Mas Rudyanto,

Saya setuju dengan pendapat Anda tentang pentingnya what's next. BK pernah 
mengancam MNCs migas yang berpatokan pada let alone agreement warisan Belanda. 
Tujuannya baik: memaksa MNCs berunding. Hasilnya positif, yakni paling tidak 
memaksa mereka melakukan transfer of technology, mengurangi kedaulatan mereka 
atas wilayah eksplorasi, memenuhi kebutuhan migas domestik, dan sebagainya.

BK tidak anti MNCs. Ia malah mau mengaitkan perundingan itu dengan program 
stabilisasi IMF selama menguntungkan negara. Direktur Permina Ibnu Sutowo malah 
kurang setuju dengan hasil perundingan itu yang akhirnya melahirkan "kontrak 
karya". Adalah Orde Baru yang mendorong kesepakatan PSA yang dianggap merugikan 
(pasty banyak teman-teman yang lebih paham soal ini).

Apa yang dilakukan BK sebenarnya ditiru Evo Morales dan Hugo Chavez. Fakta 
menunjukkan MNCs mau berunding ulang agar kedua pihak sama-sama beruntung. Tak 
ada manfaatnya menolak kehadiran MNCs di era globalisasi. Menurut saya musuh 
kita bukan pihak-pihak asing, tetapi diri kita sendiri. Kita memang makin 
kekurangan stok patriot bangsa.

Wass,
Budiarto

Sent from my iPhone

On 18 May 2008, at 19:49, rudyanto_nebeng <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Rekan-Rekan FPK,

Mungkin perlu saya tambahkan pertanyaannya berhubungan dengan "Harga
minyak internasional terus meningkat". Pertanyaan tambahannya adalah:
1) Dengan kenaikan harga BBM 30% apakah APBN sudah aman? Bagaimana
kalau harga minyak international meneruskan kegiatan hiking-nya ke
level 200 dollar per barel?
2) Apakah ada SATU OPSI saja yang mujarab menyelamatkan APBN 2008
bila harga minyak international mencapai 200 dollar per barel? Saya
lebih memilih untuk mengatakan bahwa kita memilih makanan dari suatu
menu makanan, artinya kita bisa beli beberapa porsi sekaligus, bukan
cuma satu jenis (opsi) makanan saja. Ada satu jenis (opsi) makanan
yang sudah pernah kita makan dan ada juga jenis-jenis lain yang belum
pernah kita makan. Kelihatannya memang mengundang selera tapi belum
tentu cocok dengan selera kita. Kecenderungannya adalah biasanya kita
pesan satu jenis makanan yang sudah kita pernah rasakan sebelumnya
(kenaikan harga BBM) ditambah beberapa jenis makanan lainnya (yang
belum pernah kita coba seperti renegosiasi hutang atau nasionalisasi
tambang).

Mungkin yang lebih penting lagi adalah sebaiknya kita mulai
meninggalkan kebiasaan NOW WHAT dan mulai membiasakan diri dengan
WHAT NEXT. Kita pilih menunya SEKARANG, artinya sudah tahu harganya
dan kira-kira rasanya seperti apa sehingga apabila makanan jenis
pertama belum mengenyangkan kita, kita sudah siap mengatakan jenis
makanan berikutnya yang akan kita makan, apakah tetap sama atau
pilihan lainnya. Mari terbiasa dengan WHAT NEXT, tinggalkan NOW WHAT.

Best Regards,
Rudyanto
Mari Hemat BBM, Ayo Nebeng!
Tinggalkan Minyak Sebelum Minyak Meninggalkan Kita

Kirim email ke