[iagi-net-l] Seminar Nasional Sumatera Selatan Menuju Propinsi Energi
Rekan2 sekalian, Pada hari sabtu lalu telah diadakan seminar nasional bertajuk SUMATERA SELATAN MENUJU PROPINSI ENERGI di Graha Budaya, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Para pembicara yang hadir meliputi Gubernur, Menteri ESDM, Deputi Menristek, pimpinan BUMN atau wakilnya (PLN, PGN, Pertamina, PT Tambang Batubara Bukit Asam), DPRD dan Bupati. Saya berkesempatan menghadiri seminar tersebut mewakili IAGI, berikut laporan pandangan mata. Pencanangan Sumatra sebagai lumbung energi didasari beberapa hal. Secara nasional pertumbuhan ekonomi sebesar +/- 5%, pertumbuhan energi sekitar 7% pertahun, pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 9% dan listrifikasi masih dibawah 60%. Adanya keterbatasan infrastuktur sehingga terjadi disparitas antara sumber2 energi dengan daerah2 dengan konsumsi energi yang tinggi. Sumatra Selatan sebagai propinsi yang memiliki sumber daya energi dalam jumlah yang cukup banyak berlokasi relatif dekat dengan Pulau Jawa dengan tingkat konsumsi yang tertinggi. Ini merupakan peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan pasar baik diluar maupun di Sumatra sendiri. Untuk itu kesempatan investasi swasta dibuka untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan merealisasikan lumbung energi Sumatera Selatan mengingat keterbatasan pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan. Meskipun dicanangkan oleh Presiden RI sebagai propinsi Lumbung Energi Nasional, namun pemanfaatan sumber2 energi saat ini belum maksimal dengan adanya berbagai kendala, antara lain prasarana transportasi seperti jalan, pelabuhan samudra dan kereta api. Sumber energi Sumatra Selatan yang melimpah antara lain berupa batubara 22,24 milyar ton, gas 7 TCF, geothermal 1.335 MW, gas methan (maksudnya CBM) 20 TCF. Cadangan minyak bumi Indonesia yang terbukti saat ini sebesar 5,12 miliar barel, sebesar 512,1 juta barel di antaranya berada di Sumatra Selatan. Cekungan Sumsel mengandung lebih dari separoh cadangan batubara nasional, tersebar di setiap kabupaten di Sumsel, yaitu di Muara Enim, Musi Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering Ilir. Ada sekitar 40 lokasi potensi batu bara yang tersebar di enam kabupaten. Sebagian besar dari cadangan batubara ini berkadar kalori rendah 5.100 kal = 11,38 M/Ton, sedangkan cadangan yang berkualitas export 6.100 kal = 0,48 M/Ton. Produksi saat ini mencapai : 9,5 Jt Ton (Ekspor 2,8 jt ton CV 5.100 kal). Keterbatasan sarana transportasi menyulitkan peningkatan produksi saat ini. Hal ini akan diatasi dengan peningkatan rel - ka Tj. Enim - Kertapati dan pembangunan rel ka simpang Tanjung Api-Api dan terus dijajagi kemungkinan pengembangan angkutan batubara melalui Canal Sungai. Untuk memanfaatkan cadangan batubara ini Kementerian Riset dan Teknologi bekerja sama dengan PLN akan membangun pembangkit listrik tenaga batu bara mulut tambang dan membuka peluang untuk investasi (Bukit Asam: 4 x 65 MW, Banjarsari III : 4 x 100 MW, Banko Tengah III : 4 x 600 MW ). Selain PLTU, beberapa proyek pembangkit listrik tenaga gas juga sudah direncanakan i.e PLTG MUBA 2 X 40 MW, PLTG Borang 1 X 40 MW, PLTG G. Megang 2 X 40 MW, PLTG EMM 2 X 100 MW. Selain itu diperlukan pembangunan jaringan trasmisi 500 KV Sumatera - Jawa (sub marine cable) dan jaringan transmisi 275 KV - lintas timur Sumatera (Palembang - Jambi). Di tahun 2009 diusulkan pembangunan jaringan transmisi Sumatra-Malaysia. Produksi gas Sumatra Selatan saat ini disalurkan melalui jaringan transmisi PGN, yaitu Jaringan Transmisi Grissik - Duri dan Grissik - Singapura. Grissik-Duri dengan total panjang 536 Km berdiameter: 28 dengan kapasitas 430 mmscfd. Sedangkan Grissik - Singapura panjang 470 km (Onshore: 206 Km, Offshore: 264 Km) berdiameter: 28 Dengan kapasitas 350 mmscfd untuk mensuplai pembangkit tenaga listrik di Singapura. Dalam waktu dekat jaringan pipagas ini akan diperluas dengan pengembangan jaringan transmisi South Sumatra- West Java I dengan panjang 445 km, berkapasitas 250-550 mmscfd dan jaringan South Sumatra- West Java II dengan panjang 689 km, berkapasitas 400-600 mmscfd. Melalui proyek pipanisasi ke Jawa Barat Sumsel akan memenuhi 60% kebutuhan energi Jakarta dan Jawa Barat. Untuk mendukung lumbung energi diperlukan percepatan pembangunan transmisi gas ini (Grissik-Pagar Dewa- Jawa) yang akan berdampak multiplayer effect ekonomi daerah dan lapangan kerja. Produksi minyak sering mengalami kendala karena pipa yang sudah tua dan sering bocor. Diperlukan pergantian pipa minyak tua ( 70 tahun), antara lain Tempino-Plaju (155 Km). Perlu menjadi catatan, bahwa Energi merupakan tulang punggung penggerak pembangunan sosial dan ekonomi yang dapat meningkatkan kualitas hidup rakyat, namun jumlah penduduk miskin di Sumatra Selatan cukup banyak 1.397.088 Jiwa (21,54 %) vs. Nasional 17,42 %, dan tingkat pengangguran 303,549 Jiwa (9,65%) vs. Nasional 9,50 %. Selain itu daerah pemilik potensi sumber daya energi fosil berupa minyak, gas dan batubara justru harus mengalami krisis energi
RE: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya
Sempat buka2 data2 Kutai yang pernah saya kutak katik,... Shale: TOC rata2 2.5 % dengan yield 3.5 mg/g Coal : TOC rata2 56.6 % dengan yield 139.2 mg/g, namun jadi 58.8% dengan yield 161.4 mg/g bila sample2 yang sudah teroksidasi tidak dimasukan dalam statistik. Extractable organic matter (EOM) per TOC coal rendah, namun karena TOCnya tinggi maka absolute yieldnya tinggi (25000 ppm), dengan persentasi asphaltanes dan NSO's-nitrogen, sulphur, oxygen yang tinggi dibandingan dengan shale yang menghasilkan lebih banyak aromatics + saturates. Tanpa lihat data2 dari dari Unocal, feeling saya mengatakan kemungkinan besar sourcenya: coal yang reworked dan dispersed dalam reservoar, kalau memang sumbernya land plant. Namun tidak menutup kemungkinan adanya sumber2 lain, ie. nutrients. Prediktif source model yang saya lihat2, ternyata fluvial influx mempunyai peran kecil terhadap sumber nutrient, dibandingkan dengan upwelling yang terjadi secara menerus. Malahan bisa terjadi proses sebaiknya dengan adanya terrigenous clastic dilution, bila suspended load sungai mahakam tinggi, apalagi bila tidal rangenya tinggi. Sumber2 nutrient lainnya seperti evaporative cross flow, water mass mixing mungkin perlu juga diperhitungkan, tapi tentunya tergantung posisi sedimentasi apakah memang berada di laut dalam (vs. shelf pada saat low stand). Note: Maaf bahasanya campur aduk, tapi istilah2 teknis kalau diIndonesiakan malah saya-nya yang binggung. wass. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. New Ventures Exploration +1-281-293-3763 -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, July 16, 2003 7:37 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya Awang : Mungkin sekarang kuncinya adalah di pengayaan zat organik yang insitu dari 3-5 % menjadi loncat ke 50 %, tapi, bagaimana bisa begitu ?? RDP : Mungkin kita musti liat bagaimana samplingnya. Mungkin saja dengan selective sampling (hal yg biasa dalam geologi) akan menunjuk langsung ke anomalous value. Namun yg musti diperhatikan bahwa sample ini TIDAK semata-mata mewakili dalam interval tertentu, atau bukan sesimpel arithmatic atau geometric average. Kalau sesuai dengan dugaan kang Awang bahwa hal biasa kalao utk coal dengan 50% TOC, namun coal pada umumnya mempunyai ktebalan yg lumayan besar ketimbang terestrial source ('coal') yg special ini. Sehingga coal yg konvensional akan mempunyai degree of expulsion efficiency pada umumnya rendah. Justru dengan adanya 50% TOC diantara sand akan mempertinggi expulsion efisiensi. Sehingga dengan jumlah yg 'relatip' sedikit saja akan menghasilkan HC yg cukup besar. Kang Awang, Selama ini bagaimana anda menghitung total yield dari source ? Berapa % HC yg dihasilkan si kerogen ini akan expeled. atau berapa yg generated dr active pod ? btw : tulisan Doug Waples serta Kang Awang di IPA edisi ini cukup bagus buat bacaan penggemar geochemistry :) aku sih lagi mimpi punya digital filenya :p ... bisa ngga ya ? RDP apa sih padanan katanya expulsion efficiency ini ? From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] Reply-To: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya Date: Tue, 15 Jul 2003 21:43:49 -0700 (PDT) Saya juga agak kaget waktu baca konsentrasi rich source rock justru di sekuen pasir bukan di sekuen shale sebagaimana normal source rock di normal sediments. Tapi ini sangat logis sebab baik source maupun reservoir di deepwater berasal dari erosi deposit di shelf pada saat lowstand, sehingga di tempatnya sekarang sesudah emplacement ya akan di sekuen lowstand, source menyisip di antara pasir-pasir lowstand. Semua source juga debris jadinya. Hanya, yang susah dimengerti proses konsentrasi in-situ macam apa yang menyebabkan dari disseminated source dengan TOC katakanlah 3-5 % lalu terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga mencapai 50 %. Kalau lamina-lamina saling berkumpul saya pikir hanya akan menambah ketebalan source, bukan meninggikan kualitas source (kuantitatif bukan kualitatif). Data lab menunjukkan 50 %, tapi apa ini juga bukan tercampur dari TOC coal yang memang tinggi sampai 80 %, toh di deltaic plain Mahakam purba yang dierosi juga banyak coalnya. Kalau bukan tercampur coal, proses fgeo-bio-isiko-kimia macam apa yang memperkaya mereka. Saya pikir masalahnya justru lebih ke situ. Saya pernah berasumsi bahwa source debris ini secara volumetrik tak signifikan, yah namanya juga debris, tapi penemuan lapangan-lapangan besar di deepwater Makassar (Ranggas, West Seno, Gendalo, dll.) sepertinya merontokkan asumsi ini. Mungkin sekarang kuncinya adalah di pengayaan zat organik yang insitu dari 3-5 % menjadi loncat ke 50 %, tapi, bagaimana bisa begitu ?? Salam, Awang H. Satyana Eksplorasi BP Migas PUTROHARI Rovicky [EMAIL PROTECTED] wrote: Howgh Akhirnya dijawab juga oleh Unocal Di IPA newsletter yg baru (ed. june 2003) ada tulisan yang sangat bagus (buat aku
RE: [iagi-net-l] Malaysia Menculik Doktor-Doktor Indonesia
Ulasan rekan Arif menarik sekali. Bukan saja diculik Malaysia, tapi juga disandra negara2 Eropa barat dan Amerika. Di IATMI Houston saja minimal ada 6 anggota/ pengurus bergelar doktor yang sedang menggali pengalaman disini. Saya pikir driver nya bukan hanya karena uang, tapi kesempatan dan penghargaan yang diberikan. Equal opportunity ! Kalau memang memiliki ketrampilan dan kemampuan, para doktor tersebut (dan juga para profesional lainnya), pasti mendapatkan penghargaan yang setimpal. Hal ini juga yang mungkin menyebabkan banyak rekan yang ikut program tugas belajar semasa Habibie menristek membelot dan tidak mau pulang ke tanah air (termaksud beberapa yang saya kenal). Selama ini yang kita lihat di Indonesia ada jurang pemisah,... kalau expat harus dapat penghargaan yang jauh lebih tinggi, kalau orang Indonesia,.. meskipun berpendidikan lebih tinggi dan berkemampuan/ pengalaman lebih banyak,.. belum tentu dapat penghargaan yang sama. Argumentasinya adalah sesuai dengan harga pasar tapi, apa iyaa jumlah doktor dan profesional sudah jenuh ? atau supply memang lebih banyak daripada demand ? Siapa yang buat aturan ini ? salah siapakah ini ? mungkin kita sendiri. wass. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. New Ventures Exploration +1-281-293-3763 -Original Message- From: Arif Wibowo [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, June 20, 2003 2:21 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Malaysia Menculik Doktor-Doktor Indonesia Bukan Malaysia menculik dan bukan dosen-dosen itu tidak nasionalis. Para dosen itu juga profesional yang perlu sertifikasi. Harga tertinggi yang dibayar oleh pasar itulah sertifikasi sejati. Saya sebagai orang Indonesia sangat bangga jika dosen-dosen dengan kebangsaan /warga negara Indonesia ada yang di bayar termahal di dunia entah itu bekerja di luar atau di dalam Indonesia. Harga 9 bahan pokok boleh diatur oleh pemerintah, tetapi harga profesional tidak bisa diatur oleh pemerintah. Kreatifitas dan inovasi tentu sudah selayaknya mendapatkan harga pasar yang bebas. Mudah2 an para profesional Indonesia di sono dibayar sesuai value added yang diterima oleh pemberi kerja dan bukannya dibayar dengan harga rata sekedar lebih banyak daripada bekerja di Indonesia. Wassalam, AW - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
[iagi-net-l] Geoscientist role
Rekan, Saya ambil cuplikan dari artikel di Offshore mengenai multi-Component seismic. Ada hal yang menarik, peran Geoscientist dalam menghadapi tantangan dimasa depan. Namun ini untuk tingkat dunia,... bagaimana dengan Indonesia ? Masalah yang dihadapi mungkin saja serupa, malah mungkin lebih kompleks. Pertambahan cadangan tidak seberapa, jumlah produksi menurun, konsumsi dalam negeri meningkat dan sebentar lagi menjadi net importer. Rekan2 yang experience lari keluar negeri dan terjadi brain drain, sementara fresh graduate yang tertampung di industri migas jumlahnya tidak seberapa. Belum lagi investor enggan masuk, terbentuk berbagai masalah, antara lain otonomi daerah dan keamanan dll. Padahal pendapatan migas merupakan salah satu andalan pendapatan negara dan pengerak ekonomi. Adakah solusinya ? bagaimana pendapat rekan2 ? Industry's challenge What is the current state of the oil industry and the geoscientist's place in it? According to the recent Cambridge Energy Research Associates conference, CERAweek, the industry faces an uncertain future. Venezuelan market dislocations and Iraqi tensions are keeping crude oil prices high, allowing the oil companies to freshen their balance sheets and produce a return for their shareholders. There is plenty of oil available to meet the world's needs with one caveat: reserve levels and quick accessibility are diminishing. Long-term oil supply is the looming problem. Presently, the world economy is using 76-78 MMb/d of crude oil. This demand is expected to increase to 90-110 MMb/d over the next 20 years. When added to the 1.6 Bbbl/yr that must be replaced due to depletion, the industry faces a major challenge. Natural gas demand is project to grow from 90 tcf/d to 135 tcf/d over the next 20 years. Gas sources are plentiful, but infrastructure will need to expand. Large reserves exist in Russia and the Middle East, but major investments in pipelines and LNG are needed to bring them to market. Where does the geoscientist fit in this scenario? New reserves must be found, new fields developed, and mature fields redeveloped. A 30% recovery factor from older fields is inadequate with the world's expanding energy needs. Geoscientists' productivity has im-proved through computer-assisted pros-pecting. But, this has reached the limit of its current ability to deliver quality prospects: major reserves at a finding cost of under $1/bbl or a hurdle rate of $12-15/bbl. The industry needs to rebuild the professional ranks, transfer oil-finding knowledge, reach farther into new areas, and adjust hurtle rates upward to meet the world's future demand. Meanwhile, alternative sources are being studied. New research to manufacture fuels, using genetically engineered microbes producing hydrogen or methane, is in the very early stages, but hydrogen/methane generation cannot meet the world's demand in the next 10-20 years. Only new petroleum sources can meet that demand, and only geoscientists can locate the needed reserves. The daunting task ahead of geoscientists - demand expanding to 110 MMb/d and 135 tcf/d with depletion replacement needs of 1.6 Bbbl/yr - cries for attention. More people and better tools are needed to address the challenge. Training a new geoscientist requires eight to 10 years, and new technologies take at least that long to develop. deleted Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. New Ventures Exploration +1-281-293-3763 - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Gulf's heritage Warim for sale
Sekedar memberi gambaran atas pertanyaan RDP dan Cak Noor. tapi mungkin juga karena iklim investasi di sini semakin nggak jelas sajakemarin secara terbatas beredar email tentang betapa 'rusaknya' para birokrat migas kita... Disisi lain tentunya yg perlu dilihat ... apakah hanya yg di Indonesia yg dijual assetnya Kenapa Indonesia ? ini yg mungkin akan lebih berarti buat kita (aku kan wong Indonesia :). Seluruh portfolio global di-evaluasi, dan dimasukkan dalam berbagai klasifikasi. Yang jelas rasionalisasi aset tidak saja dilakukan di Indonesia. Yang tidak masuk dalam kriteria2 tertentu akan dilepas, bahkan keberadaan di 49 negara saat ini akan dikurangi secara bertahap,.. gosipnya akan menjadi sekitar 30-20-an. Yang jelas Indonsia masih dianggap aset penting. Jual ini itu supaya punya uang untuk bayar utang dan nantinya untuk beli aset2 lain yang dianggap lebih memenuhi kriteria2 tertentu tadi, termaksud belanja di Indonesia. Disisi lain, saya setuju dengan harapan Hendra: kesempatan (lagi) buat pertamina untuk bener-2 terlibat dalam bisnis hulu di negara sendiri. Kalau Pertamina ikut2an beli2 aset yang dilepas KPS2 tertentu, mungkin hanya akan men generate cash flow untuk jangka waktu tertentu, tapi belum tentu meng create value. Padahal mungkin Pertamina punya data yang paling lengkap untuk terjun di bisnis explorasi, karena seluruh KPS musti menyerahkan seluruh hasil studinya semasa BPPKA dulu. Jika Pertamina mendapatkan penemuan, mungkin asing akan berlomba untuk ikut berpartisipasi dengan membayar harga premium. Ini yang pernah saya posting sebagai belajar dari Cina, tentang beberapa block offshore di Pearl River Mouth yang ber-tahun2 ngga laku, tapi berbagai perusahaan asing berebut setelah CNOOC mendapatkan discovery. wass. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia
Wah, Kang Witan buka-buka kartu, membeberkan isi dapur orang,... atau hal2 demikian memang sudah wajar dan menjadi praktek umum hampir seluruh PSC di Indonesia ? Tadinya saya termaksuk orang yang positif bahwa kondisi akan menjadi lebih baik dengan dibentuknya BP Migas, seperti proses yang sudah dijelaskan oleh Uda Redesmon mengenai rambu2 bagi maksuk dan terlibatnya expat dalam operasi migas di Indonesia. Meskipun ada negatif list, tapi kalau kita lihat kenyataan-nya expat tertentu menjadi kutu loncat alias posisinya berubah setiap beberapa tahun, sehingga terhindar dari ketentuan dari Depnaker tsb. Posisi yang seharusnya bisa di-isi oleh orang Indonesia tidak terjadi, malah sebaliknya, terjadi bulenisasi posisi2 yang sudah dipegang oleh orang Indonesia. Yang paling menyedihkan, penurunan produksi dengan sengaja untuk mengidari DMO dan terjadi MAT- Mutually Agreed Termination, terhadap rekan2 kita yang tidak lagi Mutual, tapi setengah pemaksaan ditengah2 sulitnya mencari pekerjaan dan situasi ekonomi yang tidak menentu. Yang minta MAT tidak dikasih, tapi yang tidak minta malah dipaksa untuk menerima. Kalaulah ini terjadi karena aktifitas perusahaan menurun demi cost cutting mungkin dapat dimengerti, tapi kalau disisi lain, jumlah expat semakin banyak, sudah mulai bekerja di Indonesia meskipun tidak punya izin/ belum keluar, malah uang pesangon pensiun beberapa expat yang hanya bekerja di Indonesia beberapa tahun saja dari seluruh karirnya, juga dapat di cost recovery,.. ini agak sulit untuk dicerna. Tapi rupanya praktek ini sudah umum dilakukan oleh berbagai PSC di Indonesia. Kalau sudah begini, saya kembali bertanya-tanya,.. jangan2 sinyalmen Pak Ruslan ada benarnya,... kita dijajah Belanda karena bodoh. Bagaimana dengan statement Minarwan, masalah mental atau sistim PSC itu sendiri ? Pertanyaan saya: Mustikah kita mendewakan investor ? sehingga apapun yang mereka minta pasti dikabulkan dan kecurangan dibiarkan. Mungkin sudah saatnya kita bercermin diri, dan mungkin kita perlu belajar dari Cina, bagaimana cara mereka menarik investor, termaksud bagaimana mereka membangun industri Migas mereka,... wass. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: Witan OA [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, February 13, 2003 7:34 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia Jitu sekali pak Koesoema (pengalaman pribadi waktu di Humpuss pak?). Hal lain yang harus diwaspadai adalah proyek TSA (Technical Service from Abroad). Biayanya biasanya besar sekali, sangat kolusif nuansanya, data kita dikerjakan di pusat riset mereka, atau mereka datangkan konsultan seabreg ke Indonesia.Seakan-akan di Indonesia tak ada ahlinya atau fasilitas utk mengerjakan proyek tsb.Bayangkan berapa banyak devisa negara kita yg pindah ke negara mereka. Belum lagi kalau perusahaan tsb punya PSC area yg sudah produksi dan yang masih eksporasi, biasanya beban biaya di PSC eksplorasi secara terselubung dimasukan ke biaya PSC yg sudah tahap produksi karena adanya mekanisme cost recovery tadi. Sehingga kalau eksplorasinya gagal sebagian cost nya masih bisa diselamatkan. Masalah pekerja expat /RPTKmemang kadang2 bikin geram, diawal tahun 80an sering sekali pekerja Indonesia di hire hanya untuk mengimbangi jumlah