Sebenarnya akan lebih baik kalau email saya ditelaah dengan lebih mendalam sebelum merasa diri sendiri aneh :-). Banjir adalah salah satu akibat dari banyaknya masalah yang timbul dengan menjadikan DKI sebagai ibu kota Negara sekaligus sebagai pusat bisnis di Indonesia plus kebijakan sentralistis yang dianut oleh rejim sebelumnya sejak kita merdeka.Uang yang banyak (konon 70% sirkulasi uang beredar ada di Jakarta or Jabotabek) membikin nafsu membangun yang membabi buta dengan tidak memperhatikan daya tampung alami yang dimiliki daerah ini. Jika kita membikin list akan terlihat begitu banyak masalah yang terjadi : banjir, polusi (perlu diingat hanya ada beberapa hari di Jakarta dalam setahun yang dikategorikan bersih), tingginya kriminalitas, makin membanjirnya pengemis dan anak-anak jalanan dsb. Mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dalam kondisi saat ini saya rasa kita akan seperti katak yang direbus secara perlahan-lahan . Saya merinding melihat kondisi banjir yang makin parah tiap tahun bahkan makin meluas hingga Tangerang dan Bekasi (oleh karena itulah konsep Megapolitan jangan-jangan hanya memperluas areal banjir di masa depan). Bahkan saya dengar jikapun kanal selesai dibangun hanya menyelesaikan masalah banjir sekitar 25%. Sebenarnya ide pemindahan Ibu Kota bukan hanya terdengar sekarang ini. Konsep ini sudah pernah diimplementasikan negara lain seperti Turkey yang memindahkan ibu kota dari Istanbul ke Ankara. Memindahkan Ibu Kota. Kenapa tidak?
Arianro <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dari tanggapan Poltak, sepertinya saya tidak (jadi) masuk golongan orang bego. Seandainya memang benar saya ini tidak bego, membuat saya menjadi ngeri. Kenapa? Karena dalam konteks demokrasi, suara mereka akan menentukan siapa pemimpin di Indonesia. Tentunya mereka akan memilih orang yang mewakili suaranya. Terbayang dampak yang timbul jika opini mereka diakomodir. Rasanya prinsip survival bias-nya boleh juga diterapkan. rgds, Arianro --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "Poltak Hotradero" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Saya beneran ngakak membaca tanggapan saudara Arianro di bawah ini. Mungkin memang menjadi hal yang lazim bagi kita untuk ambil jalan pintas - semata-mata karena berpikiran pintas. Cuma mau terima hasil - nggak mau melihat proses. Ibukota banjir? Pindahkan ke Bogor. Ibukota kekeringan? Pindahkan ke Bandung. Ibukota kena gunung meletus? Pindahkan ke Palangkaraya. Ibukota kena asap kebakaran hutan? Pindahkan ke Yogyakarta. Ibukota kena gempa? Pindahkan ke Jayapura... (atau sekalian saja pindahkan ke Tehran, biar bisa diurusin oleh Ahmadinejad...) Alhasil kita tetap saja punya kota-kota yang kebanjiran, kekeringan, kena gempa, kena gunung meletus, kena asap, dll. Saya tiba-tiba jadi merasa cukup bersyukur karena nggak buang-buang waktu, tenaga, dan uang untuk membaca harian Republika... (kalau memang typical pembaca Republika tercermin oleh orang yang ikut pooling -- saya cuma berprinsip "survival bias" untuk menduga orang seperti apa yang mau langganan Republika dan ikut pooling-nya). On 2/7/07, Arianro <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Mungkin saya yang kelewat bego dibandingkan mayoritas responden polling republika. --------------------------------- Yahoo! Movies - Search movie info and celeb profiles and photos. [Non-text portions of this message have been removed]