana pandangannya terhadap masalah khilafiyah seperti menikah
> > beda agama?
> >
> > Pria yang hapal Alquran ini mengimbau agar melihat konteks suatu ayat saat
> > diturunkan. ''Dalam ayat yang membolehkan dan melarang nikah beda agama,
> > kita harus jeli membaca latar belakang ayat tersebut turun. Bila tidak, kita
> > akan terjerumus dalam perdebatan masalah-masalah sepele yang hanya
> > menghabiskan energi saja,'' jelas Quraish.
> >
> > Selain aktif menulis dan berceramah, sejumlah jabatan penting juga pernah ia
> > jalani, antara lain Menteri Agama, Duta Besar RI untuk Mesir, dan Rektor
> > IAIN Jakarta kini Universitas Islam Negeri (UIN). Di tengah kesibukannya
> > yang padat, doktor dari Universitas Al-Azhar Mesir ini tetap menyempatkan
> > menjawab berbagai pertanyaan dari pembaca Republika secara ajeg. Kini, pria
> > kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1946 ini sedang
> > menyelesaikan Tafsir Al Misbah sebanyak 30 juz yang sekarang telah terbit 13
> > volume. Dalam waktu dekat juga segera terbit dua bukunya, Bekal Perjalanan
> > dan 40 Hadis Qudsi Pilihan. Berikut petikan wawancara dengannya seputar
> > pernikahan beda agama.
> >
> > Pernyataan Nabi SAW menyebutkan ada tiga kriteria untuk melangsungkan
> > pernikahan. Yaitu pilih materi, kecantikan, dan agama, maka pilihlah
> > agamanya. Bisa Anda jelaskan hal ini?
> > Hadis itu menggambarkan ada orang yang dorongan kawinnya itu harta, ada pula
> > dorongan karena kecantikannya. Kalau yang mengatakannya itu penganjur agama,
> > maka dia akan berkata, "fazfar bizaati diniha" (pilih agamanya). Tapi kalau
> > hal itu diucapkan oleh bukan penganjur agama, maka dia akan mengatakan,
> > pilih saja hartanya atau kecantikannya. Saya dapat mengatakan bahwa hampir
> > semua yang kawin beda agama itu tidak menempatkan faktor dan nilai agama
> > dalam pertimbangan utama tingkatan yang tinggi. Islam sudah demikian jelas,
> > menempatkan pertimbangan agama pada tingkatan tertinggi, melebihi
> > faktor-faktor lainnya.
> >
> > Anda tadi menegaskan, Islam tidak membolehkan nikah beda agama, bila
> > pertimbangannya agama. Lantas bagaimana dengan ayat Alquran yang membolehkan
> > pria Muslim menikahi wanita non-Islam?
> > Ayat itu harus dilihat dalam konteks ajaran agama ketika itu. Kondisi
> > masyarakat saat itu yang dominan adalah lelaki Muslim bisa mentoleransi
> > istrinya melaksanakan tuntunan agamanya yang Yahudi atau Nasrani. Tetapi
> > lelaki yang non-Muslim, karena dia dominan, bisa jadi memaksanakan istrinya
> > untuk keluar dari agamanya.
> >
> > Mengapa?
> > Antara lain karena non-Muslim tidak percaya Muhammad SAW itu nabi. Akan
> > tetapi, seorang Muslim meskipun dia dominan, tetap percaya bahwa Isa AS
> > adalah nabi, Musa AS itu nabi, dan dia percaya bahwa Islam itu mentoleransi
> > setiap orang menjalankan agamanya masing-masing. Jadi Islam membenarkan
> > Muslim (pria) menikahi non-Muslim (wanitanya). Sekarang ini, seandainya yang
> > lebih dominan itu Muslimahnya, laki-laki non-Muslimnya yang minoritas, bisa
> > nggak laki-laki itu dalam pertimbangan agamanya membenarkan Muslimah
> > menjalankan agamanya yang dianut tersebut?
> > Menurut agama si laki-laki itu kan tidak dibenarkan. Itu yang pertama.
> > Sebaliknya, seandainya perempuan itu non-Muslim, dan laki-lakinya Muslim,
> > tetapi kondisi sekarang ini menunjukkan bahwa perempuan bisa lebih dominan,
> > maka hal itu terlarang secara syar'i (secara hukum Islam).
> >
> > Alasannya?
> > Ya, dia (kaum perempuan itu) bisa mempengaruhi suaminya, bisa mempengaruhi
> > anak-anaknya, dan akan menjadi penentu yang kuat dalam kehidupan mereka.
> >
> > Apa bedanya bila yang dominan itu kaum laki-laki, toh dia (laki-laki) itu
> > juga akan mempengaruhi, seperti yang dilakukan wanita bila mereka mayoritas?
> > Inilah yang saya katakan tadi, pertimbangannya adalah pertimbangan agama.
> > Iya toh? Saya ingin melangkah lebih jauh lagi. Bahwa hampir semua orang yang
> > menikah beda agama dan budaya (agama apapun yang dianutnya) pada saat
> > anak-anaknya lahir dan dewasa mengalami kebingungan yang luar biasa. Itu
> > anak mau dididik dan dibimbing dalam agama apa, serba dilematis.
> > Jangan-jangan, sudahlah tidak usah beragama saja.
