alatif respond; 
MARI KITA HORMATI KEYAKINAN AHMADIYAH AGAR BANGSA INDONESIA IN DI BERKAHI OLEH 
ALLAH SWT.

KALAU KITA SESAMA MUSLIM MASIH BERLAKU ZOLIM KPD GOLONGAN ISLAM MINORITAS, 
ALLAH AKAN MEMBERIKAN AZAAB YANG PEDIH SEPERTI AFGANISTAN,PAKISTAN DAN IRAQ DLL.

AHMADIYAH ADALAH 100% ISLAM.
DEFINISI ISLAM MENURUT ALLAH;
Siapa2 yang bershahadat; Tiada Tuhan kecuali ALLAH, dan rasulullah saw adalah 
pesuruh ALLAH, dan al quran adalah kitabnya,maka mereka adalah Islam dan 100% 
golongan Muslim.

Prof.DR Quraish Shihab,ahli tafsir Al Quran, berkata bahwa perlunya pemuda2 
Islam tersu menerus mengali ilmu2 yang terkandung dlm al Quran. Kita tidak 
boleh berhenti dan takut untuk menafsirkan al quran,
yang berbeda dgn ulama2 terdahulu itu yaitu "status quo"

ALLAH sendiri meribah peratiuran2nya sesuai dengan kemajuan ilmu manusia 
sejalan dgn bertambahnya masalah2 dlm masarakat.

Bukan kita berarti menukar peratuiran2 ALLAH tapi cara menafsirkan ayat2 ALLAH 
yang perlu kita sesuaikan dgn kemajuan2 ilmu.Misalnya saja;

1.Quraish shihab menafsirkan ayat berpakaian wanita(jilbab) adalah anjuran, 
bukan wajib bagi wanita2 utk berjilbab...
Kalau kita perhatikan tanah Arab yang padang pasir yg panas itu, maka 
seyokyanyalah wanita2 bahkan laki2 menutup kepala dan mukanya,agar pasir2 panas 
jangan masuk kerambut dan mata. Benar bukan?

2.4 orang saksi untuk membuktikan perbuatan zina, sudah ketingalan 
zaman...boleh kita tukar dgn membuktikan perbuatan zina itu dgn alat2 modern 
yaitu DNA dan alat2 kemia,mencari jejak2 pelaku zina.Cara ini akan lebih akurat 
dan efesen.Benar bukan.

Kesimpulan; Saya sangat setuju sekali kalau terjadi perbedaan2 dlm menafsirkan 
ayat2 ALLAH dan Hadits2,menambah wawasan ilmu kita.
 
Marilah kita semua,ulama2 dan usztad2 untuk menghormati tafsiran2 yang berbeda2 
dgn golongan Statusquo yaitu go Islam Fundamentalis Wahabi-Salafy yg Fanatik.

Biarlah ALLAH saja nanti yang berhak mejudge dfan menghukum siapa diantara kita 
yang benar dan salah.

sebagaimana ALLAH memperingatakan Rasul,kalau ada orang2 yg mengaku menjadi 
nabi, emmecah agama Islam yg kamu bawa, itu bukanlah tugas Kamu(rasul) tapi 
adalah tanggung jawab ALLAH semata.

MARILAH KITA TAATI PERATURAN ALLAH INI;

 Sesungguhnya orang orang yang memecah belah agamanya dan mereka terpecah 
menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadapat 
mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanya lah terserah kepada Allah, kemudian 
Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.QS.6:159.

As for those who divide their religion and break up into sects, thou hast no 
part in them in the least: their affair is with Allah: He will in the end tell 
them the truth of all that they did.

Semoga bangsa Indonesia ini yang pendudknya 250 juta umat islam dapat hidup; 
DAMAI-SEJAHTRA-HARMONY-DAN BAHAGIA..

WAHYU ALLAH KPD NABI ISA AS;

Do not judge your brother's faith, you will be not judged.

For with what judgment you judge, with the same measure, it will be measured 
back to you.

Why do you judge your brother's faith? Who do you think you are to judge other,

We all stand before God's judgment hereafter. God made laws, and only God can 
judge people's faith.

Oleh karena itulah umat Kristen dan yahudi yg terdiri dari ratusan sekte2 
kristen dapat hidup ; DAMAI-SEJAHTERA-HARMONY DAN BAHAGIA

Wassalam


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ma_suryawan" <ma_surya...@...> wrote:
>
> Yang tertulis dalam Surah Al-Ahzab:40 adalah (kh-alif-t-m) yaitu "khaatam". 
> "Khaataman-nabiyyiin" berarti "cincin para nabi" atau "meterai para nabi" 
> atau "seal of the prophets", dan "khaataman-nabiyyiin" bukanlah berarti: 
> Tidak boleh ada nabi lagi apa pun juga setelah Nabi Muhammad s.a.w. Sebab, 
> dalam Al-Qur'an Karim banyak terdapat penjelasan dapat datangnya nabi/rasul 
> setelah Nabi Muhammad s.a.w., beberapa di antaranya sebagai berikut: 
>  
> 44:5-6 - Allah Ta'ala bersifat Mursil (yang mengutus Rasul-Rasul-Nya). Sifat 
> Allah Ta'ala ini akan selalu dan terus bekerja selama-lamanya. Sifat ini 
> tidak terikat dengan tempat dan waktu. Jadi, adanya kenabian setelah Nabi 
> Muhammad s.a.w. adalah tidak mustahil dengan mempertimbangkan salah satu 
> sifat Allah Ta'ala ini.
>  
> 22:75 - "Allah senantiasa memilih rasul-rasul-Nya dari antara 
> malaikat-malaikat dan dari antara manusia". Perkataan "yashthafii" (memilih) 
> dalam ayat ini, menurut peraturan bahasa Arab adalah fi'il mudhari, yaitu 
> menunjukkan pekerjaan yang sedang atau akan dilakukan. Jadi, Allah S.w.t. 
> sedang atau akan memilih Rasul-Rasul-Nya menurut keadaan zaman atau menurut 
> keperluannya. Dengan kata lain ayat ini tidak terikat dengan tempat dan waktu.
>  
> 3:179 - Dalam ayat tersebut terdapat perkataan: "yadzara", "yamiidza", 
> "yuthli'a", "yajtabii". Bentuk perkataan tersebut adalah fi'il mudhari yang 
> dipakai untuk zaman kini dan zaman yang akan datang. Jadi maksud ayat ini 
> adalah Allah S.w.t. akan (terus) mengirimkan utusan-utusan-Nya untuk 
> memisahkan yang baik dari yang buruk dan untuk memberitahukan tentang 
> kabar-kabar ghaib.
>  
> 7:35 - Dalam ayat ini: "Wahai anak cucu Adam, jika datang kepadamu 
> rasul-rasul dari antaramu ...". Yang dimaksudkan anak cucu Adam adalah umat 
> manusia. Baik umat manusia terdahulu sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan umat 
> manusia setelah Nabi Muhammad s.a.w. tetap akan didatangi oleh Rasul-Rasul 
> Allah dari antara anak cucu Adam (umat manusia). Dengan kata lain ayat ini 
> tidak terikat dengan tempat dan waktu.
>  
> Jadi, jelasnya kalau Anda mengartikan ayat "khaataman nabiyyiin" sebagai nabi 
> penutup/terakhir yaitu tidak adanya nabi apa pun juga setelah Nabi Muhammad 
> s.a.w. - maka akan bertentangan/bertabrakan dengan ayat-ayat tersebut di atas 
> yang menjelaskan dapat datangnya nabi/rasul setelah Nabi Muhammad s.a.w. 
> Padahal Allah Ta'ala telah menetapkan: Tidak ada pertentangan antara satu 
> ayat dengan ayat lainnya (4:82). Asas ini (tidak ada pertentangan di antara 
> ayat-ayat Qur'an) adalah asas yang mutlak harus terpenuhi ketika Anda ingin 
> menafsirkan Al-Qur'an.
>  
> Jadi, arti harfiah/letterlijk "khaataman-nabiyyiin" adalah: meterai para nabi 
> atau cincin para nabi. Arti maknawi/hakiki "khaataman-nabiyyiin" adalah: 
> menunjukkan suatu rank/derajat/martabat/status/maqam. Dengan kata lain 
> adalah: nabi yang tersempurna/terunggul/termulia dari para nabi. Sebab: kata 
> "khaataman-nabiyyiin" adalah ism tunggal (yaitu "khaatam") yang direndeng 
> dengan ism jamak (yaitu"nabiyyiin") - maka mengandung arti 
> martabat/maqam/derajat/rank. Jadi, arti dan hakikat sesungguhnya 
> "khaataman-nabiyyiin" adalah: yang termulia/tersempurna/terunggul di antara 
> para nabi atau meterai para nabi atau cincin (perhiasan) para nabi, dan 
> seterusnya.
>  
> Sekarang kita lihat penjelasan Hadits berikut ini:
>  
> Peristiwa wafatnya Ibrahim (putera Rasulullah dari Maria Qibtiyah r.a.) 
> tercatat sebagai berikut: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkatalah ia: 
> "Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah s.a.w. wafat, beliau (s.a.w.) menshalatkan 
> jenazahnya dan berkata, "Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan 
> kalau usianya panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." (Sunan Ibnu Majah, 
> Abu Abdillah Alqazwaini, Darul Fikr, jld. II, hlm. 484, Hadits no. 1511).
>  
> Peristiwa wafatnya Ibrahim terjadi pada tahun 9 H, sedangkan ayat 
> "khaataman-nabiyyiin" diturunkan pada tahun 5 H. Jadi, ucapan beliau s.a.w. 
> mengenai Ibrahim sebagaimana ditemukan dalam Hadits itu adalah 4 tahun 
> kemudian setelah beliau s.a.w. menerima ayat "khaataman-nabiyyiin." Jika 
> seandainya ayat "khaataman-nabiyyiin" kemudian diartikan sebagai 
> "penutup/kesudahan/penghabisan/akhir" nabi-nabi yaitu tidak boleh ada nabi 
> lagi apa pun juga setelah beliau s.a.w., maka seharusnya beliau mengatakan 
> jikalau usianya panjang, tentu ia tidak akan pernah menjadi nabi karena 
> akulah penutup nabi-nabi.
>  
> Jadi, amat jelas bahwa Nabi s.a.w. yang menerima wahyu, dan beliaulah yang 
> paling mengetahui arti serta makna dari wahyu yang diterimanya dan beliau 
> s.a.w. tidak mengungkapkan pengertian "khaatam" sebagai penutup atau 
> terakhir, yaitu tidak boleh ada nabi apa pun juga setelah beliau s.a.w. - 
> seperti yang biasa dkemukakan oleh kebanyakan orang Islam.
>  
> Demikian pula dengan ummul mukminin, Hadhrat Aisyah r.a. yang terkenal karena 
> kecerdasan dan ketinggian ilmunya menyatakan agar orang Islam jangan 
> mengatakan "tidak ada nabi setelahnya," namun katakanlah bahwa Nabi Muhammad 
> s.a.w. adalah khaatamul-anbiya', lengkapnya sebagai berikut:
>  
> "Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya', tetapi 
> jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak ada Nabi 
> sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 
> 5) 
>  
> Lagi, dipertegas dan dibenarkan oleh ulama-ulama terkemuka dalam dunia Islam 
> sebagai berikut: 
>  
> Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi r.h. dalam kitabnya Futuuhatul Makiyyah menulis:
>  
> "Inilah arti dari sabda Rasulullah s.a.w., "Sesungguhnya risalah dan nubuwat 
> sudah terputus, maka tidak ada Rasul dan Nabi yang datang sesudahku yang 
> bertentangan dengan Syari'atku. Apabila ia datang, ia akan ada di bawah 
> Syari'atku." (Futuuhatul Makiyyah, Ibnu Arabi, Darul Kutubil Arabiyyah 
> Alkubra, Mesir, jld II, hlm. 3) 
>  
> Imam Abdul Wahab Asy-Syarani r.h. berkata:
>  
> "Dan sabda Nabi s.a.w.: "tidak ada Nabi dan Rasul sesudah aku, adalah 
> maksudnya: tidak ada lagi Nabi sesudah aku yang membawa Syari'at." 
> (Al-Yawaqit wal Jawahir, jld. II, hlm. 42) 
>  
> Imam Thahir Al Gujrati berkata:
>  
> "Ini tidaklah bertentangan dengan Hadits tidak ada Nabi sesudahku, karena 
> yang dimaksudkan ialah tidak akan ada lagi Nabi yang akan membatalkan 
> Syari'at beliau." (Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 85) 
>  
> Sayyid Waliyullah Muhaddits Ad-Dahlawi berkata: 
>  
> "Dan khaatam-lah Nabi-Nabi dengan kedatangan beliau, artinya tidak akan ada 
> lagi orang yang akan diutus Allah membawa Syari'at untuk manusia." (Tafhimati 
> Ilahiyyah, hlm. 53) .
>  
> Imam mazhab Hanafi yang terkenal, yaitu Mulla Ali al-Qari menjelaskan: 
>  
> "Jika Ibrahim hidup dan menjadi Nabi, demikian pula Umar menjadi Nabi, maka 
> mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti halnya Isa, 
> Khidir, dan Ilyas 'alaihimus salaam. Hal itu tidak bertentangan dengan ayat 
> Khaataman-Nabiyyiin. Sebab, ayat itu hanya berarti bahwa sekarang, sesudah 
> Rasulullah s.a.w. tidak dapat lagi datang Nabi lain yang membatalkan Syari'at 
> beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w." (Maudhu'aat Kabiir, hlm. 69). 
>  
> Jadi, jelaslah maksud dan hakikat dari sabda suci Nabi s.a.w.: "laa nabiya 
> ba'diy" (tidak ada nabi sesudahku) adalah seperti yang telah dijelaskan oleh 
> Hadhrat Shiddiqah Aisyah r.a. dan para ulama terkemuka dalam dunia Islam, 
> yakni tidak ada lagi nabi yang akan datang membawa Syari'at baru, tidak ada 
> lagi nabi yang sama atau sederajat kedudukannya dengan Nabi Muhammad s.a.w., 
> namun bukan berarti tidak boleh ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad s.a.w. 
> Oleh sebab itu, nabi yang datangnya setelah Nabi Muhammad s.a.w. adalah nabi 
> yang kedudukannya di bawah Nabi Muhammad s.a.w., nabi zilli (bayangan) dan 
> ummati (pengikut), serta sepenuhnya patuh/taat/tunduk/mengikuti Syari'atnya 
> Nabi Muhammad s.a.w. yaitu Syari'at Islam. 
> 
> Salaam,
> MAS
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurahman" 
> <mnur.abdurrahman@> wrote:
> 
> > ***
> >  
> > Para pembaca, ikutilah tenang-tenang uraian tentang Khaatamun.
> >  
> > Khaatamun adalah isim (kata benda, noun) dengan penyisipan Alif di antara 
> > Kha dengan Ta dalam akar kata Kha-Ta-Mim, sehingga menjadi Kha-Alif-Ta-Mim. 
> > Ini mengikuti wazan (pola) Fa-Alif-'Ain-Lam. Ada dua qiraah pola: Faa'ilun 
> > dan Faa'alun, yaitu Khaatimun dan Khaatamun. Kata ber-wazan fâa'ilun yang 
> > bermakna pelaku dan bisa dibedakan dengan kata ber-wazan faa'âlun yang juga 
> > bermakna pelaku, tetapi mengandung ketekunan, sudah lengket menjadi 
> > atribut, dan kontiunitas.
> >  
> > Maka Ada dua qiraah untuk ayat dalam Surah al ahzab 33:40 itu.
> >  
> > 1. Isim Faa'il (dalam bahasa Indonesia pakai awalan pe-) Khaatimun 
> > nabiyyin, artinya "penutup para nabi". Qiraah Khaatimun ini tidak 
> > mengandung makna kontinuitas, sehingga bisa menjadi celah bagi Ahmadiyah 
> > Qadiyan, yaitu penutup yang tidak kontinu, yakni setelah datangnya Ghulam 
> > Ahmad penutup itu tidak berfungsi lagi.
> > 2.1 Khaatamun nabiyyin, artinya "cincin stempel para nabi". Maka inilah 
> > celah yang dimasuki Ahmadiyah Qadiyan. Rangkaian nabi dianggap seolah-olah 
> > jari-jari tangan. Nabi Muhammad SAW adalah "jari istimewa", yaitu mulia, 
> > karena memakai cincin stempel, sementara yang lain tidak. Jadi Nabi 
> > Muhammad SAW adalah Nabi yang termulia, bukanlah Nabi terakhir. Inilah 
> > pembenaran Ahmadiyah Qadiyan ada nabi sesudah Nabi Muhammad SAW, yaitu 
> > Ghulam Ahmad. 
> >  
> > Padahal cincin stempel itu fungsi utamanya sebagai zegel (seal). Allah SWT 
> > menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai zegel nabi-nabi, ibarat pintu yang 
> > disegel tidak boleh dibuka, berarti kembali kepada makna akar kata 
> > Kha-Ta-Ma, yaitu tutup. Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi 
> > sekaligus adalah Nabi yang termulia.
> > 
> > 2.2 DEngan wazan faa'âlun yaitu pelaku yang mengandung arti kontiunitas, 
> > maka khaatamun nabiyyin mengandung arti penutup nabi yang mengandung makna 
> > kontinuitas. Dengan qiraah ini Ahmadiyah Qadiyan tidak mendapatkan celah 
> > lagi.
> > 
> > ***
>


Kirim email ke