Hal itu kembali pada penguasa tunggal.Cuman, apakah PDIP punya pilihan lain? Berbicara tentang kader didalam tubuh PDIP cukup banyak yang cemerlang dan seandainya jadi presiden akan lebih baik dari Jokowi, tetapi sementara ini tidak terlihat ada yg diangkat kepermukaan atau mempunyai potensi memenangkan pemilu. Pada akhirnya saya rasa PDIP tetap akan mencalonkan Jokowi.
---In GELORA45@yahoogroups.com, <ajegilelu@...> wrote : Beberapa partai sudah menyatakan mendukung Jokowi sebagai capres 2019. Bagaimana dengan PDIP sendiri? --- jonathangoeij@... wrote: Mungkin benar PDIP merupakan partai penguasa tunggal, tetapi didalam tubuh PDIP itu sendiri ada cukup banyak yang cemerlang.Sebenarnya dalam hal penguasa tunggal, Gerindra dan Demokrat lebih parah lagi. Dalam hitung2an kelihatannya Jokowi lebih senang menghadapi lawan tunggal Prabowo dibanding munculnya kuda hitam. --- ajegilelu@... wrote : Tanpa Megawati berapa lama PDIP bisa bertahan? --- jonathangoeij@... wrote: Di PDIP yg menolak pasal penghinaan itu tentu banyak. Saya rasa pembuat kebijakan di PDIP kurang berpikir panjang, saat ini memang orang PDIP yg jadi presiden tetapi sampai kapan? --- ajegilelu@... wrote : Satu-satunya PDIP yang menolak pasal ini. Entah sekarang. --- jonathangoeij@... wrote:Kenapa dengan Budiman? Dari: ajegilelu@... Ke mana Budiman Sudjatmiko? - PDIP Dukung Pasal Penghinaan Presiden Dihidupkan Kembali RZR, CNN Indonesia | Senin, 05/02/2018 19:59 WIB Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai pasal itu penting untuk menjaga marwah dan nama baik presiden. Presiden sebagai simbol negara dinilai kerap dilecehkan pihak tak bertanggung jawab. (CNN Indonesia/Andry Novelino). Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan partainya mendukung pasal penghinaan presiden dihidupkan kembali dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal itu dianggap penting untuk menjaga marwah presiden sebagai simbol negara agar tak mudah dilecehkan oleh masyarakat. "Tentu saja kita harus menempatkan marwah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat itu juga untuk mendapatkan tempat yang harus kita jaga bersama posisi politiknya," kata Hasto di kantor The Wahid Institute, Jakarta, Senin (5/2). Hasto menilai proses demokrasi di Indonesia saat ini sudah masuk kategori 'kebablasan'. Pasalnya, presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan seringkali dilecehkan oleh masyarakat yang tak bertanggung jawab. Ia mengatakan sudah sepatutnya negara membutuhkan peraturan hukum untuk melindungi nama baik presiden. "Tetapi dengan melihat demokrasi yang kebablasan yang simbol-simbol negara pun seringkali dilecehkan, maka kalau kita melihat hal tersebut perlu dilakukan pengaturan," tambah Hasto. Hasto juga menilai pasal penghinaan presiden sudah sesuai dengan budaya di Indonesia yang mengedepankan asas kekeluargaan. Baginya, budaya Indonesia yang ketimuran telah sesuai dalam menempatkan posisi pemimpin dalam masyarakat berada di kedudukan yang terhormat. "Itu bagian dari kebudayaan kita, bukan hanya presiden, kepala desa, kepala RT pun kita hormati," kata Hasto. Meski begitu, Hasto menepis anggapan tentang kekhawatiran Jokowi menimbulkan kembali pemerintah yang otoriter saat pasal itu berlaku. Baginya, pemerintah di bawah Jokowi tak akan berbuat demikian meskipun pasal tersebut diberlakukan. "Pemerintahan Jokowi pemerintahan yang demokratis, tak akan berbuat represif (diberlakukannya pasal penghinaan presiden)," kata dia. Anggota DPR di parlemen saat ini tengah menggodok revisi KUHP. Pasal penghinaan terhadap presiden rencananya akan diberlakukan kembali. Salah satu opsi yang diwacanakan adalah menyematkan delik aduan dalam pasal yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. (osc)