> >
> > Pada posisi seperti inilah, mereka mengalami semacam split personality,
> > keterbelahan jiwa. Ini amat berbahaya bagi masa depan anak-anak tersebut.
> > Karena itu, kalau orang yang mau menikah itu menjadikan nilai agama sebagai
> > pertimbangan yang pertama dan utama, maka orang itu tak akan kawin. Orang
> > Kristen tidak akan nikah dengan Muslimah, sebaliknya orang Islam tak akan
> > menikah dengan non-Islam.
> >
> > Ada persoalan lain. Sebagian kalangan berpendapat, nikah beda agama untuk
> > menjaga dan melestarikan sikap keberagamaan yang pluralis dan inklusiv.
> > Kebetulan masyarakat kita ini plural. Bagaimana Anda melihatnya?
> > Betul, kita plural. Tetapi jangan lantas kita mengorbankan keyakinan, jangan
> > mengorbankan anak sehingga tidak mempunyai pegangan. Kita ini seringkali
> > salah kaprah memaknai pluralisme atau inklusiv dan sejenisnya itu. Lagi pula
> > di agama lain juga akan mempertahankan sikapnya, tidak akan mau terbawa
> > begitu saja. Jadi plural dan inklusiv itu ada batasnya.
> >
> > Ada nggak di masa Nabi SAW dan sahabat nikah beda agama itu?
> > Ada, cukup banyak juga. Tapi itu dilakukan dalam rangka dakwah, dan
> > laki-laki yang Muslim saat itu, yang non-Muslimnya adalah kaum wanitanya.
> > Jadi waktu itu tak ada yang wanitanya itu Muslimah. Karena pemahaman ulama
> > selama ini dalam konteks ayat-ayat Alquran mereka pahami bahwa Muslimah
> > tidak boleh menikah dengan non-Muslim. Jadi ya cukup jelas.
> >
> > Masalah pengertian ahlul kitab (para penganut agama langit), tak jarang jadi
> > masalah dalam soal nikah beda agama. Sebenarnya, konsep ahlul kitab seperti
> > apa sih dan ada batasan khusus?
> > Ada dua pendapat ulama. Ada yang mempersempit definisi ahlul kitab. Ada yang
> > memperluas. Satu sisi, kalangan ulama yang memperluas berpendapat, ahlul
> > kitab itu semua orang yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, baik sebelum
> > maupun sesudah datangnya Islam. Dengan demikian, mereka berpandangan menikah
> > beda agama, berarti boleh. Yang kedua, pandangan ulama yang mempersempit,
> > yang merujuk pada ayat 5 surat Al-Maidah. Atas dasar ini, maka ahlul kitab
> > yang dimaksud ialah sebelum datangnya Islam.
> >
> > Bagaimana sekarang?
> > Saat ini kan penganut Yahudi dan Nasrani sesudah Islam begitu banyak,
> > bahkan, Nasrani saja mayoritas di dunia.
> >
> > Jadi batasan bolehnya sebelum Islam?
> > Benar! Umat manusia sebelum Islam datang dibolehkan dinikahi. Jadi
> > keturunannya setelah Islam ini datang, tidak boleh dinikahi. Nah ini yang
> > mempersempit pandangan. Kalau saya berpendapat, semua penganut agama, baik
> > sebelum maupun sesudah Islam datang, kapanpun dan di manapun, boleh
> > dinikahi. Masalahnya, sebagian kitab agama Yahudi dan Nasrani itu sudah
> > tercampur tangan manusia.
> >
> > Apa komentar Anda?
> > Pada zaman Nabi SAW pun sudah berubah. Siapa bilang baru sekarang ini
> > dicampuri tangan-tangan manusia, kepentingan manusia itu sendiri. Sejak masa
> > Nabi SAW, umat Kristen sudah mengakui Trinitas. Memang ada yang berpendapat,
> > misalnya sahabat Nabi SAW, yakni Ibnu Umar, yang menyatakan bahwa secara
> > tegas Alquran melarang perkawinan dengan musyrikat (wanita musyrik). Saya
> > tidak tahu, kemusyrikan yang lebih jelas dari menganut Trinitas. Tentu
> > kondisi sekarang sudah jauh berbeda dari masa Nabi SAW. Alquran sendiri kan
> > turun juga dikondisikan dengan budaya masyarakat saat itu.
> >
> > Lantas bagaimana dengan nikah beda agama saat ini?
> > Begini yah. Sebenarnya nikah beda agama itu kan diberikan sebagai salah satu
> > jalan. Misalnya saja takut terjerumus ke jurang perzinaan, dan lain
> > sebagainya, ya sudahlah menikah antaragama, ya itu sah-sah saja bagi mereka
> > ini. Tapi kalau mau prinsip ajaran agama, atau bahkan prinsip kafaah
> > (persamaan budaya, wawasan, sikap sosial, sikap pandangan hidup) sekalipun,
> > ini yang terpenting, maka nikah beda agama tidak diperbolehkan. Jadi, hemat
> > saya, umat beragama hendaknya mendasarkan pada pertimbangan agama, apapun
> > agamanya. Sebab agamalah yang akan melanggengkan perkawinan.
> >
> > Penulis : hery sucipto
> > REPUBLIKA - Jumat, 15 Agustus 2003
> >
> > 
> 
> 
> 
> -- 
> salam,
> Ari
>


Kirim email ke