RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Sekali lagi ttg. cost recovery dalam PSC. Kontrak PSC pertama ditandatangani antara Ibnu Sutowo dengan IIAPCO tahun 1966. Isi kontrak tsb. seperti yang ditulis dalam bukunya Barlett, 1972: 1. The State should have management control. 2. The contract would be based on production sharing. 3. IIAPCO would bear production risk, and if oil was discovered, cost recovery limited to 40%. 4. After cost recovery the profit oil will be split 65/35 in favor of the State. 5. Title to all project-related equipment bought by IIAPCO would pass to the State. Jadi perkataan cost recovery yang tidak lain adalah cost umum, sudah ada sejak PSC pertama ditandatangani tahun 1966 dan berlaku sampai sekarang, tidak tergantung dari jenis PSC yang dianut selama ini. Sedangkan Cost Recovery Limit yang merupakan ciri khas dari suatu PSC, telah dihapus tahun 1976 hingga semua bisa di recover. Melihat kesalahan setelah 12 PSC tahun berjalan, tahun 1988, Pertamina memasukkan CRL lagi dalam bentuk FTP, namun besarnya hanya 20%. Artinya kontrak-kontrak PSC yang ditandatangani antara thn. tsb. yang sekarang masih berjalan tidak ada FTP. Production split adalah 65/35, dan bukan 50/50. Disini pajak dibayarkan ke Pertamin yang pada waktu itu tidak diakui oleh Departement Keuangan Amerika Serikat, hingga split dirubah. Juga PSC beda sekali dengan hasil panen. Di Jawa misalnya antara landlord dan petani split dari panen di dikenal dengan istilah paroh (50%), pertelu (1/3%), atau perapat (25%). Petani menanggung semua cost dan semua risiko. Di perminyakan yang dibagi bukan hasil panen atau minyaknya tetapi profit oil, yaitu revenue dikurangi cost. Cost dibayar dari revenue dan disebut sebagai cost recovery. Menurut saya Cost recovery limit yang menjadi ciri khas suatu PSC perlu diterapkan kembali. Ibnu Sutowo menerapkan CRLkarena mengetahui kekurangannya. Dengan menerapkan CRL, fungsi SKKMIGAS menjadi sangat sederhana, sebagai pengawas saja. Sekarang ini SKKMIGAS mempunyai dual fungsi yang bertentangan, yaitu sebagai pengawas dan sebagai pemilik/pelaku, hingga dalam banyak hal tidak bisa berlaku fair. Sekarang SKKMIGAS setiap hari memikirkan peningkatan produksi. Pengawasan termasuk HSE, dalam banyak hal disepelekan. Salam, HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of R.P.Koesoemadinata Sent: Monday, March 9, 2015 12:58 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan PSC yang aseli versi Ibu Sutowo meniru sistim maruh antara yang mempunyai sawah dengan penggarap sawah, biaya seluruhnya ditanggung oleh yang penggarap. Dalam hal minyakbumi waktu itu Permina yang punya sawah, dan contractor sebagai penggarap Dalam PSC versi ini contractor nyaris seperti service contractor (conbtoh Schlumberger), dari mulai di dalam tanah sampai keluar minyak dan gas itu kepunyaan pertamina. Begitu minyaknya keluar Pertamina bayar contractor dalam bentuk minyak (natura) sesuai dengan splitnya, yaitu 50%-50%, tidak ada cost recovery. Kontraktor sifatnya sementara, maka perusahaan asing yang berdomisili di luar negeri diperbolehkan jadi contractor. Jadi kontraktor itu bukan mitra Pertamina, bahkan bukan juga investor, malah tidak boleh berinvestasi maupun mempunyai asset apapun di Indonesia. Semua peralatan yang dia bawa langsung menjadi milik Pertamina, tetapi fasilitas kerja disediakan oleh Pertamina Kalau system konsesi yang berlaku sebelumnya di Indonesia: Pemerintah memberikan konsesi suatu daerah kepada suatu perusahaan minyak bumi dengan ketentuan harus berdominisili di Indonesia (contoh PT Shell Indonesia, PT Stanvac Indonesia, PT Caltex Pacific Indonesia, dan yang sekarang: PT Freeport Indonesia, PT Newmont Indonesia dsb). Pemegang konsesi berkuasa penuh di daerah konsesinya dan membayar pemerintah royalty biasanya sekitar 5% dari produksinya dalam bentuk uang. Jadi beda prinsip yang mendasar. PSC a la Ibu Sutowo, Pertamina bayar konraktor sebagai fee atas jasanya memproduksikan minyak dan gasbmi dan dibayarkan dalam bentuk minyak sesuai dengan split yang disetujui dari permulaan Kalau system konsesi dengan rpyalty: Perusahaan mengusai seluruh kegiatan explorasi dan produksi, dan jika berhasil membayar pemerintah dalam bentuk uang 5% dari hasil produksinya dalam bentuk cash. PSC yang sekarang lebih mendekati konsesi, segalanya dikuasai Kontraktor sebagai mitra pemerintah, dan membayar pemerintah dalam bentuk cash sesuai dengan split yang disetujui, setelah dipotong berbagai biaya dan investasi yang dia tanamkan. Jadi bedanya adalah who pays who, Wassalam RPK - Original Message - From: Ong Han Ling mailto:hl...@geoservices.co.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, March 08, 2015 1:42 PM Subject: RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Apa yang disebutkan Pak Ong mungkin betul, karena beliau mempunyai rujukan, walaupun beliau dapatkannya dari sumber sekunder (Buku tulisan Barlett, 1972), bukan sumber aselinya (naskah kontrak) Tetapi berdasarkan memori/ingatan saya dari pemberitaan pers/media dsb PSC pertama adalah terjadi masih jaman ORLA/PresidenSukarno, jadi sebelum tahun 1965 antara Permina dan Refican/ Asamera di Sumatra Utara, yaitu saya kira yang disebut Blok A. dan juga offshorenya. Waktu itu Permina masih belum banyak di kenal. Mungkin yang disebut Pak Ong itu sudah merupakan PSC generasi ke-2 Wassalam RPK You Original Message - From: Ong Han Ling To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, March 10, 2015 4:34 PM Subject: RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Sekali lagi ttg. cost recovery dalam PSC. Kontrak PSC pertama ditandatangani antara Ibnu Sutowo dengan IIAPCO tahun 1966. Isi kontrak tsb. seperti yang ditulis dalam bukunya Barlett, 1972: 1. The State should have management control. 2. The contract would be based on production sharing. 3. IIAPCO would bear production risk, and if oil was discovered, cost recovery limited to 40%. 4. After cost recovery the profit oil will be split 65/35 in favor of the State. 5. Title to all project-related equipment bought by IIAPCO would pass to the State. Jadi perkataan cost recovery yang tidak lain adalah cost umum, sudah ada sejak PSC pertama ditandatangani tahun 1966 dan berlaku sampai sekarang, tidak tergantung dari jenis PSC yang dianut selama ini. Sedangkan Cost Recovery Limit yang merupakan ciri khas dari suatu PSC, telah dihapus tahun 1976 hingga semua bisa di recover. Melihat kesalahan setelah 12 PSC tahun berjalan, tahun 1988, Pertamina memasukkan CRL lagi dalam bentuk FTP, namun besarnya hanya 20%. Artinya kontrak-kontrak PSC yang ditandatangani antara thn. tsb. yang sekarang masih berjalan tidak ada FTP. Production split adalah 65/35, dan bukan 50/50. Disini pajak dibayarkan ke Pertamin yang pada waktu itu tidak diakui oleh Departement Keuangan Amerika Serikat, hingga split dirubah. Juga PSC beda sekali dengan hasil panen. Di Jawa misalnya antara landlord dan petani split dari panen di dikenal dengan istilah paroh (50%), pertelu (1/3%), atau perapat (25%). Petani menanggung semua cost dan semua risiko. Di perminyakan yang dibagi bukan hasil panen atau minyaknya tetapi profit oil, yaitu revenue dikurangi cost. Cost dibayar dari revenue dan disebut sebagai cost recovery. Menurut saya Cost recovery limit yang menjadi ciri khas suatu PSC perlu diterapkan kembali. Ibnu Sutowo menerapkan CRLkarena mengetahui kekurangannya. Dengan menerapkan CRL, fungsi SKKMIGAS menjadi sangat sederhana, sebagai pengawas saja. Sekarang ini SKKMIGAS mempunyai dual fungsi yang bertentangan, yaitu sebagai pengawas dan sebagai pemilik/pelaku, hingga dalam banyak hal tidak bisa berlaku fair. Sekarang SKKMIGAS setiap hari memikirkan peningkatan produksi. Pengawasan termasuk HSE, dalam banyak hal disepelekan. Salam, HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of R.P.Koesoemadinata Sent: Monday, March 9, 2015 12:58 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan PSC yang aseli versi Ibu Sutowo meniru sistim maruh antara yang mempunyai sawah dengan penggarap sawah, biaya seluruhnya ditanggung oleh yang penggarap. Dalam hal minyakbumi waktu itu Permina yang punya sawah, dan contractor sebagai penggarap Dalam PSC versi ini contractor nyaris seperti service contractor (conbtoh Schlumberger), dari mulai di dalam tanah sampai keluar minyak dan gas itu kepunyaan pertamina. Begitu minyaknya keluar Pertamina bayar contractor dalam bentuk minyak (natura) sesuai dengan splitnya, yaitu 50%-50%, tidak ada cost recovery. Kontraktor sifatnya sementara, maka perusahaan asing yang berdomisili di luar negeri diperbolehkan jadi contractor. Jadi kontraktor itu bukan mitra Pertamina, bahkan bukan juga investor, malah tidak boleh berinvestasi maupun mempunyai asset apapun di Indonesia. Semua peralatan yang dia bawa langsung menjadi milik Pertamina, tetapi fasilitas kerja disediakan oleh Pertamina Kalau system konsesi yang berlaku sebelumnya di Indonesia: Pemerintah memberikan konsesi suatu daerah kepada suatu perusahaan minyak bumi dengan ketentuan harus berdominisili di Indonesia (contoh PT Shell Indonesia, PT Stanvac Indonesia, PT Caltex Pacific Indonesia, dan yang sekarang: PT Freeport Indonesia, PT Newmont Indonesia dsb). Pemegang konsesi berkuasa penuh di daerah konsesinya dan membayar pemerintah royalty biasanya sekitar 5% dari produksinya dalam bentuk uang. Jadi beda prinsip yang mendasar. PSC a la Ibu Sutowo, Pertamina bayar konraktor
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
PSC yang aseli versi Ibu Sutowo meniru sistim maruh antara yang mempunyai sawah dengan penggarap sawah, biaya seluruhnya ditanggung oleh yang penggarap. Dalam hal minyakbumi waktu itu Permina yang punya sawah, dan contractor sebagai penggarap Dalam PSC versi ini contractor nyaris seperti service contractor (conbtoh Schlumberger), dari mulai di dalam tanah sampai keluar minyak dan gas itu kepunyaan pertamina. Begitu minyaknya keluar Pertamina bayar contractor dalam bentuk minyak (natura) sesuai dengan splitnya, yaitu 50%-50%, tidak ada cost recovery. Kontraktor sifatnya sementara, maka perusahaan asing yang berdomisili di luar negeri diperbolehkan jadi contractor. Jadi kontraktor itu bukan mitra Pertamina, bahkan bukan juga investor, malah tidak boleh berinvestasi maupun mempunyai asset apapun di Indonesia. Semua peralatan yang dia bawa langsung menjadi milik Pertamina, tetapi fasilitas kerja disediakan oleh Pertamina Kalau system konsesi yang berlaku sebelumnya di Indonesia: Pemerintah memberikan konsesi suatu daerah kepada suatu perusahaan minyak bumi dengan ketentuan harus berdominisili di Indonesia (contoh PT Shell Indonesia, PT Stanvac Indonesia, PT Caltex Pacific Indonesia, dan yang sekarang: PT Freeport Indonesia, PT Newmont Indonesia dsb). Pemegang konsesi berkuasa penuh di daerah konsesinya dan membayar pemerintah royalty biasanya sekitar 5% dari produksinya dalam bentuk uang. Jadi beda prinsip yang mendasar. PSC a la Ibu Sutowo, Pertamina bayar konraktor sebagai fee atas jasanya memproduksikan minyak dan gasbmi dan dibayarkan dalam bentuk minyak sesuai dengan split yang disetujui dari permulaan Kalau system konsesi dengan rpyalty: Perusahaan mengusai seluruh kegiatan explorasi dan produksi, dan jika berhasil membayar pemerintah dalam bentuk uang 5% dari hasil produksinya dalam bentuk cash. PSC yang sekarang lebih mendekati konsesi, segalanya dikuasai Kontraktor sebagai mitra pemerintah, dan membayar pemerintah dalam bentuk cash sesuai dengan split yang disetujui, setelah dipotong berbagai biaya dan investasi yang dia tanamkan. Jadi bedanya adalah who pays who, Wassalam RPK - Original Message - From: Ong Han Ling To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, March 08, 2015 1:42 PM Subject: RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Sdr. Shofiyuddin, Saya ingin mengemukakan bahwa Cost Recovery tidak ada hubungannya dengan jenis PSC. Saya ingin menerangkan hal ini karena banyak orang, termasuk penjabat, tidak mengetahui bahwa sebetulnya Indonesia telah meninggalkan sistim PSC tidak lama setelah Ibnu Sutowo turun tahun 1976. Cost Recovery adalah istilah umum. Sistim apa saja termasuk Royalty, selalu ada cost recovery. Namanya bisa lain, disebut sebagai deduction atau reimburstment atau biaya/cost saja (Jargon dari Industry). Prinsipnya sama, semua cost yang dikeluarkan oleh K3S dibayar kembali dari revenue yang diperoleh; artinya cost di recover dari revenue, sesuatu yang umum untuk dunia usaha. Upama restoran. Cost atau uang belanja makanan yang dibeli sehari sebelumnya di recover dengan revenue yang masuk hari ini dari langganan. Bedanya disebut profit. Yang menjadi ciri khas dari PSC adalah adanya cost recovery limit. Ini adalah satu-satunya ciri dari PSC yang membedakan dengan sistim Royalty. PSC yang diberlakukan oleh Ibnu Sutowo tahun 1966 mempunyai Cost Recovery Limit atau CRL sebesar 40%. Kemudian selama 12 tahun antara 1976 sampai 1988, CRL dihapus; artinya Indonesia tidak bersistim, artinya bukan PSC dan bukan Royalty. Peristiwa Sembakung dimana Arco menemukan lapangan kecil dimana sunk cost lebih besar, telah membuka mata Pertamina. Tahun 1988 diterapkan First Tranche Petroleum atau FTP sebesar 20% yang dibagi antara Pemerintah dan K3S sesuai split yang berlaku. Disini FTP seperti pisau bersisi ganda, atau hybrid, bisa dianggap sebagai CRL dan bisa dianggap sebagai Royalty. Tahun 2003, hanya untuk setahun saja, MIGAS menawarkan 11 blok dengan merubah FTP menjadi Unshared FTP yang bukan lain adalah Royalty. Perkataan Royalty oleh MIGAS/Pertamina dianggap tabu tingga tidak dipakai. Besarnya unshared FTP (atau Royalty) adalah 10%. Memang sistim PSC Indonesia berbagai jenis: PSC murni, Royalty murni, hybrid PSC plus Royalty, dan tanpa Royalty maupun PSC. SKKMIGAS perlu meneliti tiap kontrak sendiri-sendiri. Semua jenis PSC Indonesia yang sampai sekarang masih berlaku semuanya berdasarkan sistim cost recovery. Istilah CRL membingungkan karena DPR juga memakai istilah Cost Recovery Limit tetapi artinya berlainan dengan yang lazim dipakai di Industri perminyakan. Istilah CRL yang umum dipakai di textbook, adalah perbandingan antara cost over revenue. Sedangkan istilah Cost Recovery Limit yang dipakai oleh DPR berlainan dan merupakan limit biaya yang bisa dipakai K3S untuk mengembangkan lapangannya
RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Sdr. Shofiyuddin, Saya ingin mengemukakan bahwa Cost Recovery tidak ada hubungannya dengan jenis PSC. Saya ingin menerangkan hal ini karena banyak orang, termasuk penjabat, tidak mengetahui bahwa sebetulnya Indonesia telah meninggalkan sistim PSC tidak lama setelah Ibnu Sutowo turun tahun 1976. Cost Recovery adalah istilah umum. Sistim apa saja termasuk Royalty, selalu ada cost recovery. Namanya bisa lain, disebut sebagai deduction atau reimburstment atau biaya/cost saja (Jargon dari Industry). Prinsipnya sama, semua cost yang dikeluarkan oleh K3S dibayar kembali dari revenue yang diperoleh; artinya cost di recover dari revenue, sesuatu yang umum untuk dunia usaha. Upama restoran. Cost atau uang belanja makanan yang dibeli sehari sebelumnya di recover dengan revenue yang masuk hari ini dari langganan. Bedanya disebut profit. Yang menjadi ciri khas dari PSC adalah adanya cost recovery limit. Ini adalah satu-satunya ciri dari PSC yang membedakan dengan sistim Royalty. PSC yang diberlakukan oleh Ibnu Sutowo tahun 1966 mempunyai Cost Recovery Limit atau CRL sebesar 40%. Kemudian selama 12 tahun antara 1976 sampai 1988, CRL dihapus; artinya Indonesia tidak bersistim, artinya bukan PSC dan bukan Royalty. Peristiwa Sembakung dimana Arco menemukan lapangan kecil dimana sunk cost lebih besar, telah membuka mata Pertamina. Tahun 1988 diterapkan First Tranche Petroleum atau FTP sebesar 20% yang dibagi antara Pemerintah dan K3S sesuai split yang berlaku. Disini FTP seperti pisau bersisi ganda, atau hybrid, bisa dianggap sebagai CRL dan bisa dianggap sebagai Royalty. Tahun 2003, hanya untuk setahun saja, MIGAS menawarkan 11 blok dengan merubah FTP menjadi Unshared FTP yang bukan lain adalah Royalty. Perkataan Royalty oleh MIGAS/Pertamina dianggap tabu tingga tidak dipakai. Besarnya unshared FTP (atau Royalty) adalah 10%. Memang sistim PSC Indonesia berbagai jenis: PSC murni, Royalty murni, hybrid PSC plus Royalty, dan tanpa Royalty maupun PSC. SKKMIGAS perlu meneliti tiap kontrak sendiri-sendiri. Semua jenis PSC Indonesia yang sampai sekarang masih berlaku semuanya berdasarkan sistim cost recovery. Istilah CRL membingungkan karena DPR juga memakai istilah Cost Recovery Limit tetapi artinya berlainan dengan yang lazim dipakai di Industri perminyakan. Istilah CRL yang umum dipakai di textbook, adalah perbandingan antara cost over revenue. Sedangkan istilah Cost Recovery Limit yang dipakai oleh DPR berlainan dan merupakan limit biaya yang bisa dipakai K3S untuk mengembangkan lapangannya. Untuk membedakan CRL yang umum dipakai di industri, kita mengunakan istilah LImit biaya untuk versi DPR. Tahun 2013, limit biaya kalau tidak salah dipatok DPR di APBN sebesar 12 milliar dollar. SKKMIGAS takut kalau melebihi APBN hingga mereka extra hati-hati dan bukan yang dikwatirkan Sdr. Shofiyudin karena sistim PSC Indonesia. Salam, HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Shofiyuddin Sent: Friday, March 6, 2015 9:41 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Mungkin pakDe RDP bisa membandingkan juga sistem PSC nya, apakah menganut sistem cost recovery seperti di kita apa enggak. Di kita ini khan, sejauh yang saya tahu, menganut sistem cost recovery. POD adalah pintu masuk ke dalam sistem itu. Tolong koreksi kalo saya salah. Artinya, begitu POD disetujui, maka segala biaya yang berkenaan dengan sumur, pembangunan fasilitas dan lain lain sebagainya akan mulai dibebankan sebagai cost recovery. Dengan kondisi sistem seperti ini, personally, saya bisa mengerti kenapa pemerintah (dalam hal ini SKKMigas) mensyaratkan untuk melakukan DST sebegai bahan dasar penyebutan Discovery, yang ujung ujung nya sebegai persyaratan POD. Kecuali kalo sistem berbeda, misal Royalti, ya DST mungkin tidak menjadi penting karena resiko biaya lebih ada di tangan kontraktor. 2015-03-06 9:03 GMT+07:00 S. (Daru) Prihatmoko sprihatm...@gmail.com: Quote RDP: Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015).” Di Indonesia sendiri, sejauh apa/ sepenting apakah “standart” estimasi sumberdaya migas ini diperlukan oleh para stakeholder migas? Nampaknya ISPG bisa memulainya untuk hal ini (spt yg dilakukan MGEI saat memulai KCMI), kemudian menggandeng IATMI dan/ atau HAGI. Beberapa waktu lalu, saya dengar BEI akan meng-upgrade peraturan pencatatan-nya bagi perusahaan migas, dan akan mengundang IAGI sebagai narasumber/ advisor spt yg mereka lakukan di sektor pertambangan. Ini akan menjadi
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Sekedar tambahan, untuk unconventional reservoir, SPEE (Society of Petroleum Evaluation Engineers) belum lama mengeluarkan monograf IV berangkat dari variasi kondisi reservoir, teknik completions, dan derajat maturasi sumur produksi. FHS 2015-03-05 19:23 GMT+08:00 Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com: Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka diHARUSkan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan POD (Plan Of Developement) yang memerlukan KEPASTIAN tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, TIDAK harus dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada uncertainty didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni apertambangan dibuat oleh IAGI (MGEI) dan PERHAPI dengan KCMI. Salam Rovicky Dwi Putrohari -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n:
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Mungkin pakDe RDP bisa membandingkan juga sistem PSC nya, apakah menganut sistem cost recovery seperti di kita apa enggak. Di kita ini khan, sejauh yang saya tahu, menganut sistem cost recovery. POD adalah pintu masuk ke dalam sistem itu. Tolong koreksi kalo saya salah. Artinya, begitu POD disetujui, maka segala biaya yang berkenaan dengan sumur, pembangunan fasilitas dan lain lain sebagainya akan mulai dibebankan sebagai cost recovery. Dengan kondisi sistem seperti ini, personally, saya bisa mengerti kenapa pemerintah (dalam hal ini SKKMigas) mensyaratkan untuk melakukan DST sebegai bahan dasar penyebutan Discovery, yang ujung ujung nya sebegai persyaratan POD. Kecuali kalo sistem berbeda, misal Royalti, ya DST mungkin tidak menjadi penting karena resiko biaya lebih ada di tangan kontraktor. 2015-03-06 9:03 GMT+07:00 S. (Daru) Prihatmoko sprihatm...@gmail.com: Quote RDP: Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015).” Di Indonesia sendiri, sejauh apa/ sepenting apakah “standart” estimasi sumberdaya migas ini diperlukan oleh para stakeholder migas? Nampaknya ISPG bisa memulainya untuk hal ini (spt yg dilakukan MGEI saat memulai KCMI), kemudian menggandeng IATMI dan/ atau HAGI. Beberapa waktu lalu, saya dengar BEI akan meng-upgrade peraturan pencatatan-nya bagi perusahaan migas, dan akan mengundang IAGI sebagai narasumber/ advisor spt yg mereka lakukan di sektor pertambangan. Ini akan menjadi kesempatan/ moment bagus untuk memulai program ini (kalau memang sudah diperlukan). Salam, Daru From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Reply-To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, March 5, 2015 at 6:23 PM To: i...@iagi.or.id i...@iagi.or.id, iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka di*HARUS*kan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan *POD (Plan Of Developement)* yang memerlukan *KEPASTIAN* tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, *TIDAK harus* dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada *uncertainty* didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian* Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri *dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni
[iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Tambahan saja, tidak selalu DST dilakukan untuk dianggap discovery dan lanjut ke POD. Beberapa prospek di Selat Makassar, dengan banyak sumur, sebagian besar diambil cukup MDT (dulu RFT) yang banyak sekali. Ini diterima oleh DM dan diakui pula pemerintah RI. Discovery dan POD. Salam, iPul * Geologi Unpak Sent from my deep heart, iPul @ iPad On Mar 5, 2015, at 6:23 PM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka diHARUSkan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan POD (Plan Of Developement) yang memerlukan KEPASTIAN tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, TIDAK harus dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada uncertainty didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni apertambangan dibuat oleh IAGI (MGEI) dan PERHAPI dengan KCMI. Salam Rovicky Dwi Putrohari -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list.
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Quote RDP: Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015).² Di Indonesia sendiri, sejauh apa/ sepenting apakah ³standart² estimasi sumberdaya migas ini diperlukan oleh para stakeholder migas? Nampaknya ISPG bisa memulainya untuk hal ini (spt yg dilakukan MGEI saat memulai KCMI), kemudian menggandeng IATMI dan/ atau HAGI. Beberapa waktu lalu, saya dengar BEI akan meng-upgrade peraturan pencatatan-nya bagi perusahaan migas, dan akan mengundang IAGI sebagai narasumber/ advisor spt yg mereka lakukan di sektor pertambangan. Ini akan menjadi kesempatan/ moment bagus untuk memulai program ini (kalau memang sudah diperlukan). Salam, Daru From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Reply-To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Date: Thursday, March 5, 2015 at 6:23 PM To: i...@iagi.or.id i...@iagi.or.id, iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka diHARUSkan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan POD (Plan Of Developement) yang memerlukan KEPASTIAN tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, TIDAK harus dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada uncertainty didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni apertambangan dibuat oleh IAGI (MGEI) dan PERHAPI dengan KCMI. Salam Rovicky Dwi Putrohari -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Tambahan diskusi dengan kasus di bawah ini : Bila telah mengebor satu sumur exploration dan hasilnya discovery pada lapangan tersebut serta telah dilakukan DST untuk sumur tersebut. Salah satu solusi pada saat pengeboran sumur appraisal di lapangan tersebut dapat dilakukan Production Test sehingga memenuhi syarat untuk pengajuan POD lapangan tersebut. Intinya Production Test dapat menggantikan DST untuk sumur appraisal. Mungkin dapat jadi solusi secara ekonomi (pengurangan operation cost) namun data yang akan didapat tetap memenuhi standar teknis untuk pengajuan POD lapangan tersebut. Silakan ditanggapi diskusi kasus ini. Salam TAM 2015-03-06 7:50 GMT+07:00 mohammadsyai...@gmail.com: Tambahan saja, tidak selalu DST dilakukan untuk dianggap discovery dan lanjut ke POD. Beberapa prospek di Selat Makassar, dengan banyak sumur, sebagian besar diambil cukup MDT (dulu RFT) yang banyak sekali. Ini diterima oleh DM dan diakui pula pemerintah RI. Discovery dan POD. Salam, iPul * Geologi Unpak Sent from my deep heart, iPul @ iPad On Mar 5, 2015, at 6:23 PM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka di*HARUS*kan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan *POD (Plan Of Developement)* yang memerlukan *KEPASTIAN* tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, *TIDAK harus* dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada *uncertainty* didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian* Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri *dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni apertambangan dibuat oleh IAGI (MGEI) dan PERHAPI dengan KCMI. Salam Rovicky Dwi Putrohari -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI
[iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka di*HARUS*kan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan *POD (Plan Of Developement)* yang memerlukan *KEPASTIAN* tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, *TIDAK harus* dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada *uncertainty* didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian* Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri *dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor terdiri dari AAPG, SEG, SPEE, SPE, dan WRC. berikut yang 2011 setau saya. Cmiiw. david On Monday, March 2, 2015 7:44 AM, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com wrote: Dear All, Saat ini Resources Classification yang dipakai (diakui) SKKMIGAS ataupun Dirjen MiGAS, acuannya dari mana ? Semestinya sih yang membuatnya organisasi profesi (IAGI dan IATMI), seperti yang dilakukan untuk duni apertambangan dibuat oleh IAGI (MGEI) dan PERHAPI dengan KCMI. Salam Rovicky Dwi Putrohari -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Hubungi Kami: http://www.iagi.or.id/contact Iuran tahunan Rp.250.000,- (profesional) dan Rp.100.000,- (mahasiswa) Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti Subscribe: iagi-net-subscr...@iagi.or.id Unsubscribe: iagi-net-unsubscr...@iagi.or.id DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list.
Re: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Great Pak Ong ! Kalau punggawa sudah ikutan turun gunung berkontribusi diskusi semestinya akan mengerucut menjadi sebuah karya. Benar Pak Ong, IAGI (bersama organisasi lain) memang tidak perlu memulai menyusun PRMS dari NOL. Saya sependapat untuk mengadopsi beberapa bagian (atau sebagian besar) dari metode ataupun klasifikasi serta penghitungan cadangan/sumberdaya migas ini dari PRMS yang sudah diakui global. Bahkan saya juga sudah beberapa kali menyarankan hal yang sama untuk memperbaharui Sandi Stratigrafi Indonesia dari sandi-sandi yang lain yg sudah terupdate, tidak perlu dari awal lagi. Sependek pengetahuan saya, sewaktu penyusunan KCMI-pun kawan-kawan IAGI-PERHAPI juga mengadopsi JORC digabungkan dengan SNI (cmiiw), isinya sangat mirip. Itu merupakan cara praktis yang pas. Tetapi untuk membuat sertifikasi assesor (Competent Person) ini, masih perlu dipikirkan apakah ada (perlu) sertifikasi penghitung cadangan migas ini ? Terus terang saya belum pernah tahu di dunia migas. Seringkali, yang saya lihat di dunia migas, yang mengeluarkan sertifikasi cadangan adalah badan tersendiri (swasta) seperti DM, juga LEMIGAS serta LAPI dll. Tetapi bukan perseorangan seperti Competent Person dipertambangan umum. Bahkan untuk kebutuhan POD kalau ngga salah SKKMIGAS memerlukan perhitungan dari lembaga yang diakui pemerintah LAPI/LEMIGAS, mohon dikoreksi. Nah, apakah memang diperlukan semacam Competent Person dalam industri migas ? Salam RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-06 11:57 GMT+07:00 Ong Han Ling hl...@geoservices.co.id: Teman-teman IAGI, Setau saya kita semua mengacu pada Prism dalam klasifikasi cadangan. Asal usul Prism adalah gabungan dari beberapa Societies. Tahun 1997 SPE bergabung dengan WPC (World Petroleum Congress) mengeluarkan definisi cadangan (P1, P2, P3). Lalu AAPG tahun 2000 bergabung, dengan memasukkan unsur resources. Terakir yang bergabung adalah SPEE (Soc. Petr. Eval. Engineer) tahun 2006(?). Jadi mereka telah mewakili semua Societies. Untuk memimpikan, yang didambakan Pak Rovicky, bahwa IAGI, IATMI, HAGI bersatu dan mendifinisikan classifikasi cadangan tersendiri, saya kira terlalu jauh. Tidak ada salahnya kita ikut numpang dan menggunakan Prism yang sudah teruji dan dipakai sebagai standard di dunia Internasional. Tentang SEC (Security Exchange Commsission) yang disebut Pak Rovicky, agak dicampur aduk. SEC tidak ada hubungan langsung dengan classification cadangan. Tugas SEC utama adalah menlindungi pembeli saham. Jadi yang penting bagi SEC adalah bahwa cadangan yang di delcare perusahaan minyak bisa diproduksi dan bisa dijual sekarang juga. Maka itu keekonomian perlu ditunjukan dan untuk ini SEC menggunkan asumsi discounted value 10% dengan memakai harga migas saat ini. (Kalau Prism tidak begitu peduli apakah cadangan bisa di produksi saat ini atau tidak). Selain itu SEC juga mengharuskan adanya bukti bahwa lapangan tsb. akan diproduksi sekarang juga. Antara lain, dengan melampirkan kontrak penjualan migas atau infrastruktur yang sedang dibangun. Salah satu contoh adalah Shell yang mengeluarkan cadangan minyaknya dari bukunya dengan adanya perang yang berekelanjutan di Negeria beberapa tahun yang lalu. Proven reserve pun tidak diakui oleh SEC karena tidak bisa diproduksi. Beda sekali dengan bidang mineral. Disini IAGI-PERHAPI akan memberikan akreditasi kepada anggotanya untuk mendapatkan ijazah sebagai orang kompeten dalam malakukan evaluasi cadangan berdasarkan standard dari Australia (Joint Ore Reserve Code). JORC di adoptasi oleh Indonesia menjadi CMI (Cadangan Mineral Indonesia). Ketua IAGI yang sekarang memegang peranan penting dalam pembentukan Komittee CMI (KCMI) untuk akreditasi orang kompeten Indonesia. Akreditasi sekarang sedang berjalan. Bravo kepada MGEI dengan karyanya yang nyata. Moga-moga keterangan singkat ini berguna. HL Ong *From:* iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] *On Behalf Of *Rovicky Dwi Putrohari *Sent:* Thursday, March 5, 2015 6:23 PM *To:* i...@iagi.or.id; IAGI *Subject:* [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka di*HARUS*kan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan *POD (Plan Of Developement)* yang memerlukan *KEPASTIAN* tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery
RE: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan
Teman-teman IAGI, Setau saya kita semua mengacu pada Prism dalam klasifikasi cadangan. Asal usul Prism adalah gabungan dari beberapa Societies. Tahun 1997 SPE bergabung dengan WPC (World Petroleum Congress) mengeluarkan definisi cadangan (P1, P2, P3). Lalu AAPG tahun 2000 bergabung, dengan memasukkan unsur resources. Terakir yang bergabung adalah SPEE (Soc. Petr. Eval. Engineer) tahun 2006(?). Jadi mereka telah mewakili semua Societies. Untuk memimpikan, yang didambakan Pak Rovicky, bahwa IAGI, IATMI, HAGI bersatu dan mendifinisikan classifikasi cadangan tersendiri, saya kira terlalu jauh. Tidak ada salahnya kita ikut numpang dan menggunakan Prism yang sudah teruji dan dipakai sebagai standard di dunia Internasional. Tentang SEC (Security Exchange Commsission) yang disebut Pak Rovicky, agak dicampur aduk. SEC tidak ada hubungan langsung dengan classification cadangan. Tugas SEC utama adalah menlindungi pembeli saham. Jadi yang penting bagi SEC adalah bahwa cadangan yang di delcare perusahaan minyak bisa diproduksi dan bisa dijual sekarang juga. Maka itu keekonomian perlu ditunjukan dan untuk ini SEC menggunkan asumsi discounted value 10% dengan memakai harga migas saat ini. (Kalau Prism tidak begitu peduli apakah cadangan bisa di produksi saat ini atau tidak). Selain itu SEC juga mengharuskan adanya bukti bahwa lapangan tsb. akan diproduksi sekarang juga. Antara lain, dengan melampirkan kontrak penjualan migas atau infrastruktur yang sedang dibangun. Salah satu contoh adalah Shell yang mengeluarkan cadangan minyaknya dari bukunya dengan adanya perang yang berekelanjutan di Negeria beberapa tahun yang lalu. Proven reserve pun tidak diakui oleh SEC karena tidak bisa diproduksi. Beda sekali dengan bidang mineral. Disini IAGI-PERHAPI akan memberikan akreditasi kepada anggotanya untuk mendapatkan ijazah sebagai orang kompeten dalam malakukan evaluasi cadangan berdasarkan standard dari Australia (Joint Ore Reserve Code). JORC di adoptasi oleh Indonesia menjadi CMI (Cadangan Mineral Indonesia). Ketua IAGI yang sekarang memegang peranan penting dalam pembentukan Komittee CMI (KCMI) untuk akreditasi orang kompeten Indonesia. Akreditasi sekarang sedang berjalan. Bravo kepada MGEI dengan karyanya yang nyata. Moga-moga keterangan singkat ini berguna. HL Ong From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of Rovicky Dwi Putrohari Sent: Thursday, March 5, 2015 6:23 PM To: i...@iagi.or.id; IAGI Subject: [iagi-net] Re: [ispg] Resources Classification : Aturan atau prosedur perhitungan sumberdaya dan cadangan Terimkasih David Ini juga seperti yang saya pakai untuk referensi. Namun sekali lagi ini dibuat untuk kebutuhan di Amerika (sepertinya). Artinya kebutuhan disana tidak sama dengan kebutuhan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah sumur yang akan dinyatakan DISCOVERY, maka diHARUSkan ada DST yang sampai pada stablized flow. Sehingga sumur-sumur tanpa test (DST) tidak dapat diklaim sebagai discovery. Hal ini diperlukan untuk penentuan POD (Plan Of Developement) yang memerlukan KEPASTIAN tinggi pada sebuah penemuan. Ada aspek hukum yang penting disini. Negara tidak akan mau menanggung risiko bila nanti sudah dinyatakan layak POD ternyata sumurnya tidak mengalir sesuai dengan harapan. Di Amerika (khususnya Gulf Of Mexico) untuk menyatakan discovery pada sumur eksplorasi, TIDAK harus dengan DST. Karena adanya larangan DST (flaring) karena pertimbangan lingkungan hidup. Sehingga SEC (Securities and Exchange Commission) akan mengakui sebuah penemuan (discovery) ketika perusahaan migas akan mengajukan klaim (booked) cadangan, dan masyarakat (termasuk bank dan investor pembeli saham) harus sudah menyadari masih adanya risiko dikemudian hari. Tentusaja disini untuk kebutuhan meminjam Bank, untuk menjual saham dsb. masih ada uncertainty didalamnya. Diatas terlihat sekali perbedaan antara penentuan sumur discovery (penemuan) dan sumur dry hole (oil show). Dengan demikian Indonesia HARUS memiliki STANDART tersendiri dalam membuat klasifikasi cadangan. Dan tidak dapat serta merta mengkuti standartnya PRMS diatas, karena tujuannya berbeda. Disitulah makanya saya bertanya, standart yang ada di SKKMIGAS (DirjenMIGAS) itu atrannya ada dimana ? Semstinya standart ini dibuat oleh organisasi profesi seperti PRMS yang dibuat oleh SEG, AAPG, SPE, dll. Bukan oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan. Saya bermimpi, IAGI bersama HAGI dan IATMI lah yang mestinya menyusun standart ini seperti KCMI yang dibuat oleh IAGI-PERHAPI. Mudah-mudahan ini akan dibahas nanti dalam pertemuan ilmiah bersama di Balikapan (JCB 2015). Salam sukses !! RDP -- Kebanggaan sejati muncul dari kontribusi anda yang positip. 2015-03-05 17:59 GMT+07:00 David - david_ontos...@yahoo.com SRS0-SRbz=DT=yahoo.com=david_ontos...@iagi.or.id: Pak Rovicky, untuk klasifikasi cadangan acuannya kebanyakan dari PRMS (setau saya), dibuat oleh tim sponsor