Pak Budiarto Shambazy, Masalahnya, 'patriotisme bangsa' ala Hugo Chavez & Evo Morales itu 'too good to be true' di Indonesia. Siapa sih capres pada Pilpres lalu yg mempromosikan 'revisi kontrak karya' itu?
Parpol apa sih yg berteriak menolak praktik 'patron-klien' antara pemerintah & MNC? Saya mah hanya bisa duduk, berharap, & menunggu - persis seperti lagu Jack Johnson itu Pak, 'sitting, wishing, waiting'... Salam, Patrick Hutapea --- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Budiarto Shambazy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mas Rudyanto, > > Saya setuju dengan pendapat Anda tentang pentingnya what's next. BK pernah mengancam MNCs migas yang berpatokan pada let alone agreement warisan Belanda. Tujuannya baik: memaksa MNCs berunding. Hasilnya positif, yakni paling tidak memaksa mereka melakukan transfer of technology, mengurangi kedaulatan mereka atas wilayah eksplorasi, memenuhi kebutuhan migas domestik, dan sebagainya. > > BK tidak anti MNCs. Ia malah mau mengaitkan perundingan itu dengan program stabilisasi IMF selama menguntungkan negara. Direktur Permina Ibnu Sutowo malah kurang setuju dengan hasil perundingan itu yang akhirnya melahirkan "kontrak karya". Adalah Orde Baru yang mendorong kesepakatan PSA yang dianggap merugikan (pasty banyak teman-teman yang lebih paham soal ini). > > Apa yang dilakukan BK sebenarnya ditiru Evo Morales dan Hugo Chavez. Fakta menunjukkan MNCs mau berunding ulang agar kedua pihak sama-sama beruntung. Tak ada manfaatnya menolak kehadiran MNCs di era globalisasi. Menurut saya musuh kita bukan pihak-pihak asing, tetapi diri kita sendiri. Kita memang makin kekurangan stok patriot bangsa. > > Wass, > Budiarto > > Sent from my iPhone