Pak Dwi, Prof Laksono, dan sejawat sekalian.-

Benar bahwa saat membaca sebuah ukuran hasil survei sampel untuk dibandingkan 
dengan hasil survei lain, selayaknya diketahui dulu apakah definisi 
operasionalnya sama atau tidak.
Untuk Angka Kematian Ibu (AKI) pada SDKI 2007 memang berbeda definisi 
operasionalnya dengan SDKI 2012. Pada SDKI 2007, sebagai sasaran adalah 
wanita/bumil-bulin-bufas Pasangan Usia Subur (PUS), sedangkan pada SDKI 2012 
sasarannya adalah bumil-bulin-bufas Wanita Usia Subur (WUS). PUS adalah subset 
dari WUS. Kalau wanita PUS hanya meliputi mereka yang berpasangan (kawin atau 
punya suami), sedang WUS lebih luas, semua wanita berusia 15-50 tahun tidak 
peduli dengan status kawinnya (kawin atau tidak kawin, bersuami atau tidak 
bersuami). Itu tentu sangat mempengaruhi numerator (jumlah kematian ibu) dalam 
AKI. Sedang denominator sepertinya sama, yaitu jumlah kelahiran hidup.
Katakan lah kalau misalnya dengan menggunakan numerator yang sama dan kematian 
ibu tetap, maka AKI sebesar 359 per 100.000 KH pada SDKI 2012 dibandingkan 228 
per 100.000 KH pada SDKI 2007 menunjukkan kalau risiko kematian sangat besar 
pada wanita yang tidak punya pasangan atau tidak punya status kawin. Karena itu 
sebetulnya diperlukan perhitungan berapa besar AKI dg numerator WUS dan berapa 
kalau PUS, dengan denominator yang sama yaitu jumlah kelahiran hidup, agar kita 
punya analisis khusus risiko kematian pada wanita tidak berstatus kawin. Itu 
sebuah analisis menarik. Kalau benar wanita yang tidak punya status kawin 
mempunyai risiko kematian yang lebih besar, itu logis, karena mereka tidak 
"terlindung" baik secara sosial mau pun legal.

Itu yang pertama.

Yang kedua, harus diingat bahwa SDKI merupakan sebuah survei sampel dengan 
sampel sekitar 45.000-50.000 unit, bukan survei populasi (sensus), sehingga 
parameter, termasuk AKI, yang diperoleh adalah hasil sebuah ESTIMASI. Sehingga 
dalam membaca AKI harus memperhitungkan interval kepercayaan (biasanya 95 
persen). Karena itu pembacaan yang tepat menggunakan interval estimate (ada 
lower dan upper bound). AKI yang menurut SDKI 2012 sebesar 359 per 100.000 KH 
itu hanya merupakan point estimate dari interval estimate yang saya coba hitung 
antara 303-414 per 100.000 KH. Margin error-nya cukup lebar. 
Jadi kalau AKI sebelumnya sebesar 228 per 100.000 KH atau kalau misalnya dengan 
menggunakan numerator WUS angkanya di bawah 303 per 100.000 KH itu memang 
menunjukkan terjadi peningkatan AKI dari SDKI 2007 ke 2012. Tapi kalau AKI 
dengan numerator WUS sebelumnya berada di rentang 303-414 per 100.000 KH, itu 
berarti tidak terjadi peningkatan AKI, alias tetap. Masalahnya, saat ini kita 
tidak bisa begitu saja membandingkan AKI dari kedua SDKI itu karena memang 
definisi operasional numeratornya berbeda.

Yang jelas, apa pun definisi dari sasarannya, AKI kita sangat tinggi, tertinggi 
di Asia Tenggara, dan yang jelas, tidak menurun seperti yang diharapkan, 
padahal target MDG's sebesar 102 per 100.000 KH pada tahun 2015. Melihat fakta 
itu, wajar kalau sebagian besar dari kita akan pesimis target itu tercapai, 
tinggal 2 tahun. Tapi pesimisme tidak akan memperbaiki apa-apa.
Perlu strategi baru yang lebih jitu untuk menurunkan AKI dengan lebih cepat.

Sementara ini dulu sumbang pendapat saya.

Salam,
Windhu Purnomo
(Departemen Biostatistika dan Kependudukan, FKM Unair)
Windhu Purnomo

-----Original Message-----
From: <luqyb...@yahoo.co.id>
Sender: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
Date: 29 Sep 2013 04:10:25 
To: <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
Reply-To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
Subject: [des-kes] RE: AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?

  
 
 
 

Dear all,


Mohon diberi pencerahan terkait pernyataan Menkes bahwa ada perbedaan 
perhitungan sehingga hasil SDKI 2012 melonjak tajam. Apakah jika metode 
perhitungannya sama dengan sebelumnya, AKI tidak melonjak  tapi justru turun 
sesuai trend yang ada sebelumnya? Sebetulnya, bagaimana metode perhitungannya? 
dan di mana perbedaannya?

Disampaikan juga bahwa SDKI 2012 ini dijamin akurasi dan validitasnya. Saya 
pikir survey sebelumnya juga diklaim demikian. Jadi tampaknya, kuncinya memang 
metode perhitungan.
Ini semua harus jelas dahulu sebelum kita berdiskusi panjang lebar.



terima kasih
Dwi Handono
 


---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, 
<desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote:




Dear all.
Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu 
dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan 
membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list 
ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar.

Salam

Laksono Trisnantoro
 
Berita kemarin

Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung 
Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan 
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan 
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.

Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil 
survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat popular di 
Indonesia.

“Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil 
survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh 
tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan 
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.

Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 
per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding 
hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.

Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan pemerintahan 
yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 
sesuai dengan target MDGs.

Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian 
Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi 
berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka 
kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah yang 
menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.

Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. 
Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu melahirkan 
seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.

Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB 
memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka 
kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang 
hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita selesikan 
dimasa mendatang,” lanjut Agung.

Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan 
membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana 
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Para
  petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan
  balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna. 
<http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787444/sdki-2012-gambaran-penduduk-indonesia>
 
 


   
 

Kirim email ke