Hal itu terjadi karena secara konsep kan "laa ilaha illa..." sudah di mutlak 
di-unik kan secara sistem nilai.
Jadi TIDAK ADA KASUS untuk menyebut hal itu kecuali dengan sebutan "thagut" 
bukan? 

Bagaimana dari sisi bahasanya, 
jika kita ingin bercerita perilaku yang mengacu pada dua sembahan tertentu, 
mis. Lat dan Uzza, bukankah "al-ilaahan"?



  ----- Original Message ----- 
  From: Abdul Muiz 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, February 10, 2010 9:29 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT 
MENJADI MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI


    
  sebenarnya yang unik itu bukan "al" (Bahasa Arab) atau "the" (bahasa Inggris) 
karena memang fungsinya sebagai definit article kata sandang tertentu (isim 
makrifat), unik itu karena satu-satunya isim dalam qamus arab yang tidak 
mengenal bentuk dua dan jamak ya "Allah" saja, gak ada yang lain. Kalau kata al 
kitab vs al kitabaan dan al kutub, al madrasah al madrasataan dan al madrasaat, 
al ustadz vs al ustadzaan dan al asaatidz ya tidak unik, karena memang definit 
article itu fungsinya memang menunjuk obyek tertentu bukan yang lain.

  Saya juga pernah menyimak ada orang berkata, "tidak ada itu Allah-Allah 
an.... bla bla bla..... kalau ini jelas rancu (paling tidak menurut saya 
pribadi, mungkin bagi yang berucap merasa tidak rancu).

  --- Pada Rab, 10/2/10, Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setij...@gmail.com> 
menulis:

  Dari: Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setij...@gmail.com>
  Judul: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI 
MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI
  Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Tanggal: Rabu, 10 Februari, 2010, 8:53 AM

   

  Ustadz Mu'iz yss.,

  IMHO, bagi yang berangkat dari dua suku kata, keunikan yang hanya ada kata 
"tunggal", gak ada bentuk "dua"-nya atau "jamak"-nya berangkat dari suku "al" 
itu sendiri yang definitif. Jadi keunikannya, malah berangkat dari kaidah 
bahasa Arab, seperti yang ustadz Chodjim bilang. 

  Sebagai ilustrasi, misalkan dalam bahasa Inggris, 

  "The God" itu ya hanya ada bentuk tunggalnya "tuhan" tertentu/definitif. "The 
Gods" punya makna berbeda sekali yang tetap tunggal ( "satu kumpulan tuhan" 
tertentu/definitif, bukan kumpulan "The God"). 

  "The Chair", "satu kursi yang itu"; "The two Chairs", "satu kumpulan (dua) 
kursi yang itu".

  Saya melihat, bahwa awalnya, sesuai dengan konsep Tuhan yang abstrak, orang 
mengacu Tuhan tertentu, spesifik, The God, dari "al"-"ilah" ~ "Allah". Namun 
sejalan dengan waktu dan kebiasaan, kata "Allah" dengan sendirinya menjadi 
"isim/noun" yang memiliki arti spesifik yang 'coined' dalam Al-Quran sebagai 
nama "The God". 

  Ustadz Chodjim, IMHO, berusaha mengembalikan kepengertian awal.

  Jika terjemahan "laa ilaah illallah" diberikan sebagai "tiada tuhan selain 
Allah", dan Allah di sini sebagai "nama", bagi setiap orang "nama" ini akan 
bermakna macam-macam sesuai yang ada dikepalanya dan itu membawa kemudaratannya 
sendiri-sendiri. 

  Sedangkan jika terjemahan "laa ilaah illallah" adalah "tiada tuhan selain 
Tuhan" (bukan "tiada tuhan selain tuhan") hal itu bisa dilihat tidak rancu. 
Kata "tuhan" yang pertama bermakna tidak definitif, artinya segala sesuatu yang 
dianggap tuhan dan yang dipertuhankan. Sedangkan kata "Tuhan" yang kedua 
bermakna NAMA definitif dari yang pantas dianggap tuhan. Dan "Tuhan (sejati)" 
itu bagi orang Indonesia, bermakna sama dengan "Allah" juga

  Mungkin lebih enak ditafsirkan saja, "tiada tuhan selain Tuhan sejati, yang 
Maha Tunggal, Maha Pengasih, dst...", 

  tapi tetep saja kurang pas sebetulnya.. . karena bicara Allah swt itu kan 
panjang...

  Bahwa secara praktis, mmg lebih mudah mengenalkan "tiada tuhan selain Allah", 
tapi secara hakikat, saya pribadi melihat yang kedua lebih baik.

  Wallahua'lam bishowab

  Ary

  ----- Original Message ----- 

  From: Abdul Muiz 

  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 

  Sent: Wednesday, February 10, 2010 8:09 AM

  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT 
MENJADI MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  Mbak Lina, Mas Ary dkk sekalian :

  al haqqu min rabbik = kebenaran itu dari Tuhanmu,

  Sebenarnya apa yang disampaikan pak Chodjim itu benar dan tidak salah, dan 
kalau saya menilai pak Chodjim benar bukan berarti saya mendapatkan mandat dari 
Sang Maha Benar, tetapi hanya sekedar menilai benar menurut pemahaman saya 
pribadi dan tentu saja "kebenaran" yang saya katakan itu bersifat relatif.

  saya menemukan dua referensi menarik tentang "Allah" :

  1) Wikipedia, telah memaparkan apa adanya tentang term "Allah" yakni adanya 
silang pendapat mengenai apakah "Allah" itu terdiri dari beberapa suku kata 
ataukah tidak ?. Hanya Wikipedia berani menghakimi salah satu pendapat yang 
ada, bahwa yang mengatakan "Allah" terdiri dari suku kata "Al" dan "ilah" 
adalah keliru, karena bertentangan dengan kaidah bahasa Arab.

  2) M Quraish Shihab dalam bukunya "Menyingkap Tabir Ilahi, Asmaaul husna 
dalam Perspektif Al Qur'an" juga memaparkan silang pendapat mengenai apakah 
"Allah" itu terdiri dari beberapa suku kata ataukah tidak ? bedanya dengan 
Wikipedia, Quraish Shihab menilai perbedaan kedua pendapat tersebut tidak ada 
yang salah alias benar.

  Jadi baik yang mengatakan "Allah" itu tidak memiliki akar kata maupun yang 
mengatakan "Allah" memiliki akar kata "Al" dan "Ilah" sama-sama mengakui term 
"Allah" tidak memiliki bentuk mutsanna (duo) maupun jamak (plural), inilah yang 
saya katakan unik, di qamus arab, isim yang tidak mengenal mutsanna maupun 
jamak ya cuma "Allah", selain ini tidak ada. Karena itu firman Allah "laa ilaah 
illallah" amat tepat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan "tidak ada 
tuhan kecuali Allah" justru rancu apabila diterjemahkan "tidak ada tuhan 
kecuali TUHAN".

  Maka mau setuju dengan pendapat yang mana ya terserah saja (wallahu 'alam).

  Wassalam

  Abdul Mu'iz

  --- Pada Sel, 9/2/10, Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setijadi@ gmail.com> 
menulis:

  Dari: Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setijadi@ gmail.com>

  Judul: Re: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI 
MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  Kepada: wanita-muslimah@ yahoogroups. com

  Tanggal: Selasa, 9 Februari, 2010, 4:07 PM

  Gak papa mbak, silahkan milih.. bebas... 

  Asal jangan bilang yang milih pilihan berbeda itu mungkar... hahahahahahahaha

  Saya kira itu yang ustadz Chodjim ingin tekankan...

  karena gak ada rujukan absolutnya, ya silahkan dilihat isi argumennya.. .

  ----- Original Message ----- 

  From: Lina 

  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 

  Sent: Tuesday, February 09, 2010 3:56 PM

  Subject: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI 
MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  Terimakasih mas Aset,

  Kalo memang begitu yg dimaksud pak Chodjim saya bisa mengerti. Karena Ilmu 
Bahasa, sama seperti ilmu2 lainnya Ilmu Sosial, Ilmu Ekonomi, Ilmu Biologi..gak 
ada yg bisa tanyakan rujukannya selain penguasaan akan ilmu itu sendiri atau 
disiplin ilmu itu sendiri.

  Tapi jelas2 disitu pak Chodjim menuliskan berkali kali 'rujukan dari 
Rasulullah'.

  Kalau untuk penguasaan materi yg sedang didiskusikan, saya juga sepakat bahwa 
sama kuatnya. Tapi kalau saya harus memilih, saya akan memilih...:- )

  wassalam,

  --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "Ary Setijadi Prihatmanto" 
<ary.setijadi@ ...> wrote:

  >

  > Yang saya tangkap, BUKAN harus ada rujukan dari Rasul mbak.

  > Tapi, jika TIDAK ADA rujukan, lalu mengapa di-PASTI-kan kebenarannya?

  > Jadi tinggal berargumen gitu lho... toh kekuatannya sama...

  > 

  > 

  > 

  > 

  > ----- Original Message ----- 

  > From: Lina 

  > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 

  > Sent: Tuesday, February 09, 2010 2:34 PM

  > Subject: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI 
MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  > 

  > 

  > 

  > Terimakasih Pak Chodjim,

  > Saya membaca disini tidak ada yang mengklaim kebenaran dan menyalahkan 
orang lain. Sekedar ada beda pendapat ttg kaidah bahasa tp bukan pada perbedaan 
akidah...:-) . 

  > 

  > Apakah dalam 'mempelajari kaidah bahasa arab (ilmu ttg bahasa)' harus ada 
rujukan dari Rasulullah SAW (sunnah or hadist)? Kok buat saya aneh ya 
kdengarannya.

  > 

  > Soalnya kalau memang harus pake rujukan2 sunah or hadist Nabi, sebetulnya 
Mas MUiz bisa juga bertanya 'apa rujukan hadist Nabi buat pendapat Pak 
Chodjim'. Saya yakin gak ada juga, kan? Jadi yaa..soal kaidah bahasa, gak usah 
pake rujukan Hadist Nabi segala. Yaa pake ilmu bahasa aja.

  > 

  > Ini masalahnya asal kata bahasa arab, kan?

  > 

  > wassalam.

  > 

  > --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "Achmad Chodjim" <chodjim@> wrote:

  > >

  > > Begini Teh Lina, kalau memang tidak ada rujukannya dari Rasulullah, 
mengapa kita memastikan diri kebenarannya? Mengapa kita menyalahkan orang lain 
yang mengurai berdasarkan kaidah bahasa Arab itu sendiri?

  > > 

  > > Bagi saya, kata "Allah" itu hanyalah sebutan agung bagi Dia yang 
menciptakan alam semesta. Dia-lah "al-ilaah" itu, satu-satunya ilaah. Dengan 
memahami demikian, kita tidak terjerumus pada pengucapan kata "allaah" sebagai 
produk pikiran manusia. Kita tarik benang merahnya, yaitu Dia yang bisa disebut 
apa saja sebagai al-asmaa al-husnaa. Dari al-asmaa al-husnaa itulah kita akan 
menghayati kebenaran al-ahaad dan al-waahid. Dan, itulah al-ilaah alias allaah.

  > > 

  > > Wassalam,

  > > 

  > > chodjim

  > > 

  > > 

  > > 

  > > ----- Original Message ----- 

  > > From: Lina 

  > > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 

  > > Sent: Sunday, February 07, 2010 9:07 PM

  > > Subject: [wanita-muslimah] Re: Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT 
MENJADI MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  > > 

  > > 

  > > 

  > > Saya senang mengaji disini tentang ini bersama sama orang2 ini...:-). 
Saya mencoba menelusuri dari awal smp akhir. Ada pertanyaan saya disini.

  > > 

  > > Dalam kontkes ini, mempelajar kata per kata bahasa arab (Tata bahasa 
Arab), apakah perlu rujukan dari Rasulullah SAW (=sunnah dan hadist Rasul)?.

  > > 

  > > wassalam,

  > > 

  > > --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "Achmad Chodjim" <chodjim@> 
wrote:

  > > >

  > > > Lebih dari sekadar baik, Mas Muiz.

  > > > 

  > > > Mas, siapa yang menetapkan kebenaran demikian itu? Adakah rujukannya 
dari Rasulullah sendiri?

  > > > 

  > > > Terima kasih.

  > > > 

  > > > Wassalam,

  > > > chodjim 

  > > > 

  > > > ----- Original Message ----- 

  > > > From: Abdul Muiz 

  > > > To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com 

  > > > Sent: Sunday, February 07, 2010 6:57 PM

  > > > Subject: Re: [wanita-muslimah] Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT 
MENJADI MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  > > > 

  > > > 

  > > > 

  > > > apa kabar pak Chodjim,

  > > > 

  > > > memang betul kata "Allah" itu unik karena satu-satunya isim (noun) 
dalam bahasa arab yang tidak mengenal bentuk mufrad (singular) mutsanna (bentuk 
dua) maupun jamak (plural). Maka khusus untuk kata "Allah" ya tidak dikenal 
adanya fathatain (ALLAHAN), dhammatain (ALLAHUN), maupun kasratain (ALLAHIN).

  > > > 

  > > > Wassalam

  > > > Abdul Mu'iz

  Mencari semua teman di Yahoo! Messenger? Undang teman dari Hotmail, Gmail ke 
Yahoo! Messenger dengan mudah sekarang! http://id.messenger .yahoo.com/ invite/

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]

  Mencari semua teman di Yahoo! Messenger? Undang teman dari Hotmail, Gmail ke 
Yahoo! Messenger dengan mudah sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke