1. Pada pokoknya, saya tidak mempersoalkan soal bahasa. Itu saya anggap masalah sekunder.2. Soal ketrampilan, untuk memenuhi syarat, dsb, sekali lagi, adalah tugas Pemerintah. Lagi-lagi soal keberpihakan. Kalau sebuah pemerintah memang berpihak kepada buruhnya, maka dia akan kembangkan ketrampilan buruhnya. Soal kesediaan meninggalkan keluarga dan bekerja berpindah-pindah, sebenarnya sudah dibuktikan dengan buruh migran Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk cari makan. Bukan hanya meninggalkan keluarganya, bahkan mempertaruhkan nyawanya!! Itu yang ke luar negeri. Sedangkan yang pindah-pindah di dalam negeri juga dibuktikan dengan GSBI Papua Barat yang menuntut agar distop aliran buruh dari luar Papua, mereka menuntut agar Pemerintah berusaha meningkatkan ketrampilan buruh lokal supaya mengurangi pengangguran di kalangan penduduk lokal. Jadi sebenarnya soal pindah-pindah juga bukan masalah. Kesimpulan: bagi saya, masalah pokoknya adalah keberpihakan pemerintah yang menentukan kebijakannya. Karena pemerintah tidak perduli pada nasib buruh Indonesia, maka lahirlah semua kebijakan yang sangat merugikan dan menyengsarakan kaum buruh.
On Friday, April 20, 2018 10:52 PM, kh djie <dji...@gmail.com> wrote: 1. Peraturan TKA harus bisa berbahasa Indonesia sudah dicabut. Jadi sulit untuk dipersoalkan lagi.2. Persoalan TKA . Kalau Indonesia sudah punya tenaga kerja yang memenuhi syarat dan ondernemer2 yang dapat mengerjakan sebagian projek, pembangun pabrik akan lebih murah pakai tenaga Indonesia. Kalau untuk membangun bangunan pabrik, mestinya onderanemer dari pulau Jawa sudah bisa, mengingat mereka sudah sanggup membangun gedung2 tinggi. Tetapi apakah mereka mau kerja di luar Jawa, merekrut dan membawa tenaga kerja yang sudah berpengalaman dari jawa, dan berbulan-bulan kerja mulai dari babat hutan, dan meninggalkan keluarga, meskipun diiming-iming dengan bayaran extra ? Orang2 di Tiongkok sudah biasa bekerja berpindah pindah dari satu kota ke kota lain, berbulan-bulan meninggalkan keluarganya di desa. Suatu turn key project perusahaan asing yang ada dead timenya, menyebabkan perusahaan asing takut denda kalau terlambat menyelesaikan proyeknya. Mereka bawa tenaga2 yang sudah berpengalaman, yang pernah membangun proyek yang sama di tempat2 lain. Suatu proyek seperti Suramadu dengan pembagian jelas, mana yang diselesaikan BUMN Indonesia, mana yang oleh perusahaan asing, mana yang bersama ( di situ pengalihan teknologi dapat terjadi dengan cepat) mungkin paling baik. Jadi BUMN Indonesia kalau perlu bisa cari ondernemer2 yang terpercaya hasil kerjanya.. 2018-04-20 21:18 GMT+02:00 Tatiana Lukman <jetaimemuc...@yahoo.com>: Rupanya bung tidak tahu bahwa untuk melawan ketidak adilan dan kebijakan yang merugikan diperlukan instrumen. Bung kira setiap orang yang mengalami ketidak adilan, lantas kontan bisa melawan atau protes??? Seandainya protes, apakah lantas bisa berhasil??? Jalannya panjang bung!!!! Disitulah arti penting dari BERORGANISASI!!!! Pernah saya postingkan sebuah penelitian tentang kehidupan buruh pertambangan Nikel di Sulawesi yang dikelola modal Tkk yang membawa buruhnya sendiri. Buruh Indonesia yang diwawancarai sudah tentu tidak senang dengan adanya buruh Tkk yang jelas-jelas kondisi hidup dan upahnya jauh lebih baik dan tinggi dari pada dia dan kawan-kawan buruh lainnya.. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa?? Mengapa? Di situ tidak ada serikat buruh!!Dan mengorganisasi SB tidak mudah!!! Kemudian masih harus dilihat SB yang bagaimana?? Serikat buruh yang membela sungguh-sungguh kepentingan buruhnya atau yang berpihak kepada pengusaha????Buruh mau berorganisasi ketika sadar akan arti penting organisasi sebagai alat perjuangan. Dan untuk mencapai kesadaran itu perlu proses pendidikan yang hanya bisa didapat dari pengalaman perjuangannya sendiri melalui organisasi buruh.Masalah ketrampilan, proyek di luar Jawa dan seterusnya adalah masalah yang justru seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Disinilah letak akar masalahnya: kebijakan pemerintah yang TIDAK MEMIHAK KEPADA kaum buruhnya sendiri!!!!Maka itu jangan salahkan ormas-ormas rakyat yang terus berjuang melawan politik/kebijakan Jokowi-JK dan menunjuk pemerintah sebagai boneka imperialis!! Itu bukan tuduhan kosong tanpa dasar!! Anda ambil contoh perusahaan asing di Tkk yang mengerjakan pekerja asing karena keunggulan bahasa Inggrisnya. Nah, ini juga pencerminan dari kebijakan Pemerintah kapitalis Tiongkok yang tidak memihak dan membela kepentingan buruh Tiongkoknya sendiri. Masak mendidik buruhnya sendiri supaya bisa berbahasa Inggris saja tidak mampu??? Sampai harus mendatangkan orang dari Malaysia dan Scotland. Dulu, pada jaman Mao, ketika hubungan masih baik dengan Soviet, banyak ahli dari Uni Soviet. Masalah bahasa adalah masalah sekunder yang mudah diselesaikan!!! Lagi-lagi soalnya terletak pada politik/kebijakan pemerintahnya sendiri!!! Begitu juga di Soviet Uni, pada jaman Stalin, banyak buruh dan ahli datang dari AS untuk menghindari krisis ekonomi tahun 30-an... Masalah bahasa bukanlah masalah POKOK!!!! On Friday, April 20, 2018 8:32 PM, "kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: Tenaga kerja illegal , ya harus ditangkap, dipenjara.Prusahaan yang memperkerjakannya, harus didenda berat.Kalau berulang, didenda beberapa kali lipat.Instantie yang dapat melakukan :- departemen tenaga kerja.- jawatan pajak, karena pekwerja asing harus bayar ijin kerja.- polisi.,sendiri2, atau bersama.Yang saya herankan kok protest terhadap adanya TKA bukan datang dari onderannemer2.Kan mereka yang paling dirugikan, kalau TKA yang mengerjakan.Apa sebabnya ? Apakah mereka tidak sanggup mengerjakan, tidak punya cukup tenaga trampil ? Apakah karena proyek2 itu di luar Jawa, maka mereka kesulitan merekrut, membawatenaga kerja dari Jawa yang telah berpengalaman mengerjakan ? Apakah tenaga kerja daripulau Jawa enggan bekerja terus menerus ber-bulan2 di luar pulau, meninggalkan keluarga ?Kalau gaji pegawai Indonesia lebih murah dan cukup terampil, mestinya perusahaan mana sajayang berdasarkan perhitungan ekonomis, akan pakai tenaga yang murah dan efficient dari Indonesia?Saya tahu perusahaan real estate Indonesia bangun real estate di Pudong Shanghai. Dia pakaionderannemer dari Scotland yang berbahasa Inggris. Tenaga2 kerja berpengalaman sudah adadi Shanghai, tetapi terjadi kesultian komunikasi karena perbedaan bahasa. Real estate ini menyewamandor yang berpengalaman dari Malaysia, yang bisa berbahasa Inggris dengan onderannemer dari Scotlandia, yang memberi instruksi, dan berbahasa Mandarin dengan tukang2 dari Shanghaiyang harus mengerjakan sesuai dengan gambar..Kalau hanya pakai penterjemah yang tidak mengerti teknik, akan terjadi kesulitan lain. 2018-04-20 19:16 GMT+02:00 Tatiana Lukman <jetaimemuc...@yahoo.com>: Ya memang, harusnya begitu!! Tangkap, penjarakan dan denda!!! Tapi harus diingat pemerintah Indonesia bukan pemerintah Belanda!! Pemerintah Indonesia betu-betul mengorbankan kepentingan nasional dan rakyatnya sendiri. Lha, bung baca sendiri pernyataan Menterinya yang anda postingkan itu ,sangat tidak sesuai dengan kenyataan: membandingkan TKA Tiongkok dengan TKI di Tiongkok!! Sebuah perbandingan yang sama sekali palsu dan tetap didasarkan pada pemihakan kepada MODAL ASING!! On Friday, April 20, 2018 7:06 PM, "kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: Tenaga kerja illegal, tangkap saja dan penjarakan..Perusahaan yang berani pakai tenaga illegal jatuhi denda yang berat.Kalau masih berulang, denda lebih berat lagi.. On 20 April 2018 at 18:51, Tatiana Lukman <jetaimemuc...@yahoo.com> wrote: Nah, postingan ini merupakan usaha untuk membenarkan pembanjiran buruh Tiongkok ke Indonesia, bahkan yang ilegal. Masalah yang seharusnya diklarifikasi dan dijelaskan adalah pekerjaan apa yang dikerjakan oleh TKI di Tiongkok?? Bagaimana kondisi kerja, kondisi kehidupan dan upah para TKI ini??? Karena harus diingat perbedaan tingkat hidup antara Indonesia dan Tiongkok. Ada yang bisa memberi informasi ini? On Friday, April 20, 2018 4:11 AM, "kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote: https://economy.okezone.com/ read/2016/12/21/320/1572422/ tki-di-china-lebih-besar- dibandingkan-jumlah-pekerja- china-di-ri TKI di China Lebih Besar Dibandingkan Jumlah Pekerja China di RI Dedy Afrianto, Jurnalis · Rabu 21 Desember 2016 17:23 WIBMenteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri (Foto: Okezone)JAKARTA - Tenaga kerja asing (TKA) asal China hingga saat ini telah mencapai 21 ribu tenaga kerja yang bekerja pada berbagai sektor. Besarnya jumlah tenaga kerja ini pun menjadi salah satu sorotan masyarakat di Indonesia. Hanya saja, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di Indonesia ternyata jauh lebih besar dibandingkan jumlah TKA China di Indonesia. Untuk daratan China saja, terdapat sekira 81 ribu TKI asal Indonesia. Angka ini belum termasuk jumlah TKI pada daerah yurisdiksi China lainnya.BERITA TERKAIT+ - Catat! Kadin China Keluhkan Pekerjanya Selalu Dituding Tenaga Kerja Ilegal - Investasi China Makin Besar, Risikonya Tenaga Kerja Ilegal Bertambah - Menaker: Tenaga Kerja Asing Asal China Tak Perlu Dikhawatirkan "Pada saat saya menyatakan jumlah TKA dari china dibanding TKI di China lebih besar TKI di China, orang marah.. Padahal itu faktanya. Misal TKI di China 81 ribu, sementara TKI di Hongkong 153 ribu, di Macau 16 ribu, Taiwan saja 200 ribu," tutur Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (21/12/2016).Menaker pun meminta agar isu ini tidak dibesar-besarkan. Pasalnya, hal ini mampu memberikan sentimen negatif bagi tenaga kerja Indonesia. Masyarakat pun diminta untuk tetap tenang karena pemerintah akan terus mengawal isu TKA ilegal pada berbagai daerah di Indonesia.."Jadi ini harus dipahami secara rasional. Jangan sampai isu TKA ini dibawa-bawa ke mana-mana sehingga membangun sentimen-sentimen yang tidak sehat bagi demokrasi kita maupun untuk persatuan bangsa," pungkasnya.