Abah,
Curug Cikapundung anu di Maribaya kiwari masih keneh 'ngebul'?
Anu pasti mah CAINA COKLAT...

Salam
Abah ANOM

-----Original Message-----
From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 28, 2008 12:20 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT :
Hidup Tanpa Ijazah)





A wang

Terima kasih kanggo sisindiranna,
dilagukeun-na nganggo kinanti atanapi pangkur ?

Eh, dimana bisa
beli itu buku ?

Si Abah 

________________________________________________________________________
> Abah,
> 
>   Mungkiwn saja Ajip akeliru,
kemnungkinan itu sudah diakuinya seperti
> ditulisnya di kata
pengantar bukunya pada halaman 4,
> 
>   "Akhirnya
saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam
>
otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan
> saya keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang
kita
> alami bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan
kenangan yang
> berbeda.Yang tersaji dalam otobiografi ini adalah
kesan dan ingatan yang
> ada pada saya.Orang lain yang juga
mengalami peristiwa yang sama dengan
> saya mungkin mempunyai
kesan dan ingatan yang berbeda."
> 
>   Sebenarnya
sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah
> atau
gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI
> (saat Ajip hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian
"disikut"),
> saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman
Ajip sebagai orang Indonesia
> di Jepang, pengalaman Ajip
mengamati reformasi, dan masih banyak lagi
> peristiwa yang
menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan
> lugas
apa adanya (maka Ajip menulis di kata pengantar, mohon maaf kalau
> sampai membangunkan macan tidur). Mungkin ada/banyak orang akan
> tersinggung dengan tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada
otobiografi
> tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).
> 
>   Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di
bawah, ditulis apa
> adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa
perasaan, hanya menceritakan
> fakta dan peristiwa.
> 
>   "Ngebul curug Cikapundung,
> cai tiguling teu
eling,
>   seahna ayeuh-ayeuhan,
>   cai mulang cai
malik,
>   leumpang laun reureundeuheun
>   taya kalali
kaeling"
> 
>   Hasan Mustopa (1852-1830)
>

>   salam,
>   awang
> 
> "yanto
R.Sumantri" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> 
>> Rekan rekan
> 
> Saya jadi
tergelitik ingin memberikan
> komentar mengenai orang Sunda yang
uar biasa ini.
> Ayip adalah manusia
> angka yang
mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani
>
profesinya sebagai sastrawan.
> 
> Tapi ada  yang agak
> menjadikan pertanyaan bagi Si Abah >
> 
>
Benarkah Ayip tidak
> menamatkan SMA- nya , karena dia meihat 
PADA Masa ITU BEGITU
> MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN
UJIAN  agar dapat  lulus
> ?
> 
> Saya lebih muda
enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
> kira Ayip menamatkan
SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
> Setahu saya
> sistim
ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
> pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
> Ditempat saya
di Bandung
> SMA yang "terkemuka " seperti SMA III , St
Aleysus  pun
> tidak 100 %.
> Saya tidak pernah mendengar
pada saat saya SMA ada
> bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb 
untuk lulus
> Pada saat
> itu guru guru kita hormati ,
walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
> Kepala Sekolah saya
di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
> Tirtayasa ,
daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di
>
Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
> waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.
>

> Saya
> tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan
agak tercampurkan antara
> kejadian tempo doeloe dia dengan dengan
kejadian saat ini dimana memang
> sering terjadi skandal mengenai
ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
> oleh Ayip sendiri 
?
> Mungkin pak Awang bisa menjawab .
> 
> Memang
"nobody is perfect .
> 
> Si Abah
> 
> 
> 
> 
> 
>    Ada seorang putra
Indonesia yang tak
> punya gelar akademik sama sekali,
>> bahkan ijazah SMA pun tak
> punya karena ia tidak
menamatkan SMA-nya, tetapi
>> ia diangkat
> sebagai
gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
>> Bagaimana
> bisa ?
>>
>> Kita barangkali akan sulit
meneladani tokoh
> yang satu ini, bukannya
>> tidak
mampu, tetapi kesempatan yang ada
> pada masa kita hidup saat
ini
>> sudah jauh berbeda dengan
> kesempatan yang
lebar terbuka pada saat
>> dahulu. Orang harus
> mampu,
dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
>> ia akan
> sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu
>>
> selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang,
barangkali ada
>> manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain
no gain !
>>
> 
>> Sebuah buku baru
diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
> Tebalnya
>>
setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS.
> Meskipun
tebal dan
>> cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
> setebal ini, Rp 95.000
>> (bandingkan dengan buku seri
Harry Potter
> terakhir, Deadly Hollows,
>> tebal 1008
halaman, berkertas dengan
> kualitas di bawah HVS, berharga Rp
>> 175.000). Saat mengetahui
> harganya, saya cukup kaget
juga, buku-buku
>> yang dicetak biasa
> (bukan deluks)
dengan tebal sekitar 200-300 halaman
>> kini harga
>
rata-ratanya sekitar Rp 35.000-50.000, dengan harga rata2 itu
>>
> maka buku tebal Pustaka Jaya ini mestinya berharga
sekitar Rp 250.000.
>> Bagaimana buku setebal 1364 halaman ini
harganya hanya Rp 95.000
> ?
>>
>> Saya
mendapatkan jawabannya pada halaman 1329 di
> buku ini dalam
&rdquo;Ucapan
>> Terimakasih&rdquo;. Buku yang akan
>
saya ceritakan ini memang harga seharusnya
>> adalah sekitar
Rp
> 300.000. Tetapi, siapa yang mau membeli buku setebal
>> 1364
> halaman dengan harga Rp 300.000 ? Kata Rosihan
Anwar, wartawan dan
>> penulis senior itu, tebal buku maksimal
yang masih menarik untuk
> dibaca
>> orang-orang
Indonesia adalah sekitar 300-400 halaman.
> Memang Rosihan
>> Anwar menganjurkan penulis buku ini untuk
> memotong
bukunya sampai
>> menjadi maksimal 400 halaman saja,
>
tetapi penulisnya merasa sayang
>> memotong manuskripnya yang
sudah
> sampai 1000 halaman, jadi ia tak
>> memotongnya
sama sekali, maka
> akhirnya menjadi 1364 halaman. Harganya ?
>> Ada sekitar 100 orang,
> sebagian di antaranya
tokoh-tokoh terkenal
>> Indonesia dan Manca
> Negara
dari berbagai latar belakang, dari seniman
>> sampai
>
birokrat, dari ilmuwan sampai jenderal, yang bersedia membeli
>>
> buku ini dengan harga edisi khusus dan terjadilah
subsidi silang
>>
> sehingga
>> masyarakat
umum dapat membelinya Rp 95.000. Sebuah ide
> bagus !
>>
>> Baik, saya ceritakan saja buku ini.
>
Judulnya adalah &rdquo;Hidup Tanpa Ijazah
>> : Yang Terekam
dalam
> Kenangan&rdquo;, sebuah otobiografi Ajip Rosidi,
>> sastrawan dan
> budayawan Indonesia. Buku ini ditulis
dalam waktu kurang
>> dari
> setahun, ditulis atas
anjuran teman-teman Ajip dan mengejar waktu
>> agar telah
terbit saat Ajip berusia 70 tahun pada 31 Januari 2008.
> Buku
>> ini ditulis oleh Ajip sendiri, jadi bukan otobiografi
>
pesanan seperti
>> banyak dipesankan oleh para tokoh politik
dan
> militer (namanya
>> otobiografi ya harusnya
ditulis sendiri dong,
> kalau dituliskan orang
>> lain
ya namanya biografi). Walaupun buku
> ini mulai ditulis tahun
2006,
>> Ajip dapat merekam dengan cukup
> detail
peristiwa2 puluhan tahun
>> sebelumnya sejak Ajip anak-anak,
> remaja, pemuda, dewasa muda, dewasa,
>> sampai usianya
sekarang (70
> tahun). Pasti Ajip biasa menulis jurnal
>> kegiatan harian sehingga
> ia bisa menuliskan kembali
peristiwa
>> sehari-hari puluhan tahun
> ke
belakang.
>>
>> Mengapa Ajip memberi judul buku
ini
> &rdquo;Hidup Tanpa Ijazah&rdquo; ? Karena Ajip
>>
tak punya ijazah
> apa-apa, ijazah SMA pun tidak, sebab ia keluar
sebelum
>> ujian
> akhir SMA (Taman Madya). Ajip tidak
pernah kuliah, bukan sarjana,
>> tentu bukan master, apalagi
doktor. Ia hanya seorang otodidaktis
> (pelaku
>>
otodidak) tulen. Tetapi, lihat karya, sepak terjang, dan
>
pengakuannya.
>> Itu semua melebihi pencapaian rata-rata
sarjana,
> master, doktor, dan
>> profesor pada
umumnya.
>>
>>
> Saya tidak akan
menceritakan dengan detail isi buku ini, untuk yang
>> berminat
silakan membelinya saja. Saya ingin menyoroti mengapa
> Ajip
>> keluar sekolah, tidak mau meneruskan sekolahnya,
>
otodidaknya, dan karya,
>> sepak terjang, serta
pengakuannya.
> Dengan sikap dan kiprahnya seperti
>>
itu Ajip adalah manusia
> langka, bukan hanya di Indonesia, di
dunia pun
>> jarang yang
> seperti dia.
>>
>> Ajip lahir di Jatiwangi, Kabupaten
>
Majalengka, wilayah yang banyak
>> menghasilkan genteng dan
kecap
> itu, pada 31 Januari 1938. Menempuh
>>
pendidikan hanya sampai
> setingkat SMA yaitu di Taman Madya,
Taman Siswa
>> Jakarta, itu pun
> tidak tamat.Tahun
1956 dia dengan sengaja keluar dari
>> sekolahnya
>
seminggu sebelum ujian akhir dimulai. Pendidikan formalnya
>>
> berakhir 52 tahun yang lalu. Tetapi, ia tidak pernah
berhenti belajar.
>> Pendidikan dan belajar tak harus di satu
tempat. Pendidikan harus
> di
>> sekolah, belajar bisa
di mana saja.
>>
>>
> Saat Ajip mau menempuh
ujian nasional, ramai terjadi kebocoran
> soal-soal
>>
ujian, orang tak segan mengeluarkan uang dalam jumlah
> banyak
untuk
>> membeli soal ujian, guru-guru pun bisa disogok. Di
> koran-koran timbul
>> polemik tentang manfaat ujian.
Dipertanyakan
> tentang keabsahan ujian
>> untuk
menilai prestasi murid yang
> sebenarnya. Ajip muda (16 tahun)
>> berkesimpulan : orang tidak
> segan melakukan perbuatan
hina, membeli soal
>> ujian atau menyogok
> guru, demi
lulus ujian. Untuk apa lulus ujian ?
>> Untuk dapat
>
ijazah. Untuk apa ijazah ? Untuk melamar kerja. Untuk apa
>>
kerja
> ? Untuk dapat hidup. Kalau begitu, hidup berarti
bergantung kepada
>> secarik kertas bernama ijazah ! Ajip
terkejut sendiri dengan
>> kesimpulannya. Ia saat itu telah
empat tahun berkarya (Ajip
> mulai
>> mengirimkan
tulisan2 cerita dan puisi dan dimuat di
> koran2 dan majalah2
>> sejak tahun 1952 saat umurnya masih 14
> tahun) dan
telah merasa bisa
>> hidup cukup mandiri dengan
>
honorariumnya. Ajip bertanya, apakah seorang
>> pengarang
>>
> membutuhkan ijazah untuk bisa hidup ? Tidak.
>>
>> Ajip
> memutuskan bahwa hidupnya tidak
akan digantungkan kepada selembar
>> ijazah. Prestasinya tidak
akan bergantung kepada selembar
> ijazah.
>> Menurutnya
tak ada sekolah atau universitas yang dapat
> menuntunnya
>> menjadi seorang pengarang yang baik, apalagi ia
> punya
pengalaman bahwa
>> guru2 bahasa Indonesianya semasa di SMP
> dan SMA harus lebih banyak
>> membaca daripada
dirinya.
>>
> 
>> &rdquo;Aku akan dapat
meningkatkan pengetahuan dan
> kemampuanku dalam bidang
>> sastra dan penulisan dengan banyak
> membaca. Dan
membaca tidak usah di
>> sekolah. Tidak usah juga
>
bersekolah tinggi karena aku sudah mengenal
>> huruf-huruf.
> Buku-buku dapat dibeli, atau dipinjam dari perpustakaan.
>> Dalam
> membaca aku dapat melampaui kebanyakan orang
yang punya ijazah
>>
> lebar. Dengan kian luasnya
bacaanku, maka tulisanku akan lebih
> berbobot.
>>
Kalau tulisanku berbobot, niscaya orang-orang akan
> menghargaiku
sebagai
>> pengarang. Akhirnya yang penting dalam
>
hidup adalah prestasi yang diakui
>> oleh masyarakat. Berapa
banyak
> orang yang mempunyai ijazah tinggi dan
>>
menduduki jabatan penting
> dalam masyarakat tetapi tidak
pernah
>> memperlihatkan prestasi
> pribadi ? Mereka
akan lenyap dari ingatan
>> masyarakat kalau
> mereka
sudah pensiun atau setelah meninggal. Aku ingin
>> tetap
> dikenang orang walaupun aku sudah meninggalkan dunia yang fana
>>
> ini. Dan hal itu hanya dapat dicapai dengan berkerja
keras, dengan
>> mencipta
>> karya yang bagus. Orang
akan tetap mengingat
> namaku kalau karya-karya
>> yang
kutulis bermutu&rdquo; begitu
> tulis Ajip Rosidi di dalam buku
ini halaman
>> 167-168.
>>
> 
>>
Dan, keluarlah Ajip dari sekolah alias drop out, dia menulis
>
surat
>> kepada gurunya di atas kartu pos, &rdquo;saya tidak
jadi
> ikut ujian nasional
>> karena saya akan
membuktikan bahwa saya
> dapat hidup tanpa ijazah&rdquo; Luar
>> biasa keputusan anak
> remaja ini, keputusan sendiri,
tanpa memberi tahu
>> orang tuanya
> di Jatiwangi.
>>
>> Dan puluhan tahun berikutnya adalah
>
puluhan tahun pembuktian bahwa Ajip
>> bisa hidup tanpa
ijazah.
> Sebuah bakat yang ditekuni secara luar biasa
>> akan berhasil luar
> biasa juga. Setahun sebelum ia
keluar dari SMA, buku
>> pertamanya
> telah terbit
ketika umurnya masih 17 tahun, berjudul
>>
>
&rdquo;Tahun-Tahun Kematian&rdquo; (kumpulan cerpen). Itu adalah buku
> pertama yang
>> mengawali sebanyak lebih dari 110 judul
buku
> berikutnya selama puluhan
>> tahun kemudian.
Ajip menulis buku-buku
> baik kumpulan cerpen, kumpulan
>> puisi, roman, drama, penulisan
> kembali cerita rakyat,
cerita wayang,
>> bacaan anak-anak, kumpulan
> humor,
esai dan kritik, polemik, memoar,
>> bunga rampai, buku
> terjemahan, biografi (ada 10 halaman daftar lengkap
>>
karya Ajip
> di buku otobiografi ini). Ajip menulis baik dalam
bahasa
>> Sunda
> maupun bahasa Indonesia. Banyak
karyanya diterjemahkan oleh
>>
> penerbit internasional
ke dalam bahasa-bahasa asing Belanda, Cina,
>> Hindi, Inggris,
Jepang, Jerman, Kroasia, Prancis, Rusia, Thai,
> dan
>>
lain-lain.
>>
>> Sepak terjang Ajip tak
>
hanya dalam dunia penulisan sastra dan
>> sekitarnya. Ia
adalah
> redaktur dan Pemimpin majalah Suluh Pelajar
>>
(1953-1955) saat
> Ajip masih duduk di SMP dan SMA. Juga ia
menjadi
>> pemimpin
> redaksi Majalah Sunda
(1965-1967), Budaya Jaya (1968-1979), dan
>>
>
Cupumanik (sejak 2005).
>>
>> Ajip juga adalah
redaktur,
> pendiri dan pemimpin usaha2 penerbitan. Ia
>> adalah seorang
> redaktur Balai Pustaka (1955-1956).
Tahun 1962 mendirikan
>>
> Penerbit Kiwari, tahun
1964-1969 mendirikan dan memimpin Penerbit
>> Tjupumanik di
Jatiwangi. Tahun 1971 mendirikan Penerbit Pustaka
> Jaya dan
>> menjadi pemimpinnya. Tahun 1981 mendirikan Penerbit
>
Girimukti Pusaka,
>> Tahun 2000 ia mendirikan dan memimpin
Penerbit
> Kiblat Buku Utama di
>> Bandung. Usaha
penerbitannya ada yang terus
> berjalan sampai Sekarang
>> (Pustaka Jaya), ada juga yang telah
> lama berhenti.
>>
>> Ajip juga sangat giat dalam
>
berorganisasi, misalnya tahun 1954 (umur 16
>> tahun)
menjadi
> anggota Badan Musyawarat Kebudayaan Nasional. Tahun
1956
>> menjadi
> anggota Lembaga Bahasa dan Sastra
Sunda. Tahun 1972-1981 menjadi
>>
> ketua Dewan
Kesenian Jakarta (dewan ini juga dibentuk pada tahun 1968
>>
atas prakarsa Ajip. Tahun 1973-1979 sebagai ketua Ikatan
>
Penerbit
>> Indonesia (IKAPI). Tahun 1993 Ajip mendirikan
Yayasan
> Kebudayaan
>> Rancage, sebuah yayasan yang
mengapresiasi
> karya-karya sastra daerah
>> dalam
bahasa Sunda, Jawa, dan Bali.
>>
>> Ajip juga
menduduki banyak anggota badan-badan
> kehormatan. Tahun
>> 1960-1962 dia adalah anggota Badan
> Pertimbangan Ilmu
Pengetahuan bidang
>> Sastra dan Sejarah. Tahun
>
1978-1980 sebagai staf ahli menteri Pendidikan
>> dan
Kebudayaan,
> tahun 1979-1982 menjadi anggota Dewan Fim
Nasional,
>> tahun
> 1979-1980 menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Pengembangan Buku
>>
> Nasional. Tahun
2002 diangkat menjadi anggota Akademi Jakarta.
>>
> 
>> Meskipun Ajip tak menamatkan SMA-nya, tak pernah kuliah,
> bukan sarjana,
>> tentu bukan master, apalagi doktor,
tahun 1967 ia
> diangkat sebagai dosen
>> luar biasa
pada Fakultas Sastra
> Universitas Padjadjaran di Bandung. Ajip
>> pun sering diundang
> memberikan kuliah umum di
berbagai perguruan tinggi
>> di seluruh
> Indonesia.
Dan, tahun 1981, Ajip diangkat sebagai Visiting
>>
>
Professor pada Osaka Gaikokugo Daigaku di Osaka, Jepang. Ajip mengajar
>> di Jepang sampai tahun 2003. Ajip pun diangkat sebagai
Gurubesar
> Luar
>> Biasa pada tahun 1983-1994 di Tenri
Daigaku di Tenri, Nara,
> Jepang.
>> Tahun 1983-1996
menjadi Gurubesar Luar Biasa pada Kyoto
> Sangyo Daigaku
>> di Kyoto. Pensiun sebagai guru besar, Ajip pulang
> ke
Indonesia pada
>> tahun 2003. Sekalipun Ajip berada di
Jepang
> selama 22 tahun, dia tetap
>> menulis buku2nya
dalam bahasa Sunda
> dan Indonesia, tetap berhubungan
>> dengan para penggiat sastra di
> Tanah Air, dan tetap
memantau serta
>> mengelola organisasi2 yang
> pernah
didirikannya dari jauh.
>>
>> Sebagai penggiat
> sastra, tentu Ajip pun banyak menjadi pembicara di
>>
berbagai
> simposium, seminar, kongres, konferensi atau lokakarya
mengenai
>>
> kebudayaan dan kesenian, terutama tentang
sastra dan bahasa, baik di
>> tingkat daerah, nasional,
regional, maupun internasional. Sebagai
> orang
>> yang
mumpuni dalam bidang sastra, Ajip pun kerap diminta
> sebagai
anggota
>> dewan juri dalam menilai berbagai perlombaan
> bidang sastra dan kesenian.
>>
>> Ajip dan
organisasinya
> pun beberapa kali mendapatkan dana nasional
>> maupun internacional
> untuk penelitian sastra dan
budaya. Tahun 1969-1972
>> Ajip
> mendirikan dan
memimpin proyek penelitian pantun dan folklor Sunda.
>> Tahun
1960-1967 Ajip mendapatkan dana dari the Toyota Foundation
>
untuk
>> meneliti kebudayaan Sunda dalam rangka penyusunan
> Ensiklopedi Sunda
>> (telah terbit pada tahun 2000).
Tahun
> 1960-1994 meneliti puisi Sunda,
>> dan hasilnya
dituliskan dalam
> tiga jilid buku dengan tabal total 1700
>> halaman (telah terbit
> dua jilid).
>>
>> Karena dedikasinya yang total lepada
> kesustraan dan
kebudayaan, Ajip
>> beberapa kali diganjar
>
penghargaan, yaitu 1957 : Hadiah Sastra Nasional
>> untuk
kumpulan
> puisinya, 1960 : Hadiah Sastra Nasional untuk buku
>> kumpulan
> cerpennya, 1974 : Cultural Award dari
Australia, 1993 : Hadiah
>>
> Seni, 1994 : penghargaan
sebagai salah satu dari 10 putra Sunda
> terbaik,
>>
1999 : penghargaan Order of the Sacred Treasure, Gold
> Rays with
Neck
>> Ribbon dari Jepang, 2003 : penghargaan Mastera
> dari Brunei, 2004 : Teeuw
>> Award dari Belanda.
>>
>> Demikian sekilas karya-karya dan
pencapaian-pencapai an Ajip.
> Ia
>> berkarya sejak
berumur 14 tahun sampai kini usianya 70 tahun,
> menekuni
>> sastra dan budaya Sunda dan sastra Indonesia selama 56
> tahun.
>>
>> Di dalam buku ini, yang berisi
23 bab, kita
> bisa mengetahui bahwa
>> pergaulan Ajip
begitu luas, baik dengan
> kalangan sesama sastrawan dan
>> budayawan, juga dengan banyak
> tokoh dari berbagai
bidang baik di
>> Indonesia maupun peneliti2
> asing
yang datang ke Indonesia untuk meneliti
>> sastra dan budaya
> Indonesia. Bagaimana pergaulan dan pandangan Ajip
>>
dengan tokoh2
> seperti Ali Sadikin, Mochtar Lubis, Taufik Ismail,
Asrul
>> Sani,
> Affandi, Gus Dur, Nurcholish Madjid,
dan masih banyak lagi bisa
>>
> dibaca di sini.
Pengamatannya tentang kejadian2 penting yang dialami
>>
Indonesia entah itu pertikaian politik, bencana, korupsi, dan lain2
> dari
>> tahun2 1940-an sampai sekarang bisa dibaca juga
di sini.
> Ajip juga
>> menceritakan pikiran dan
sikapnya tentang itu semua
> dan hal2 yang
>>
dialaminya, termasuk saat gempa Kobe di Jepang,
> sebagaimana
layaknya
>> sebuah otobiografi. Buku otobiografi
>
setebal 1364 halaman ini adalah
>> salah satu dari buku2
> otobiografi paling tebal yang pernah ditulis.
>>
>> Kata
> seorang pengamat, Ajip adalah seorang langka
dengan kelebihan yang
>> tidak dimiliki H.B. Jassin, Goenawan
Mohamad, dan Soebagio
> Sastrowardojo
>> (Dr. Faruk
dalam Kompas 31 Mei 2003).
>>
> 
>>
&ldquo;Mungkin ada orang yang membaca buku ini menuduh bahwa
>
buku ini
>> merupakan usaha Ajip untuk memamerkan
kehebatannya
> sebagai orang yang
>> &ldquo;kurang
sekolah&rdquo;, tetapi berhasil
> mencapai prestasi internasional.
Tentu
>> saja tuduhan itu sukar
> dibantah. Meskipun
tentunya sah-sah saja bagi
>> orang berprestasi
> untuk
memamerkan prestasinya, apalagi prestasi ini
>> dicapai
> melalui perjuangan dan usaha sendiri dengan kerja keras. Ajip
>>
> sudah merupakan seorang yang dihargai di Indonesia,
dia tak akan perlu
>> memamerkan diri lagi, buku ini ditulisnya
lebih kepada keinginan
> untuk
>> mengawetkan kenangan2
dan pikiran2-nya, berbagi pengalaman
> dengan orang
>>
lain&rdquo;, begitu tulis Arief Budiman dari
> Melbourne, teman
karib Ajip,
>> dalam kata pengantar otobiografi
>
ini.
>>
>> Satu hal yang sangat penting yang
merupakan
> pesan Ajip melalui buku ini
>> adalah :
meskipun pendidikan sangat
> penting, orang bisa juga berhasil
>> meskipun tidak atau kurang
> sekolahnya. Ajip telah
membuktikan kepada
>> kita semua bahwa ia
> bisa hidup
dan berhasil sampai punya reputasi
>> internasional
>
bahkan sampai menjadi gurubesar di tiga perguruan tinggi
>> di
luar
> negeri meskipun tak punya gelar akademik apa pun, bahkan
ijazah
>>
> SMA pun tak ia miliki, Ajip benar2 : hidup
tanpa ijazah.
>>
>> &ldquo;Ajip akan diterjang
kegelisahan yang luar biasa saat ia
> mandeg membaca
>>
dan gagap menulis&rdquo; (Maman S. Mahayana dalam
> Panji Mas,
Februari 2003).
>>
>>
>>
>>
> salam,
>> awang
>>
>>
>>
> ---------------------------------
>> Never
miss a thing. Make
> Yahoo your homepage.
> 
> 
> _______________________________________________
>
Nganyerikeun hate
> batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun
hate jalma hirupna pada
> ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah
kudu dilakonan.
> 
> 
> 
>
---------------------------------
> Looking for last minute
shopping deals?  Find them fast with Yahoo!
> Search.


_______________________________________________
Nganyerikeun
hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna
pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu dilakonan.

--------------------------------------------------------------------------------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod

--------------------------------------------------------------------------------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!

-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke