Wahahahahahahaha baru bilang "Luruskan shaf, Luruskan shaf, Luruskan shaf"
bukannya meluruskan diri, malah pada tawuran jamaahnya... 
lha wong imam shalat itu cuman simbol seremonial, tidak punya jurisdiksi 
apa-apa, 
apalagi imamnya ustadz dekil kayak saya sapa yang nurut wahahahahahahaha

:-)



  ----- Original Message ----- 
  From: Abdul Muiz 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, January 07, 2010 9:28 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: HMNA dan kajian "Khaataman Nabiyyiin" 3


    
  saya yakin untuk tahap awal kalau ustadz Ary Setijadi Prihatmanto jadi imam 
shalat berjamaah makmumnya pak HMNA, pak MAS Suryawan, pak Abdul Latif dll 
member millist WM sekalian temu muka dan kenalan di darat pasti ok deh, terus 
dilanjut diskusi tatap muka/wajah pasti lebih seru. Tempat dan waktunya tinggal 
diumumkan oleh Ustadz Ary atau moderator.

  Wassalam
  Abdul Mu'iz

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ary Setijadi Prihatmanto" 
<ary.setij...@...> wrote:
  >
  > Very good point Ustadz Muiz...
  > Hayooo.... siapa yang bilang yang lain gak pantas jadi imam? :-D
  > 
  > 
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: Abdul Muiz 
  > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  > Sent: Thursday, January 07, 2010 8:05 AM
  > Subject: [wanita-muslimah] Re: HMNA dan kajian "Khaataman Nabiyyiin" 3
  > 
  > 
  > 
  > sudah terlalu sering dan berulang-ulang diskusi khaatamun nabiyyin ini, dan 
topik Nabi Muhammad apakah nabi terakhir dalam arti tidak ada nabi lagi sesudah 
Nabi Muhammad juga tidak ada titik temu antara pandangan islam sunni dengan 
akhmadiyah.
  > 
  > yang menggelitik pertanyaan saya adalah kalau sama-sama mengaku islam, baik 
kalangan sunni maupun akhmadiyah mengapa kalau shalat berjamaah tidak pernah 
mau dalam satu barisan ?? siapa yang eksklusif ??
  > 
  > Salam
  > Abdul Mu'iz
  > 
  > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ma_suryawan" <ma_suryawan@> wrote:
  > >
  > > Lihat di bawah kajiannya.
  > > 
  > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurahman" 
<mnur.abdurrahman@> wrote:
  > > 
  > > > ***
  > > > 
  > > > Sebenarnya yang paling berhak memaknai Khaatamun Nabiyyin adalah Nabi 
Muhammad SAW sendiri.
  > > 
  > > Benar. Ini buktinya:
  > > 
  > > Peristiwa wafatnya Ibrahim (putera Rasulullah dari Maria Qibtiyah r.a.) 
tercatat sebagai berikut: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkatalah ia: "Ketika 
Ibrahim ibnu Rasulullah s.a.w. wafat, beliau (s.a.w.) menshalatkan jenazahnya 
dan berkata, "Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan kalau usianya 
panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." (Sunan Ibnu Majah, Abu Abdillah 
Alqazwaini, Darul Fikr, jld. II, hlm. 484, Hadits no. 1511).
  > > 
  > > Peristiwa wafatnya Ibrahim terjadi pada tahun 9 H, sedangkan ayat 
"khaataman-nabiyyiin" diturunkan pada tahun 5 H. Jadi, ucapan beliau s.a.w. 
mengenai Ibrahim sebagaimana ditemukan dalam Hadits itu adalah 4 tahun kemudian 
setelah beliau s.a.w. menerima ayat "khaataman-nabiyyiin." Jika seandainya ayat 
"khaataman-nabiyyiin" kemudian diartikan sebagai 
"penutup/kesudahan/penghabisan/akhir" nabi-nabi yaitu tidak boleh ada nabi lagi 
apa pun juga setelah beliau s.a.w., maka seharusnya beliau mengatakan jikalau 
usianya panjang, tentu ia tidak akan pernah menjadi nabi karena akulah penutup 
nabi-nabi.
  > > 
  > > Jadi, amat jelas bahwa Nabi s.a.w. yang menerima wahyu, dan beliaulah 
yang paling mengetahui arti serta makna dari wahyu yang diterimanya dan beliau 
s.a.w. tidak mengungkapkan pengertian "khaatam" sebagai penutup atau terakhir, 
yaitu tidak boleh ada nabi apa pun juga setelah beliau s.a.w. - seperti yang 
biasa dkemukakan oleh kebanyakan orang Islam.
  > > 
  > > > -- Rasulullah SAW bersabda: "Bani Israel dipimpim oleh Nabi-nabi. Jika 
seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada 
nabi yang akan datang sesudahku; hanya para khalifah yang akan menjadi 
penerusku." (HR Bukhari)
  > > 
  > > Hadits ini benar dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an Karim maupun 
Hadits lainnya. Tidak akan datang nabi yang membawa Syari'at baru setelah 
Rasulullah s.a.w. dan sesudah wafatnya beliau s.a.w. diteruskan oleh para 
khalifah rasulullah. Lihat kata "sayakunu khulafa" (akan ada khalifah-khalifah) 
menunjukkan maksud "di belakang" atau "kemudian aku" itu adalah masa yang 
dekat, karena huruf SA dalam perkataan SAYAKUNU menunjukkan kepada masa yang 
dekat. Jadi, setelah beliau s.a.w. wafat, dalam waktu dekat tidak akan ada nabi.
  > > 
  > > Tapi ingat, ditempat lain Nabi s.a.w. bersabda: "Akan terjadi nubuat 
(kenabian) sampai waktu yang disukai Allah S.w.t., kemudian akan terjadi 
khilafat seperti dalam nubuat sampai waktu yang dikehendaki Allah S.w.t., 
kemudian akan berdiri kerajaan sampai waktu yang dikehendaki Allah S.w.t., 
kemudian terjadi khilafat dalam nubuat. Kemudian beliau berdiam diri".(Musnad 
Ahmad, Baihaqi, Misykat hal.461).
  > > 
  > > Juga dalam Shahih Bukhari kita temukan sabda Rasulullah s.a.w. sebagai 
berikut: "kaifa antum idza nazala ibn maryama fikum wa imamukum minkum" - 
Bagaimana keadaan kamu [umat Islam] jika turun ibn maryam dari antara kamu dan 
menjadi imam bagi kamu? [Bukhari, kitabul-anbiya, bab nuzul isa bin maryam] - 
Dari Hadits ini dapat kita temukan indikasi bahwa Isa ibn Maryam yang akan 
datang adalah seorang pengikut Rasulullah s.a.w. dan berasal dari umat Islam - 
bukan berasal dari umat non-Islam.
  > > 
  > > Khusus mengenai "Tidak ada nabi sesudahku" lihat penjelasan ini:
  > > 
  > > ummul mukminin, Hz. Aisyah r.a. yang terkenal karena kecerdasan dan 
ketinggian ilmunya menyatakan agar orang Islam jangan mengatakan "tidak ada 
nabi setelahnya," namun katakanlah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah 
khaatamul-anbiya', lengkapnya sebagai berikut:
  > > 
  > > "Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya', tetapi 
jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak ada Nabi 
sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 5) 
  > > 
  > > Lagi, dipertegas dan dibenarkan oleh ulama-ulama Salaf sebagai berikut: 
  > > 
  > > Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi r.h. dalam kitabnya Futuuhatul Makiyyah 
menulis:
  > > 
  > > "Inilah arti dari sabda Rasulullah s.a.w., "Sesungguhnya risalah dan 
nubuwat sudah terputus, maka tidak ada Rasul dan Nabi yang datang sesudahku 
yang bertentangan dengan Syari'atku. Apabila ia datang, ia akan ada di bawah 
Syari'atku." (Futuuhatul Makiyyah, Ibnu Arabi, Darul Kutubil Arabiyyah Alkubra, 
Mesir, jld II, hlm. 3) 
  > > 
  > > Ima m Abdul Wahab Asy-Syarani r.h. berkata:
  > > 
  > > "Dan sabda Nabi s.a.w.: "tidak ada Nabi dan Rasul sesudah aku, adalah 
maksudnya: tidak ada lagi Nabi sesudah aku yang membawa Syari'at." (Al-Yawaqit 
wal Jawahir, jld. II, hlm. 42) 
  > > 
  > > Imam Thahir Al Gujrati berkata:
  > > 
  > > "Ini tidaklah bertentangan dengan Hadits tidak ada Nabi sesudahku, karena 
yang dimaksudkan ialah tidak akan ada lagi Nabi yang akan membatalkan Syari'at 
beliau." (Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 85) 
  > > 
  > > Sayyid Waliyullah Muhaddits Ad-Dahlawi berkata: 
  > > 
  > > "Dan khaatam-lah Nabi-Nabi dengan kedatangan beliau, artinya tidak akan 
ada lagi orang yang akan diutus Allah membawa Syari'at untuk manusia." 
(Tafhimati Ilahiyyah, hlm. 53) .
  > > 
  > > Imam mazhab Hanafi yang terkenal, yaitu Mulla Ali al-Qari menjelaskan: 
  > > 
  > > "Jika Ibrahim hidup dan menjadi Nabi, demikian pula Umar menjadi Nabi, 
maka mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti halnya 
Isa, Khidir, dan Ilyas 'alaihimus salaam. Hal itu tidak bertentangan dengan 
ayat Khaataman-Nabiyyiin. Sebab, ayat itu hanya berarti bahwa sekarang, sesudah 
Rasulullah s.a.w. tidak dapat lagi datang Nabi lain yang membatalkan Syari'at 
beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w." (Maudhu'aat Kabiir, hlm. 69). 
  > > 
  > > Jadi, jelaslah maksud dan hakikat dari sabda suci Nabi s.a.w.: "laa 
nabiya ba'diy" (tidak ada nabi sesudahku) adalah seperti yang telah dijelaskan 
oleh Hz. Shiddiqah Aisyah r.a. dan para ulama terkemuka dalam dunia Islam, 
yakni tidak ada lagi nabi yang akan datang membawa Syari'at baru, tidak ada 
lagi nabi yang sama atau sederajat kedudukannya dengan Nabi Muhammad s.a.w., 
namun bukan berarti tidak boleh ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad s.a.w. Oleh 
sebab itu, nabi yang datangnya setelah Nabi Muhammad s.a.w. adalah nabi yang 
kedudukannya di bawah Nabi Muhammad s.a.w., nabi zilli (bayangan) dan ummati 
(pengikut), serta sepenuhnya patuh/taat/tunduk/mengikuti Syari'atnya Nabi 
Muhammad s.a.w. yaitu Syari'at Islam. 
  > > 
  > > > -- Rasulullah SAW bersabda: "Posisiku dalam hubungan dengan nabi-nabi 
yang datang sebelumku dapat dijelaskan dengan contoh berikut: Seorang laki-laki 
mendirikan sebuah bangunan dan menghiasinya dengan keindahan yang agung, tetapi 
dia menyisakan sebuah lubang di sudut untuk tempat sebuah batu yang belum 
dipasang. Orang-orang melihat sekeliling bangunan tersebut dan mengagumi 
keindahannya, tetapi bertanya-tanya, kenapa ada sebuah batu yang hilang dari 
lubang tersebut? Aku seperti batu yang hilang itu dan aku adalah yang terakhir 
dalam jajaran Nabi-nabi". (HR Bukhari)
  > > 
  > > Bangunan yang dimaksud adalah Syari'at yang dibuat oleh Allah Ta'ala 
melalui para utusan-Nya. Syari'at (Bangunan) Tuhan secara bertahap dibangun di 
tiap masa dan mencapai puncak kesempurnaanya pada Syari'at (Bangunan) Islam, 
yang dibawa oleh Hz. Rasulullah s.a.w. (5:3). Oleh sebab itu tidak akan ada 
lagi nabi yang akan membawa Syari'at baru, sebab bangunan indah (Syari'at) 
tersebut telah sempurna. Tidak dapat lagi ditambah/dikurangi. Inilah maksud 
dari arti kalimat "saya adalah penutup nabi-nabi."
  > > 
  > > Jadi, jika Hadits tsb diinterpretasikan bahwa yang menjadi sebuah "batu 
terakhir" itu adalah Nabi Muhammad s.a.w., maka itu merupakan suatu penghinaan 
atas diri Nabi s.a.w. sendiri. Apakah beliau s.a.w. hanya seperti sebuah batu 
saja untuk ditempatkan bagi sebuah bangunan yang sangat indah itu? Jika 
dimisalkan dengan tiang, mungkin dapat diterima. Tetapi jika Nabi s.a.w. hanya 
"sekedar batu bata terakhir" saja, sangat keterlaluan, padahal kedudukan nabi 
Muhammad s.a.w. jauh lebih tinggi dari semua nabi yang pernah ada, bahkan dari 
malaikat sekalipun.
  > > 
  > > Jadi, jelaslah bahwa maksud Hadits ini adalah bahwa beliau s.a.w. adalah 
nabi yang terakhir membawa Syari'at. Tidak akan datang nabi lain yang membawa 
Syari'at.
  > > 
  > > > ==>4. Rasulullah SAW bersabda: "Saya Muhammad, Saya Ahmad(*), Saya 
Pembersih dan kekafiran harus dihapuskan melalui aku; Saya Pengumpul, Manusia 
harus berkumpul pada hari kiamat yang datang sesudahku; dan saya adalah yang 
terakhir dalam arti tidak ada nabi yang datang sesudahku". (HR Bukhari wa 
Muslim).
  > > 
  > > Dalam Hadits Tirmizi ditemukan: " Anal 'aaqibu wal 'aqibul-ladziy laisa 
ba'di hu nabiyyun" maksudnya adalah tidak akan ada lagi nabi yang 
serupa/sederajat dengan Nabi Muhammad s.a.w. Nabi yang membawa Syari'at baru 
yang akan menggantikan Syari'at Islam tidak dapat datang lagi.
  > > 
  > > Dalam Mirqat, Syarah Misykat, Jilid V, Hal. 376, Imam Mulla Ali Al-Qari 
berkata: "Lahirnya ungkapan itu ('Aqib) adalah tafsir dari sahabat-sahabat atau 
dari orang yang kemudian.
  > > 
  > > Dalam syarah Muslim, Syekh Ibn Arabi berkata, bahwa 'aqib ialah orang 
yang menggantikan seseorang dalam sifat-sifat yang baik.
  > > 
  > > Jadi, dalam bahasa Arab, bahasa asli yang digunakan oleh para sahabat, 
mereka sudah mengerti apa arti "aqib" yang sebenarnya, sehingga para sahabat 
r.a. tidak ada yang protes ketika Aisyah r.a. melarang orang untuk mengatakan 
"laa nabiya ba'dahu" (Tidak ada nabi sesudahnya).
  > > 
  > > > 
  > > > Ahmadiyah Qadiyan justru mempergunakan ayat yang mengandung "Khaatamun 
Nabiyyin" (33:40), sebagai pembenaran adanya nabi sesudah Nabi Muhammad SAW dan 
dengan demikian Ahmadiyah Qadiyan berkilah bahwa kenabian Ghulam Ahmad(**) 
tidak bertentangan dengan Al Quran. Sedangkan seperti dituliskan di atas 
mengenai Hadits di mana RasuluLlah SAW bersabda: "tidak ada nabi yang akan 
datang sesudahku", Ahmadiyah Qadiyan berkilah dengan memplintir "nabi" menjadi 
"nabi yang membawa syari'at", sehingga Hadits itu berubah maknanya menjadi: 
"tidak ada nabi yang membawa syari'at yang akan datang sesudahku." Ghulam Ahmad 
katanya adalah nabi yang tidak membawa syari'at. Sebenarnya inilah akar 
penyebab kegusaran ummat Islam, seperti api dalam sekam. Ditambah pula para 
missionaris Ahmadiyah Qadiyan di mana-mana sangat "agresif", baik di dunia 
nyata maupun di cyber space, maka api dalam sekam itu mudah sekali menyala oleh 
h embusan angin. Nyala api berupa kekerasan tidak dapat dibenarkan, tetapi 
menyalanya api itu dapat difahami. WaLlahu a'lamu bisshawab.
  > > 
  > > Bagian di atas yang Anda tulis ini hanya ngalor-ngidul saja. Semuanya 
sudah di jelaskan di atas ata dalam posting sebelumnya.
  > > 
  > > Salaam,
  > > MAS
  > >
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke