Yth Ibu dan Bapak,

Mohon ijin untuk menanggapi tanggapan pak Budi Perdana mengenai semrawutnya
HIS dan validitas data yang kita miliki.  Saya jadi teringat dengan
perkataan Joel Selanikio dalam presentasi TED "the surprising seeds of a
big-data revolution in healtcare" (
http://www.ted.com/talks/joel_selanikio_the_surprising_seeds_of_a_big_data_revolution_in_healthcare.html),
dimana dia mengatakan bahwa metode pengumpulan data di Indonesia dan
negara-negara berkembang lainny masih menggunakan teknologi yang sudah
berusia 5000 tahun.  Petugas survey datang ke rumah-rumah penduduk dengan
membawa formulir kertas untuk menanyakan misalnya status vaksinasi anak.
 Hal tersebut dilakukan karena tidak ada data yang valid mengenai jumlah
anak yang sudah diimunisasi yang bisa langsung dicari di internet.
 Kesalahan pengisian formulir, proses entry data ke komputer yang
melelahkan merupakan penyebab kualitas data menurun.  Akibatnya, keputusan
diambil hanya berdasarkan data yang ada.

Apakah ini juga yang terjadi pada kasus AKI yang melonjak tinggi, yaitu
data yang tidak valid.

Salam,




2013/9/29 Budi Perdana <budiperd...@gmail.com>

> **
>
>
> ** Yth Bapak/Ibu,
>
> Sebelumnya saya mohon maaf kalau pendapat saya salah.
>
> Menurut saya tingginya AKI adalah fenomena gunung es dari semrawutnya
> Health Information System kita. Kalau kita memang mau jujur, kita tidak
> punya data apapun yang valid. Apakah data cakupan imunisasi yg kita punya
> skrg benar2 valid? Apakah data k1 - k4 kita skrg benar2 valid?, dst.
>
> Kita sekarang telah masuk dalam era informasi, dan mengutip Bill Gates
> tahun 97 lalu, di milenium yg akan datang (sekarang) org yg buta huruf
> bukan lg org yg tdk bisa baca tulis, tetapi org yg tdk bisa memanfaatkan
> informasi.
>
> Harus ada breakthrough utk memperbaiki HIS kita, karena tanpa data yg
> valid, seluruh intervensi yg kita lakukan tidak akan tepat sasaran.
>
> Salam,
>
> Budi Perdana
> Roren Kemenkes
>
> Budi Perdana
> Bureau of Planning and Budgeting
> Ministry of Health Republic Indonesia
> 0811902127
> ------------------------------
> *From: * <luqyb...@yahoo.co.id>
> *Sender: * desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
> *Date: *29 Sep 2013 04:10:25 -0700
> *To: *<desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
> *ReplyTo: * desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
> *Subject: *[des-kes] RE: AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
>
>
>
> Dear all,
>
>
> Mohon diberi pencerahan terkait pernyataan Menkes bahwa ada perbedaan
> perhitungan sehingga hasil SDKI 2012 melonjak tajam. Apakah jika metode
> perhitungannya sama dengan sebelumnya, AKI tidak melonjak  tapi justru
> turun sesuai trend yang ada sebelumnya? Sebetulnya, bagaimana metode
> perhitungannya? dan di mana perbedaannya?
>
> Disampaikan juga bahwa SDKI 2012 ini dijamin akurasi dan validitasnya.
> Saya pikir survey sebelumnya juga diklaim demikian. Jadi tampaknya,
> kuncinya memang metode perhitungan.
>
> Ini semua harus jelas dahulu sebelum kita berdiskusi panjang lebar.
>
>
> terima kasih
>
> Dwi Handono
>
>
> ---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <
> desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote:
>
> Dear all.
> Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi,
> perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen
> Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi
> melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan
> berkomentar.
>
> Salam
>
> Laksono Trisnantoro
>
> Berita kemarin
> *Sindonews.com* - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
> Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala
> Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil
> Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya
> dan validitasnya.
>
> Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan
> hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat
> popular di Indonesia.
>
> “Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil
> survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas
> tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei
> Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25
> September 2013.
>
> Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
> mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
> melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
>
> Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan
> pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
> 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
>
> Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian
> Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi
> berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga
> angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu
> inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.
>
> Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI
> melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu
> melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.
>
> Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program
> KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka
> kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka
> panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita
> selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung.
>
> Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan
> membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana
> Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
>
> Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu
> dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan 
> sempurna.<http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787444/sdki-2012-gambaran-penduduk-indonesia>
>
>
>   
>



-- 
*Dwidjo Susilo*
# Think Environment BEFORE printing #

Kirim email ke