Chae wrote:
sebetulnya muslim yang kaffah itu yang bagaimana? kok bisa pada kesimpulan akan 
menyandang gelar fundamentalis?;)
------------------------
HMNA:
Silakan disimak dari kantong Dora Emon => Semestinya pers kita merengguk keluar 
menjadi milik kita istilah fundamentalis Islam dari tata-komunikasi barat 
dengan memberikannya konotasi yang positif. Sebab bukankah fundamentalis 
berarti Ahlu sSunnah? Fundamentalis Islam adalah ahlu sunnah, bukan teokrasi 
dan bukan pula diktator, terlebih-lebih lagi bukan terroris. Lengkapnya, baca 
Seri 092 di bawah.
Wassalam
************************************************
  
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
092. Arus Informasi Tentang Isu Demokrasi, Fundamentalisme dan Terrorisme
Antara Prasangka, Teori dan yang Empiris

Masih ingat ancaman Presiden Bosnia Alija Izetbegovic beberapa waktu yang lalu? 
Jika dunia internasional meninggalkannya sendirian melawan Serbia dan Kroasia, 
ia akan melancarkan terrorisme di Eropa bahkan di mana saja. Pengungsi Bosnia 
yang ditaksir sekitar 2,5 juta yang tersebar di Eropa memang sangat potensial 
untuk itu. Rupanya ancaman Alija ini ada juga hasilnya. Sejak itu negara-negara 
Eoropa yang enggan mendukung Clinton untuk bertindak keras terhadap Serbia, 
mulai serius. NATO sudah mau juga bertindak keras.

Namun bukan itu yang menjadi pokok pembicaraan, melainkan dari segi informasi. 
Tata-komunikasi barat ibarat santet yang tukang sirap berita, menyebabkan para 
konsumen berita terpukau olehnya, lalu melahap bulat-bulat istilah terrorisme 
dalam berita itu. Kita tidak percaya bahwa Alija akan mempergunakan isilah 
terrorisme itu. 
 
Arus informasi yang didominasi oleh tata-komunikasi barat yang memiliki sarana, 
peralatan dan jaringan organisasi yang unggul, hampir berhasil membentuk opini 
sebagian besar konsumen berita. Penggunaan ungkapan hampir dan sebagian besar 
dalam kalimat di atas menunjukkan secercah optimisme, bahwa tidak semua 
konsumen melahap berita itu bulat-bulat. Ada juga, walaupun sebagian kecil, 
yang tidak hanyut oleh arus informasi tersebut, yaitu yang mengunyah dan 
mencerna berita itu secara selektif dan cermat. Saya teringat sebuah film yang 
berjudul Le Corsaire Noir, Si Bajak Laut Hitam sebuah film asal Perancis. 
Sepintas lalu film itu isinya sangat sederhana, menceritakan hubungan asmara 
antara Si Bajak Laut dengan seorang "Lady" teras bangsawan penguasa sebuah puri 
di daratan Brittania. Namun ada yang menarik untuk disimak dari dialog di 
antara keduanya. Sang Lady menanyai mengapa kekasihnya itu menjadi bajak laut. 
Si Bajak Laut menjelaskan bahwa ia seorang raja dari kerajaan yang 
berwilayahkan kapalnya. Saling bunuh dan rampas-merampas diperbolehkan oleh 
tata-dunia di antara dua kerajaan yang sedang berperang. Sebagai seorang raja 
yang berdaulat atas wilayahnya ia berhak menentukan sendiri, kerajaan mana 
lawannya dan yang mana sekutunya.    

Maka dalam tata-komunikasi kontemporer bajak laut tersebut adalah terroris. 
Akan tetapi andaikata Bosnia ditinggalkan sendirian lalu mereka itu membentuk 
kelompok-kelompok perlawanan dalam wilayah yang lebih luas, dapatkah mereka itu 
disebut terroris? 

Tunggu dahulu!
Dalam S.Al Hajj 39 dan 40 Allah berfirman:
-- Udzina lilladziena yuqataluwna biannahum dzhulimuw wa inna Llaha 'ala 
nashrihim laqadier. Alladziena ukhrijuw min diyarihim bi qhayri haqqin illa an 
yaquwluwna rabbuna Llah, diizinkan berperang bagi mereka yang dizalimi dan 
sesungguhnya Allah berkuasa memenangkan mereka. Yaitu mereka yang diusir dari 
tanah airnya dengan tidak semena-mena, hanya karena mereka berkata Maha 
Pengatur kami adalah Allah.

Orang-orang Bosnia itu dizalimi, dzulimuw, diusir dari tanah airnya, ukhrijuw 
min diyarihim, karena apa? Karena mereka mengatakan rabbuna Llah, Maha Pengatur 
kami adalah Allah, kami adalah orang-orang Muslim yang menyembah Allah. 
Pantaskah orang-orang Bosnia itu apabila ditinggalkan sendirian oleh dunia 
internasional disebut terroris, kaum fundamentalis yang berkonotif negatif 
dalam tata-komunikasi barat, jika mereka membentuk kelompok-kelompok perlawanan 
di pelosok-pelosok Eropa? 

Mereka tidak pantas disebut terroris. Mareka itu adalah kelompok-kelompok 
pejuang, regu-regu jihad, bukan teroris! Kita tidak boleh terkicuh oleh 
tata-komunikasi barat. Maka alangkah sumbangnya omongan Prof Dr Samuel 
Huntington dalam majallah Time, terbitan 28 Juni 1993. Huntington ini atas 
dasar prasangka terhadap dunia Islam melalui jalur tata-komunikasi barat 
menyalurkan sangkaan yang dibungkus dengan teori ilmiyah perihal Islam 
mengancam demokrasi barat. Dalam Time tersebut dapat kita lihat bagaimana 
kacamata guru besar ilmu politik dari Harvard University ini melihat Islam. 
Bahwa musuh barat dewasa ini adalah Islam, karena kehadiran Islam akan 
mengancam keberadaan demokrasi barat, demikian Huntington, yang konon kabarnya 
di Indonesia ini salah seorang tokoh narasumber yang buku-bukunya menjadi 
rujukan para mahasiswa dan dosen dalam ilmu sosial dan politik. Oleh karena 
itu, demikian Huntington, barat harus mewaspadai gerakan-gerakan kaum 
fundamentalis Islam.

Kalau saya tidak salah dalam sebuah acara sejenis tangkas cerdas di televisi, 
yang juru omongnya (MC) adalah Rano Karno, ada pertanyaan tentang sebuah negara 
fundamental Islam, theokrasi, dan dikatator. Remaja kita peserta tangkas cerdas 
itu tidak ada yang dapat menjawab. Maka dengan rasa bangga Rano Karno 
membacakan, bahwa itu adalah negara Iran.

Itulah prasangka yang dibungkus kemasan teori ilmiyah disalurkan melalui jalur 
tata-komunikasi barat. Benarkah Iran itu sebagai suatu negara, ataupun 
kelompok-kelompok pejuang Islam adalah kaum fundamentalis, yang berbahaya bagi 
demokrasi barat, menurut Huntington?  

Kantor Berita Reuter, yang dimuat di Fajar 10 Agustus 1993 yang lalu, 
menyiarkan seperti berikut: "Rafsanjani yang dilantik Rabu lalu untuk menduduki 
kursi kepresidenan selama empat tahun untuk yang kedua kalinya, menunjuk tim 
pemerintahannya yang beranggotakan 23 orang. Dia mengajukan nama-nama tersebut 
melalui sepucuk surat yang dibacakan dalam majelis. Sedemikian jauh tidak 
segera ada indikasi dari kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka 
akan menerima seluruh menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut."

Ada pepatah, nilai warisan budaya moyang kita yang masih relevan hingga kini: 
Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu gamang jua. Ini berlaku pula bagi 
Huntington. Huntington, sang Tupai ini akhirnya gamang juga, oleh berita yang 
dikutip di atas itu. Apabila kita sedikit jeli, berita tersebut mengungkapkan 
bahwa teori tentang ancaman fundamentalisme Islam yang membahayakan demokrasi 
barat, tidak membumi. Teori tersebut ditolak oleh realitas dari dunia empiris.

Selama ini saya menyangka bahwa sistem pemerintahan negara yang berbentuk 
republik hanya dua jenis: Kabinet persidensial dan kabinet parlementer. Itulah 
demokrasi barat. Lalu bagaimana dengan sistem pemerintahan Republik Islam Iran? 
Cobalah baca penggalan berita: Sedemikian jauh tidak segera ada indikasi dari 
kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka akan menerima seluruh 
menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut.

Rafsanjani mengusulkan menteri ke majelis. Apa artinya itu? Proses pembentukan 
pemerintahan dilakukan presiden bersama-sama dengan majelis. Terus terang belum 
pernah saya dengar sebelumnya proses pembentukan pemerintahan seperti itu dalam 
ilmu tatanegara. Demikian pula melalalui berita itu dapat kia lihat bagaimana 
Syari'at Islam "wa amruhum syura baynahum", dan urusan mereka dimusyawarakan di 
antara mereka, dijabarkan ke dalam Ilmu Fiqh dalam ruang lingkup ketatanegaraan 
oleh ummat Islam yang Syi'ah. Sebelum membaca berita itu saya belum tahu 
tentang penjabaran Syari'at ke dalam Fiqh di kalangan Syi'ah itu, karena saya 
bukan Syi'ah, namun saya sangat berterima kasih kepada Syi'ah oleh karena ilmu 
saya bertambah (terlepas dari perbedaan theologi antara Ahlu sSunnah dengan 
Syi'ah).
   
Semestinya pers kita merengguk keluar menjadi milik kita istilah fundamentalis 
Islam dari tata-komunikasi barat dengan memberikannya konotasi yang positif. 
Sebab bukankah fundamentalis berarti Ahlu sSunnah? Fundamentalis Islam adalah 
ahlu sunnah, bukan teokrasi dan bukan pula diktator, terlebih-lebih lagi bukan 
terroris. Huntington perlu belajar dari fundamentalis Islam tentang proses yang 
sangat demokratis dalam pembentukan kabinet.  Bagaimana tuan Huntington dan 
para pengagumnya yang ada di kampus-kampus Perguruan Tinggi di Indonesia? 
WaLlahu a'lamu bishsshawab.

*** Makassar, 22 Agustus 1993
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]                               



  ----- Original Message ----- 
  From: Chae 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, August 03, 2005 12:21
  Subject: [wanita-muslimah] Re: dikotomis=iblis?



  Kalau boleh nanya sama Mba Alvi, sebetulnya muslim yang kaffah itu
  yang bagaimana? kok bisa pada kesimpulan akan menyandang gelar
  fundamentalis?;)

  chae

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "alvi_ik" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > trimakasih pak Chodjim tanggapannya...
  > 
  > saya setuju kadang kita terjebak dg 'isme2' itu sendiri... bahkan 
  > Islam pun diidentikkan dg Muhammadinisme. Semoga kita ditunjuki kpd 
  > Islam yang sesungguhnya...dari SAng Khalik.
  > 
  > btw,semoga saya jg tdk terjebak kpd isme2 buatan manusia tsb. Saya 
  > juga ingin menjadi ahlu jannah...bukan ahlu dollar atau 
  > euro...*wallaahu a'lam cukupkah bekalku utk itu??? 
  > so,saya kira nggak ada jalan lain selain berusaha mjd muslim yang 
  > kaffah-meski akhirnya disebut fundamentalis.
  > 
  > wass.
  > alvi  
  > 
  > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > > Kalimat "jika kita meyakini Islam-berikut aturan dan pemikirannya- 
  > maka tidak akan bisa kita mendudukkan Islam berikut- isme2 yg lain 
  > dalam diri kita. Mana mungkin kita mencampuradukkan antara yang haq 
  > dan yang bathil..." 
  > >           
  > > Cobalah Anda renungkan apa yang dimaksud dengan "isme" dan mengapa 
  > tidak dapat didudukkan dalam Islam? Ada wahabisme, ada modernisme, 
  > ada fundamentalisme, qaddirianisme dan lain-lain. Semua itu telah 
  > mengisi dalam relung-relung kehidupan umat Islam. Nah, kita tinggal 
  > berada di mana? Mungkin kita ada di di dalam "isme" in between?
  > > 
  > > Lalu, kalau liberalisme, sekularisme dan pluralisme diharamkan, 
  > mengapa fundamentalisme tidak diharamkan MUI? Apa karena yang duduk 
  > di sana para fundamentalis?
  > > 
  > > Di sinilah kita harus benar-benar tadarus dan tadabur serta iqra 
  > Alquran! Tanpa ini kita hanya akan terhanyut dalam isme-isme itu 
  > sendiri meski kita bilang tidak "berisme". Lenyapkan prasangka ahlu 
  > riyal, ahlu dolar, ahlu euro atau ahlu-ahlu karena stereotip kita 
  > terhadap lawan diskusi kita. Jika kita mencap lawan diskusi kita 
  > dengan ahlu dollar, itu artinya kita yang mencap ahlu dollar berada 
  > di sisi ahlu yang lain misalnya ahlu riyal atau dinar atau lainnya. 
  > Sama-sama buruk kalau menjadi ahlu-ahlu itu. Sama-sama tersesat 
  > jalan!
  > > 
  > > Bagi saya lebih memilih "ahlu jannah", karena di sana tidak ada 
  > kehidupan saling menyesatkan atau mengkafirkan... :-)
  > > 
  > > Salam,
  > > chodjim


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke