Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-04-06 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Sugeng,
   
  Maaf baru dikomentari, saya baru kembali dari sidang OPEC di Wina.
   
  Betul Pak Ajip seorang penggemar otodidak. Cerita-cerita Sunda Pak Ajip enak 
diikuti, mengingatkan terus ke kampung halaman. Tetapi Pak Ajip bukan sastrawan 
Sunda saja sebab tulisannya dalam bahasa Indonesia sama banyaknya. Dan, ia juga 
memberikan penghargaan kepada penggiat sastra Jawa, Bali, dan kabarnya pernah 
juga sastra Minang.
   
  Terima kasih untuk oleh2 core dari NE Betara Jabung. Oleh2 serpentinit 
Batanta suka saya pamerkan kepada teman2 yang kebetulan mampir ke kantor, dan 
membandingkannya dengan serpentinit Ciletuh dan Meratus.
   
  salam,
  awang

Sugeng Hartono [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Pak Awang,

Rupanya Pak Ajip R ini seorang otodidak ya. Setahu saya beliau itu salah
satu sastrawan Kebudayaan Sunda.
Beliau pasti orang yang luar biasa (extra ordinary). Novelnya yang berjudul
Roro Mendut ditulis dengan sangat bagus dan memukau; berbeda
dengan Roro Mendut-nya Romo Mangunwijaya yang kocak dan ngepop.
Novel Pak Ayip yang terakhir (?) berjudul Pengantin, sempat dikritik sama
alm Pak Pram (Pramudya Ananta Toer): Coba kalau P.Ajip mengalami pengalaman
(penderitaan) seperti saya, dia tidak bakalan menulis Pengantin... Saya
sendiri belum pernah baca novel ini.
Buku Pak Ajip R ini pasti bagus untuk menambah wawasan.

Salam,
Sugeng

nb.Pak Awang, saya ada oleh-2 sebongkah core dari LTAF atau basement di NE
Betara, Jabung.


   
-
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total 
Access, No Cost.

RE: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-28 Terurut Topik Tonny P. Sastramihardja
Abah,
Curug Cikapundung anu di Maribaya kiwari masih keneh 'ngebul'?
Anu pasti mah CAINA COKLAT...

Salam
Abah ANOM

-Original Message-
From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, March 28, 2008 12:20 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT :
Hidup Tanpa Ijazah)





A wang

Terima kasih kanggo sisindiranna,
dilagukeun-na nganggo kinanti atanapi pangkur ?

Eh, dimana bisa
beli itu buku ?

Si Abah 


 Abah,
 
   Mungkiwn saja Ajip akeliru,
kemnungkinan itu sudah diakuinya seperti
 ditulisnya di kata
pengantar bukunya pada halaman 4,
 
   Akhirnya
saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam

otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan
 saya keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang
kita
 alami bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan
kenangan yang
 berbeda.Yang tersaji dalam otobiografi ini adalah
kesan dan ingatan yang
 ada pada saya.Orang lain yang juga
mengalami peristiwa yang sama dengan
 saya mungkin mempunyai
kesan dan ingatan yang berbeda.
 
   Sebenarnya
sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah
 atau
gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI
 (saat Ajip hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian
disikut),
 saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman
Ajip sebagai orang Indonesia
 di Jepang, pengalaman Ajip
mengamati reformasi, dan masih banyak lagi
 peristiwa yang
menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan
 lugas
apa adanya (maka Ajip menulis di kata pengantar, mohon maaf kalau
 sampai membangunkan macan tidur). Mungkin ada/banyak orang akan
 tersinggung dengan tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada
otobiografi
 tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).
 
   Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di
bawah, ditulis apa
 adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa
perasaan, hanya menceritakan
 fakta dan peristiwa.
 
   Ngebul curug Cikapundung,
 cai tiguling teu
eling,
   seahna ayeuh-ayeuhan,
   cai mulang cai
malik,
   leumpang laun reureundeuheun
   taya kalali
kaeling
 
   Hasan Mustopa (1852-1830)


   salam,
   awang
 
 yanto
R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 
 
 Rekan rekan
 
 Saya jadi
tergelitik ingin memberikan
 komentar mengenai orang Sunda yang
uar biasa ini.
 Ayip adalah manusia
 angka yang
mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani

profesinya sebagai sastrawan.
 
 Tapi ada  yang agak
 menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 
 

Benarkah Ayip tidak
 menamatkan SMA- nya , karena dia meihat 
PADA Masa ITU BEGITU
 MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN
UJIAN  agar dapat  lulus
 ?
 
 Saya lebih muda
enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
 kira Ayip menamatkan
SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
 Setahu saya
 sistim
ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
 pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
 Ditempat saya
di Bandung
 SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St
Aleysus  pun
 tidak 100 %.
 Saya tidak pernah mendengar
pada saat saya SMA ada
 bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb 
untuk lulus
 Pada saat
 itu guru guru kita hormati ,
walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
 Kepala Sekolah saya
di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
 Tirtayasa ,
daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di

Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
 waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.


 Saya
 tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan
agak tercampurkan antara
 kejadian tempo doeloe dia dengan dengan
kejadian saat ini dimana memang
 sering terjadi skandal mengenai
ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
 oleh Ayip sendiri 
?
 Mungkin pak Awang bisa menjawab .
 
 Memang
nobody is perfect .
 
 Si Abah
 
 
 
 
 
Ada seorang putra
Indonesia yang tak
 punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun tak
 punya karena ia tidak
menamatkan SMA-nya, tetapi
 ia diangkat
 sebagai
gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
 Bagaimana
 bisa ?

 Kita barangkali akan sulit
meneladani tokoh
 yang satu ini, bukannya
 tidak
mampu, tetapi kesempatan yang ada
 pada masa kita hidup saat
ini
 sudah jauh berbeda dengan
 kesempatan yang
lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
 mampu,
dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
 ia akan
 sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu

 selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang,
barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain
no gain !

 
 Sebuah buku baru
diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
 Tebalnya

setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS.
 Meskipun
tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
 setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri
Harry Potter
 terakhir, Deadly Hollows,
 tebal 1008
halaman, berkertas dengan
 kualitas di bawah HVS, berharga Rp
 175.000). Saat

Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-28 Terurut Topik Awang Satyana
Abah,
   
  Puisinya mesti dilagukan dengan pupuh kinanti. Buku Pak Ajip saya beli di 
Gramedia di bagian buku2 baru.

salam,
  awang

yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:
  



A wang

Terima kasih kanggo sisindiranna,
dilagukeun-na nganggo kinanti atanapi pangkur ?

Eh, dimana bisa
beli itu buku ?

Si Abah 


 Abah,
 
 Mungkiwn saja Ajip akeliru,
kemnungkinan itu sudah diakuinya seperti
 ditulisnya di kata
pengantar bukunya pada halaman 4,
 
 Akhirnya
saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam

otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan
 saya keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang
kita
 alami bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan
kenangan yang
 berbeda.Yang tersaji dalam otobiografi ini adalah
kesan dan ingatan yang
 ada pada saya.Orang lain yang juga
mengalami peristiwa yang sama dengan
 saya mungkin mempunyai
kesan dan ingatan yang berbeda.
 
 Sebenarnya
sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah
 atau
gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI
 (saat Ajip hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian
disikut),
 saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman
Ajip sebagai orang Indonesia
 di Jepang, pengalaman Ajip
mengamati reformasi, dan masih banyak lagi
 peristiwa yang
menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan
 lugas
apa adanya (maka Ajip menulis di kata pengantar, mohon maaf kalau
 sampai membangunkan macan tidur). Mungkin ada/banyak orang akan
 tersinggung dengan tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada
otobiografi
 tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).
 
 Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di
bawah, ditulis apa
 adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa
perasaan, hanya menceritakan
 fakta dan peristiwa.
 
 Ngebul curug Cikapundung,
 cai tiguling teu
eling,
 seahna ayeuh-ayeuhan,
 cai mulang cai
malik,
 leumpang laun reureundeuheun
 taya kalali
kaeling
 
 Hasan Mustopa (1852-1830)


 salam,
 awang
 
 yanto
R.Sumantri wrote:
 
 
 
 Rekan rekan
 
 Saya jadi
tergelitik ingin memberikan
 komentar mengenai orang Sunda yang
uar biasa ini.
 Ayip adalah manusia
 angka yang
mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani

profesinya sebagai sastrawan.
 
 Tapi ada yang agak
 menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 
 

Benarkah Ayip tidak
 menamatkan SMA- nya , karena dia meihat 
PADA Masa ITU BEGITU
 MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN
UJIAN agar dapat lulus
 ?
 
 Saya lebih muda
enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
 kira Ayip menamatkan
SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
 Setahu saya
 sistim
ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
 pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
 Ditempat saya
di Bandung
 SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St
Aleysus pun
 tidak 100 %.
 Saya tidak pernah mendengar
pada saat saya SMA ada
 bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb 
untuk lulus
 Pada saat
 itu guru guru kita hormati ,
walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
 Kepala Sekolah saya
di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
 Tirtayasa ,
daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di

Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
 waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.


 Saya
 tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan
agak tercampurkan antara
 kejadian tempo doeloe dia dengan dengan
kejadian saat ini dimana memang
 sering terjadi skandal mengenai
ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
 oleh Ayip sendiri 
?
 Mungkin pak Awang bisa menjawab .
 
 Memang
nobody is perfect .
 
 Si Abah
 
 
 
 
 
 Ada seorang putra
Indonesia yang tak
 punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun tak
 punya karena ia tidak
menamatkan SMA-nya, tetapi
 ia diangkat
 sebagai
gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
 Bagaimana
 bisa ?

 Kita barangkali akan sulit
meneladani tokoh
 yang satu ini, bukannya
 tidak
mampu, tetapi kesempatan yang ada
 pada masa kita hidup saat
ini
 sudah jauh berbeda dengan
 kesempatan yang
lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
 mampu,
dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
 ia akan
 sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu

 selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang,
barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain
no gain !

 
 Sebuah buku baru
diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
 Tebalnya

setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS.
 Meskipun
tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
 setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri
Harry Potter
 terakhir, Deadly Hollows,
 tebal 1008
halaman, berkertas dengan
 kualitas di bawah HVS, berharga Rp
 175.000). Saat mengetahui
 harganya, saya cukup kaget
juga, buku-buku
 yang dicetak biasa
 (bukan deluks)
dengan tebal sekitar 200-300 halaman
 kini harga

rata-ratanya sekitar Rp 35.000-50.000, dengan harga rata2 itu

 maka buku 

RE: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-28 Terurut Topik yanto R.Sumantri


Ayi

Tos teu endah deui atuh nya .

Si Abah



   Abah,
 Curug Cikapundung anu di Maribaya
kiwari masih keneh 'ngebul'?
 Anu pasti mah CAINA COKLAT...
 
 Salam
 Abah ANOM
 

-Original Message-

From: yanto R.Sumantri
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, March 28, 2008 12:20
PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l]
apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT :
 Hidup Tanpa
Ijazah)
 
 
 
 
 
 A
wang
 
 Terima kasih kanggo sisindiranna,

dilagukeun-na nganggo kinanti atanapi pangkur ?
 
 Eh,
dimana bisa
 beli itu buku ?
 
 Si Abah
 


 Abah,

   Mungkiwn saja Ajip
akeliru,
 kemnungkinan itu sudah diakuinya seperti

ditulisnya di kata
 pengantar bukunya pada halaman 4,

   Akhirnya
 saya memohon maaf
kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam


otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan
 saya keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian
yang
 kita
 alami bersama, masing-masing akan
mempunyai kesan dan
 kenangan yang
 berbeda.Yang
tersaji dalam otobiografi ini adalah
 kesan dan ingatan yang
 ada pada saya.Orang lain yang juga
 mengalami
peristiwa yang sama dengan
 saya mungkin mempunyai

kesan dan ingatan yang berbeda.

  
Sebenarnya
 sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal
sekolah
 atau
 gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa
Ali Sadikin jadi gubernur DKI
 (saat Ajip hampir saja
diangkat jadi menteri tetapi kemudian
 disikut),
 saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman
 Ajip
sebagai orang Indonesia
 di Jepang, pengalaman Ajip

mengamati reformasi, dan masih banyak lagi
 peristiwa yang
 menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan
 lugas
 apa adanya (maka Ajip menulis di kata
pengantar, mohon maaf kalau
 sampai membangunkan macan
tidur). Mungkin ada/banyak orang akan
 tersinggung dengan
tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada
 otobiografi

tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).

   Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di
 bawah, ditulis apa
 adanya, tanpa berseni, tanpa
emosi, tanpa
 perasaan, hanya menceritakan
 fakta
dan peristiwa.

   Ngebul curug
Cikapundung,
 cai tiguling teu
 eling,

  seahna ayeuh-ayeuhan,
   cai mulang cai
 malik,
   leumpang laun reureundeuheun
   taya kalali
 kaeling

   Hasan Mustopa
(1852-1830)

 
   salam,
 
 awang

 yanto
 R.Sumantri
[EMAIL PROTECTED] wrote:



 Rekan rekan

 Saya
jadi
 tergelitik ingin memberikan
 komentar mengenai
orang Sunda yang
 uar biasa ini.
 Ayip adalah
manusia
 angka yang
 mempunyai keteguhan daam
memegang prinsip dalam menjalani

 profesinya
sebagai sastrawan.

 Tapi ada  yang agak
 menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 


 Benarkah Ayip tidak
 menamatkan SMA- nya
, karena dia meihat
 PADA Masa ITU BEGITU
 MUDAHNYA
ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN
 UJIAN  agar dapat  lulus
 ?

 Saya lebih muda
 enam
atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
 kira Ayip
menamatkan
 SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
 Setahu
saya
 sistim
 ujian SMA yang nasional sangat tertib
, dan angka kelulusan tidak
 pernah ada yang 100 % atau
sangat jarang.
 Ditempat saya
 di Bandung
 SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St

Aleysus  pun
 tidak 100 %.
 Saya tidak pernah
mendengar
 pada saat saya SMA ada
 bahan ujian bocor
, atau nyogok guru dsb
 untuk lulus
 Pada saat
 itu guru guru kita hormati ,
 walaupun saya termasuk
murid yang bandel ,
 Kepala Sekolah saya
 di SMP
waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
 Tirtayasa ,
 daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di

 Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA
II , SMAIII , jadi
 waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih
dari umayan.

 
 Saya

tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan
 agak
tercampurkan antara
 kejadian tempo doeloe dia dengan
dengan
 kejadian saat ini dimana memang
 sering
terjadi skandal mengenai
 ujian nasional ? Ataukah ini hanya
dialami
 oleh Ayip sendiri
 ?
 Mungkin
pak Awang bisa menjawab .

 Memang

nobody is perfect .

 Si Abah





Ada seorang putra
 Indonesia yang tak

punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun
tak
 punya karena ia tidak
 menamatkan SMA-nya,
tetapi
 ia diangkat
 sebagai

gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.

Bagaimana
 bisa ?

 Kita
barangkali akan sulit
 meneladani tokoh
 yang satu
ini, bukannya
 tidak
 mampu, tetapi kesempatan
yang ada
 pada masa kita hidup saat
 ini
 sudah jauh berbeda dengan
 kesempatan yang
 lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
 mampu,
 dan ada kesempatan untuk menunjukkannya,
maka
 ia akan
 sukses. Memang kesempatan
bisa diciptakan, tetapi belum tentu

 selalu
menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang,
 barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain
 no
gain !


 Sebuah buku
baru
 diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.

Tebalnya

 setebal bantal, 1364 halaman, dicetak
di kertas HVS.
 Meskipun
 tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku

setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri
 Harry Potter

Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-27 Terurut Topik yanto R.Sumantri



 Rekan rekan 

Saya jadi tergelitik ingin memberikan
komentar mengenai orang Sunda yang uar biasa ini.
Ayip adalah manusia
angka yang mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani
profesinya sebagai sastrawan.

Tapi ada  yang agak
menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 

Benarkah Ayip tidak
menamatkan SMA- nya , karena dia meihat  PADA Masa ITU BEGITU
MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN UJIAN  agar dapat  lulus
?

Saya lebih muda enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
kira Ayip menamatkan SMA-nya pada tahun 1956 / 57 . 
Setahu saya
sistim ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
Ditempat saya di Bandung
SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St Aleysus  pun
tidak 100 %.
Saya tidak pernah mendengar pada saat saya SMA ada 
bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb  untuk lulus
Pada saat
itu guru guru kita hormati , walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
Kepala Sekolah saya di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
Tirtayasa , daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di
Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.

Saya
tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan agak tercampurkan antara
kejadian tempo doeloe dia dengan dengan kejadian saat ini dimana memang
sering terjadi skandal mengenai ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
oleh Ayip sendiri  ?
Mungkin pak Awang bisa menjawab .

Memang nobody is perfect .

Si Abah 





   Ada seorang putra Indonesia yang tak
punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun tak
punya karena ia tidak menamatkan SMA-nya, tetapi
 ia diangkat
sebagai gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
 Bagaimana
bisa ?
 
   Kita barangkali akan sulit meneladani tokoh
yang satu ini, bukannya
 tidak mampu, tetapi kesempatan yang ada
pada masa kita hidup saat ini
 sudah jauh berbeda dengan
kesempatan yang lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
mampu, dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
 ia akan
sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu

selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang, barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain no gain !


   Sebuah buku baru diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
Tebalnya
 setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS. 
Meskipun tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri Harry Potter
terakhir, Deadly Hollows,
 tebal 1008 halaman, berkertas dengan
kualitas di bawah HVS, berharga Rp
 175.000). Saat mengetahui
harganya, saya cukup kaget juga, buku-buku
 yang dicetak biasa
(bukan deluks) dengan tebal sekitar 200-300 halaman
 kini harga
rata-ratanya sekitar Rp 35.000-50.000, dengan harga rata2 itu

maka buku tebal Pustaka Jaya ini mestinya berharga sekitar Rp 250.000.
 Bagaimana buku setebal 1364 halaman ini harganya hanya Rp 95.000
?
 
   Saya mendapatkan jawabannya pada halaman 1329 di
buku ini dalam rdquo;Ucapan
 Terimakasihrdquo;. Buku yang akan
saya ceritakan ini memang harga seharusnya
 adalah sekitar Rp
300.000. Tetapi, siapa yang mau membeli buku setebal
 1364
halaman dengan harga Rp 300.000 ? Kata Rosihan Anwar, wartawan dan
 penulis senior itu, tebal buku maksimal yang masih menarik untuk
dibaca
 orang-orang Indonesia adalah sekitar 300-400 halaman.
Memang Rosihan
 Anwar menganjurkan penulis buku ini untuk
memotong bukunya sampai
 menjadi maksimal 400 halaman saja,
tetapi penulisnya merasa sayang
 memotong manuskripnya yang sudah
sampai 1000 halaman, jadi ia tak
 memotongnya sama sekali, maka
akhirnya menjadi 1364 halaman. Harganya ?
 Ada sekitar 100 orang,
sebagian di antaranya tokoh-tokoh terkenal
 Indonesia dan Manca
Negara  dari berbagai latar belakang, dari seniman
 sampai
birokrat, dari ilmuwan sampai jenderal, yang bersedia membeli

buku ini dengan harga edisi khusus dan terjadilah subsidi silang

sehingga
  masyarakat umum dapat membelinya Rp 95.000. Sebuah ide
bagus !
 
   Baik, saya ceritakan saja buku ini.
Judulnya adalah rdquo;Hidup Tanpa Ijazah
 : Yang Terekam dalam
Kenanganrdquo;, sebuah otobiografi Ajip Rosidi,
 sastrawan dan
budayawan Indonesia. Buku ini ditulis dalam waktu kurang
 dari
setahun, ditulis atas anjuran teman-teman Ajip dan mengejar waktu
 agar telah terbit saat Ajip berusia 70 tahun pada 31 Januari 2008.
Buku
 ini ditulis oleh Ajip sendiri, jadi bukan otobiografi
pesanan seperti
 banyak dipesankan oleh para tokoh politik dan
militer (namanya
 otobiografi ya harusnya ditulis sendiri dong,
kalau dituliskan orang
 lain ya namanya biografi). Walaupun buku
ini mulai ditulis tahun 2006,
 Ajip dapat merekam dengan cukup
detail peristiwa2 puluhan tahun
 sebelumnya sejak Ajip anak-anak,
remaja, pemuda, dewasa muda, dewasa,
 sampai usianya sekarang (70
tahun). Pasti Ajip biasa menulis jurnal
 kegiatan harian sehingga
ia bisa menuliskan kembali peristiwa
 sehari-hari puluhan tahun
ke belakang.
 

Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-27 Terurut Topik Awang Satyana
Abah,
   
  Mungkin saja Ajip keliru, kemungkinan itu sudah diakuinya seperti ditulisnya 
di kata pengantar bukunya pada halaman 4, 
   
  Akhirnya saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam 
otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan saya 
keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang kita alami 
bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan kenangan yang berbeda.Yang 
tersaji dalam otobiografi ini adalah kesan dan ingatan yang ada pada saya.Orang 
lain yang juga mengalami peristiwa yang sama dengan saya mungkin mempunyai 
kesan dan ingatan yang berbeda.
   
  Sebenarnya sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah atau 
gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI (saat Ajip 
hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian disikut), saat Ajip bersama 
sahabat2nya, pengalaman Ajip sebagai orang Indonesia di Jepang, pengalaman Ajip 
mengamati reformasi, dan masih banyak lagi peristiwa yang menyangkut tokoh2 
yang kita kenal yang dia tulis dengan lugas apa adanya (maka Ajip menulis di 
kata pengantar, mohon maaf kalau sampai membangunkan macan tidur). Mungkin 
ada/banyak orang akan tersinggung dengan tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada 
otobiografi tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).
   
  Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di bawah, ditulis apa 
adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa perasaan, hanya menceritakan fakta 
dan peristiwa.
   
  Ngebul curug Cikapundung,
cai tiguling teu eling,
  seahna ayeuh-ayeuhan, 
  cai mulang cai malik,
  leumpang laun reureundeuheun
  taya kalali kaeling
   
  Hasan Mustopa (1852-1830)
   
  salam,
  awang

yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:
  


 Rekan rekan 

Saya jadi tergelitik ingin memberikan
komentar mengenai orang Sunda yang uar biasa ini.
Ayip adalah manusia
angka yang mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani
profesinya sebagai sastrawan.

Tapi ada  yang agak
menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 

Benarkah Ayip tidak
menamatkan SMA- nya , karena dia meihat  PADA Masa ITU BEGITU
MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN UJIAN  agar dapat  lulus
?

Saya lebih muda enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
kira Ayip menamatkan SMA-nya pada tahun 1956 / 57 . 
Setahu saya
sistim ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
Ditempat saya di Bandung
SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St Aleysus  pun
tidak 100 %.
Saya tidak pernah mendengar pada saat saya SMA ada 
bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb  untuk lulus
Pada saat
itu guru guru kita hormati , walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
Kepala Sekolah saya di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
Tirtayasa , daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di
Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.

Saya
tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan agak tercampurkan antara
kejadian tempo doeloe dia dengan dengan kejadian saat ini dimana memang
sering terjadi skandal mengenai ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
oleh Ayip sendiri  ?
Mungkin pak Awang bisa menjawab .

Memang nobody is perfect .

Si Abah 





   Ada seorang putra Indonesia yang tak
punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun tak
punya karena ia tidak menamatkan SMA-nya, tetapi
 ia diangkat
sebagai gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
 Bagaimana
bisa ?
 
 Kita barangkali akan sulit meneladani tokoh
yang satu ini, bukannya
 tidak mampu, tetapi kesempatan yang ada
pada masa kita hidup saat ini
 sudah jauh berbeda dengan
kesempatan yang lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
mampu, dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
 ia akan
sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu

selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang, barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain no gain !


 Sebuah buku baru diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
Tebalnya
 setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS. 
Meskipun tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri Harry Potter
terakhir, Deadly Hollows,
 tebal 1008 halaman, berkertas dengan
kualitas di bawah HVS, berharga Rp
 175.000). Saat mengetahui
harganya, saya cukup kaget juga, buku-buku
 yang dicetak biasa
(bukan deluks) dengan tebal sekitar 200-300 halaman
 kini harga
rata-ratanya sekitar Rp 35.000-50.000, dengan harga rata2 itu

maka buku tebal Pustaka Jaya ini mestinya berharga sekitar Rp 250.000.
 Bagaimana buku setebal 1364 halaman ini harganya hanya Rp 95.000
?
 
 Saya mendapatkan jawabannya pada halaman 1329 di
buku ini dalam ”Ucapan
 Terimakasih”. Buku yang akan
saya ceritakan ini memang harga seharusnya
 adalah sekitar Rp
300.000. Tetapi, siapa yang mau membeli buku setebal
 1364
halaman dengan harga Rp 300.000 ? Kata Rosihan Anwar, 

Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-27 Terurut Topik Sugeng Hartono
Pak Awang,

Rupanya Pak Ajip R ini seorang otodidak ya. Setahu saya beliau itu salah
satu sastrawan Kebudayaan Sunda.
Beliau pasti orang yang luar biasa (extra ordinary). Novelnya yang berjudul
Roro Mendut ditulis dengan sangat bagus dan memukau; berbeda
dengan Roro Mendut-nya Romo Mangunwijaya yang kocak dan ngepop.
Novel Pak Ayip yang terakhir (?) berjudul Pengantin, sempat dikritik sama
alm Pak Pram (Pramudya Ananta Toer): Coba kalau P.Ajip mengalami pengalaman
(penderitaan) seperti saya, dia tidak bakalan menulis Pengantin... Saya
sendiri belum pernah baca novel ini.
Buku Pak Ajip R ini pasti bagus untuk menambah wawasan.

Salam,
Sugeng

nb.Pak Awang, saya ada oleh-2 sebongkah core dari LTAF atau basement di NE
Betara, Jabung.

- Original Message - 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, March 28, 2008 1:16 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT :
Hidup Tanpa Ijazah)


 Abah,

   Mungkin saja Ajip keliru, kemungkinan itu sudah diakuinya seperti
ditulisnya di kata pengantar bukunya pada halaman 4,

   Akhirnya saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam
otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan saya
keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang kita alami
bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan kenangan yang berbeda.Yang
tersaji dalam otobiografi ini adalah kesan dan ingatan yang ada pada
saya.Orang lain yang juga mengalami peristiwa yang sama dengan saya mungkin
mempunyai kesan dan ingatan yang berbeda.

   Sebenarnya sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah
atau gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI
(saat Ajip hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian disikut),
saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman Ajip sebagai orang Indonesia di
Jepang, pengalaman Ajip mengamati reformasi, dan masih banyak lagi peristiwa
yang menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan lugas apa
adanya (maka Ajip menulis di kata pengantar, mohon maaf kalau sampai
membangunkan macan tidur). Mungkin ada/banyak orang akan tersinggung dengan
tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada otobiografi tandingan he2..(seperti
Habibie lawan Prabowo).

   Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di bawah, ditulis apa
adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa perasaan, hanya menceritakan fakta
dan peristiwa.

   Ngebul curug Cikapundung,
 cai tiguling teu eling,
   seahna ayeuh-ayeuhan,
   cai mulang cai malik,
   leumpang laun reureundeuheun
   taya kalali kaeling

   Hasan Mustopa (1852-1830)

   salam,
   awang

 yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:



  Rekan rekan

 Saya jadi tergelitik ingin memberikan
 komentar mengenai orang Sunda yang uar biasa ini.
 Ayip adalah manusia
 angka yang mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani
 profesinya sebagai sastrawan.

 Tapi ada  yang agak
 menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 

 Benarkah Ayip tidak
 menamatkan SMA- nya , karena dia meihat  PADA Masa ITU BEGITU
 MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN UJIAN  agar dapat  lulus
 ?

 Saya lebih muda enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
 kira Ayip menamatkan SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
 Setahu saya
 sistim ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
 pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
 Ditempat saya di Bandung
 SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St Aleysus  pun
 tidak 100 %.
 Saya tidak pernah mendengar pada saat saya SMA ada
 bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb  untuk lulus
 Pada saat
 itu guru guru kita hormati , walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
 Kepala Sekolah saya di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
 Tirtayasa , daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di
 Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
 waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.

 Saya
 tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan agak tercampurkan antara
 kejadian tempo doeloe dia dengan dengan kejadian saat ini dimana memang
 sering terjadi skandal mengenai ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
 oleh Ayip sendiri  ?
 Mungkin pak Awang bisa menjawab .

 Memang nobody is perfect .

 Si Abah





Ada seorang putra Indonesia yang tak
 punya gelar akademik sama sekali,
  bahkan ijazah SMA pun tak
 punya karena ia tidak menamatkan SMA-nya, tetapi
  ia diangkat
 sebagai gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
  Bagaimana
 bisa ?
 
  Kita barangkali akan sulit meneladani tokoh
 yang satu ini, bukannya
  tidak mampu, tetapi kesempatan yang ada
 pada masa kita hidup saat ini
  sudah jauh berbeda dengan
 kesempatan yang lebar terbuka pada saat
  dahulu. Orang harus
 mampu, dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
  ia akan
 sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu
 
 selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang, barangkali ada
  manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain no gain

Re: [iagi-net-l] apa benar jaman itu sudah sogok2an ?(wasOOT : Hidup Tanpa Ijazah)

2008-03-27 Terurut Topik yanto R.Sumantri




A wang

Terima kasih kanggo sisindiranna,
dilagukeun-na nganggo kinanti atanapi pangkur ?

Eh, dimana bisa
beli itu buku ?

Si Abah 


 Abah,
 
   Mungkiwn saja Ajip akeliru,
kemnungkinan itu sudah diakuinya seperti
 ditulisnya di kata
pengantar bukunya pada halaman 4,
 
   Akhirnya
saya memohon maaf kalau ternyata ingatan yang saya tulis dalam

otobiografi ini membangunkan macan tidur, tidak mustahil karena ingatan
 saya keliru, tetapi mungkin karena mengenai sesuatu kejadian yang
kita
 alami bersama, masing-masing akan mempunyai kesan dan
kenangan yang
 berbeda.Yang tersaji dalam otobiografi ini adalah
kesan dan ingatan yang
 ada pada saya.Orang lain yang juga
mengalami peristiwa yang sama dengan
 saya mungkin mempunyai
kesan dan ingatan yang berbeda.
 
   Sebenarnya
sisi paling menarik dari buku ini adalah bukan soal sekolah
 atau
gelar, tetapi pengalaman Ajip semasa Ali Sadikin jadi gubernur DKI
 (saat Ajip hampir saja diangkat jadi menteri tetapi kemudian
disikut),
 saat Ajip bersama sahabat2nya, pengalaman
Ajip sebagai orang Indonesia
 di Jepang, pengalaman Ajip
mengamati reformasi, dan masih banyak lagi
 peristiwa yang
menyangkut tokoh2 yang kita kenal yang dia tulis dengan
 lugas
apa adanya (maka Ajip menulis di kata pengantar, mohon maaf kalau
 sampai membangunkan macan tidur). Mungkin ada/banyak orang akan
 tersinggung dengan tulisan Ajip ini, bisa saja nanti ada
otobiografi
 tandingan he2..(seperti Habibie lawan Prabowo).
 
   Gaya penulisan buku ini mirip puisi Sunda seperti di
bawah, ditulis apa
 adanya, tanpa berseni, tanpa emosi, tanpa
perasaan, hanya menceritakan
 fakta dan peristiwa.
 
   Ngebul curug Cikapundung,
 cai tiguling teu
eling,
   seahna ayeuh-ayeuhan,
   cai mulang cai
malik,
   leumpang laun reureundeuheun
   taya kalali
kaeling
 
   Hasan Mustopa (1852-1830)


   salam,
   awang
 
 yanto
R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 
 
 Rekan rekan
 
 Saya jadi
tergelitik ingin memberikan
 komentar mengenai orang Sunda yang
uar biasa ini.
 Ayip adalah manusia
 angka yang
mempunyai keteguhan daam memegang prinsip dalam menjalani

profesinya sebagai sastrawan.
 
 Tapi ada  yang agak
 menjadikan pertanyaan bagi Si Abah 
 

Benarkah Ayip tidak
 menamatkan SMA- nya , karena dia meihat 
PADA Masa ITU BEGITU
 MUDAHNYA ORANG MENYOGOK , MENCARI BAHAN
UJIAN  agar dapat  lulus
 ?
 
 Saya lebih muda
enam atau tujuh tahun dari Ayip , jadi kira
 kira Ayip menamatkan
SMA-nya pada tahun 1956 / 57 .
 Setahu saya
 sistim
ujian SMA yang nasional sangat tertib , dan angka kelulusan tidak
 pernah ada yang 100 % atau sangat jarang.
 Ditempat saya
di Bandung
 SMA yang terkemuka  seperti SMA III , St
Aleysus  pun
 tidak 100 %.
 Saya tidak pernah mendengar
pada saat saya SMA ada
 bahan ujian bocor , atau nyogok guru dsb 
untuk lulus
 Pada saat
 itu guru guru kita hormati ,
walaupun saya termasuk murid yang bandel ,
 Kepala Sekolah saya
di SMP waktu itu mempunyai rumah di jaan Sultan
 Tirtayasa ,
daerah utara yyang merupakann tempat tinggal penggede di

Bandung. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepsek SMA II , SMAIII , jadi
 waktu itu kelihatannya hidup mereka lebih dari umayan.


 Saya
 tidak tahu apakah memor Ayip agak terganggu .dan
agak tercampurkan antara
 kejadian tempo doeloe dia dengan dengan
kejadian saat ini dimana memang
 sering terjadi skandal mengenai
ujian nasional ? Ataukah ini hanya dialami
 oleh Ayip sendiri 
?
 Mungkin pak Awang bisa menjawab .
 
 Memang
nobody is perfect .
 
 Si Abah
 
 
 
 
 
Ada seorang putra
Indonesia yang tak
 punya gelar akademik sama sekali,
 bahkan ijazah SMA pun tak
 punya karena ia tidak
menamatkan SMA-nya, tetapi
 ia diangkat
 sebagai
gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang.
 Bagaimana
 bisa ?

 Kita barangkali akan sulit
meneladani tokoh
 yang satu ini, bukannya
 tidak
mampu, tetapi kesempatan yang ada
 pada masa kita hidup saat
ini
 sudah jauh berbeda dengan
 kesempatan yang
lebar terbuka pada saat
 dahulu. Orang harus
 mampu,
dan ada kesempatan untuk menunjukkannya, maka
 ia akan
 sukses. Memang kesempatan bisa diciptakan, tetapi belum tentu

 selalu menjadi terbuka. Ini cerita tentang seseorang,
barangkali ada
 manfaatnya, paling tidak menekankan : no pain
no gain !

 
 Sebuah buku baru
diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008.
 Tebalnya

setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS.
 Meskipun
tebal dan
 cetakannya bagus, harganya murah untuk buku
 setebal ini, Rp 95.000
 (bandingkan dengan buku seri
Harry Potter
 terakhir, Deadly Hollows,
 tebal 1008
halaman, berkertas dengan
 kualitas di bawah HVS, berharga Rp
 175.000). Saat mengetahui
 harganya, saya cukup kaget
juga, buku-buku
 yang dicetak biasa
 (bukan deluks)
dengan tebal sekitar 200-300 halaman
 kini harga

rata-ratanya sekitar Rp 35.000-50.000, dengan harga rata2 itu

 maka buku tebal Pustaka Jaya ini mestinya berharga
sekitar Rp 250.000.
 Bagaimana buku setebal 1364 halaman ini
harganya hanya Rp 95.000
 ?