sudah terlalu sering dan berulang-ulang diskusi khaatamun nabiyyin ini, dan 
topik Nabi Muhammad apakah nabi terakhir dalam arti tidak ada nabi lagi sesudah 
Nabi Muhammad juga tidak ada titik temu antara pandangan islam sunni dengan 
akhmadiyah.

yang menggelitik pertanyaan saya adalah kalau sama-sama mengaku islam, baik 
kalangan sunni maupun akhmadiyah mengapa kalau shalat berjamaah tidak pernah 
mau dalam satu barisan ?? siapa yang eksklusif ??

Salam
Abdul Mu'iz

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "ma_suryawan" <ma_surya...@...> wrote:
>
> Lihat di bawah kajiannya.
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurahman" 
> <mnur.abdurrahman@> wrote:
> 
> > ***
> > 
> > Sebenarnya yang paling berhak memaknai Khaatamun Nabiyyin adalah Nabi 
> > Muhammad SAW sendiri.
> 
> Benar. Ini buktinya:
> 
> Peristiwa wafatnya Ibrahim (putera Rasulullah dari Maria Qibtiyah r.a.) 
> tercatat sebagai berikut: "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkatalah ia: 
> "Ketika Ibrahim ibnu Rasulullah s.a.w. wafat, beliau (s.a.w.) menshalatkan 
> jenazahnya dan berkata, "Sesungguhnya di sorga ada yang menyusukannya, dan 
> kalau usianya panjang, ia akan menjadi nabi yang benar." (Sunan Ibnu Majah, 
> Abu Abdillah Alqazwaini, Darul Fikr, jld. II, hlm. 484, Hadits no. 1511).
>  
> Peristiwa wafatnya Ibrahim terjadi pada tahun 9 H, sedangkan ayat 
> "khaataman-nabiyyiin" diturunkan pada tahun 5 H. Jadi, ucapan beliau s.a.w. 
> mengenai Ibrahim sebagaimana ditemukan dalam Hadits itu adalah 4 tahun 
> kemudian setelah beliau s.a.w. menerima ayat "khaataman-nabiyyiin." Jika 
> seandainya ayat "khaataman-nabiyyiin" kemudian diartikan sebagai 
> "penutup/kesudahan/penghabisan/akhir" nabi-nabi yaitu tidak boleh ada nabi 
> lagi apa pun juga setelah beliau s.a.w., maka seharusnya beliau mengatakan 
> jikalau usianya panjang, tentu ia tidak akan pernah menjadi nabi karena 
> akulah penutup nabi-nabi.
>  
> Jadi, amat jelas bahwa Nabi s.a.w. yang menerima wahyu, dan beliaulah yang 
> paling mengetahui arti serta makna dari wahyu yang diterimanya dan beliau 
> s.a.w. tidak mengungkapkan pengertian "khaatam" sebagai penutup atau 
> terakhir, yaitu tidak boleh ada nabi apa pun juga setelah beliau s.a.w. - 
> seperti yang biasa dkemukakan oleh kebanyakan orang Islam.
> 
> > -- Rasulullah SAW bersabda: "Bani Israel dipimpim oleh Nabi-nabi. Jika 
> > seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak 
> > ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para khalifah yang akan menjadi 
> > penerusku." (HR Bukhari)
> 
> Hadits ini benar dan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an Karim maupun Hadits 
> lainnya. Tidak akan datang nabi yang membawa Syari'at baru setelah Rasulullah 
> s.a.w. dan sesudah wafatnya beliau s.a.w. diteruskan oleh para khalifah 
> rasulullah. Lihat kata "sayakunu khulafa" (akan ada khalifah-khalifah) 
> menunjukkan maksud "di belakang" atau "kemudian aku" itu adalah masa yang 
> dekat, karena huruf SA dalam perkataan SAYAKUNU menunjukkan kepada masa yang 
> dekat. Jadi, setelah beliau s.a.w. wafat, dalam waktu dekat tidak akan ada 
> nabi.
> 
> Tapi ingat, ditempat lain Nabi s.a.w. bersabda: "Akan terjadi nubuat 
> (kenabian) sampai waktu yang disukai Allah S.w.t., kemudian akan terjadi 
> khilafat seperti dalam nubuat sampai waktu yang dikehendaki Allah S.w.t., 
> kemudian akan berdiri kerajaan sampai waktu yang dikehendaki Allah S.w.t., 
> kemudian terjadi khilafat dalam nubuat. Kemudian beliau berdiam diri".(Musnad 
> Ahmad, Baihaqi, Misykat hal.461).
> 
> Juga dalam Shahih Bukhari kita temukan sabda Rasulullah s.a.w. sebagai 
> berikut: "kaifa antum idza nazala ibn maryama fikum wa imamukum minkum" - 
> Bagaimana keadaan kamu [umat Islam] jika turun ibn maryam dari antara kamu 
> dan menjadi imam bagi kamu? [Bukhari, kitabul-anbiya, bab nuzul isa bin 
> maryam] – Dari Hadits ini dapat kita temukan indikasi bahwa Isa ibn Maryam 
> yang akan datang adalah seorang pengikut Rasulullah s.a.w. dan berasal dari 
> umat Islam – bukan berasal dari umat non-Islam.
> 
> Khusus mengenai "Tidak ada nabi sesudahku" lihat penjelasan ini:
> 
> ummul mukminin, Hz. Aisyah r.a. yang terkenal karena kecerdasan dan 
> ketinggian ilmunya menyatakan agar orang Islam jangan mengatakan "tidak ada 
> nabi setelahnya," namun katakanlah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah 
> khaatamul-anbiya', lengkapnya sebagai berikut:
>  
> "Katakanlah, sesungguhnya ia [Muhammad] adalah khaatamul-anbiya', tetapi 
> jangan sekali-kali kamu mengatakan laa nabiyya ba'dahu (tidak ada Nabi 
> sesudahnya)" (Durrun Mantsur, jld. V, hlm. 204; Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 
> 5) 
>  
> Lagi, dipertegas dan dibenarkan oleh ulama-ulama Salaf sebagai berikut: 
>  
> Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi r.h. dalam kitabnya Futuuhatul Makiyyah menulis:
>  
> "Inilah arti dari sabda Rasulullah s.a.w., "Sesungguhnya risalah dan nubuwat 
> sudah terputus, maka tidak ada Rasul dan Nabi yang datang sesudahku yang 
> bertentangan dengan Syari'atku. Apabila ia datang, ia akan ada di bawah 
> Syari'atku." (Futuuhatul Makiyyah, Ibnu Arabi, Darul Kutubil Arabiyyah 
> Alkubra, Mesir, jld II, hlm. 3) 
>  
> Ima m Abdul Wahab Asy-Syarani r.h. berkata:
>  
> "Dan sabda Nabi s.a.w.: "tidak ada Nabi dan Rasul sesudah aku, adalah 
> maksudnya: tidak ada lagi Nabi sesudah aku yang membawa Syari'at." 
> (Al-Yawaqit wal Jawahir, jld. II, hlm. 42) 
>  
> Imam Thahir Al Gujrati berkata:
>  
> "Ini tidaklah bertentangan dengan Hadits tidak ada Nabi sesudahku, karena 
> yang dimaksudkan ialah tidak akan ada lagi Nabi yang akan membatalkan 
> Syari'at beliau." (Takmilah Majmaul Bihar, hlm. 85) 
>  
> Sayyid Waliyullah Muhaddits Ad-Dahlawi berkata: 
>  
> "Dan khaatam-lah Nabi-Nabi dengan kedatangan beliau, artinya tidak akan ada 
> lagi orang yang akan diutus Allah membawa Syari'at untuk manusia." (Tafhimati 
> Ilahiyyah, hlm. 53) .
>  
> Imam mazhab Hanafi yang terkenal, yaitu Mulla Ali al-Qari menjelaskan: 
>  
> "Jika Ibrahim hidup dan menjadi Nabi, demikian pula Umar menjadi Nabi, maka 
> mereka merupakan pengikut atau ummati Rasulullah s.a.w.. Seperti halnya Isa, 
> Khidir, dan Ilyas 'alaihimus salaam. Hal itu tidak bertentangan dengan ayat 
> Khaataman-Nabiyyiin. Sebab, ayat itu hanya berarti bahwa sekarang, sesudah 
> Rasulullah s.a.w. tidak dapat lagi datang Nabi lain yang membatalkan Syari'at 
> beliau s.a.w. dan bukan ummati beliau s.a.w." (Maudhu'aat Kabiir, hlm. 69). 
>  
> Jadi, jelaslah maksud dan hakikat dari sabda suci Nabi s.a.w.: "laa nabiya 
> ba'diy" (tidak ada nabi sesudahku) adalah seperti yang telah dijelaskan oleh 
> Hz. Shiddiqah Aisyah r.a. dan para ulama terkemuka dalam dunia Islam, yakni 
> tidak ada lagi nabi yang akan datang membawa Syari'at baru, tidak ada lagi 
> nabi yang sama atau sederajat kedudukannya dengan Nabi Muhammad s.a.w., namun 
> bukan berarti tidak boleh ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad s.a.w. Oleh 
> sebab itu, nabi yang datangnya setelah Nabi Muhammad s.a.w. adalah nabi yang 
> kedudukannya di bawah Nabi Muhammad s.a.w., nabi zilli (bayangan) dan ummati 
> (pengikut), serta sepenuhnya patuh/taat/tunduk/mengikuti Syari'atnya Nabi 
> Muhammad s.a.w. yaitu Syari'at Islam. 
> 
> > -- Rasulullah SAW bersabda: "Posisiku dalam hubungan dengan nabi-nabi yang 
> > datang sebelumku dapat dijelaskan dengan contoh berikut: Seorang laki-laki 
> > mendirikan sebuah bangunan dan menghiasinya dengan keindahan yang agung, 
> > tetapi dia menyisakan sebuah lubang di sudut untuk tempat sebuah batu yang 
> > belum dipasang. Orang-orang melihat sekeliling bangunan tersebut dan 
> > mengagumi keindahannya, tetapi bertanya-tanya, kenapa ada sebuah batu yang 
> > hilang dari lubang tersebut? Aku seperti batu yang hilang itu dan aku 
> > adalah yang terakhir dalam jajaran Nabi-nabi". (HR Bukhari)
> 
> Bangunan yang dimaksud adalah Syari'at yang dibuat oleh Allah Ta'ala melalui 
> para utusan-Nya. Syari'at (Bangunan) Tuhan secara bertahap dibangun di tiap 
> masa dan mencapai puncak kesempurnaanya pada Syari'at (Bangunan) Islam, yang 
> dibawa oleh Hz. Rasulullah s.a.w. (5:3). Oleh sebab itu tidak akan ada lagi 
> nabi yang akan membawa Syari'at baru, sebab bangunan indah (Syari'at) 
> tersebut telah sempurna. Tidak dapat lagi ditambah/dikurangi. Inilah maksud 
> dari arti kalimat "saya adalah penutup nabi-nabi."
> 
> Jadi, jika Hadits tsb diinterpretasikan bahwa yang menjadi sebuah "batu 
> terakhir" itu adalah Nabi Muhammad s.a.w., maka itu merupakan suatu 
> penghinaan atas diri Nabi s.a.w. sendiri. Apakah beliau s.a.w. hanya seperti 
> sebuah batu saja untuk ditempatkan bagi sebuah bangunan yang sangat indah 
> itu? Jika dimisalkan dengan tiang, mungkin dapat diterima. Tetapi jika Nabi 
> s.a.w. hanya "sekedar batu bata terakhir" saja, sangat keterlaluan, padahal 
> kedudukan nabi Muhammad s.a.w. jauh lebih tinggi dari semua nabi yang pernah 
> ada, bahkan dari malaikat sekalipun.
> 
> Jadi, jelaslah bahwa maksud Hadits ini adalah bahwa beliau s.a.w. adalah nabi 
> yang terakhir membawa Syari'at. Tidak akan datang nabi lain yang membawa 
> Syari'at.
> 
> >  ==>4. Rasulullah SAW bersabda: "Saya Muhammad, Saya Ahmad(*), Saya 
> > Pembersih dan kekafiran harus dihapuskan melalui aku; Saya Pengumpul, 
> > Manusia harus berkumpul pada hari kiamat yang datang sesudahku; dan saya 
> > adalah yang terakhir dalam arti tidak ada nabi yang datang sesudahku". (HR 
> > Bukhari wa Muslim).
> 
> Dalam Hadits Tirmizi ditemukan: " Anal 'aaqibu wal 'aqibul-ladziy laisa ba'di 
> hu nabiyyun" maksudnya adalah tidak akan ada lagi nabi yang serupa/sederajat 
> dengan Nabi Muhammad s.a.w. Nabi yang membawa Syari'at baru yang akan 
> menggantikan Syari'at Islam tidak dapat datang lagi.
> 
> Dalam Mirqat, Syarah Misykat, Jilid V, Hal. 376, Imam Mulla Ali Al-Qari 
> berkata: "Lahirnya ungkapan itu ('Aqib) adalah tafsir dari sahabat-sahabat 
> atau dari orang yang kemudian.
> 
> Dalam syarah Muslim, Syekh Ibn Arabi berkata, bahwa 'aqib ialah orang yang 
> menggantikan seseorang dalam sifat-sifat yang baik.
> 
> Jadi, dalam bahasa Arab, bahasa asli yang digunakan oleh para sahabat, mereka 
> sudah mengerti apa arti "aqib" yang sebenarnya, sehingga para sahabat r.a. 
> tidak ada yang protes ketika Aisyah r.a. melarang orang untuk mengatakan "laa 
> nabiya ba'dahu" (Tidak ada nabi sesudahnya).
> 
> > 
> > Ahmadiyah Qadiyan justru mempergunakan ayat yang mengandung "Khaatamun 
> > Nabiyyin" (33:40), sebagai pembenaran adanya nabi sesudah Nabi Muhammad SAW 
> > dan dengan demikian Ahmadiyah Qadiyan berkilah bahwa kenabian Ghulam 
> > Ahmad(**) tidak bertentangan dengan Al Quran. Sedangkan seperti dituliskan 
> > di atas mengenai Hadits di mana RasuluLlah SAW bersabda: "tidak ada nabi 
> > yang akan datang sesudahku", Ahmadiyah Qadiyan berkilah dengan memplintir 
> > "nabi" menjadi "nabi yang membawa syari'at", sehingga Hadits itu berubah 
> > maknanya menjadi: "tidak ada nabi yang membawa syari'at yang akan datang 
> > sesudahku." Ghulam Ahmad katanya adalah nabi yang tidak membawa syari'at. 
> > Sebenarnya inilah akar penyebab kegusaran ummat Islam, seperti api dalam 
> > sekam. Ditambah pula para missionaris Ahmadiyah Qadiyan di mana-mana sangat 
> > "agresif", baik di dunia nyata maupun di cyber space, maka api dalam sekam 
> > itu mudah sekali menyala oleh hembusan angin. Nyala api berupa kekerasan 
> > tidak dapat dibenarkan, tetapi menyalanya api itu dapat difahami. WaLlahu 
> > a'lamu bisshawab.
> 
> Bagian di atas yang Anda tulis ini hanya ngalor-ngidul saja. Semuanya sudah 
> di jelaskan di atas ata dalam posting sebelumnya.
> 
> Salaam,
> MAS
>


Kirim email ke