Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-22 Terurut Topik iwans

Bung Martin dan Bung Poirot,

Mungkin perlu dipertegas lagi soal ketidaksetujuan anda terhadap agama jangan
dijadikan alat politik itu dalam praktek. Sedikit banyak tampaknya saya punya
kesamaan pendapat dengan saudara, hanya saja masih samar-samar.

Bagi saya, melarang sebuah partai mengambil agama (agama apapun) sebagai sumber
nilai, dasar untuk berperilaku sebuah partai politik adalah sebuah kekeliruan
maha dahsyat. Artinya kita akan segera menuju pada sebuah bentuk negara sekuler,
padahal pada saat ini di negeri-negeri yang sekuler sekalipun soal ini mulai
dipermasalahkan kembali. Menjadikan sebuah partai politik sepenuhnya bebas nilai
adalah sebuah kekeliruan umat manusia abad modern.

Tetapi, menjadikan agama sekedar sebagai simbol semata tentu saja akan saya
tentang habis-habisan. Berkampanye memakai ayat-ayat lantas menghujat partai
politik lain dengan mengutip ayat tertentu tentu harus kita tentang. Menggunakan
agama sekedar alat untuk berkuasa dan setelah berkuasa yang bersangkutan lupa
pada basis agamanya harus kita lawan ! Itulah yang membuat saya tidak respek
pada cara-cara kampanye PPP, dan mengagumi perilaku kampanye Partai Keadilan !
Padahal mereka sama-sama Partai Islam, tetapi ternyata cara kampanyenya berbeda
sekali satu sama lain.

Itu saja poin yang penting yang mungkin masih perlu kita diskusikan kembali.

Salam,


Iwan

Martin Manurung wrote:

 Bung Hercule ternyata kita tidak bertentangan, I'm happy with the "happy
 ending" of our discussion

 Agama sebagai pesan moral yang menunjukkan "arah yang benar" dalam perilaku
 dan teknik politik, tentu saja kita setuju... Tapi, bila agama dijadikan
 simbol semata, alat dan jargon-jargon untuk kepentingan politik, itu tidak
 benar dan tidak baik.

 Martin Manurung http://www.cabi.net.id/users/martin
 
 Dukunglah Kampanye AGAMA untuk PERDAMAIAN!
 Forum Mahasiswa untuk Kerukunan Umat Beragama (FORMA-KUB)
 Kunjungi http://come.to/forma-kub  E-mail: [EMAIL PROTECTED]

 -Original Message-
 From: Hercule Poirot [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
 Date: 22 Mei 1999 0:43
 Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

 Saudara Manurung,
 Saya kira yang jadi pangkal persoalan adalah pada kata
 "Alat". Bila yang saudara maksud alat disini adalah
 memanipulasi agama untuk menjatuhkan pihak lain,
 saya juga tidak setuju, saya pernah sampaikan hal
 ini di milist lain. Tetapi kalau partai-partai itu
 menggunakan agama sebagai landasan gerak juangnya,
 memeng seharusnya begitu.

 Saya berterima kasih dan menghargai usaha saudara
 Manurung dalam mem-fwd dan memberitahu informasi
 di bawah ini.

 Salam,
 Hercule Poirot:
   "...If we know what we are searching for,
   it is no longer mysteri..."

 __
 To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

 Pilih MASA DEPAN BARU di Pemilu 1999!





__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Pilih MASA DEPAN BARU di Pemilu 1999!





Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-21 Terurut Topik Hercule Poirot

Saudara Manurung,
Saya kira yang jadi pangkal persoalan adalah pada kata
"Alat". Bila yang saudara maksud alat disini adalah
memanipulasi agama untuk menjatuhkan pihak lain,
saya juga tidak setuju, saya pernah sampaikan hal
ini di milist lain. Tetapi kalau partai-partai itu
menggunakan agama sebagai landasan gerak juangnya,
memeng seharusnya begitu.

Saya berterima kasih dan menghargai usaha saudara
Manurung dalam mem-fwd dan memberitahu informasi
di bawah ini.

Salam,
Hercule Poirot:
  "...If we know what we are searching for,
  it is no longer mysteri..."

From: "Martin Manurung" [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???
Date: Fri, 21 May 1999 01:12:41 +0700

"Latar Belakang"-nya akan sangat panjang untuk dituliskan di milis ini
(nanti pada protes "hemat bandwidth dong..!!"). Yang perlu "latar belakang"
silakan klik http://come.to/forma-kub
Sekali lagi, kalau anda tidak berburuk sangka, misalnya dengan "wah, ada 
apa
dibalik ini", "apakah anda ingin menggembosi", "ini tidak demokratis.."
bla..bla..bla..., anda tentu akan pakai hati nurani dan mengerti bahwa
memang Agama BUKAN Alat Politik! (masa' sih ada yang setuju bahwa agama
adalah "alat" dari sesuatu? Bukankah malah Politiklah yang sebenarnya 
adalah
"alat" untuk mencapai demokrasi dan tujuan-tujuan sesuai dengan nilai-nilai
moral agama?) Yah..., kalau ada yang setuju bahwa agama ternyata cuma 
"alat"
dari sesuatu..., wah saya enggak tahu lagi deh keagamaannya.

Martin Manurung http://www.cabi.net.id/users/martin

Dukunglah Kampanye AGAMA untuk PERDAMAIAN!
Forum Mahasiswa untuk Kerukunan Umat Beragama (FORMA-KUB)
Kunjungi http://come.to/forma-kub  E-mail: [EMAIL PROTECTED]


-Original Message-
From: Tedy The Kion [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: 21 Mei 1999 0:55
Subject: RE: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???


YAAA!

Inilah yang dinamakan DEMOKRASI. Semua orang boleh mengambil bagian dalam
BERSUARA meskipun apa yang menurutnya benar bisa berarti tidak benar buat
orang lain. Ada suara ketidaksetujuan ada suara yang mendukung, semuanya 
itu
wajar dan memang harus terjadi dalam mahluk DEMOKRATIS.

Tetapi... DEMOKRASI sangatlah transparan dan berhadapan langsung dengan
KEBEBASAN. Semuanya BEBAS berpendapat asal KEBEBASAN itu tidak KEBABLASAN.
Bagaimana DEMOKRASI yang kebablasan itu?
1. Tidak memperhatikan sistim, prosedur, atau hukum yang berlaku. Misalnya
arak-arakan tanpa helm, tempel-tempel brosur partai disembarang tempat,
terkadang saya pikir demo bisa menjadi candu bagi para 'pemakai' nya
sehingga prosedur penyampaian pendapat yang berlaku legal hanya menjadi
secondary choice meskipun terkadang alasannya tepat.
2. Hanya mau bersuara tanpa menghormati dan belajar sesuatu demi kebaikan
dan kemajuan bersama. Jika semua mahluk demokratis mau saling menghormati
dan saling belajar demi kemajuan bersama, niscaya tidak akan ada lagi
tuduhan antidemokrasi terhadap orang lain yang dilontarkan oleh seorang
mahluk demokrat dan semua suara ketidaksetujuan maupun dukungan hanyalah
dilandasi motivasi demi tercapainya kemajuan bersama.
3. Pemikiran yang dangkal. Bagaimana seorang yang dari pedalaman bisa
berkata bahwa JAKSA AGUNG tidak serius mengusut KKN Suharto padahal dia
tahunya hanya dari tetangganya yang profesor lalu dia menyebutnya sedang
menyampaikan hak suaranya dalam era demokratis ini? Meskipun hal itu benar
bahwa jakgung tidak serius, tetapi bukankah pernyataannya tidak keluar dari
hasil pemikiran yang diolah secara bertanggungjawab?

Dalam kasus 'AGAMA BUKAN ALAT POLITIK' ini, saya tidak bermaksud
menyampaikan suatu penilaian terhadap bung Martin ataupun Iwan ataupun
Hercule Poirot.

Apa yang diforwardkan bung Martin dapat saya tangkap sebagai suatu upaya
penyampaian pendapat yang baik dalam era demokrasi ini dan saya tidak cukup
layak untuk mengajukan kritik terhadap tulisan MAKER yang tentunya 
merupakan
hasil pemikiran yang tidak sembarangan. Tetapi memang surat seperti itu 
akan
lebih mudah dimengerti bila disertai suatu penjelasan latarbelakang
pemikirannya. Dan dari tanggapan bung Iwan maupun Hercule Poirot saya
mencoba belajar tentang 'BERDEMOKRASI a'la Indonesia'. Anda memberikan
contoh yang sangat nyata sekali tentang kehidupan politik dan demokrasi di
negri ini.

Dalam kasus 'AGAMA BUKAN ALAT POLITIK' ini, saya bermaksud menyampaikan
suatu demokrasi a'la 'pemikiran sederhana'. Artinya adalah bahwa demokrasi
bukanlah suatu hal yang ruwet yang hanya bisa dibarometeri oleh cara-cara
penghasil pendapat, yang hanya menilai demokrasi dari kecanggihan maupun
kelengkapan carapikir/pendapat, tetapi demokrasi lebih merupakan suatu
kesederhanaan sikap dalam menerima kenyataan tentang keberbedaan yang
terjadi tetapi keberbedaan tersebut tidak menjadi

Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-20 Terurut Topik Hercule Poirot


Saudara Jopie,
ada berapa banyak Ulama di Mesir? Memang hanya satu?
Kalau mau mengambil contoh pendapat ulama, jangan
hanya diambil satu. Kalau yang diambil hanya satu
ulama kemudian digunakan untuk justifikasi spt ini,
bisa repot.

Ingat menteri agama Munawir Sadjali pernah berpendapat
bahwa hukum waris harunya diubah. Anak laki-laki dan
anak perempuan mendapat bagian sama (1:1), padahal
di kitab sucinya orang Islam, hukum itu tegas menyebut
1:2 (perempuan : laki-laki).

Kalau pendapat menteri agama di atas digunakan untuk
menjustifikasi pembagian warisan di Mesir [dengan
mengatakan Menteri Agama Indonesia berpendapat:
pembagian warisan untuk anak laki-laki perempuan
tidak harus 1:2 tapi 1:1], kasus ini sama dengan
apa yang disitir detik.com.

Pendapat seseorang spt itu tidak mesti benar menurut
agama yang dianutnya, meski ia seorang ulama atau
menteri agama.

Yang benar adalah...baca sendiri kitab suci itu.
Dimana Tuhan mengatakan tentang hal yang diperdebatkan.
Itulah baru hukum. Bukan menurut pendapat ulama atau
pendapat menteri agama.

Hercule Poirot:
  "...If we know what we are searching for,
  it is no longer mysteri..."


---

From: "Jopie J Bambang" [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???
Date: Thu, 20 May 1999 10:08:58 +0700

MAKER menulis:
|Karena itu, kita harus tetap memakai akal sehat dan kejernihan berpikir
|untuk memilah-milah persoalan dan isu yang berkembang. Jangan lagi kita
mau
|diadu domba dan terpancing dalam tindak-tindak kekerasan dan kerusuhan
atas
|alasan apapun, apalagi alasan agama.
|Pemilu nanti, jangan lagi kita berpikiran sempit untuk mau dibujuk rayu
|memilih suatu partai yang mengeksploitasi agama untuk politik kekuasaan.
|Ingatlah; agama bukan alat politik!

HP menulis:
|Eh, mulai kapan mahasiswa [MAKER] jadi bersikap a-demokratis?
|Kalau saudara berpendapat bahwa penggunaan simbol agama bisa
|negatif, ya boleh-boleh saja. Atau kalau saudara menghimbau
|agar tidak terjadi eksploitasi agama dalam pemilu, itu sih
|boleh-boleh saja. Tapi kalau saudara tiba-tiba mengambil
|kesimpulan AGAMA BUKAN ALAT POLITIK, wah ...nanti dulu.
|Itu menurut agama apa? Ada agama yang mengajarkan untuk
|tidak memisahkan antara kehidupan politik dengan kehidupan
|beragama. Itulah sebabnya, banyak bermunculan partai dengan
|asas agama.

|Saya yakin semua orang tak setuju dengan bentrokan antar partai.
|Dan bentrokan itu bukan hanya krn faktor agama. Saya faham
|tujuan MAKER baik, tapi dengan press release spt itu, MAKER
|mengingkari lahirnya partai-partai berasas agama. Dan itu
|tindakan anti-demokrasi. Atau MAKER punya agenda tersembunyi
|agar orang Islam tidak memilih partai Islam dan orang Kristen
|tidak memilih partai Kristen? Kalau saya, biarlah orang
|menggunakan segala cara untuk meraih dukungan sepanjang
|cara yang digunakan tidak melanggar hukum.


Komentar saya:
Saya tidak melihat MAKER mengingkari ataupun menolak partai-partai
berasaskan agama.
Penangkapan saya MAKER menolak eksploitasi ayat-ayat suci agama apapun 
untuk
kepentingan politik suatu partai ataupun golongan tertentu dan
mendeskreditkan partai ataupun golongan lainnya menggunakan ayat-ayat suci
secara salah ataupun sepotong-sepotong saja.

Contoh dibawah ini mungkin gambarannya:
(maaf untuk yang telah membacanya)

PEMIMPIN WANITA BOLEH JADI PRESIDEN

 JAKARTA (SiaR, 4/5/99) Hasil konggres umat Islam yang menyatakan
bahwa pemimpin tidak boleh wanita dibantah oleh Guru Besar Ilmu Hadist,
Universitas Al Azhar, Kairo Prof Dr Mahmoud Shafi'e Al-Hekam. Menurutnya,
jika akhlak dan kredibilitas seorang wanita di suatu negara diakui oleh
segala lapisan
masyarakat untuk duduk sebagai presiden maka tak ada alasan untuk
engharamkannya.

Alasan strategis yang dikemukakan  Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung bahwa
alasan akan berkoalisinya  Partai Persatuan Pemangunan (PPP), Partai
Kebangkitan Umat(PKU) dan Partai Nahdlatul Umat (PNU) karena sama-sama
menolak jika presiden Indonesia adalah seorang wanita. Menurut Akbar,
koalisi mereka memang untuk menghadang Megawati Soekarnoputri ke kursi
Presiden.

Lewat KB Antara Kairo, Mahmoud Shafi'e Al-Hekam Senin (3/5) kemarin
memberikan bantahan pada argumentasi soal pemimpin wanita itu. Ia katakan,
"Kenapa tidak? Kalau memang  dia mampu."

 Pendapat senada juga dikemukakan Prof Dr Ny Nadia Abdel Hamid,
seorang guru besar sejarah Islam di Universitas Kairo. "Selama ini kita
memang
terjebak pada masalah beda pendapat soal boleh atau tidaknya wanita menjadi
pemimpin negara," ujarnya. "Tapi kenyataannya, kebanyakan pemimpin 
laki-laki
juga
tidak becus memimpin negara," tandasnya.

 Menurut Prof Nadia, masalahnya tidak ada nash sharih atau Qath'I
(dalil definitif) baik di Al Qur'an atau pun Al Hadist yang tegas
membolehkan atau
pun mengharamkan wanita jadi pemimpin negara.

Ada pun ayat Al Qur'an yang berbunyi

Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-20 Terurut Topik Martin Manurung

Sayangnya anda curiga tanpa take the essence... coba baca artikel yang saya
kutip dari homepage FORMA-KUB, yaitu yang ditulis dari ucapan H. Syarifien
Maloko, SH (Tokoh Tanjung Priok dan Rektor Perguruan Tinggi Dakwah Islam
Indonesia). Yang jelas, visinya jelas: Agama BUKAN Alat Politik...; missinya
bukan untuk menggembosi partai-partai agama, karena belum tentu partai agama
adalah "mengeksploitasi agama". Justru, in fact, pengalaman selama ini,
Golkarlah yang telah memperalat dan mengeksploitasi agama..

M Syarifien Maloko, SH.:

Saya menyambut gembira penyelenggaran Sarasehan dan Doa Bersama ini karena
kondisi fisik bangsa Indonesia yang tidak pernah sepi dari berbagai
kerusuhan berlatar belakang agama, menuntut kita untuk lebih rasional dalam
mencari solusi-solusinya. Sarasehan bergerak pada wacana rasional dan Doa
Bersama membawa kita untuk melihat hati nurani. Dua hal itu sangat
menggembirakan.

Ada dua kata kunci; "agama" dan "politik kekuasaan". Saya ingin mengatakan
bahwa agama selalu positif, yang tidak positif adalah manusia beragama yang
selalu memanipulasi agama untuk politik, kekuasaan dan interest. Tidak ada
satupun agama di dunia ini yang mengajarkan hal-hal yang destruktif atau
negatif. Perilaku manipulatif manusia itulah yang mengentalkan ungkapan
bahwa "agama itu kudus" dan "politik itu kotor" yang sangat populer pada
masa Orde Baru. Sehingga menjadi tabu bila tokoh-tokoh dan tempat ibadah
agama menjadi tempat pembicaraan masalah-masalah politik. Agama menjadi
terisolasi. Tokoh agama yang berbicara pada wacana politik, dicap sebagai
"tindak subversi". Bila pemuka agama berkhotbah dan memberikan bimbingan
rohani yang pada suatu ketika menyentuh masalah-masalah politik, dicap
sebagai "merongrong wibawa pemerintahan –yang katanya—sah". Penguasa rejim
kemudian memakai agama sebagai justifikasi untuk melakukan tindak-tindak
kriminal yang populer dengan istilah pelanggaran hak-hak azasi manusia demi
kepentingan kekuasaannya.

Agama itu adalah nilai dan politik atau kekuasaan hanyalah alat. Agama
adalah nilai untuk mengeluarkan kehidupan manusia yang penuh kejahatan
kedalam terang dan kebahagiaan. Politik dan kekuasaan hanyalah alat yang
dapat digunakan untuk mewujudkan nilai cita-cita agama. Jadi, agama dan
politik adalah dua kata kunci yang memiliki hubungan fungsional. Dalam
sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad berada di Mekkah, beliau tidak berbicara
masalah politik dan membentuk negara, tapi beliau mengajari umatnya hanya
dalam persoalan-persoalan ritual, sampai kemudian beliau hijrah ke Madinnah.
Artinya, agama tidak sepi dari politik, tetapi politik menjadi bagian dari
agama. Omong kosong agama tanpa politik dapat menemui jati dirinya dengan
baik. Sebaliknya, politik tanpa agama akan membuat orang menjadi kanibal;
menghalalkan segala acara. Dalam perspektif Islam, kekuasaan adalah alat
yang dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia. Itulah komitmen Partai dengan
azas Islam untuk menjadikan agama atau khususnya Islam, sebagai sumber
inspirasi dan motivasi dalam berpolitik. Kehancuran bangsa ini, karena
penguasa selalu melecehkan agama. Agama hanya dijadikan sebagai kedok. Agama
dalam bahasa moral tidak dijadikan tolok ukur pembangunan bangsa. Dekadensi
moral dalam seluruh segmen kehidupan bangsa tidak bisa dibendung lagi
sehingga bermuara pada sentralisme dan monopoli kekuasaan. Jadi, politik dan
agama tidak dapat dipisahkan.


__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Pilih MASA DEPAN BARU di Pemilu 1999!






Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-20 Terurut Topik Martin Manurung

Lucu sekali tanggapan anda;

PDI Perjuangan dan Golkar diprihatinkan karena memakai simbol dan bukan
program
tetapi partai lain "boleh-boleh" saja memakai simbol dan bukan program

Martin Manurung http://www.cabi.net.id/users/martin

Dukunglah Kampanye AGAMA untuk PERDAMAIAN!
Forum Mahasiswa untuk Kerukunan Umat Beragama (FORMA-KUB)
Kunjungi http://come.to/forma-kub  E-mail: [EMAIL PROTECTED]


-Original Message-
From: iwans [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: 20 Mei 1999 19:45
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???


Saya kira, boleh saya katakan bahwa saya sependapat dengan anda Bung Hercule
Poirot .
Adalah hak Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan, Partai Kristen Nasional
dan
Partai Katolik Demokrat untuk mengekspresikan dirinya dengan cara memakai
nilai-nilai agama.
Saudara Martin dan kawan-kawan boleh saja tidak setuju dengan apa yang
ditempuh
oleh partai-partai tersebut, dan karena itu silahkan berkampanye untuk tidak
memilih partai-partai agama. Tetapi tidak dengan cara ademokratis semacam
itu.
Kalau di negara dengan Kristen sebagai agama mayoritas seperti Jerman dan
Perancis ada Partai Kristen Demokrat, kenapa di negara dengan Islam sebagai
mayoritas tidak boleh ada Partai Bulan Bintang atau bahkan Partai Ummat
Islam.
Toh dalam persepsi saya, partai-partai yang lebih "sekuler" seperti PDI
Perjuangan dan Golkar juga memakai cara-cara yang mirip seperti Partai Agama
dalam menarik para pemilih, yaitu menjual simbol-simbol, dan bukannya
mengajukan
program dalam setiap kampanyenya. Beberapa kali mengikuti kampanye partai
politik, hampir semuanya menjual simbol.
Rakyat kita memang baru sampai sebegitu taraf pemahaman politiknya. Nggak
bisa
disalahkan. Dan adalah tugas partai politik untuk segera melakukan program
jangka panjang melakukan pendidikan politik agar rakyat kita tidak terjebak
dalam semata-mata politik simbol.
Kalau kesadaran politik rakyat cukup memadai, pasti dengan sendirinya mereka
akan meninggalkan partai politik yang semata-mata mengandalkan politik
simbol.
Dan tidak memilihnya di bilik suara.
Terima kasih untuk Bung Hercule Poirot, karena membantu saya. Jalan pikiran
anda
sama dengan saya, dan karena itu saya tak perlu membuat tanggapan sendiri.
Bagi saya, substansi surat terbuka ala saudara Martin Manurung dan
kawan-kawan
adalah tidak pantas dan anti demokrasi. Kecuali kalau memang ada agenda
tersembunyi di belakang surat semacam itu.

Selesai.

Hercule Poirot wrote:

 Bila saudara memutuskan untuk tidak menggunakan agama sebagai
 penarik massa, itu adalah pilihan saudara dan partai saudara.
 Tapi saudara tidak bisa melarang kalau ada partai yang
 menggunakan agama untuk menarik massa.

 Kalau namanya partai demokrat Kristen, ya wajar kalau partai
 itu menggunakn simbol-simbol agama untuk menarik pemilih
 kristen. Kalau itu partai Bulan Bintang, atau Partai Keadilan
 ya wajar kalau mereka menggunakan simbol-simbol Islam untuk
 menarik masa dari kalangan Islam. Namanya saja partai dengan
 asas agama. Jadi lucu kalau dilarang menggunakan simbol agama.

 Eh, mulai kapan mahasiswa [MAKER] jadi bersikap a-demokratis?
 Kalau saudara berpendapat bahwa penggunaan simbol agama bisa
 negatif, ya boleh-boleh saja. Atau kalau saudara menghimbau
 agar tidak terjadi eksploitasi agama dalam pemilu, itu sih
 boleh-boleh saja. Tapi kalau saudara tiba-tiba mengambil
 kesimpulan AGAMA BUKAN ALAT POLITIK, wah ...nanti dulu.
 Itu menurut agama apa? Ada agama yang mengajarkan untuk
 tidak memisahkan antara kehidupan politik dengan kehidupan
 beragama. Itulah sebabnya, banyak bermunculan partai dengan
 asas agama.

 Kalau kemudian mahasiswa membuat kesimpulan parta-partai
 berasas agama itu sebagai partai yang mengesploitasi agama
 untuk kekuasannanti dulu. Beberapa partai berasas agama
 didirikan untuk memperjuangkan perbaikan kehidupan keagamaan
 yang selama orde baru terabikan. Dengan berjuang melalui
 partai, setidaknya akan diperhitungkan oleh pemerintah.
 Sebab, partai berarti mewakili orang yang memilihnya.

 Kalau mahasiswa ingin mencegah munculnya kekerasan sebagai
 ekses negatif pemilu, itu bagus. Tapi jangan buru-buru
 membuat kesimpulan "Agama bukan alat politik". Kalau soal
 rusuh, bukan hanya karena faktor sentimen agama. Contoh
 sudah banyak. Diserbunya Golkar oleh orang-orang berseragam
 PDI Perjuangan di Jawa Tengah. Diserbunya pengurus DPC PDI
 Perjungan oleh orang-orang PDI Perjuangan sendiri. Diserbunya
 Golkar di Semarang oleh PDI Perjuangan. Digebukinnya pengurus
 PAN oleh Satgas PAN sendiri. Lihat tuh, contoh itu tak ada
 nuansa agamanya. Kalau memang nafsunya ingin ribut tak
 terkendali ya ributlah jadinya.

 Memang ada bentrokan antara PKB-PPP di Jawa Tengah. Mereka sama-
 sama partai berbasis masa Islam. Tapi bentrokannya sendiri bukan
 karena adanya eksploitasi agama. Tapi lebih disebabkan pada
 masalah intern NU. Yang satu protes karena PKB dianak

Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-20 Terurut Topik Martin Manurung

Jopie... you've got the right point..

Kami sangat prihatin dengan pengeksploitasian agama untuk kepentingan
politik DAN Kami SANGAT MENDUKUNG bila agama dijadikan kontrol dalam
kehidupan politik...

Martin Manurung http://www.cabi.net.id/users/martin

Dukunglah Kampanye AGAMA untuk PERDAMAIAN!
Forum Mahasiswa untuk Kerukunan Umat Beragama (FORMA-KUB)
Kunjungi http://come.to/forma-kub  E-mail: [EMAIL PROTECTED]


-Original Message-
From: Hercule Poirot [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: 21 Mei 1999 0:05
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???



Saudara Jopie,
ada berapa banyak Ulama di Mesir? Memang hanya satu?
Kalau mau mengambil contoh pendapat ulama, jangan
hanya diambil satu. Kalau yang diambil hanya satu
ulama kemudian digunakan untuk justifikasi spt ini,
bisa repot.

Ingat menteri agama Munawir Sadjali pernah berpendapat
bahwa hukum waris harunya diubah. Anak laki-laki dan
anak perempuan mendapat bagian sama (1:1), padahal
di kitab sucinya orang Islam, hukum itu tegas menyebut
1:2 (perempuan : laki-laki).

Kalau pendapat menteri agama di atas digunakan untuk
menjustifikasi pembagian warisan di Mesir [dengan
mengatakan Menteri Agama Indonesia berpendapat:
pembagian warisan untuk anak laki-laki perempuan
tidak harus 1:2 tapi 1:1], kasus ini sama dengan
apa yang disitir detik.com.

Pendapat seseorang spt itu tidak mesti benar menurut
agama yang dianutnya, meski ia seorang ulama atau
menteri agama.

Yang benar adalah...baca sendiri kitab suci itu.
Dimana Tuhan mengatakan tentang hal yang diperdebatkan.
Itulah baru hukum. Bukan menurut pendapat ulama atau
pendapat menteri agama.

Hercule Poirot:
  "...If we know what we are searching for,
  it is no longer mysteri..."


---

From: "Jopie J Bambang" [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???
Date: Thu, 20 May 1999 10:08:58 +0700

MAKER menulis:
|Karena itu, kita harus tetap memakai akal sehat dan kejernihan berpikir
|untuk memilah-milah persoalan dan isu yang berkembang. Jangan lagi kita
mau
|diadu domba dan terpancing dalam tindak-tindak kekerasan dan kerusuhan
atas
|alasan apapun, apalagi alasan agama.
|Pemilu nanti, jangan lagi kita berpikiran sempit untuk mau dibujuk rayu
|memilih suatu partai yang mengeksploitasi agama untuk politik kekuasaan.
|Ingatlah; agama bukan alat politik!

HP menulis:
|Eh, mulai kapan mahasiswa [MAKER] jadi bersikap a-demokratis?
|Kalau saudara berpendapat bahwa penggunaan simbol agama bisa
|negatif, ya boleh-boleh saja. Atau kalau saudara menghimbau
|agar tidak terjadi eksploitasi agama dalam pemilu, itu sih
|boleh-boleh saja. Tapi kalau saudara tiba-tiba mengambil
|kesimpulan AGAMA BUKAN ALAT POLITIK, wah ...nanti dulu.
|Itu menurut agama apa? Ada agama yang mengajarkan untuk
|tidak memisahkan antara kehidupan politik dengan kehidupan
|beragama. Itulah sebabnya, banyak bermunculan partai dengan
|asas agama.

|Saya yakin semua orang tak setuju dengan bentrokan antar partai.
|Dan bentrokan itu bukan hanya krn faktor agama. Saya faham
|tujuan MAKER baik, tapi dengan press release spt itu, MAKER
|mengingkari lahirnya partai-partai berasas agama. Dan itu
|tindakan anti-demokrasi. Atau MAKER punya agenda tersembunyi
|agar orang Islam tidak memilih partai Islam dan orang Kristen
|tidak memilih partai Kristen? Kalau saya, biarlah orang
|menggunakan segala cara untuk meraih dukungan sepanjang
|cara yang digunakan tidak melanggar hukum.


Komentar saya:
Saya tidak melihat MAKER mengingkari ataupun menolak partai-partai
berasaskan agama.
Penangkapan saya MAKER menolak eksploitasi ayat-ayat suci agama apapun
untuk
kepentingan politik suatu partai ataupun golongan tertentu dan
mendeskreditkan partai ataupun golongan lainnya menggunakan ayat-ayat suci
secara salah ataupun sepotong-sepotong saja.

Contoh dibawah ini mungkin gambarannya:
(maaf untuk yang telah membacanya)

PEMIMPIN WANITA BOLEH JADI PRESIDEN

 JAKARTA (SiaR, 4/5/99) Hasil konggres umat Islam yang menyatakan
bahwa pemimpin tidak boleh wanita dibantah oleh Guru Besar Ilmu Hadist,
Universitas Al Azhar, Kairo Prof Dr Mahmoud Shafi'e Al-Hekam. Menurutnya,
jika akhlak dan kredibilitas seorang wanita di suatu negara diakui oleh
segala lapisan
masyarakat untuk duduk sebagai presiden maka tak ada alasan untuk
engharamkannya.

Alasan strategis yang dikemukakan  Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung bahwa
alasan akan berkoalisinya  Partai Persatuan Pemangunan (PPP), Partai
Kebangkitan Umat(PKU) dan Partai Nahdlatul Umat (PNU) karena sama-sama
menolak jika presiden Indonesia adalah seorang wanita. Menurut Akbar,
koalisi mereka memang untuk menghadang Megawati Soekarnoputri ke kursi
Presiden.

Lewat KB Antara Kairo, Mahmoud Shafi'e Al-Hekam Senin (3/5) kemarin
memberikan bantahan pada argumentasi soal pemimpin wanita itu. Ia katakan,
"Kenapa tidak

Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???

1999-05-20 Terurut Topik drajad

ikutan nimbrung,

bergubung bukan ahli di bidang agama, maka timbrungan ini adalah sekedar pendapat 
secara awam. perlu disampaikan, pendapat saya ini pernah saya postingkan di isnet@. 
dan?karena saya mengaku islam, maka yang saya ungkapkan adalah agama islam.

bagimana tanggapan selanjutnya?

mungkin pikiran ini terlalu bodoh
dalam pikiran ini, agama adalah jalan hidup
sebagai jalan hidup, maka yang terbaik adalah untuk dijalani
sebagai jalan hidup, seandainya punya musuh, paling tidak pesaing,
maka yang akan muncul juga jalan-jalan hidup yang lain
yang bisa dibedakan arahnya, yang bisa direnungkan daya tampungnya, yang bisa 
ditengarai nuansa rasionalitas dan logikanya
yang bisa dinikmati atau dirasakan kemulusannya dan kenyamanannya bagi semua jenis 
kendaraan yang melaluinya..

lain halnya bila agama dijadikan sarana lain
misalnya untuk berkuasa dengan demikian maka agama akan menjadi kedaraan politik.
suatu jalan yang harusnya menampung semua kendaraan, difungsikan sebagai kendaraan itu 
sendiri...

padahal politik kendaraannya bermacam-macam
maka dalam pikiran ini berpendapat tentang islam
bila islam dijadikan kendaraan politik, atau dipolitisir
maka "seandainya punya musuh dan pesaing"
pihak seberang itu juga mencakup politik dan semua alirannya
yang semakin kuat menentang islam bermuatan politik tadi.
dan kalau dalam persaingan (peperangan) politik dianut kalah-menang
maka lawan-lawan "baru" islam itu akan memakai segala cara untuk
mengatasinya atau mengunggulinya secara politis.

kalau islam mengikutinya, menghalalkan segala cara, di manakah fungsi
islam sebagai jalan hidup yang dinyatakan sebagai rahmat bagi alam?
kalau islam tidak mengimbangi pesaingnya... bagaimana bila kalah dalam
politik? yang kalah siapa? apakah itu islam? apakah itu partai islam? atau
hanya sekedar tokoh politik yang beragama islam?
yang nantinya boleh dengan enteng dan tanpa dosa kita sebut sebagai "oknum islam"?

terimakasih, dan salam 

drajad




wass
- Original Message - 
From: Martin Manurung [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Kuli Tinta] Agama bukan alat politik???


Tedy:
Tulisan 'asal pikir' saya ini adalah ekspresi dari hak kebebasan demokrasi
saya. Semoga dari sinipun setiap orang bisa belajar sesuatu demi kebaikan
dan kemajuan bersama.


Martin:
Tambahan bung Tedy.., demokrasi yang kebablasan juga dapat berarti "POKOKNYA
SAYA BERBEDA DENGAN SI A!" Ada orang yang pokonya asal si A yang ngomong,
saya berbeda dengan dia


__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Pilih MASA DEPAN BARU di Pemilu 1999!







__
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Pilih MASA DEPAN BARU di Pemilu 1999!