[iagi-net-l] Seminar Nasional Sumatera Selatan Menuju Propinsi Energi

2005-02-27 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Rekan2 sekalian,

Pada hari sabtu lalu telah diadakan seminar nasional bertajuk SUMATERA
SELATAN MENUJU PROPINSI ENERGI di Graha Budaya, Jakabaring, Palembang,
Sumatera Selatan.  Para pembicara yang hadir meliputi Gubernur, Menteri
ESDM, Deputi Menristek, pimpinan BUMN atau wakilnya (PLN, PGN,
Pertamina, PT  Tambang Batubara Bukit Asam), DPRD dan Bupati.  Saya
berkesempatan menghadiri seminar tersebut mewakili IAGI, berikut laporan
pandangan mata.

Pencanangan Sumatra sebagai lumbung energi didasari beberapa hal.
Secara nasional pertumbuhan ekonomi sebesar +/- 5%, pertumbuhan energi
sekitar 7% pertahun, pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 9% dan
listrifikasi masih dibawah 60%.  Adanya keterbatasan infrastuktur
sehingga terjadi disparitas antara sumber2 energi dengan daerah2 dengan
konsumsi energi yang tinggi.  Sumatra Selatan sebagai propinsi yang
memiliki sumber daya energi dalam jumlah yang cukup banyak berlokasi
relatif dekat dengan Pulau Jawa dengan tingkat konsumsi yang tertinggi.
Ini merupakan peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan pasar baik
diluar maupun di Sumatra sendiri.  Untuk itu kesempatan investasi swasta
dibuka untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan merealisasikan
lumbung energi Sumatera Selatan mengingat keterbatasan pemerintah daerah
dalam pembiayaan pembangunan.  Meskipun dicanangkan oleh Presiden RI
sebagai propinsi Lumbung Energi Nasional, namun pemanfaatan sumber2
energi saat ini belum maksimal dengan adanya berbagai kendala, antara
lain prasarana transportasi seperti jalan, pelabuhan samudra dan kereta
api.  

Sumber energi Sumatra Selatan yang melimpah antara lain berupa batubara
22,24 milyar ton, gas 7 TCF, geothermal 1.335 MW, gas methan (maksudnya
CBM) 20 TCF.   Cadangan minyak bumi Indonesia yang terbukti saat ini
sebesar 5,12 miliar barel, sebesar 512,1 juta barel di antaranya berada
di Sumatra Selatan.

Cekungan Sumsel mengandung lebih dari separoh cadangan batubara
nasional, tersebar di setiap kabupaten di Sumsel, yaitu di Muara Enim,
Musi Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering
Ilir. Ada sekitar 40 lokasi potensi batu bara yang tersebar di enam
kabupaten.  Sebagian besar dari cadangan batubara ini berkadar kalori
rendah  5.100 kal = 11,38 M/Ton, sedangkan cadangan yang berkualitas
export  6.100 kal = 0,48 M/Ton. Produksi saat ini mencapai : 9,5 Jt Ton
(Ekspor 2,8 jt ton CV  5.100 kal).  Keterbatasan sarana transportasi
menyulitkan peningkatan produksi saat ini.  Hal ini akan diatasi dengan
peningkatan rel - ka Tj. Enim - Kertapati dan pembangunan rel ka simpang
Tanjung Api-Api dan terus dijajagi kemungkinan pengembangan angkutan
batubara melalui Canal  Sungai.

Untuk memanfaatkan cadangan batubara ini Kementerian Riset dan Teknologi
bekerja sama dengan PLN akan membangun pembangkit listrik tenaga batu
bara mulut tambang dan membuka peluang untuk investasi (Bukit Asam: 4 x
65 MW, Banjarsari III : 4 x 100 MW, Banko Tengah III : 4 x 600 MW ).
Selain PLTU, beberapa proyek pembangkit listrik tenaga gas juga sudah
direncanakan i.e PLTG MUBA  2 X 40 MW, PLTG Borang 1 X 40 MW, PLTG G.
Megang  2 X 40 MW, PLTG EMM 2 X 100 MW. Selain itu diperlukan
pembangunan jaringan trasmisi 500 KV Sumatera - Jawa (sub marine cable)
dan jaringan transmisi 275 KV - lintas timur Sumatera (Palembang -
Jambi). Di tahun 2009 diusulkan pembangunan jaringan transmisi
Sumatra-Malaysia. 

Produksi gas Sumatra Selatan saat ini disalurkan melalui jaringan
transmisi PGN, yaitu  Jaringan Transmisi Grissik - Duri  dan Grissik -
Singapura.  Grissik-Duri dengan total panjang 536 Km berdiameter: 28
dengan kapasitas 430 mmscfd.  Sedangkan  Grissik - Singapura  panjang
470 km (Onshore: 206 Km, Offshore: 264 Km) berdiameter: 28  Dengan
kapasitas 350 mmscfd untuk mensuplai pembangkit tenaga listrik di
Singapura.  Dalam waktu dekat jaringan pipagas ini akan diperluas dengan
pengembangan jaringan transmisi South Sumatra- West Java I dengan
panjang 445 km, berkapasitas 250-550 mmscfd dan jaringan South Sumatra-
West Java II dengan panjang 689 km, berkapasitas 400-600 mmscfd. Melalui
proyek pipanisasi ke Jawa Barat  Sumsel akan memenuhi 60% kebutuhan
energi Jakarta dan Jawa Barat. Untuk mendukung lumbung energi diperlukan
percepatan pembangunan transmisi gas ini (Grissik-Pagar Dewa- Jawa) yang
akan berdampak multiplayer effect ekonomi daerah dan lapangan kerja.

Produksi minyak sering mengalami kendala karena pipa yang sudah tua dan
sering bocor.  Diperlukan pergantian pipa minyak tua ( 70 tahun),
antara lain Tempino-Plaju (155 Km).

Perlu menjadi catatan, bahwa Energi merupakan tulang punggung penggerak
pembangunan sosial dan ekonomi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
rakyat, namun jumlah penduduk miskin di Sumatra Selatan cukup banyak
1.397.088 Jiwa (21,54 %) vs. Nasional 17,42 %, dan tingkat pengangguran
303,549 Jiwa (9,65%) vs. Nasional 9,50 %.  Selain itu daerah pemilik
potensi sumber daya energi fosil berupa minyak, gas dan batubara justru
harus mengalami krisis energi 

RE: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya

2003-07-17 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Sempat buka2 data2 Kutai yang pernah saya kutak katik,...

Shale: TOC rata2 2.5 % dengan yield 3.5 mg/g
Coal : TOC rata2 56.6 % dengan yield 139.2 mg/g, namun jadi 58.8% dengan
yield 161.4 mg/g bila sample2 yang sudah teroksidasi tidak dimasukan
dalam statistik. Extractable organic matter (EOM) per TOC coal rendah,
namun karena TOCnya tinggi maka absolute yieldnya tinggi (25000 ppm),
dengan persentasi asphaltanes dan NSO's-nitrogen, sulphur, oxygen yang
tinggi dibandingan dengan shale yang menghasilkan lebih banyak aromatics
+ saturates. 

Tanpa lihat data2 dari dari Unocal, feeling saya mengatakan kemungkinan
besar sourcenya: coal yang reworked dan dispersed dalam reservoar, kalau
memang sumbernya land plant.  Namun tidak menutup kemungkinan adanya
sumber2 lain, ie. nutrients. Prediktif source model yang saya lihat2,
ternyata fluvial influx mempunyai peran kecil terhadap sumber nutrient,
dibandingkan dengan upwelling yang terjadi secara menerus. Malahan bisa
terjadi proses sebaiknya dengan adanya terrigenous clastic dilution,
bila suspended load sungai mahakam tinggi, apalagi bila tidal rangenya
tinggi.

Sumber2 nutrient lainnya seperti evaporative cross flow, water mass
mixing mungkin perlu juga diperhitungkan, tapi tentunya tergantung
posisi sedimentasi apakah memang berada di laut dalam (vs. shelf pada
saat low stand).

Note:  Maaf bahasanya campur aduk, tapi istilah2 teknis kalau
diIndonesiakan malah saya-nya yang binggung.

wass. 

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
New Ventures Exploration
+1-281-293-3763




-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, July 16, 2003 7:37 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya


Awang : Mungkin sekarang kuncinya adalah di pengayaan zat organik yang 
insitu dari 3-5 % menjadi loncat ke 50 %, tapi, bagaimana bisa begitu ??

RDP :
Mungkin kita musti liat bagaimana samplingnya.
Mungkin saja dengan selective sampling (hal yg biasa dalam geologi) akan

menunjuk langsung ke anomalous value. Namun yg musti diperhatikan bahwa 
sample ini TIDAK semata-mata mewakili dalam interval tertentu, atau
bukan 
sesimpel arithmatic atau geometric average. Kalau sesuai dengan dugaan
kang 
Awang bahwa hal biasa kalao utk coal dengan 50% TOC, namun coal pada
umumnya 
mempunyai ktebalan yg lumayan besar ketimbang terestrial source ('coal')
yg 
special ini. Sehingga coal yg konvensional akan mempunyai degree of 
expulsion efficiency pada umumnya rendah.

Justru dengan adanya 50% TOC diantara sand akan mempertinggi expulsion 
efisiensi. Sehingga dengan jumlah yg 'relatip' sedikit saja akan 
menghasilkan HC yg cukup besar.

Kang Awang, Selama ini bagaimana anda menghitung total yield dari source
?
Berapa % HC yg dihasilkan si kerogen ini akan expeled. atau berapa yg 
generated dr active pod  ?

btw : tulisan Doug Waples serta Kang Awang di IPA edisi ini cukup bagus
buat 
bacaan penggemar geochemistry :)
aku sih lagi mimpi punya digital filenya :p ... bisa ngga ya ?

RDP
apa sih padanan katanya expulsion efficiency ini ?

From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Deepwater Source rock - akhirnya Date: Tue,
15 
Jul 2003 21:43:49 -0700 (PDT)

Saya juga agak kaget waktu baca konsentrasi rich source rock justru di 
sekuen pasir bukan di sekuen shale sebagaimana normal source rock di
normal 
sediments. Tapi ini sangat logis sebab baik source maupun reservoir di 
deepwater berasal dari erosi deposit di shelf pada saat lowstand,
sehingga 
di tempatnya sekarang sesudah emplacement ya akan di sekuen lowstand, 
source menyisip di antara pasir-pasir lowstand. Semua source juga
debris 
jadinya. Hanya, yang susah dimengerti  proses konsentrasi in-situ macam
apa 
yang menyebabkan dari disseminated source dengan TOC katakanlah 3-5 %
lalu 
terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga mencapai 50 %. Kalau
lamina-lamina 
saling berkumpul saya pikir hanya akan menambah ketebalan source, bukan

meninggikan kualitas source (kuantitatif bukan kualitatif). Data lab 
menunjukkan 50 %, tapi apa ini juga bukan tercampur dari TOC coal yang 
memang tinggi sampai 80 %, toh di deltaic plain Mahakam purba yang
dierosi 
juga banyak coalnya. Kalau bukan tercampur coal,
  proses fgeo-bio-isiko-kimia macam apa yang memperkaya mereka. Saya
pikir 
masalahnya justru lebih ke situ. Saya pernah berasumsi bahwa source
debris 
ini secara volumetrik tak signifikan, yah namanya juga debris, tapi  
penemuan lapangan-lapangan besar di deepwater Makassar (Ranggas, West
Seno, 
Gendalo, dll.) sepertinya merontokkan asumsi ini. Mungkin sekarang
kuncinya 
adalah di pengayaan zat organik yang insitu dari 3-5 % menjadi loncat
ke 50 
%, tapi, bagaimana bisa begitu ??

Salam,
Awang H. Satyana
Eksplorasi BP Migas

PUTROHARI Rovicky [EMAIL PROTECTED] wrote:
Howgh Akhirnya dijawab juga oleh Unocal 

Di IPA newsletter yg baru (ed. june 2003) ada tulisan yang sangat bagus
(buat aku 

RE: [iagi-net-l] Malaysia Menculik Doktor-Doktor Indonesia

2003-06-20 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Ulasan rekan Arif menarik sekali.  Bukan saja diculik Malaysia, tapi juga disandra 
negara2 Eropa barat dan Amerika.  Di IATMI Houston saja minimal ada 6 anggota/ 
pengurus bergelar doktor yang sedang menggali pengalaman disini.  Saya pikir driver 
nya bukan hanya karena uang, tapi kesempatan dan penghargaan yang diberikan. Equal 
opportunity ! Kalau memang memiliki ketrampilan dan kemampuan, para doktor tersebut 
(dan juga para profesional lainnya), pasti mendapatkan penghargaan yang setimpal.  Hal 
ini juga yang mungkin menyebabkan banyak rekan yang ikut program tugas belajar semasa 
Habibie menristek membelot dan tidak mau pulang ke tanah air (termaksud beberapa 
yang saya kenal). 

Selama ini yang kita lihat di Indonesia ada jurang pemisah,... kalau expat harus dapat 
penghargaan yang jauh lebih tinggi, kalau orang Indonesia,.. meskipun berpendidikan 
lebih tinggi dan berkemampuan/ pengalaman lebih banyak,.. belum tentu dapat 
penghargaan yang sama. Argumentasinya adalah sesuai dengan harga pasar tapi, apa 
iyaa jumlah doktor dan profesional sudah jenuh ? atau supply memang lebih banyak 
daripada demand ?  Siapa yang buat aturan ini ? salah siapakah ini ?  mungkin kita 
sendiri.
wass.

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
New Ventures Exploration
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Arif Wibowo [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, June 20, 2003 2:21 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Malaysia Menculik Doktor-Doktor Indonesia


Bukan Malaysia menculik dan bukan dosen-dosen itu tidak nasionalis.  Para
dosen itu juga profesional yang perlu sertifikasi. Harga tertinggi yang
dibayar oleh pasar itulah sertifikasi  sejati. Saya sebagai orang Indonesia
sangat bangga jika dosen-dosen  dengan kebangsaan /warga negara Indonesia
ada yang di bayar termahal di dunia entah itu bekerja di luar atau di dalam
Indonesia.

Harga 9 bahan pokok boleh diatur oleh pemerintah, tetapi harga profesional
tidak bisa diatur oleh pemerintah. Kreatifitas dan inovasi tentu sudah
selayaknya mendapatkan harga pasar yang bebas.

Mudah2 an para profesional Indonesia di sono dibayar sesuai value added yang
diterima oleh pemberi kerja dan bukannya dibayar dengan harga rata sekedar
lebih banyak daripada bekerja di Indonesia.

Wassalam,

AW



-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



[iagi-net-l] Geoscientist role

2003-06-05 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Rekan,

Saya ambil cuplikan dari artikel di Offshore mengenai multi-Component
seismic. Ada hal yang menarik, peran Geoscientist dalam menghadapi
tantangan dimasa depan.  Namun ini untuk tingkat dunia,... bagaimana
dengan Indonesia ? Masalah yang dihadapi mungkin saja serupa, malah
mungkin lebih kompleks. Pertambahan cadangan tidak seberapa, jumlah
produksi menurun, konsumsi dalam negeri meningkat dan sebentar lagi
menjadi net importer. Rekan2 yang experience lari keluar negeri dan
terjadi brain drain, sementara fresh graduate yang tertampung di
industri migas jumlahnya tidak seberapa.  Belum lagi investor enggan
masuk, terbentuk berbagai masalah, antara lain otonomi daerah dan
keamanan dll. Padahal pendapatan migas merupakan salah satu andalan
pendapatan negara dan pengerak ekonomi.  Adakah solusinya ?  bagaimana
pendapat rekan2 ?

Industry's challenge  
What is the current state of the oil industry and the geoscientist's
place in it? According to the recent Cambridge Energy Research
Associates conference, CERAweek, the industry faces an uncertain future.
Venezuelan market dislocations and Iraqi tensions are keeping crude oil
prices high, allowing the oil companies to freshen their balance sheets
and produce a return for their shareholders. There is plenty of oil
available to meet the world's needs with one caveat: reserve levels and
quick accessibility are diminishing. 
 
Long-term oil supply is the looming problem. Presently, the world
economy is using 76-78 MMb/d of crude oil. This demand is expected to
increase to 90-110 MMb/d over the next 20 years. When added to the 1.6
Bbbl/yr that must be replaced due to depletion, the industry faces a
major challenge. 
 
Natural gas demand is project to grow from 90 tcf/d to 135 tcf/d over
the next 20 years. Gas sources are plentiful, but infrastructure will
need to expand. Large reserves exist in Russia and the Middle East, but
major investments in pipelines and LNG are needed to bring them to
market. 
 
Where does the geoscientist fit in this scenario? New reserves must be
found, new fields developed, and mature fields redeveloped. A 30%
recovery factor from older fields is inadequate with the world's
expanding energy needs. 
 
Geoscientists' productivity has im-proved through computer-assisted
pros-pecting. But, this has reached the limit of its current ability to
deliver quality prospects: major reserves at a finding cost of under
$1/bbl or a hurdle rate of $12-15/bbl. The industry needs to rebuild the
professional ranks, transfer oil-finding knowledge, reach farther into
new areas, and adjust hurtle rates upward to meet the world's future
demand. 
 
Meanwhile, alternative sources are being studied. New research to
manufacture fuels, using genetically engineered microbes producing
hydrogen or methane, is in the very early stages, but hydrogen/methane
generation cannot meet the world's demand in the next 10-20 years. Only
new petroleum sources can meet that demand, and only geoscientists can
locate the needed reserves.

The daunting task ahead of geoscientists - demand expanding to 110 MMb/d
and 135 tcf/d with depletion replacement needs of 1.6 Bbbl/yr - cries
for attention. More people and better tools are needed to address the
challenge. Training a new geoscientist requires eight to 10 years, and
new technologies take at least that long to develop.  deleted
 

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
New Ventures Exploration
+1-281-293-3763


-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Gulf's heritage Warim for sale

2003-03-13 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Sekedar memberi gambaran atas pertanyaan RDP dan Cak Noor.  

tapi mungkin juga karena iklim investasi di sini semakin nggak jelas
sajakemarin secara terbatas beredar email tentang betapa 'rusaknya'
para birokrat migas kita... 

Disisi lain tentunya yg perlu dilihat ... apakah hanya yg di
Indonesia yg dijual assetnya  Kenapa Indonesia ? ini yg mungkin akan
lebih berarti buat kita (aku kan wong Indonesia :).

Seluruh portfolio global di-evaluasi, dan dimasukkan dalam berbagai
klasifikasi.  Yang jelas rasionalisasi aset tidak saja dilakukan di
Indonesia.  Yang tidak masuk dalam kriteria2 tertentu akan dilepas,
bahkan keberadaan di 49 negara saat ini akan dikurangi secara
bertahap,.. gosipnya akan menjadi sekitar 30-20-an.  Yang jelas Indonsia
masih dianggap aset penting.  Jual ini itu supaya punya uang untuk bayar
utang dan nantinya untuk beli aset2 lain yang dianggap lebih memenuhi
kriteria2 tertentu tadi, termaksud belanja di Indonesia.

Disisi lain, saya setuju dengan harapan Hendra: kesempatan (lagi) buat
pertamina untuk bener-2 terlibat dalam bisnis hulu di negara sendiri. 

Kalau Pertamina ikut2an beli2 aset yang dilepas KPS2 tertentu, mungkin
hanya akan men generate cash flow untuk jangka waktu tertentu, tapi
belum tentu meng create value.  Padahal mungkin Pertamina punya data
yang paling lengkap untuk terjun di bisnis explorasi, karena seluruh KPS
musti menyerahkan seluruh hasil studinya semasa BPPKA dulu.  Jika
Pertamina mendapatkan penemuan, mungkin asing akan berlomba untuk ikut
berpartisipasi dengan membayar harga premium.  Ini yang pernah saya
posting sebagai belajar dari Cina, tentang beberapa block offshore di
Pearl River Mouth yang ber-tahun2 ngga laku, tapi berbagai perusahaan
asing berebut setelah CNOOC mendapatkan discovery.
wass. 

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763




-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia

2003-02-17 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Wah, Kang Witan buka-buka kartu, membeberkan isi dapur orang,... atau hal2 demikian 
memang sudah wajar dan menjadi praktek umum hampir seluruh PSC di Indonesia ?

Tadinya saya termaksuk orang yang positif bahwa kondisi akan menjadi lebih baik dengan 
dibentuknya BP Migas, seperti proses yang sudah dijelaskan oleh Uda Redesmon mengenai 
rambu2 bagi maksuk dan terlibatnya expat dalam operasi migas di Indonesia.  Meskipun 
ada negatif list, tapi kalau kita lihat kenyataan-nya expat tertentu menjadi kutu 
loncat alias posisinya berubah setiap beberapa tahun, sehingga terhindar dari 
ketentuan dari Depnaker tsb.  Posisi yang seharusnya bisa di-isi oleh orang Indonesia 
tidak terjadi, malah sebaliknya, terjadi bulenisasi posisi2 yang sudah dipegang oleh 
orang Indonesia.  

Yang paling menyedihkan, penurunan produksi dengan sengaja untuk mengidari DMO dan 
terjadi MAT- Mutually Agreed Termination, terhadap rekan2 kita yang tidak lagi Mutual, 
tapi setengah pemaksaan ditengah2 sulitnya mencari pekerjaan dan situasi ekonomi yang 
tidak menentu. Yang minta MAT tidak dikasih, tapi yang tidak minta malah dipaksa untuk 
menerima. Kalaulah ini terjadi karena aktifitas perusahaan menurun demi cost cutting 
mungkin dapat dimengerti, tapi kalau disisi lain, jumlah expat semakin banyak, sudah 
mulai bekerja di Indonesia meskipun tidak punya izin/ belum keluar, malah uang 
pesangon pensiun beberapa expat yang hanya bekerja di Indonesia beberapa tahun saja 
dari seluruh karirnya, juga dapat di cost recovery,.. ini agak sulit untuk dicerna.  

Tapi rupanya praktek ini sudah umum dilakukan oleh berbagai PSC di Indonesia.  Kalau 
sudah begini, saya kembali bertanya-tanya,.. jangan2 sinyalmen Pak Ruslan ada 
benarnya,... kita dijajah Belanda karena bodoh. Bagaimana dengan statement Minarwan, 
masalah mental atau sistim PSC itu sendiri ? Pertanyaan saya: Mustikah kita mendewakan 
investor ? sehingga apapun yang mereka minta pasti dikabulkan dan kecurangan 
dibiarkan. Mungkin sudah saatnya kita bercermin diri, dan mungkin kita perlu belajar 
dari Cina, bagaimana cara mereka menarik investor, termaksud bagaimana mereka 
membangun industri Migas mereka,...
wass. 

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Witan OA [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Thursday, February 13, 2003 7:34 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia


Jitu sekali pak Koesoema (pengalaman pribadi waktu di Humpuss pak?).
Hal lain yang harus diwaspadai adalah proyek TSA (Technical Service from
Abroad). Biayanya biasanya besar sekali, sangat kolusif nuansanya, data kita
dikerjakan di pusat riset mereka, atau mereka datangkan konsultan seabreg ke
Indonesia.Seakan-akan  di Indonesia tak ada ahlinya atau fasilitas utk
mengerjakan proyek tsb.Bayangkan berapa banyak devisa negara kita yg pindah
ke negara mereka.
Belum lagi kalau perusahaan tsb punya PSC area yg sudah produksi dan yang
masih eksporasi, biasanya beban biaya di PSC eksplorasi secara terselubung
dimasukan ke biaya PSC yg sudah tahap produksi karena adanya mekanisme cost
recovery tadi. Sehingga kalau eksplorasinya gagal sebagian cost nya masih
bisa diselamatkan.
Masalah pekerja expat /RPTKmemang kadang2 bikin geram, diawal tahun 80an
sering sekali pekerja Indonesia di hire hanya untuk mengimbangi jumlah expat
yg didatangkan. Setelah itu jenjang karir diperpanjang,misalnya tadinya dari
Jr. Geologist - Geologist-Sr Geologist dirubah jadi Geologist IV,Geologists
III,II,I, baru ke level Sr Geologist, dengan memasukan 2 level tambahan tsb
jelas memperlambat orang Indonesia menggantikan expat. Di level yg lebih
atas sama saja, anda naik jadi chief geologist diatas anda ada expat manager
geology, anda diangkat jadi exploration manager diatas ada expat sbg VP
exploration. pokoknya diatas langit ada langit.
Dengan dibentuknya BP Migas saya mempunyai optimisme yg besar terhadap
teman2 kita disana utk lebih ketat lagi mengadakan pengawasan dan menelaah
kembali peraturan2 yg akan merugikan negara kita.

wass
Witan
- Original Message -
From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, February 14, 2003 7:57 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] sistem psc di indonesia


 Menurut hemat saya kelemahan dari sistim PSC ini adalah adanya cost
 recovery, karena ini adalah sumber korupsi, dan menjadikan perusahaan
 cenderung tidak efficient. Perusahaan PSC akan berusaha membebankan segala
 cost (bahkan mungkin cost yang pegawai mereka yang tidak secara langsung
 bekerja untuk contract area)  pada cost recovery, walaupun ada kontrol dari
 Badan Migas (tapi kan bisa diajak jalan-jalan ke luar negeri). termasuk
 sumbangan, misalnya ke Perguruan Tinggi . Sehingga pada akhirnya sumbangan
 itu seolah-olah diberikan si oil company (dengan upacara dsb) tetapi
 sebetulnya pemerintah yang memberikan. Setiap kali diminta sumbangan untuk
 aktivitas ilmiah /research mereka bilang sih setuju saja kalau  BPPK
 Pertamina (dulu Badan 

RE: [iagi-net-l] Delta di Indonesia

2003-01-24 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Tanya dong,.. karena topiknya mengenai delta di Indonesia, sebenarnya ada berapa delta 
di Indonesia ? dimana saja ? umurnya apa ? tebalnya berapa ?  Ada yang mau share ?

Selama ini kita hanya bicara Mahakam dan Tarakan saja,.. mungkinkah delta2 lain punya 
potensi untuk hidrokarbon ? 

Terima kasih,

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Thursday, January 23, 2003 8:30 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Delta di Indonesia


Mengenai Mahakam yang mungkin akan terbenam, saya mau share mengenai Tarakan
delta fan yang sudah terbenam. Kalau lihat peta coast line di Tarakan kita
cuma lihat pulau Tarakan dan Bunyu dan coastline yang menyerupai estuary.
Tapi kalau sea level nya diturunkan dengan 200 meter, atau lihat contour
bathymetry 200m kita bisa lihat bentuk delta di antara kedua pulau tersebut,
agak sedikit ke Timur. 

Dari drop core kita lihat delta lobe ini telah ditutupi oleh koral. Tentunya
pada suatu stage daerah ini menjadi tempat yang bagus buat tumbuhnya koral. 

Herman

-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-




RE: [iagi-net-l] Tulisan HUMAS IAGI di Kompas 15 Jan 2003: Energi Jatim

2003-01-16 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Tersepas dari benar tidaknya soal produksi Lapindo Brantas,.. Ini tulisan yang sangat 
bagus, minimal agar orang mulai berfikir solusi komprehensif dan terintegrasi mengenai 
kebutuhan energi dimasa mendatang.  Mundah2an ditindak lanjuti dengan langkah2 
antisipatif yang nyata,..

Salut untuk IAGI dan jajaran pengurus !!

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Wednesday, January 15, 2003 8:55 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [iagi-net-l] Tulisan HUMAS IAGI di Kompas 15 Jan 2003: Energi
Jatim


Kompas, 15 Januari 2003 
Belajar dari Kebocoran Pipa Gas BP
Pemprov Jatim Harus Berani Menyusun Kebijakan Energi 

Ikhsyat Syukur (HUMAS IAGI)


KEBOCORAN pipa gas milik British Petroleum (BP) yang mengalirkan gas dari Pagerungan 
di Madura ke daratan Jawa Timur (Jatim) pada minggu lalu (7/1), ternyata berdampak 
luas bagi industri besar di sembilan kabupaten di Jatim. Tidak kurang dari 156 
industri di provinsi ini, yang merupakan konsumen gas yang didistribusikan oleh PT 
Perusahaan Gas Negara (PT PGN) tersebut terancam kegiatan produksinya akibat gangguan 
pasokan gas. (Kompas, 10/1/2003)

SEBAGAI bagian dari mineral yang dikategorikan strategis, kewenangan pengelolaan gas 
mulai dari eksplorasi, eksploitasi, distribusi hingga konsumsi berada pada pemerintah 
pusat. Kewenangan ini pada praktiknya meliputi beberapa instansi yang berbeda. 
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertanggung jawab dalam hal regulasi dan 
perizinan. Pertamina bertanggung jawab dalam hal eksplorasi dan eksploitasi (sejak UU 
Migas baru disahkan, hak ini dikurangi), sedangkan PT PGN bertanggung jawab terhadap 
distribusi.

Di sisi lain pada tataran praktis, keluhan terhadap gangguan pasokan, hambatan 
eksplorasi (kasus ujung pangkah/Amerada Hess), kegagalan eksploitasi dan kekeliruan 
prediksi angka produksi (Lapindo Brantas) oleh kalangan industri dan kontraktor bagi 
hasil Pertamina, selalu dialamatkan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.

Tanpa dapat menolak, Pemprov Jatim senantiasa harus menyelesaikannya mengingat 
gangguan di sektor ini akan berdampak luas, baik secara ekonomi (kenyamanan investasi) 
maupun sosial (kemungkinan munculnya pengangguran). Tentu pada gilirannya akan 
berdampak pada situasi keamanan di Jatim. Untuk pasokan gas, pada pertengahan tahun 
2002 lalu, telah diprediksi (tanpa kebocoran pipa gas BP) bahwa dua tahun mendatang 
akan terjadi ketimpangan antara angka produksi gas dari beberapa ladang gas yang telah 
dan akan memasok Jatim (BP/Pagerungan, Lapindo Brantas/Sidoarjo-Mojokerto, Amerada 
Hess/Gresik) dengan angka permintaan yang berasal dari industri yang tersebar di 
Jatim. Pada saat itu, Pemprov Jatim hanya dapat melaporkan hal ini kepada pemerintah 
pusat.

Untuk jenis energi yang lain, seperti listrik, Jatim juga akan mengalami kekurangan 
pasokan akibat penjadwalan kembali pembangunan sejumlah pembangkit listrik di wilayah 
ini. Bahkan, kondisi ekstrem sudah mulai disosialisasikan kepada kalangan industri 
berupa pengenaan kuota pasokan terhadap berbagai jenis industri di Jatim pada 
pertengahan tahun 2003 ini.

Belajar dari kasus ini, dan kemungkinan meningkatnya kebutuhan energi secara 
signifikan di Jatim sebagai akibat dari pertumbuhan industri dan pertambahan jumlah 
penduduk, maka Jawa Timur harus segera merumuskan kebijakan energi secara regional.

Meskipun pengelolaan masih ditangani oleh pemerintah pusat -tetapi mengingat dampak 
langsung dirasakan oleh Jatim- maka secara cerdas tanpa mengganggu tata aturan 
perundangan tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah, Jatim harus mulai 
menginventarisir potensi energi yang dimiliki sekaligus menyusun prediksi kebutuhan 
energi untuk rentang waktu tertentu (5 20 tahun mendatang).

Selain untuk mengantisipasi hal yang sama terulang, kebijakan ini harus lebih 
ditujukan untuk keamanan pasokan energi untuk berbagai kepentingan di masa mendatang. 
Tetap menyerahkan hal ini kepada pusat, berarti sama dengan menyiapkan bom waktu yang 
sewaktu-waktu akan meledak di wilayah ini tanpa dapat dikendalikan.

Kebijakan energi regional

Kebijakan energi merupakan hal yang sangat rumit dan melibatkan berbagai aspek dan 
tingkat pemerintahan. Masing-masing sumber energi memiliki serangkaian tahapan 
pengembangan, mulai dari eksplorasi, eksploitasi, ekstraksi, produksi, distribusi, dan 
konsumsi.

Setiap tahap tersebut memiliki aspek dan dampak tersendiri baik secara teknis, 
ekonomi, dan lingkungan. Namun kenyataannya, ketiga aspek tersebut masih harus 
dikaitkan secara erat dalam sebuah kerangka dasar kebijakan (policy). Idealnya, 
kebijakan energi harus dimulai dari tingkat lokal, dikoordinasikan secara regional 
untuk kemudian diintegrasikan secara nasional.

Mengingat kita belum memiliki kebijakan energi yang terintegrasi secara nasional, maka 
Jatim harus berani untuk mulai menyusun kebijakan di bidang energi dengan 
mengintegrasikan potensi dan 

[iagi-net-l] FW: [oilgasprof] Operations Geologist Murphy Oil Kuala Lumpur

2003-01-07 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Barangkali ada rekan2 yang mau ikutan sama rekan Teguh dan Iswani ?

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Kris [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Monday, January 06, 2003 7:22 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [oilgasprof] Operations Geologist Murphy Oil Kuala Lumpur


Murphy Malaysia is a subsidiary of Murphy Exploration  Production 
Co., based in Houston, USA. It is a fully integrated company 
involved in oil and gas exploration and production activities 
worldwide. In Malaysia, Murphy is currently Operator of 4 
exploration licenses offshore Sabah and Sarawak, and two licenses 
offshore Peninsular Malaysia.

The Company requires the services of a suitably experienced 
OPERATIONS GEOLOGIST, to be based in Kuala Lumpur, assigned to field 
appraisal, development and exploration drilling in all the Murphy-
perated blocks.   The terms of employment shall be a contract basis, 
for a fixed period of two (2) years, with an additional year 
optional. 

The candidate must possess at least a B.Sc. in Geology with minimum 
ten years oil industry experience since graduation. The candidate 
should have a sound background in operations geology, embracing 
monitor and supervision on all aspects of geologic operations during 
well drilling and logging. Pre-requisites will include:

At least five years experience as a wellsite geologist, together 
with appropriate office-based operations geology supervisory 
experience

Good knowledge and practical experience in wireline 
operations/procedures, notably MDT pressure tests and sampling

Sound petrophysical wireline log interpretation skills. Experience 
in interpretation of LWD data would be an advantage

Experience in drilling abnormal pressure zones and interpreting 
drilling parameters in abnormal pressure

Preference for candidates with experience in the Sabah basin, 
familiar with turbidite stratigraphy, mudlogging or work experience 
on wells drilled by other operators in a deepwater depositional 
environment.
Experience in carrying out pre- and post-drill evaluation of 
prospects and report writing, including preparation of Composite 
logs using specialist software

Strong skills in geocomputing will be definite plus for this 
position.  

In addition the candidate we seek should be a self-starter and will 
have played a key role in multi-discipline teams.  Strong verbal and 
written communication skills are a pre-requisite.


Preference will be given to Malaysian citizens. However, citizens of 
Asean countries are also invited to apply.

Interested candidates should submit a written comprehensive resume 
giving personal details, career history, qualifications, expected 
salary, contact telephone number(s) and recent passport-size 
photograph not later than 11 January, 2003 to the following address:

The Human Resources  Admin Manager
Murphy Sabah Oil Co., Ltd.
Suite 18.01, Level 18, AM Finance Building
No. 8, Jalan Yap Kwan Seng
50450 Kuala Lumpur
Malaysia

OR

E-mail: [EMAIL PROTECTED]


ONLY SHORTLISTED CANDIDATES WILL BE NOTIFIED


-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-




RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.

2002-12-27 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Cak Yayang, terima kasih input dan komentarnya.  Yang saya maksud masih kabur 
sebenarnya perbandingan dengan negara2 dunia ketiga produsen minyak lainnya, peran 
yang diberikan pemerintah Indonesia untuk kita berpartisipasi aktif masih setengah 
hati. Kita bisa lihat negara2 lain seperti Malaysia, Venezuela, Nigeria, Mexico, Iran 
maupun Saudi. 

Pengembalian daerah KPS yang kontraknya sudah mature semacam CPP saja merupakan 
preseden, prosesnya berkepanjangan dan gontok2an sendiri, dan sempat diperpajang 
sebelum keputusan akhirnya diambil.  Selain CPP, mana lagi yang tidak diperpanjang ??  
Apakah tidak mungkin lapangan2 yang sudah berproduksi semacam ini dikelola oleh bangsa 
sendiri ?  Kalau industri migas dianggap high risk, bukankan lapangan2 ini sudah 
menjadi low risk ? 

Memang ada beberapa TAC yang diberikan pada para pemain nasional, tapi bukankan ini 
malah high risk, karena dari sisi ke-ekonomian sangat marginal ? malah diperlukan 
secondary dan tertiary recovery yang high cost, karena lapangan2 tersebut sudah 
tinggal ampas2 nya saja, ... dan yang manis2 sudah disedot habis,... he he he

Dari sisi lain, seberapa besar reinvestasi pendapatan migas kita ? berapa besar 
alokasi APBN untuk industri migas/Pertamina ? bukankah selama ini hanya jadi sapi 
perahnya pemerintah/penguasa dan partai politik ? sapinya perlu makan juga khan.  
Seberapa banyak basin2 yang belum berproduksi tadi punya seismic data ? bukankan 
basin2 tersebut milik kita cq. Pertamina ?  Berapa banyak rekan2 IAGI yang melakukan 
regional reconnaissance, seismic survey, surface geochemistry, analisa citra Landsat, 
gravity dll pada basin2 belum berproduksi tersebut demi, untuk, atas nama dan dibiayai 
oleh pemerintah ?  Saya yakin rekan Awang dan rekan2 IAGI lainnya punya konsep2 untuk 
menjawab tantangan2 masa depan dari basin2 belum berproduksi tersebut, kalau saja 
peran dan empowerment tersebut diberikan.

Cak Noor, aku salut sama Exspan.  Data produksi minyak yang saya punya dan ngga upto 
date, menunjukan mereka diposisi 4 setelah Caltex, Maxus dan TFE. Masih diatas BP, 
Unocal, Vico maupun Conoco dan Pertamina, padahal ngga punya expat (ini setahu saya, 
dan kakeknya Aris dan Shinta sudah pindah ke KL).  Nah, siapa yang akan nyusul jadi 
Exspan2 lainnya ? Saya yakin mas Djoko atau Cak Noor sanggup mengelola daerah ex-Vico 
atau ex-Total umpamanya. 

Perhitungan ekonomi rekan saya menunjukkan berusaha migas di Indonesia NPV-nya kecil 
sekali !!  Namun bisa jadi sangat menguntungkan karena cost recovery. Ada beberapa 
faktor yang menyebabkan nilai NPV ini kecil, namun bisa berbalik sangat besar jika 
beberapa faktor terpenuhi.  Nah kalau sudah begini siapa yang jadi sapi perahnya 
siapa,...  
Yang jelas saya dukung himbauan pak Ketum Sudah saatnya kita jadi majikan. (Paling 
tidak: bermental majikan)

wass.w.w.

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Thursday, December 26, 2002 7:21 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.


Saya terusik oleh statement terakhir mas BPI tentang sumberdaya manusia.

Dalam perspektif organisasi (semacam IAGI), saya kurang sependapat kalau
status kita yang masih jadi kuli setelah 117 tahun industri migas di
Indonesia diakibatkan oleh kaburnya VISI dan PERAN yang diinginkan
pemerintah dan lemahnya EMPOWERMENT terhadap kita (explorationist) dalam
menjawab tantangan2 masa datang terhadap cadangan dsbnya.

Prinsip egalitarianisme yang disaratkan oleh berbagai ilmu (sains) yang kita
pelajari mengajarkan bahwa justru KITAlah yang sebenarnya kabur dan
bermental kuli. Bukan (hanya) pemerintah.

Saran saya buat rekan-rekan yang concern dengan masalah ini, berhentilah
jadi kuli.

Mari berhenti sebagai kuli yang mengharapkan calon-calon majikan kita datang
melahap semua 17 daerah yang kita tawarkan (bukan hanya 2). Mari berhenti
jadi kuli yang menawar-nawarkan daerah kita yang masih kaya (66 basins dsb)
dan menjajakan kemampuan teknis kita untuk mereka pakai beresiko menyedot
kekayaan alam kita.

Sudah saatnya (117 tahun, man@!!) kita jadi majikan. (Paling tidak:
bermental majikan-lah)

adb



- Original Message -
From: Istadi, Bambang P [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, December 26, 2002 11:31 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.
.deleted


., Jossy sudah kasih indikasi, human resources, saya yakin rekan2
IAGI banyak yang handal untuk menemukan cadangan2 baru,.. hanya saja visi,
peran yang di-inginkan dari oleh pemerintah dan empowerment terhadap kita
untuk menjawab tantangan2 masa datang terhadap cadangan ini yang masih
kabur,.. mungkin ini bedanya dengan Malaysia.  Makanya kita masih saja jadi
kuli setelah 117 tahun minyak berada di Indonesia,...Wallahu alam.

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281

RE: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.

2002-12-26 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Apa yang tersirat dari posting Herman adalah Indonesia sudah tidak menarik untuk 
investasi dan high risk kata Teguh.  Ini bahasa halusnya investor untuk minta 
insentif dan berbagai kemudahan untuk melanjutkan usahanya di Indonesia.  Bisa saja 
diartikan,.. beberapa kasus besar seperti Cepu (EM), Terang-Sirasun (BP) dan 
perpanjangan kontak KPS lainnya (Total),.. selesaikan dulu,.. baru kita (asing) pikir2 
untuk investasi lebih lanjut di Indonesia.

Kenyataanya setelah berbagai proses merger dan akuisisi, sekarang ini hanya ada 
beberapa gelintir perusahaan minyak raksasa yang rata2 sedang konsolidasi kedalam.  
Memilah-milah portfolio, memotong cost termaksud exploration cost, berkonsentrasi 
kebeberapa core assets saja, dan mungkin menjadi non risk taker dibanding sebelum 
merger/akuisisi. Lihat saja untuk menambah reserves bukan dengan jalan menemukan/ 
exploring, tapi dengan cara akusisi cadangan yang sudah terbukti. Bisa jadi untuk 
ambil konsesi baru bukan masuk dalam hitungan, kecuali termaksud dalam strategic 
positioning core asset.  Perusahaan2 inilah yang biasanya menjadi pemain di arena 
perminyakan Indonesia.  Perusahaan kecil/ sedang semakin sedikit dan para pemain baru 
takut untuk masuk dengan bombardir berita ngga nyaman dan ngga aman,... yaa dagangan 
konsesi ngga laku !

Dengan merger perusahaan semakin besar dan punya financial position untuk melakukan 
proyek2 besar,.. mungkin saja Indonesia tidak termaksud dalam hitungan ini.  Lihat 
saja cadangan2 besar secara global berada di mana !! dan cadangan terbukti dunia sudah 
cukup untuk memenuhi kebutuhan 50 tahun mendatang meskipun tanpa explorasi lagi.  
Cadangan Indonesia kecil tapi enak untuk cari duit karena berbagai kemudahan yang 
diberikan pemerintah oleh sistim cost recovery dan investment creditnya.  Namun 
ceritanya bisa lain kalau mereka merasa dirongrong seperti dalam kasus2 diatas.

Sekalian untuk menjawab pertanyaannya Teguh, jumlah produksi yang 1.12 juta bbl/day 
tadi, berapa yang net untuk Indonesia dan berapa yang untuk kontraktor dalam bentuk 
cost recovery ?? jawabannya ada di anda2 sekalian.  Kalau soal target area, Jossy 
sudah kasih indikasi, human resources, saya yakin rekan2 IAGI banyak yang handal untuk 
menemukan cadangan2 baru,.. hanya saja visi, peran yang di-inginkan dari oleh 
pemerintah dan empowerment terhadap kita untuk menjawab tantangan2 masa datang 
terhadap cadangan ini yang masih kabur,.. mungkin ini bedanya dengan Malaysia.  
Makanya kita masih saja jadi kuli setelah 117 tahun minyak berada di 
Indonesia,...Wallahu alam.

KL yoo opo cak Guh ?

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: Herman Darman [EMAIL PROTECTED]
[mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Monday, December 23, 2002 8:51 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [iagi-net-l] Indonesia struggling to find new oil.


Indonesia struggling to find new oil. 
Apakah artinya kita akan kehilangan natural resources? Apakah artinya 
kita perlu siap-siap mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk? 
Mungkin kita harus belajar dari Jepang, yang tidak punya minyak 
dinegaranya sendiri tapi bisa cari minyak di negara orang lain. Kita 
sudah siap? 

Kalau kita punya human resources yang bagus, mungkin kita bisa go 
international. Tapi apakah human resources kita cukup bagus untuk 
dijual?

Herman
_

Indonesia, Asia's only OPEC member, has been struggling to find new 
oil reserves. It mostly stumbled in its efforts to lure investors' 
interest in other oil blocks this year. 

We will open for tender eleven oil blocks mostly in offshore East 
Java in 2003 in addition to 15 areas which have been offered for 
tender this year but were not taken up, Purnomo told reporters. 

I am optimistic the (eleven) areas will attract investors. We need 
natural gas to supply growing energy needs on Java, he added. 

The vast archipelago held tenders for 17 exploration areas at the 
beginning of 2002 but only two were taken up, an official at the 
ministry said. 

The official said the oil blocks included eight located in offshore 
East Java, two in onshore central Sumatra, and one in offshore and 
onshore East Kalimantan. 

Indonesia produced 1.12 million barrels per day of crude oil in 
November, unchanged from October. 

The country also produced 145,000 bpd of condensate in November, 
compared with 150,000 bpd in October. 

(C) Reuters Limited 2002.




-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL 

RE: [iagi-net-l] geolistrik dan gerakan nyata peduli masyarakat Gunung Kidul

2002-11-08 Terurut Topik Istadi, Bambang P
Cak Noor,

Kata2 cak Noor sangat mengena,... kita sudah menyerah dan tidak punya
harapan lagi untuk saudara-saudara kita itu? Dan kita hanya bisa
melihat mereka harus berjalan 5-10 km hanya untuk sejerigen air?

Studi sudah banyak, sungai bawah tanah sudah terpetakan. Kalau IAGI mau
buat pilot project atau teknologi terapan yang langsung bermanfaat untuk
mengatasi kekurangan air didaerah setempat,.. saya mau ikutan nyumbang
aah,.. bisa sekalian zakat.  Saya yakin rekan2 lain pasti ber-bondong2
mau membantu program IAGI ini, baik tenaga, pikiran, moril maupun
materiil, dan kita bisa sekalian menerapkan ilmu yang kita gulati selama
ini secara nyata.  Dari pada menunggu pemerintah atau menyalahkan orang
lain,.. 

wass.w.w.

Bambang Istadi
ConocoPhillips Inc.
+1-281-293-3763


-Original Message-
From: SYARIFUDDIN Noor [mailto:Noor.SYARIFUDDIN;totalfinaelf.com]
Sent: Thursday, November 07, 2002 6:15 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] geolistrik


Syukur deh kalau memang kondisi hidrologinya sudah ter-peta-kan dengan 
lengkap dan komprehensif. Jadi kita bisa sedikit berhemat. 

Kalau jadi terbentuk, tim ini mungkin sekarang konsentrasi untuk 
mengembangkan aplikasi tepat guna untuk proses exploitasi dan 
distribusinya. Saya kurang paham, tapi mungkin bisa berkerja sama dengan

beberapa pihak BPPT, atau setahu saya Salman-ITB juga pernah
mengembangkan 
pompa tepat guna yang sederhana dan memanfaatkan tenaga air itu 
sendiri..

Sementara mungkin tidak usah berpikir skala besar-besaran model PAM atau

yang lain.Kalau kita bisa bikin pilot project di satu kelurahan
saja, 
mudah-mudahan bisa menstimulir pihak lain untuk mengembangkan hal yang 
samadan akhirnya project kecil-kecil ini bisa di-cluster untuk 
menjadi satu jaringan yang lebih besar

Atau kita sudah menyerah dan tidak punya harapan lagi untuk 
saudara-saudara kita itu? Dan kita hanya bisa melihat mereka harus 
berjalan 5-10 km hanya untuk sejerigen air?




salam,


-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
=