expat yg didatangkan. Setelah itu jenjang karir diperpanjang,misalnya tadinya dari Jr. Geologist - Geologist-Sr Geologist dirubah jadi Geologist IV,Geologists III,II,I, baru ke level Sr Geologist, dengan memasukan 2 level tambahan tsb jelas memperlambat orang Indonesia menggantikan expat. Di level yg lebih atas sama saja, anda naik jadi chief geologist diatas anda ada expat manager geology, anda diangkat jadi exploration manager diatas ada expat sbg VP exploration. pokoknya diatas langit ada langit. Dengan dibentuknya BP Migas saya mempunyai optimisme yg besar terhadap teman2 kita disana utk lebih ketat lagi mengadakan pengawasan dan menelaah kembali peraturan2 yg akan merugikan negara kita. wass Witan - Original Message - From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya cost recovery, karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan segala cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara langsung bekerja untuk contract area) pada cost recovery, walaupun ada kontrol dari Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri). termasuk sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya sumbangan itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan untuk aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau BPPK Pertamina (dulu Badan
RE: [iagi-net-l] Delta di Indonesia
Tanya dong,.. karena topiknya mengenai delta di Indonesia, sebenarnya ada berapa delta di Indonesia ? dimana saja ? umurnya apa ? tebalnya berapa ? Ada yang mau share ? Selama ini kita hanya bicara Mahakam dan Tarakan saja,.. mungkinkah delta2 lain punya potensi untuk hidrokarbon ? Terima kasih, Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, January 23, 2003 8:30 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Delta di Indonesia Mengenai Mahakam yang mungkin akan terbenam, saya mau share mengenai Tarakan delta fan yang sudah terbenam. Kalau lihat peta coast line di Tarakan kita cuma lihat pulau Tarakan dan Bunyu dan coastline yang menyerupai estuary. Tapi kalau sea level nya diturunkan dengan 200 meter, atau lihat contour bathymetry 200m kita bisa lihat bentuk delta di antara kedua pulau tersebut, agak sedikit ke Timur. Dari drop core kita lihat delta lobe ini telah ditutupi oleh koral. Tentunya pada suatu stage daerah ini menjadi tempat yang bagus buat tumbuhnya koral. Herman - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Tulisan HUMAS IAGI di Kompas 15 Jan 2003: Energi Jatim
Tersepas dari benar tidaknya soal produksi Lapindo Brantas,.. Ini tulisan yang sangat bagus, minimal agar orang mulai berfikir solusi komprehensif dan terintegrasi mengenai kebutuhan energi dimasa mendatang. Mundah2an ditindak lanjuti dengan langkah2 antisipatif yang nyata,.. Salut untuk IAGI dan jajaran pengurus !! Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Wednesday, January 15, 2003 8:55 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Tulisan HUMAS IAGI di Kompas 15 Jan 2003: Energi Jatim Kompas, 15 Januari 2003 Belajar dari Kebocoran Pipa Gas BP Pemprov Jatim Harus Berani Menyusun Kebijakan Energi Ikhsyat Syukur (HUMAS IAGI) KEBOCORAN pipa gas milik British Petroleum (BP) yang mengalirkan gas dari Pagerungan di Madura ke daratan Jawa Timur (Jatim) pada minggu lalu (7/1), ternyata berdampak luas bagi industri besar di sembilan kabupaten di Jatim. Tidak kurang dari 156 industri di provinsi ini, yang merupakan konsumen gas yang didistribusikan oleh PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) tersebut terancam kegiatan produksinya akibat gangguan pasokan gas. (Kompas, 10/1/2003) SEBAGAI bagian dari mineral yang dikategorikan strategis, kewenangan pengelolaan gas mulai dari eksplorasi, eksploitasi, distribusi hingga konsumsi berada pada pemerintah pusat. Kewenangan ini pada praktiknya meliputi beberapa instansi yang berbeda. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertanggung jawab dalam hal regulasi dan perizinan. Pertamina bertanggung jawab dalam hal eksplorasi dan eksploitasi (sejak UU Migas baru disahkan, hak ini dikurangi), sedangkan PT PGN bertanggung jawab terhadap distribusi. Di sisi lain pada tataran praktis, keluhan terhadap gangguan pasokan, hambatan eksplorasi (kasus ujung pangkah/Amerada Hess), kegagalan eksploitasi dan kekeliruan prediksi angka produksi (Lapindo Brantas) oleh kalangan industri dan kontraktor bagi hasil Pertamina, selalu dialamatkan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Tanpa dapat menolak, Pemprov Jatim senantiasa harus menyelesaikannya mengingat gangguan di sektor ini akan berdampak luas, baik secara ekonomi (kenyamanan investasi) maupun sosial (kemungkinan munculnya pengangguran). Tentu pada gilirannya akan berdampak pada situasi keamanan di Jatim. Untuk pasokan gas, pada pertengahan tahun 2002 lalu, telah diprediksi (tanpa kebocoran pipa gas BP) bahwa dua tahun mendatang akan terjadi ketimpangan antara angka produksi gas dari beberapa ladang gas yang telah dan akan memasok Jatim (BP/Pagerungan, Lapindo Brantas/Sidoarjo-Mojokerto, Amerada Hess/Gresik) dengan angka permintaan yang berasal dari industri yang tersebar di Jatim. Pada saat itu, Pemprov Jatim hanya dapat melaporkan hal ini kepada pemerintah pusat. Untuk jenis energi yang lain, seperti listrik, Jatim juga akan mengalami kekurangan pasokan akibat penjadwalan kembali pembangunan sejumlah pembangkit listrik di wilayah ini. Bahkan, kondisi ekstrem sudah mulai disosialisasikan kepada kalangan industri berupa pengenaan kuota pasokan terhadap berbagai jenis industri di Jatim pada pertengahan tahun 2003 ini. Belajar dari kasus ini, dan kemungkinan meningkatnya kebutuhan energi secara signifikan di Jatim sebagai akibat dari pertumbuhan industri dan pertambahan jumlah penduduk, maka Jawa Timur harus segera merumuskan kebijakan energi secara regional. Meskipun pengelolaan masih ditangani oleh pemerintah pusat -tetapi mengingat dampak langsung dirasakan oleh Jatim- maka secara cerdas tanpa mengganggu tata aturan perundangan tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah, Jatim harus mulai menginventarisir potensi energi yang dimiliki sekaligus menyusun prediksi kebutuhan energi untuk rentang waktu tertentu (5 20 tahun mendatang). Selain untuk mengantisipasi hal yang sama terulang, kebijakan ini harus lebih ditujukan untuk keamanan pasokan energi untuk berbagai kepentingan di masa mendatang. Tetap menyerahkan hal ini kepada pusat, berarti sama dengan menyiapkan bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak di wilayah ini tanpa dapat dikendalikan. Kebijakan energi regional Kebijakan energi merupakan hal yang sangat rumit dan melibatkan berbagai aspek dan tingkat pemerintahan. Masing-masing sumber energi memiliki serangkaian tahapan pengembangan, mulai dari eksplorasi, eksploitasi, ekstraksi, produksi, distribusi, dan konsumsi. Setiap tahap tersebut memiliki aspek dan dampak tersendiri baik secara teknis, ekonomi, dan lingkungan. Namun kenyataannya, ketiga aspek tersebut masih harus dikaitkan secara erat dalam sebuah kerangka dasar kebijakan (policy). Idealnya, kebijakan energi harus dimulai dari tingkat lokal, dikoordinasikan secara regional untuk kemudian diintegrasikan secara nasional. Mengingat kita belum memiliki kebijakan energi yang terintegrasi secara nasional, maka Jatim harus berani untuk mulai menyusun kebijakan di bidang energi dengan mengintegrasikan potensi dan
[iagi-net-l] FW: [oilgasprof] Operations Geologist Murphy Oil Kuala Lumpur
Barangkali ada rekan2 yang mau ikutan sama rekan Teguh dan Iswani ? Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: Kris [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Monday, January 06, 2003 7:22 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [oilgasprof] Operations Geologist Murphy Oil Kuala Lumpur Murphy Malaysia is a subsidiary of Murphy Exploration Production Co., based in Houston, USA. It is a fully integrated company involved in oil and gas exploration and production activities worldwide. In Malaysia, Murphy is currently Operator of 4 exploration licenses offshore Sabah and Sarawak, and two licenses offshore Peninsular Malaysia. The Company requires the services of a suitably experienced OPERATIONS GEOLOGIST, to be based in Kuala Lumpur, assigned to field appraisal, development and exploration drilling in all the Murphy- perated blocks. The terms of employment shall be a contract basis, for a fixed period of two (2) years, with an additional year optional. The candidate must possess at least a B.Sc. in Geology with minimum ten years oil industry experience since graduation. The candidate should have a sound background in operations geology, embracing monitor and supervision on all aspects of geologic operations during well drilling and logging. Pre-requisites will include: At least five years experience as a wellsite geologist, together with appropriate office-based operations geology supervisory experience Good knowledge and practical experience in wireline operations/procedures, notably MDT pressure tests and sampling Sound petrophysical wireline log interpretation skills. Experience in interpretation of LWD data would be an advantage Experience in drilling abnormal pressure zones and interpreting drilling parameters in abnormal pressure Preference for candidates with experience in the Sabah basin, familiar with turbidite stratigraphy, mudlogging or work experience on wells drilled by other operators in a deepwater depositional environment. Experience in carrying out pre- and post-drill evaluation of prospects and report writing, including preparation of Composite logs using specialist software Strong skills in geocomputing will be definite plus for this position. In addition the candidate we seek should be a self-starter and will have played a key role in multi-discipline teams. Strong verbal and written communication skills are a pre-requisite. Preference will be given to Malaysian citizens. However, citizens of Asean countries are also invited to apply. Interested candidates should submit a written comprehensive resume giving personal details, career history, qualifications, expected salary, contact telephone number(s) and recent passport-size photograph not later than 11 January, 2003 to the following address: The Human Resources Admin Manager Murphy Sabah Oil Co., Ltd. Suite 18.01, Level 18, AM Finance Building No. 8, Jalan Yap Kwan Seng 50450 Kuala Lumpur Malaysia OR E-mail: [EMAIL PROTECTED] ONLY SHORTLISTED CANDIDATES WILL BE NOTIFIED - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.
Cak Yayang, terima kasih input dan komentarnya. Yang saya maksud masih kabur sebenarnya perbandingan dengan negara2 dunia ketiga produsen minyak lainnya, peran yang diberikan pemerintah Indonesia untuk kita berpartisipasi aktif masih setengah hati. Kita bisa lihat negara2 lain seperti Malaysia, Venezuela, Nigeria, Mexico, Iran maupun Saudi. Pengembalian daerah KPS yang kontraknya sudah mature semacam CPP saja merupakan preseden, prosesnya berkepanjangan dan gontok2an sendiri, dan sempat diperpajang sebelum keputusan akhirnya diambil. Selain CPP, mana lagi yang tidak diperpanjang ?? Apakah tidak mungkin lapangan2 yang sudah berproduksi semacam ini dikelola oleh bangsa sendiri ? Kalau industri migas dianggap high risk, bukankan lapangan2 ini sudah menjadi low risk ? Memang ada beberapa TAC yang diberikan pada para pemain nasional, tapi bukankan ini malah high risk, karena dari sisi ke-ekonomian sangat marginal ? malah diperlukan secondary dan tertiary recovery yang high cost, karena lapangan2 tersebut sudah tinggal ampas2 nya saja, ... dan yang manis2 sudah disedot habis,... he he he Dari sisi lain, seberapa besar reinvestasi pendapatan migas kita ? berapa besar alokasi APBN untuk industri migas/Pertamina ? bukankah selama ini hanya jadi sapi perahnya pemerintah/penguasa dan partai politik ? sapinya perlu makan juga khan. Seberapa banyak basin2 yang belum berproduksi tadi punya seismic data ? bukankan basin2 tersebut milik kita cq. Pertamina ? Berapa banyak rekan2 IAGI yang melakukan regional reconnaissance, seismic survey, surface geochemistry, analisa citra Landsat, gravity dll pada basin2 belum berproduksi tersebut demi, untuk, atas nama dan dibiayai oleh pemerintah ? Saya yakin rekan Awang dan rekan2 IAGI lainnya punya konsep2 untuk menjawab tantangan2 masa depan dari basin2 belum berproduksi tersebut, kalau saja peran dan empowerment tersebut diberikan. Cak Noor, aku salut sama Exspan. Data produksi minyak yang saya punya dan ngga upto date, menunjukan mereka diposisi 4 setelah Caltex, Maxus dan TFE. Masih diatas BP, Unocal, Vico maupun Conoco dan Pertamina, padahal ngga punya expat (ini setahu saya, dan kakeknya Aris dan Shinta sudah pindah ke KL). Nah, siapa yang akan nyusul jadi Exspan2 lainnya ? Saya yakin mas Djoko atau Cak Noor sanggup mengelola daerah ex-Vico atau ex-Total umpamanya. Perhitungan ekonomi rekan saya menunjukkan berusaha migas di Indonesia NPV-nya kecil sekali !! Namun bisa jadi sangat menguntungkan karena cost recovery. Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai NPV ini kecil, namun bisa berbalik sangat besar jika beberapa faktor terpenuhi. Nah kalau sudah begini siapa yang jadi sapi perahnya siapa,... Yang jelas saya dukung himbauan pak Ketum Sudah saatnya kita jadi majikan. (Paling tidak: bermental majikan) wass.w.w. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, December 26, 2002 7:21 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil. Saya terusik oleh statement terakhir mas BPI tentang sumberdaya manusia. Dalam perspektif organisasi (semacam IAGI), saya kurang sependapat kalau status kita yang masih jadi kuli setelah 117 tahun industri migas di Indonesia diakibatkan oleh kaburnya VISI dan PERAN yang diinginkan pemerintah dan lemahnya EMPOWERMENT terhadap kita (explorationist) dalam menjawab tantangan2 masa datang terhadap cadangan dsbnya. Prinsip egalitarianisme yang disaratkan oleh berbagai ilmu (sains) yang kita pelajari mengajarkan bahwa justru KITAlah yang sebenarnya kabur dan bermental kuli. Bukan (hanya) pemerintah. Saran saya buat rekan-rekan yang concern dengan masalah ini, berhentilah jadi kuli. Mari berhenti sebagai kuli yang mengharapkan calon-calon majikan kita datang melahap semua 17 daerah yang kita tawarkan (bukan hanya 2). Mari berhenti jadi kuli yang menawar-nawarkan daerah kita yang masih kaya (66 basins dsb) dan menjajakan kemampuan teknis kita untuk mereka pakai beresiko menyedot kekayaan alam kita. Sudah saatnya (117 tahun, man@!!) kita jadi majikan. (Paling tidak: bermental majikan-lah) adb - Original Message - From: Istadi, Bambang P [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, December 26, 2002 11:31 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil. .deleted ., Jossy sudah kasih indikasi, human resources, saya yakin rekan2 IAGI banyak yang handal untuk menemukan cadangan2 baru,.. hanya saja visi, peran yang di-inginkan dari oleh pemerintah dan empowerment terhadap kita untuk menjawab tantangan2 masa datang terhadap cadangan ini yang masih kabur,.. mungkin ini bedanya dengan Malaysia. Makanya kita masih saja jadi kuli setelah 117 tahun minyak berada di Indonesia,...Wallahu alam. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281
RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.
Apa yang tersirat dari posting Herman adalah Indonesia sudah tidak menarik untuk investasi dan high risk kata Teguh. Ini bahasa halusnya investor untuk minta insentif dan berbagai kemudahan untuk melanjutkan usahanya di Indonesia. Bisa saja diartikan,.. beberapa kasus besar seperti Cepu (EM), Terang-Sirasun (BP) dan perpanjangan kontak KPS lainnya (Total),.. selesaikan dulu,.. baru kita (asing) pikir2 untuk investasi lebih lanjut di Indonesia. Kenyataanya setelah berbagai proses merger dan akuisisi, sekarang ini hanya ada beberapa gelintir perusahaan minyak raksasa yang rata2 sedang konsolidasi kedalam. Memilah-milah portfolio, memotong cost termaksud exploration cost, berkonsentrasi kebeberapa core assets saja, dan mungkin menjadi non risk taker dibanding sebelum merger/akuisisi. Lihat saja untuk menambah reserves bukan dengan jalan menemukan/ exploring, tapi dengan cara akusisi cadangan yang sudah terbukti. Bisa jadi untuk ambil konsesi baru bukan masuk dalam hitungan, kecuali termaksud dalam strategic positioning core asset. Perusahaan2 inilah yang biasanya menjadi pemain di arena perminyakan Indonesia. Perusahaan kecil/ sedang semakin sedikit dan para pemain baru takut untuk masuk dengan bombardir berita ngga nyaman dan ngga aman,... yaa dagangan konsesi ngga laku ! Dengan merger perusahaan semakin besar dan punya financial position untuk melakukan proyek2 besar,.. mungkin saja Indonesia tidak termaksud dalam hitungan ini. Lihat saja cadangan2 besar secara global berada di mana !! dan cadangan terbukti dunia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan 50 tahun mendatang meskipun tanpa explorasi lagi. Cadangan Indonesia kecil tapi enak untuk cari duit karena berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah oleh sistim cost recovery dan investment creditnya. Namun ceritanya bisa lain kalau mereka merasa dirongrong seperti dalam kasus2 diatas. Sekalian untuk menjawab pertanyaannya Teguh, jumlah produksi yang 1.12 juta bbl/day tadi, berapa yang net untuk Indonesia dan berapa yang untuk kontraktor dalam bentuk cost recovery ?? jawabannya ada di anda2 sekalian. Kalau soal target area, Jossy sudah kasih indikasi, human resources, saya yakin rekan2 IAGI banyak yang handal untuk menemukan cadangan2 baru,.. hanya saja visi, peran yang di-inginkan dari oleh pemerintah dan empowerment terhadap kita untuk menjawab tantangan2 masa datang terhadap cadangan ini yang masih kabur,.. mungkin ini bedanya dengan Malaysia. Makanya kita masih saja jadi kuli setelah 117 tahun minyak berada di Indonesia,...Wallahu alam. KL yoo opo cak Guh ? Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: Herman Darman [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Monday, December 23, 2002 8:51 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil. Indonesia struggling to find new oil. Apakah artinya kita akan kehilangan natural resources? Apakah artinya kita perlu siap-siap mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk? Mungkin kita harus belajar dari Jepang, yang tidak punya minyak dinegaranya sendiri tapi bisa cari minyak di negara orang lain. Kita sudah siap? Kalau kita punya human resources yang bagus, mungkin kita bisa go international. Tapi apakah human resources kita cukup bagus untuk dijual? Herman _ Indonesia, Asia's only OPEC member, has been struggling to find new oil reserves. It mostly stumbled in its efforts to lure investors' interest in other oil blocks this year. We will open for tender eleven oil blocks mostly in offshore East Java in 2003 in addition to 15 areas which have been offered for tender this year but were not taken up, Purnomo told reporters. I am optimistic the (eleven) areas will attract investors. We need natural gas to supply growing energy needs on Java, he added. The vast archipelago held tenders for 17 exploration areas at the beginning of 2002 but only two were taken up, an official at the ministry said. The official said the oil blocks included eight located in offshore East Java, two in onshore central Sumatra, and one in offshore and onshore East Kalimantan. Indonesia produced 1.12 million barrels per day of crude oil in November, unchanged from October. The country also produced 145,000 bpd of condensate in November, compared with 150,000 bpd in October. (C) Reuters Limited 2002. - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL
RE: [iagi-net-l] geolistrik dan gerakan nyata peduli masyarakat Gunung Kidul
Cak Noor, Kata2 cak Noor sangat mengena,... kita sudah menyerah dan tidak punya harapan lagi untuk saudara-saudara kita itu? Dan kita hanya bisa melihat mereka harus berjalan 5-10 km hanya untuk sejerigen air? Studi sudah banyak, sungai bawah tanah sudah terpetakan. Kalau IAGI mau buat pilot project atau teknologi terapan yang langsung bermanfaat untuk mengatasi kekurangan air didaerah setempat,.. saya mau ikutan nyumbang aah,.. bisa sekalian zakat. Saya yakin rekan2 lain pasti ber-bondong2 mau membantu program IAGI ini, baik tenaga, pikiran, moril maupun materiil, dan kita bisa sekalian menerapkan ilmu yang kita gulati selama ini secara nyata. Dari pada menunggu pemerintah atau menyalahkan orang lain,.. wass.w.w. Bambang Istadi ConocoPhillips Inc. +1-281-293-3763 -Original Message- From: SYARIFUDDIN Noor [mailto:Noor.SYARIFUDDIN;totalfinaelf.com] Sent: Thursday, November 07, 2002 6:15 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] geolistrik Syukur deh kalau memang kondisi hidrologinya sudah ter-peta-kan dengan lengkap dan komprehensif. Jadi kita bisa sedikit berhemat. Kalau jadi terbentuk, tim ini mungkin sekarang konsentrasi untuk mengembangkan aplikasi tepat guna untuk proses exploitasi dan distribusinya. Saya kurang paham, tapi mungkin bisa berkerja sama dengan beberapa pihak BPPT, atau setahu saya Salman-ITB juga pernah mengembangkan pompa tepat guna yang sederhana dan memanfaatkan tenaga air itu sendiri.. Sementara mungkin tidak usah berpikir skala besar-besaran model PAM atau yang lain.Kalau kita bisa bikin pilot project di satu kelurahan saja, mudah-mudahan bisa menstimulir pihak lain untuk mengembangkan hal yang samadan akhirnya project kecil-kecil ini bisa di-cluster untuk menjadi satu jaringan yang lebih besar Atau kita sudah menyerah dan tidak punya harapan lagi untuk saudara-saudara kita itu? Dan kita hanya bisa melihat mereka harus berjalan 5-10 km hanya untuk sejerigen air? salam, - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi =