Dalih perlu, untuk membenarkan apa yg tidak kita punya. Jurus itu pernah saya pergunakan, mau tak mau, sekitar 35 tahun lalu, saat mendekati seorang cewek di kota kelahiran saya, Kabanjahe. "Mengapa abang tidak pelihara kumis?" tanya si cewek itu suatu ketika. Tak tahu dia, kalau aku pelihara kumis jumlahnya cuma lima helai, seperti kumis Fu Man Chu, atau ikan lele, kalau kau mau.
Maka saya jawab dgn sikap dan suara setenang mungkin, biar kedengaran meyakinkan, "Tidak semua lelaki cocok berkumis,dik". Dgn bahasa sekarang, "Moustache is not everything, my dear". Habis nggak punya. Mau apa? Hayoo! Entah dimana kini cewek tsb. Entah dia sudah jadi seorang nenek, atau pengusaha panti pijat yg sukses, saya tidak tahu. Boleh jadi dia pun sudah tidak ingat lagi pertanyaannya itu. Tapi jurus yg saya pergunakan utk menjawab pertanyaannya dulu toh masih tetap aktuil. Polanya masih diterapkan orang sampai sekarang. Bila teringat akan dia, saya merenung, dan berlinang air mata saya. Sayup-sayup terdengar lagu keronong pujaan bangsa dari radio tetangga, "Keroncong Sampul Surat" sg (pria tuna kumis)