Re: [Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banjir

2007-02-11 Terurut Topik Poltak Hotradero
On 2/11/07, Heri Setiono [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote:
Mas Heri,

  Anda salah.
  Bogor tidak pernah dipilih oleh pemerintahan Belanda sebagai Ibu Kota.
  Memang betul ada berdiri Istana Bogor -- tetapi itu adalah tempat
  peristirahatan BUKAN istana pemerintahan.

  Reply:

Maaf Bang Poltak, anda dapat referensinya dari mana ya? Kalo saya 
 berdasarkan informasi dari salah satu media masa dan saya masih ingat isinya 
 termasuk dengan rencana pemerintah Hindia Belanda menjadikan Jakarta sebagai 
 Venesianya Indonesia.

=
Mas Heri,

Kota Venesia sudah berada di atas air sejak kota tersebut berdiri,
karena kota tersebut memang seluruhnya berada di atas rawa yang
terdiri atas banyak pulau-pulau kecil.  Setelah jatuhnya kota Roma
sebagai ibu kota Romawi, maka banyak penduduk mengungsi ke Venesia
dari ancaman orang-orang Goth.  Hal ini juga berlangsung saat
pendudukan Romawi oleh Attila The Hun.  Tanpa banjir pengungsi ini,
Venesia akan tetap berstatus dusun.

Bila memang konteksnya menjadikan Jakarta sebagai kota wisata, ya
silahkan saja -- tapi kalau menyatakan bahwa Jakarta sebagai Venesia
semata-mata karena banyak air-nya jelas itu keliru.  Jakarta
mengalami banjir semata-mata secara periodik skala sekian tahun, bukan
setiap tahun -- apalagi kalau setiap waktu sebagaimana Venesia.

Mas Heri - rencana pemerintah Belanda memindahkan ibu kota dari
Batavia ke Bandung pada tahun 1930-an - bisa anda baca pada dokumen
ini:

http://www.iis.u-tokyo.ac.jp/~fujimori/lsai/bandung.html
http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Bandung

Soal Daendels -- saya tidak akan banyak komentar, karena tokoh
tersebut memerintah dalam waktu yang sangat singkat.  Ia sampai di
Batavia tahun 1808 dan pulan kembali ke Belanda tahun 1810.  Dan
sebagaimana kita tahu, sepanjang waktu itu, Daendels lebih banyak
mengurus soal perlucutan tentara Inggris, serta pembangunan Jalan Raya
Pos 1000 km Anyer-Panarukan.

Mengingat waktu pemerintahannya yang sangat pendek (cuman 2 tahun) --
maka statement tentang pemindahan Ibukota ke Bogor - rasanya cuma
sebatas retorika.  Tidak terlalu penting untuk dianggap serius.

Jelas sangat berbeda dengan apa yang telah dilakukan Belanda dalam
mempersiapkan Bandung sebagai pengganti Batavia - di mana pembangunan
fisiknya saja menelan waktu lebih sepuluh tahun.

Memindahkan Ibukota itu jelas tidak gampang.
Bukan sekadar ngomong.


Salam,

Poltak


=

Saya masih ingat a referensi tersebut karena saya diskusikan dengan
kenalan saya dari Belanda ketika terjadi bencana banjir tahun 2002
lalu . Sayangnya saya tidak menyimpan referensinya. Tetapi sekarang
saya mendapatkan referensi lain yaitu  makalah dari Bapak Harto Juwono
pada seminar KMIP February 2006. Pada saat menulis makalah tersebut,
beliau sedang menyelesaikan studi pada program Pasca Sarjana Ilmu
Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Sebelumnya mohon maaf kepada beliau dan pihak-pihak terkait kalau
sekiranya saya mengutip sebagian isi makalahnya tanpa minta ijin
karena ini sangat penting untuk klarifikasi isi sejarah rencana
penetapan Ibukota negara ini.


Di mata Daendels Batavia tidak lagi layak dijadikan sebagai pusat 
 pemerintahan, karena kondisi alamnya yang merugikan bagi kesehatan. Dia 
 memutuskan untuk memindahkan ibukota dari Batavia ke tempat lain. Setelah 
 melakukan kunjungan ke Surabaya pada bulan Mei 1808, Daendels merencanakan 
 akan memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Surabaya. Pertimbangan 
 yang diambil oleh Daendels didasarkan pada dua faktor. Yang pertama kondisi 
 alam Surabaya lebih sehat daripada Batavia, dengan demikian kenyamanan dan 
 kesehatan warganya akan lebih terjadi. Yang kedua adalah bahwa Surabaya lebih 
 mudah dipertahankan mengingat pangkalan armada Belanda yang ditempatkan di 
 Gresik bisa dijadikan sebagai pelindung terhadap serangan atas kota Surabaya
.
Tetapi pertimbangan jarak dan kepentingan ekonomi membatalkan rencana 
 Daendels menjadikan Surabaya sebagai ibukota negara. Pilihan Daendels 
 kemudian dialihkan ke Bogor (Buitenzorg) sebagai pusat pemerintahan sekaligus 
 kubu pertahanan terakhir dalam perang darat[1]. Meskipun demikian Surabaya 
 tidak berkurang fungsinya. Daendels menetapkan pemusatan armada laut di 
 Surabaya dan sejak itu kota Surabaya menjadi pangkalan laut terbesar bagi 
 pemerintah Hindia Belanda[2]. Dalam sejarah angkatan laut RI, kota Surabaya 
 memainkan peranan yang sangat penting.


  -
[1]Setelah kekalahan armada Belanda di Gresik dan Onrust, Daendels 
 merubah strategi dengan prioritas pada perang darat daripada perang laut dan 
 pantai. Anoniem, De verdediging van Java 1808-1811, dalam Indisch Militair 
 Tijdschrift, tahun 1871.

  [2]G.H. von Faber, Oud Soerabaia (Surabaya, Gemeente Soerabaia, 1931) 
 halaman 39.


Re: [Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banjir

2007-02-07 Terurut Topik Heri Setiono
Sebenarnya akan lebih baik kalau email saya ditelaah dengan lebih mendalam 
sebelum merasa diri sendiri aneh :-). Banjir adalah salah satu akibat dari 
banyaknya masalah yang timbul dengan menjadikan DKI sebagai ibu kota Negara 
sekaligus sebagai pusat bisnis di Indonesia plus kebijakan sentralistis yang 
dianut oleh rejim sebelumnya sejak kita merdeka.Uang yang banyak (konon 70% 
sirkulasi uang beredar ada di Jakarta or Jabotabek) membikin nafsu membangun 
yang membabi buta dengan tidak memperhatikan daya tampung alami yang dimiliki 
daerah ini.
  Jika kita membikin list akan terlihat begitu banyak masalah yang terjadi : 
banjir, polusi (perlu diingat hanya ada beberapa hari di Jakarta dalam setahun 
yang dikategorikan bersih), tingginya kriminalitas, makin membanjirnya pengemis 
dan anak-anak jalanan dsb. Mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dalam 
kondisi saat ini saya rasa kita akan seperti katak yang direbus secara 
perlahan-lahan . Saya merinding melihat kondisi banjir yang makin parah tiap 
tahun bahkan makin meluas hingga Tangerang dan Bekasi (oleh karena itulah 
konsep Megapolitan jangan-jangan hanya memperluas areal banjir di masa depan). 
Bahkan saya dengar jikapun kanal selesai dibangun hanya menyelesaikan masalah 
banjir sekitar 25%. 
  Sebenarnya ide pemindahan Ibu Kota bukan hanya terdengar sekarang ini. Konsep 
ini  sudah pernah diimplementasikan negara lain seperti Turkey yang memindahkan 
ibu kota dari Istanbul ke Ankara.
   
  Memindahkan Ibu Kota. Kenapa tidak?

Arianro [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Dari tanggapan Poltak, sepertinya saya tidak (jadi) masuk golongan 
orang bego.

Seandainya memang benar saya ini tidak bego, membuat saya menjadi 
ngeri. Kenapa? Karena dalam konteks demokrasi, suara mereka akan 
menentukan siapa pemimpin di Indonesia. Tentunya mereka akan memilih 
orang yang mewakili suaranya. Terbayang dampak yang timbul jika opini 
mereka diakomodir.

Rasanya prinsip survival bias-nya boleh juga diterapkan.

rgds,
Arianro

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero 
[EMAIL PROTECTED] wrote:
Saya beneran ngakak membaca tanggapan saudara Arianro di bawah ini.

Mungkin memang menjadi hal yang lazim bagi kita untuk ambil jalan
pintas - semata-mata karena berpikiran pintas. Cuma mau terima hasil
- nggak mau melihat proses.

Ibukota banjir? Pindahkan ke Bogor. Ibukota kekeringan? Pindahkan
ke Bandung. Ibukota kena gunung meletus? Pindahkan ke Palangkaraya.
Ibukota kena asap kebakaran hutan? Pindahkan ke Yogyakarta. Ibukota
kena gempa? Pindahkan ke Jayapura... (atau sekalian saja pindahkan ke
Tehran, biar bisa diurusin oleh Ahmadinejad...)

Alhasil kita tetap saja punya kota-kota yang kebanjiran, kekeringan,
kena gempa, kena gunung meletus, kena asap, dll.

Saya tiba-tiba jadi merasa cukup bersyukur karena nggak buang-buang 
waktu, tenaga, dan uang untuk membaca harian Republika... (kalau 
memang typical pembaca Republika tercermin oleh orang yang ikut 
pooling -- saya cuma berprinsip survival bias untuk menduga orang 
seperti apa yang mau langganan Republika dan ikut pooling-nya).

On 2/7/07, Arianro [EMAIL PROTECTED] wrote:
Mungkin saya yang kelewat bego dibandingkan mayoritas responden 
polling republika.



 


-
 Yahoo! Movies - Search movie info and celeb profiles and photos.

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banjir

2007-02-07 Terurut Topik Poltak Hotradero
Mas Heri,

Banjir itu sudah menjadi fenomena Jakarta - jauh hari sebelum kota
tersebut menjadi ibu kota Republik Indonesia.  Banjir besar Jakarta
sudah terjadi sejak tahun 1918..!  (dan itu sebabnya mengapa Banjir
Kanal Barat dibangun).

Jadi kalau anda mengatakan banjir adalah salah satu akibat dari
banyaknya masalah yang timbul dengan menjadikan DKI sebagai Ibu kota
negara --- jelas menjadi salah secara logika.  Wong dari dulu memang
sudah daerah banjir kok..!

Kalau sistem irigasi dan manajemen lingkungan bisa diperbaiki -- maka
Jakarta tidak perlu mengalami kebanjiran - sekalipun kota tersebut
berstatus sebagai ibukota negara ataupun tidak.  Bila dibenahi secara
benar, sekalipun duit berputar 90% di Jakarta - tetap saja tidak akan
kebanjiran.  Toh dengan duit sebesar itu -- Mega Proyek antibanjir
model apapun bisa dibikin...  asal mau.

Itu baru sahih secara logis.  Duit kan nggak memutar air...

Soal masalah sosial di Jakarta -- ini juga nggak terkait dengan status
sebagai Ibukota.  Toh kota-kota besar lainnya di Indonesia (Surabaya,
Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Makassar, dll.) semuanya juga
mengalami masalah-masalah sosial.

Apa penyebabnya?  Mismanajemen Sumber Daya.

Jadi, fokus kita seharusnya BUKAN pada memindahkan masalah (ke kota
lain) -- tetapi menyelesaikan masalah...!



On 2/7/07, Heri Setiono [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Sebenarnya akan lebih baik kalau email saya ditelaah dengan lebih mendalam 
 sebelum merasa diri sendiri aneh :-). Banjir adalah salah satu akibat dari 
 banyaknya masalah yang timbul dengan menjadikan DKI sebagai ibu kota Negara 
 sekaligus sebagai pusat bisnis di Indonesia plus kebijakan sentralistis yang 
 dianut oleh rejim sebelumnya sejak kita merdeka.Uang yang banyak (konon 70% 
 sirkulasi uang beredar ada di Jakarta or Jabotabek) membikin nafsu membangun 
 yang membabi buta dengan tidak memperhatikan daya tampung alami yang dimiliki 
 daerah ini.
Jika kita membikin list akan terlihat begitu banyak masalah yang terjadi : 
 banjir, polusi (perlu diingat hanya ada beberapa hari di Jakarta dalam 
 setahun yang dikategorikan bersih), tingginya kriminalitas, makin 
 membanjirnya pengemis dan anak-anak jalanan dsb. Mempertahankan Jakarta 
 sebagai Ibu Kota Negara dalam kondisi saat ini saya rasa kita akan seperti 
 katak yang direbus secara perlahan-lahan . Saya merinding melihat kondisi 
 banjir yang makin parah tiap tahun bahkan makin meluas hingga Tangerang dan 
 Bekasi (oleh karena itulah konsep Megapolitan jangan-jangan hanya memperluas 
 areal banjir di masa depan). Bahkan saya dengar jikapun kanal selesai 
 dibangun hanya menyelesaikan masalah banjir sekitar 25%.
Sebenarnya ide pemindahan Ibu Kota bukan hanya terdengar sekarang ini. 
 Konsep ini  sudah pernah diimplementasikan negara lain seperti Turkey yang 
 memindahkan ibu kota dari Istanbul ke Ankara.

Memindahkan Ibu Kota. Kenapa tidak?



Re: [Keuangan] Re: Memindahkan Ibu Kota : Solusi paling andal mengatasi masalah banjir

2007-02-06 Terurut Topik ari ams
kalo hanya berkaitan dengan judul solusi andal mengatasi banjir, saya
setuju.
tapi kalau berkenaan dengan pembangunan jakarta yang cenderung memusatkan
segala sesuatu (ya pertumbuhan ya peredaran uang) rasanya ide ini boleh
juga, menurut saya.

boleh, dalam arti sebagai sebuah ide, belum lagi ditandingkan
cost-benefitnya dengan ide lain untuk pemerataan pembangunan/ekonomi antara
luar jawa dan pulau jawa (kalimat ini untuk sekedar tidak terlalu menunjuk
pusat ekonomi dan kekuasaan RI hanya di dki jaya )

ari ams
bukan pelanggan republika


On 2/7/07, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Saya beneran ngakak membaca tanggapan saudara Arianro di bawah ini.

 Mungkin memang menjadi hal yang lazim bagi kita untuk ambil jalan
 pintas - semata-mata karena berpikiran pintas. Cuma mau terima hasil
 - nggak mau melihat proses.

 Ibukota banjir? Pindahkan ke Bogor. Ibukota kekeringan? Pindahkan
 ke Bandung. Ibukota kena gunung meletus? Pindahkan ke Palangkaraya.
 Ibukota kena asap kebakaran hutan? Pindahkan ke Yogyakarta. Ibukota
 kena gempa? Pindahkan ke Jayapura... (atau sekalian saja pindahkan ke
 Tehran, biar bisa diurusin oleh Ahmadinejad...)

 Alhasil kita tetap saja punya kota-kota yang kebanjiran, kekeringan,
 kena gempa, kena gunung meletus, kena asap, dll.

 Saya tiba-tiba jadi merasa cukup bersyukur karena nggak buang-buang
 waktu, tenaga, dan uang untuk membaca harian Republika... (kalau
 memang typical pembaca Republika tercermin oleh orang yang ikut
 pooling -- saya cuma berprinsip survival bias untuk menduga orang
 seperti apa yang mau langganan Republika dan ikut pooling-nya).




[Non-text portions of this message have been removed]