Bung Agus, Terima kasih.
Wassalam.

-----Original Message-----
From: Agus Setiawan (Amoseas Indonesia) [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, January 30, 2004 2:26 PM
To: '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: [yonsatu] Re: Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang Langka)


Bang Abas,

Sedikit koreksi, rasanya saya tidak menawarkan negara yang mengedepankan
agama. Masalah di pengelolaan haji di negara kita, kalau kita jajarkan
dengan masalah2 lain, seperti pengelolaan mudik lebaran, antri tiket,
kepemilikan sim, pengelolaan sampah, dll, saya melihatnya lebih ke
masalah kemampuan mengelola dengan benar. Saya tidak melihat ada kaitan
dengan masalah sistem negara. Tanpa harus menjadi sekuler, seharusnya
tetap ada tata pengawasan dan pertanggung jawabannya. Dua ratus juta
lebih jamaah haji, yg belum tentu bisa diajak bicara, belum tentu sehat
dan kuat, coba bandingkanlah dengan 20 juta jamaah Malaysia yg berbahasa
Melayu dan Inggris. Jamaah haji Malaysia tsb banyak lho yang antri
nunggu lebih 5 tahunan. Maaf-maaf, jamaah kita banyak yang ndaftar
belakangan, kuota dan visa bisa jadi rebutan, jadilah banyak yang kena
akibatnya. Saya setuju pengelolaan haji harus diperbaiki dan dibuat
akuntabel. Tapi perilaku sebagian calon jamaah juga harus taat asas. Dan
masalah pengelolaan haji ini, bukan hanya di sini, tapi juga di Arab
Saudi. (Maaf pak Onang, saya ikut prihatin, insyaAllah tahun depan
mudah2an bisa, sambil menunggu tahun depan, panggilanNya masih bisa kita
penuhi dengan banyak cara).

Ngomong2, negara mana yang sekuler Bang? Bukankah In God We Trust? Tapi
Bang kalau disuruh memilih contoh, walaupun tidak sempurna, saya pilih
Kerajaan Islam Malaysia, tanpa harus menjadi sekuler toh berhasil
mengelola negara.

Salam, Agus   

-----Original Message-----
From: Abas F Soeriawidjaja [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, January 30, 2004 11:51 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang Langka)


Bung Agus ysh,
              Tolong anda bantu saya untuk menjelaskan, kenapa di negara
yang mengedepankan agama ( indikasinya : ada partai2 yang berbasis agama
) hidup masyarakat yang munafik ( contoh : kegagalan untuk
mempertanggung jawabkan pelaksanaan haji dari tahun ke tahun, dan
diobati dengan sabar atau "menerima cobaan" dari Allah Swt. ), berbeda
dengan sangat kontras dengan negara2 sekuler yang masyarakatnya lebih
tertib, lebih sejahtera dan lebih berkeadilan. Sehingga praktek semacam
kegagalan haji akan berakibat tindakan pidana. Atau, kita serahkan
saja......Allah Swt maha mengetahui.

Wassalam.

-----Original Message-----
From: Agus Setiawan (Amoseas Indonesia) [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, January 30, 2004 8:34 AM
To: '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: [yonsatu] Re: Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang Langka)


Hermansyah,

Sampeyan seperti tiba2 melihat seekor nyamuk langsung cari bom untuk
membunuhnya. Dari problem kecil umat Islam, tiba2 anda loncat
menyalahkan sistem pemerintahan kita yang bukan2 ini, bukan sekuler dan
bukan agama (Musa Asy'ari). Pak Andi saya kira hanya mau menunjukkan
salah satu saja dari sekian masalah umat Islam, lebih luasnya bangsa
Indonesia, dibandingkan sebagian kebaikan dan atau kemajuan yang dicapai
oleh umat atau bangsa lain. Umat Islam atau sebagian bangsa kita ini
memang belum kunjung juga berhasil memahami siapa dirinya, apa
masalahnya, dan harus bagaimana. Ada yang melihat dirinya dari hidungnya
saja, ada yang merasakan masalahnya dari gatal dipunggungnya saja,
terus, sebagian besar umat Islam kita ini termasuk saya belum kunjung
cukup juga memahami petunjukNya bahwa kita harus bagaimana. Masalahnya,
bukan hanya seekor nyamuk, tapi banyak nyamuk, banyak tikus, kadal,
buaya, dan bukan hanya gatal di punggung, tapi sampai kanker..gila.
Sebaliknya, itu yang di Jepang dan tempat2 lain, yang kita lihat yang
bagus2nya saja. Berbagai masalah dan akibatnya kan tidak diungkapkan.
Pak Andi saya kira ingin memperlihatkan salah satu bagian kelebihan saja
yang harus kita tiru.

Akan halnya hijrah menjadi negara sekuler, cobalah ingat dan renungkan
kembali pergulatan para pendiri negara ini menjelang detik kemerdekaan.
Lalu baca dan renungkan ulang Pembukaan UUD45. Bayangkanlah pergulatan
antara para pemimpin umat Islam waktu itu, dengan Bung Hatta, dengan
Bung Karno, bersama para pemimpin lainnya, yang akhirnya berhasil
menelurkan pembukaan yang sampai sekarang para ahli tata negara kita
tidak berani mengusiknya, hanya berani mengamandemen batang tubuhnya.
Kita saja yang sampai sekarang berulang-ulang mencoba lari darinya dan
selalu tak berhasil, dari UUD sementara, sidang konstituante, nasakom,
orba, dan kemudian or or lainnya. Entahlah Man, kita tak juga belajar
dari sejarah. Dan fakultas sejarah tidak laku di pt kita, tidak
dututuppun sudah mati. Saat ini satu2nya yang saya rasakan interseksi
antara saya dengan sampeyan, khususnya sebagai sesama Yon I, sesama
Indonesia, adalah ya pembukaan UUD 45 tadi. Tak harus saya tanya apa
agama sampeyan. Sebagai manusia Indonesia, saya merasa bisa bebas
merdeka berinteraksi dengan manusia Indonesia lain yang sama2 menerima
platfom tsb. Sejauh kita bisa baik dan konsekwen di interseksi tsb itu
sudah lebih dari cukup. Bagian2 lainnya bisa2 merupakan wilayah dan
milik yang vital, sensitif dan rawan, yang bagian interseksi tsb bisa
runyam kalau wilayah2 tsb diusik. Come on!

Akan halnya pesantren, cobalah buka kembali sejarah, akan peran
pesantren melahirkan pejuang2 melawan penjajah bersama pejuang2 lainnya.
Juga diskusi bung Karno dengan A Hasan. Ini lagi2 sejarah. Belanda
sampai2 frustasi mengutus Snouck untuk belajar ke Aceh dan menyamar ke
Mekah untuk cari tahu ttg Islam. Bagian dari penguasa sampai2
menggunakan sebagian umat Islam yang cenderung ekstrim untuk
mendeskreditkan umat Islam sebagai bahaya laten setelah PKI. Yang pernah
berkuasa, dan kita, lupa bahwa kita punya platform yang sama sebagai
common ground dan common idea.

Hermansyah, dua mata, dua telinga, pikiran, rasa dan berbagai
perlengkapan yang dikaruniakanNya kepada kita masing, nampaknya harus
kita gunakan sama2, karena blankspotnya begitu kentara dan banyak.
Posisi sampeyan amat dekat ke Leiden untuk membantu kita mengurangi
sebagian blankspot tsb.

Tuhan lebih mahatahu,
Salam XIV, Agus Setiawan

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, January 29, 2004 4:05 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang Langka)


Apa yg ditulis oleh Prof AHN ini menurut saya menunjukkan, bahwa telah 
terjadi kesalahan dalam pendidikan/pengajaran agama di Indonesia, yang 
merembet kedalam sikap hidup sehari-hari.
Menurut saya, kalau RI ingin maju, disamping sudah harus diterapkannya 
sistem pemerintahan Sekuler yang konsisten, juga sudah saatnya dilakukan

liberalisasi dalam pendidikan/pengajaran agama.

Liberalisasi pendidikan/pengajaran agama ini mengandung items:
1- Agama tidak lagi dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib di

SD, SMP, SMA dan Universitas.
2- Kalaupun diajarkan, tidak mengenai agama tertentu, akan tetapi
mengenai 
sejarah agama2 dunia dan kerukunan hidup antar umat.
3- Untuk mempelajari agama tertentu, silakan ikut kursus agama ke
Mesjid, 
Gereja, Candi, Wihara, Klenteng atau asosiasinya.
4- Seorang anak tidak otomatis memeluk agama orangtuanya, tapi berhak 
menentukan sendiri setelah berusia 17 tahun.
5- Seseorang secara hukum dilindungi dari paksaan orang lain (termasuk 
dari keluarganya sendiri) untuk mengikuti ajaran agama tertentu.
6- Melakukan intimidasi agama terhadap orang lain adalah perbuatan yang 
melanggar hukum.
7- Untuk dapat disebut sebagai ulama, seseorang harus bersertifikat
ulama 
yg dikeluarkan oleh Majelis Ahli Agamanya masing2.

Indonesia perlu perombakan fondasi besar2an kalau ingin berdiri kokoh
dan 
maju dengan cepat.  Revolusi 'mind-set' menurut saya harus segera 
dilakukan, salah satunya adalah nilai2 beragama.  Kalau tidak, que sera 
sera, what will be will be!

Salam hangat,
HermanSyah XIV.






Syafril Hermansyah <[EMAIL PROTECTED]>
01/29/2004 05:14
Please respond to yonsatu

 
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang
Langka)


FYI (tonjokan bagus dari alumni IPB <g>)

Begin forwarded message:

Date: Thu, 29 Jan 2004 07:30:22 +0700
From: Lilis Kurniasih <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Alumni XI (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [AlumniSMPNXI_73JKT] sedikit ilmiah


Bandung Raya - Edisi 21 April 2001
Ketekunan yang Langka

Oleh: Prof.Dr.Ir.Andi Hakim Nasoetion *


Seorang dosen kembali dari Tokyo membawa gelar Magister Sains 
Genetika Ikan. Ia melapor akan keberhasilannya itu.

Yang ditanyakan rektornya ialah apa yang membuatnya terkesan dengan
program pendidikan pascasarjana di Jepang. Maka ia pun
menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya, seumur-umurnya baru pada ketika
itu ia selama bangun hanya memikirkan dan berbicara tentang ikan atau
tentang genetika atau tentang genetika ikan. Pagi hari ketika sarapan ia
berbincang dengan kawan sekerjanya tentang perilaku ikan. Di dalam
laboratorium ia diajak berdiskusi mengenai DNA oleh  dosennya, dan
sewaktu makan siang di sela-sela  memotong-motong filet tongkol, ia
berbincang tentang daerah penangkapan tongkol di daerah Kepulauan Aru.
Malam harinya sewaktu tidur, ia bermimpi tentang ikan. Tidak
diceritakannya apakah sebelum bermimpi mengenai ikan itu keesokan
harinya ia menang undian berhadiah. 

Kemudian lagi rektornya bertanya kepadanya peristiwa apa yang paling
mengagetkan yang dihadapinya di kampus asalnya sewaktu ia kembali
mengajar. Ternyata ia  terkejut sekali ketika melihat warga kampus
sewaktu sedang beristirahat tidak berbincang mengenai ilmu yang harus
ditekuninya, melainkan mengenai upaya mengokohkan iman dan bagaimana
caranya berperilaku sesuai dengan iman mereka masing-masing.

Tidak ada lagi yang mereka perbincangkan selain bagaimana caranya
mendukung perjuangan umat yang seiman. Kalau pun ada bedah buku di
antara sesama mahasiswa, maka pokok bahasan bedah buku itu menyangkut
masalah yang ada di luar jangkauan, seperti misalnya di Palestina atau
Bosnia. Masalah yang kalau hanya dibicarakan tidak ada
selesai-selesainya. 

Ini mengingatkan rektornya akan peristiwa seorang anggota tim olimpiade
matematika internasional asal Denmark berbincang-bincang dengan anggota
Tim dari Norwegia tentang penyelesaian sebuah masalah matematika yang 
memerlukan pengetahuan tentang teori medan Galois.
Percakapan itu mereka lakukan ketika sedang berpesiar dengan kapal di
Laut Bosporus. 

Apa yang dilakukan di Jepang dan Laut Bosporus itu adalah teladan
tentang ketekunan yang diungkapkan ilmuwan biologi dan calon ilmuwan
matematika ketika mereka sudah bertekad memilih bidang ilmu itu sebagai
perhatian pokok dalam perjalanan hidup mereka. Hasilnya adalah bahwa
mereka akhirnya mendalami benar bidang ilmu genetika atau matematika itu
dan bukan hanya sekadar pengetahuan tipe-tipe sosial.

Beberapa waktu lalu biologiawan IPB mendapatkan penghargaan akademik
dari suatu yayasan. Untuk itu ia diberi tunjangan penelitian kira-kira
40,000 dolar AS. Orang ini dikenal sangat menekuni bidang ilmunya.
Demikian pula ada seorang dosen yang mendapat hadiah penelitian dalam
bidang ilmu serangga dan lingkungan. Ia juga selalu tekun bekerja dalam
bidang ilmunya sendiri. Sama halnya dengan dosen  Fakultas Peternakan
Unsoed yang di Australia menemukan cara penyimpanan mani beku sapi di
dalam tabung sedotan yang terbuat dari plastik setelah usahanya
berkali-kali gagal. Untuk itu ia menerima hadiah medali emas penelitian
Yayasan Hewlett-Packard. Ketekunan ketiganya itu tentu saja didampingi
oleh kalayak akademik yang tinggi. Namun kalayak akademik yang tinggi
saja belum cukup untuk membuahkan hasil penelitian yang cemerlang.
Diperlukan kreativitas dan ketekunan melakukan tugas yang tinggi.

Ketiga ciri ini yang seharusnya dimiliki oleh orang berbakat yang
pekerjaannya adalah menciptakan pengetahuan baru dan atau memperbaiki
manfaat suatu pengetahuan. Apakah di masyarakat akademik perguruan
tinggi kita suasana ketekuan dan kesetiaan menangani tugas itu ada atau
tidak ada, dapat dirangkum dari poster-poster yang ditempelkan di mana
saja di dalam kampus yang  dapat dilekati kertas. 

Sayang sekali, pengumuman yang memenuhi dinding kampus bukan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan ilmu yang ditekuninya, melainkan
mengenai siraman rohani, bedah buku tentang solidaritas Palestina dan
berbagai diskusi mengenai berbagai kebobrokan yang terjadi di tanah air.
Tidak ada gagasan-gagasan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang
diperbicangkan. 

Tentu saja kita harus peduli mengenai pemeliharaan iman, solidaritas
keimanan hingga aplikasi keimanan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
kalau yang ditangani hanya itu saja, tidak perlu susah-susah belajar di
perguruan tinggi, kecuali kalau kita hanya bermaksud mendapatkan gelar
dan ijasah saja, bukan kemampuan dan keahliannya. Jika hanya itu yang
kita inginkan, lebih baik mengikuti ujian persamaan B.Sc, M.Sc, Ph.D dan
MBA di berbagai yayasan "gombal".

Bagaimana lulusan perguruan tinggi di Indonesia dapat mengimbangi
kemampuan akademik lulusan perguruan tinggi yang sudah mapan di negara
maju kalau yang ditekuninya selama belajar di perguruan tinggi bukanlah
bidang ilmunya sendiri. Apakah dengan "kematangan bermasyarakat" dengan
berkonsentrasi penuh ke kegiatan ekstra kurikuler kita mampu menjadi
ilmuwan bertaraf internasional? 

Melalui media internet saya pernah diserang habis-habisan ketika yang
menjadi pemenang medali perunggu pada olimpiade matematika tingkat
Asia-Pasifik dan olimpiade matematika internasional hanyalah siswa SMU
yang bertapak di Jawa. Ketika itu saya dituduh mendiskriminasikan mereka
yang berasal dari Luar Jawa. Hujatan itu memang pantas muncul di zaman
reformasi seperti sekarang. Namun  seharusnya penghujat yang notabene
mahasiswa pascasarjana matematika itu mesti menggunakan nalarnya dan
bukan pemikiran dengkulnya. Peraih medali perunggu itu ternyata adalah
siswa-siswa yang dengan kecintaan menekuni matematika dan kebanyakan
dari mereka berasal dari  sekolah-sekolah yang diselenggarakan
masyarakat (swasta), bukan dari sekolah yang diselenggarakan negara
(negeri). Atau kalau ia berasal dari sekolah yang diselenggarakan
negara, lingkungan keluarganya adalah lingkungan yang menghargai
ketekunan kerja. Siapa mereka itu? Boleh ditebak sendiri, lingkungan
keluarga yang mana yang dapat membedakan kapan harus menekuni pelajaran
tentang keimanan dan ilmu naqliah dan kapan lagi harus tekun menuntut
ilmu aqliah. 

Karena itu, hendaknya semua orang yang sedang belajar apa saja, untuk
tekun mempelajari apa yang seharusnya dipelajarinya agar mendapatkan
kelayakan profesional di dalam bidang yang diminatinya. Jangan
terjerumus ke zaman Firaun, ketika seleksi menjadi ahli bedah otak
dilakukan dengan cara berendam semalam suntuk di Sungai Nil. Jangan juga
terjerumus ke keadaan di Pakistan, ketika seorang Ph.D Fisika Nuklir
lulusan MIT AS melamar menjadi tenaga akademik. Pertanyaan penguji bukan
hal-hal yang pelik mengenai dentuman besar (big bang). Sederhana saja,
namun cukup mengejutkan karena Doktor Fisika itu diminta melafalkan Doa
Qunut. Jika ia tidak hafal doa Qunut, maka pastilah ia seorang Wahabi.

Mari kita renungkan, apa saja yang dapat kita perbaiki mengenai
kehidupan akademik di kampus, baik oleh tenaga akademik, tenaga
administrasi maupun mahasiswa.  Jika mahasiswa berlaku seperti itu,
seharusnya tenaga akademiknya merasa bersalah, karena hal itu pertanda
bahwa tenaga akademik belum dapat membawakan suasana akademik ke dalam
kampus, termasuk membawa mahasiswanya ke suasana ingin mengetahui.

Pernah seorang dewan penyantun suatu universitas besar di Jakarta yang
diselenggarakan masyarakat bertanya pada saya, universitas apa di
Indonesia yang suasana akademiknya sudah menyamai suatu universitas
penelitian. Jawab saya dengan tegas, belum ada. Dan ketika ia menanyakan
alasannya, saya katakan bahwa di kampus saat ini banyak mahasiswa
termasuk juga mahasiswa pascasarjana serta dosen hanya menghadiri
seminar karena harus menandatangani daftar hadir. Kalau kurang
tandatangan di daftar hadir, ada kemungkinan ia tidak boleh ikut ujian
atau kredit kenaikan pangkatnya tidak cukup. Kalau begitu halnya, di
kampus kita orang hadir di seminar bukan karena ingin tahu lebih banyak,
melainkan karena takut tidak lulus ujian atau tidak naik pangkat.***

Penulis adalah guru besar Institut Pertanian Bogor 
(IPB) dan Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telkom 
Dayeuhkolot Bandung.

End of forwarded message 8<---

-- 
syafril
-------
Syafril Hermansyah


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------- 
Arsip                            : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau

<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups              : gmane.org.region.indonesia.mahawarman 
List Admin               : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 




--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 

--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 


--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 

--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 


--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 

Kirim email ke