Sampai hari ini, agaknya pihak-pihak yang saling
berbeda pendapat tentang apa yang harus dilakukan
terhadap Lumpur Sidoarjo masih terus saling bersilang
pendapat. Sementara Pemerintah masih tetap tampak ragu
dan belum mengambil keputusan, dan penduduk mulai
hilang kepercayaannya terhadap upaya menyelesaikan
masalah ini, tampaknya mulai ada upaya menyelesaikan
persoalan itu secara irrasional (Detik.com, Selasa, 5
September 2006).
        Untuk bisa menyelesaikan masalah yang multi-dimensi
ini, tidakkah baik bila kita semua duduk bersama,
saling mengemukakan pendapat, saling mendengarkan, dan
kemudian bersama-sama memikirkan jalan keluar yang
terbaik. Kita menimbang persoalan tersebut dari
berbagai sudut pandang dan kepentingan. Memikirkan dan
mengambil keputusan apa yang seharusnya kita lakukan.
        Dengan volume lumpur yang demikian besar dan terus
menerus bertambah tanpa kepastian kapan akan berhenti,
rasanya tidak ada pilihan penyelesaian yang tidak
memiliki resiko atau dampak negatif. Oleh karena itu,
yang perlu kita pikirkan sekarang adalah mencari
alternatif penyelesaian yang paling sedikit resiko
dampak negatifnya. Saya rasa semua pihak setuju dengan
cara berpikir seperti ini: memilih alternatif dengan
resiko negatif minimal diantara berbagai alternatif
pilihan berresiko negatif. Saling bersikeras dengan
pendapat masing-masing rasanya tidak akan menyelesaan
persoalan, dan yang akan timbul adalah silang pendapat
yang akan menambah rumit persoalan yang sebenarnya
bisa disederhanakan.

Saya telah mencoba mengumpulkan berbagai pendapat dan
yang muncul berkaitan dengan semburan Lumpur Sidoarjo
ini. Semuanya saya beberkan di dalam:
 http://wahyu-read.blogspot.com/

Salam,
WBS


--- Ariadi Subandrio <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

> Vick,
>   saya yakin bencana lumpur di Sidoarjo itu gak akan
> menjadi MULTIDIMENSI kalau yang melakukan kecelakaan
> kerja pemboran sumur Banjar Panji-1 itu bukan
> Lapindo.
>   Katakanlah misalnya BP yang ngebor di Banjarpanji,
> kalau mereka "diperlakukan" seperti saat ini, saya
> yakin kedutaan besar Inggris juga akan turun tangan,
> atau Exxon atau Total... , persoalan menjadi
> Multidimensi (atau runyamnya) itu kan gak terlepas
> dari masalah salahseorang pemilik Lapindo yang
> "dibenci" banyak orang..... kalo urusan penanganan
> bencana dicampur dengan "dendam" bisnis, sentimen
> dll..... duh, kasian rakyatnya euy.... tidur bersama
> lumpur terus.
>    
>   Modal dasarnya Lapindo itu berapa ya, pengeluaran
> untuk lumpurnya apa ya masih bisa ngatasi..... kalo
> secara hukum harusnya sudah pailit, lha kenapa
> Lapindo gak memailitkan diri saja..... resiko emang
> ditahan, tapi akan jelas yang akan kebakaran
> jenggot.
>    
>    
>   lam-salam,
>   ar-.
>    
>    
>   
> Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>   **
> 
> *Salah seorang teman netter menanyakan pendapat saya
> tentang penanganan
> lumpur ini.*
> 
> Perlu kehati-hatian dalam menangani hal ini karena
> sudah menjadi multi
> dimensi ketika sebuah proses bencana alam terpicu
> oleh proses manusia.
> Awalnya sangat mungkin hanyalah sebuah kecelakaan
> industri, akhirnya "*
> memicu*" proses alam yg berkembang menjadi sebuah
> bencana. Dan akhirnya
> bermuara kehal-hal yang berdampak luas ke masalah
> sosial, ekonomi dan
> akhirnya politis. Curiga-mencurigai antar penduduk
> desa sekitar kolam-kolam
> penampungan ini jelas menunjukkan adanya dampak
> sosial yg kritis. Ketika
> sudah berkembang menjadi wacana politis, lagi-lagi
> diluar kompetensi saya
> sebagai seorang "*natural scientist*".
> 
> [image: More...]
> Seperti yg saya uraikan dalam tulisan-tulisan saya
> di webblog "*dongeng
> geologi*" (http://rovicky.wordpress.com ) dimana
> saya lebih berkonsentrasi
> dengan apa yg terjadi dan bagaimana bisa terjadi
> proses keluarnya lumpur
> dari perut bumi. Awalnya kejadian ini hanyalah
> sebuah niatan untuk menambah
> pasokan energi Indonesia. Niatan ini tentunya
> terpicu oleh "niat ekonomis",
> mencari untung. Proses awal inilah yg mungkin sekali
> menjadikan kejadian
> bencana banjir lumpur. Sesuai dengan kompetensi
> saya, maka saya hanya
> membatasi proses alami yng terjadi.
> 
> *Lumpur Lapindo "bukan limbah" dan juga "bukan
> tailing".*
> 
> **
> Lumpur yang keluar itu merupakan material alami
> bawah permukaan yg keluar
> dengan sendirinya (tanpa dipompa, dan tanpa "usaha"
> manusia untuk
> mengeluarkannya). Lumpur yg keluar ini bisa dan
> mungkin saja keluar akibat
> terpicu oleh aktifitas pengeboran. Aktifitas
> pemboran inilah yang "diduga"
> sebagai penyebab namun perlu diingat bahwa dugaan
> ini perlu pembuktian
> pengadilan, sehingga pembahasannya adalah pembahasan
> aspek hukum yg diluar
> kompetensi saya.
> 
> Menurut penghertian saya "limbah" merupakan side
> product dari sebuah proses
> produksi industri yg tidak dapat dipergunakan atau
> tidak memilki nilai
> ekonomi. Perlu diketahui juga bahwa lumpur yg keluar
> ini "bukanlah tailing"
> dari sebuah proses pertambangan. Tidak ada
> penambangan apapun dari material
> yg keluar dari lubang keluarnya lumpur ini. Tidak
> ada material ekonomis yg
> sengaja diambil dari lumpur yg keluar ini. Tailing
> merupakan material ikutan
> dalam sebuah proses penambangan. Karena bahan
> tambang memilki konsentrasi
> rendah maka proses pengambilan bahan tambang ini
> menghasilkan material bumi
> yg suangat banyak yg tidak dipergunakan dan disebut
> "tailing". Sekali lagi
> lumpur yg keluar ini bukanlah "tailing"
> 
> Sesuatu yg keluar dari alam memang bisa saja
> bersifat polutan (pencemar),
> namun polutan dalam hal lumpur di Sidoarjo ini
> adalah polutan alami,
> "natural polluter". Banyak sekali proses-proses
> dialam dimana sebuah
> resources (termasuk air) yg tercemar oleh proses
> alam yg lain. Sehingga
> resources itu tidak dapat dipergunakan oleh manusia.
> 
> *Munculnya issue merkuri (Hg)*
> 
> Hingga saat ini hanya berita dari Tempo yang saya
> baca mengenai adanya
> pencemaran bahwa " hasil analisa Lily Pudjiastuti
> (ITS) tentang kandungan merkuri (Hg) yang didapati
> 2.565 mg/liter Hg (limit
> 0.002 mg/liter)" dikutip Koran Tempo. Kalau bener
> ada kandungan sebesar itu
> berarti lokasi lumpur yg sekarang ada disebut
> sebagai TAMBANG MERKURI. Coba
> dihitung saja, kalau debtnya 50 000 meter kubik
> sehari, berapa kg merkuri yg
> dihasilkan perhari ?
> 
> Kalau yang dimaksud 2,565 mg/liter itu adalah 2.565
> gr/liter (karena
> ambangnya adalah 0.002 mg/l, masalah pengertian .
> dan , apakah . dalam
> bahasa Inggris yang sama dengan , dalam bahasa
> Indonesia) saya akan
> mengatakan kepada ibu Lily bahwa beliau telah
> menemukan sumberdaya baru
> dalam lumpur: "bijih air raksa (Hg)". Secara guyonan
> dalam diskusi di Ikatan
> Ahli Geologi Indonesia ada pameo "wah kita dapat
> tambang air raksa dalam
> semburan lumpur " [image: )] .
> 
> Mengapa guyonan ini muncul ? Karena menurut buku
> Exploration and Mining
> Geology dari Peters (1978): kadar bijih mercury
> adalah antara 0.2% sampai
> 8%. Bahkan kalau benar angka yg disitir oleh tempo
> tersebut maka bijih Hg
> ini memprosesnya tidak sulit, sudah keluar sendiri,
> tidak perlu crusher dan
> sebagainya tinggal diolah atau disaring saja. Tapi
> inget tentu lain kalau
> yang dimaksud adalah 2.565 mg/liter (dua koma lima
> enam lima). Beda seper
> seribu dari angka yg dimaksud dalam eksplorasi
> mineral bijih.
> 
> Yang saya khawatirkan issue tersebut menjadi
> "*membusang*" dan "*membuyat*".
> Sehingga perlu penelitian ulang unsur-unsur kimia
> fisika dari material yg
> keluar dari lubang (sedekat mungkin dengan lubang).
> Penelitiannya terbuka
> hasil maupun metodenya termasuk juga penelitian rona
> awal dari daerah
> sepanjang sungai Porong. Semua data penelitian ini
> penting untuk proses
> pembelajaran bersama. Yang nantinya potensial
> menjadi konflik adalah, akan
> muncul ketika *siapa *yang dianggap independen
> sebagai peneliti kandungan
> lumpur ini.
> 
> *Penanganan banjir lumpur*
> 
> Bencana banjir lumpur ini berbeda dengan bencana
> pencemaran tumpahan minyak
> Exxon dengan muntahnya minyak dari kapal tanker
> Exxon-Valdez pada tahun 1989
> dan juga berbeda dengan bencana industri PLTN
> Chernobyl. Kedua bencana
> terakhir ini juga sama-sama dipicu oleh kegiatan
> manusia, namun jumlah bahan
> polutan, serta semua parameter teknis awalnya sangat
> "terukur". Kita tahu
> jumlah minyak mentah yg tumpah sebanyak 11 juta
> gallon, kita tahu secara
> teknis berapa bobot mati serta konfigurasi dari
> kapal Exxon-Valdez. Demikian
> juga dengan parameter-parameter awal dari Chernobyl,
> kita tahu jumlah
> bahan-bakar nuklir yang ada, kita tahu konstruksi
> bangunan PLTN ini. Dalam
> hal bencana banjir lumpur lapindo ini, kita
> berhadapan dengan sebuah bencana
> 
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
-----  Call For Papers until 26 May 2006             
-----  Submit to: [EMAIL PROTECTED]    
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke