Memangnya apa salahnya kalau pakai standar gaji internasional?  Kenapa harus 
ada standar gaji orang Indonesia?  Kalau memang kemampuannya internasional ya 
bayarannya pakai harga pasar internasional mustinya.  Apalagi kalau kerja di 
perusahaan multinasional.  Apalagi kalau ada yang mau membayar.  Semestinya 
gaji itu bukan dilihat dari kebangsaan tapi dilihat dari skill seseorang.

Saya baru tahu kalau gaji diatur depnaker.  Mungkin batas bawahnya iya diatur, 
tetapi kalau batas atas kan tidak perlu ada limitnya.   Lagipula, bukannya 
senang kalau gaji pegawai besar, kan pajak pendapatannya jadi besar.  Jadi 
pemasukan kas Negara juga besar.  Saya masih tidak mengerti logikanya membatasi 
gaji dan regulasi pembatasan gaji.

PARVITA SIREGAR | SENIOR GEOLOGIST | AWE (NORTHWEST NATUNA) PTE LTD | AWE 
LIMITED
________________________________
P +62 21 2934 2934  |  D EXT 107  |  F +62 21 780 3566  |  M +62  811 996 616  
|  E parvita.sire...@awexplore.com<mailto:parvita.sire...@awexplore.com>

From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of nyoto - 
ke-el
Sent: Wednesday, April 03, 2013 2:05 PM
To: IAGI
Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL

Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang Indonesia 
yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang Indonesai 
kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi.

2013/4/3 Dyah Tribuanawati 
<dyahtribuanaw...@gmail.com<mailto:dyahtribuanaw...@gmail.com>>
Kita lihat saja bagaimana realisasi nya ..
Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu Perusahaan 
nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment champaign di KL
Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang 
bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, 
berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg 
tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan 
disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung tetapi sampai sekarang 
tidak ada berita nya lagi ....


2013/4/3 Muhammad Walfajri <walfa...@gmail.com<mailto:walfa...@gmail.com>>
Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK Migas 
mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, 29-30 Maret 
yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, tidak hanya yg 
berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari negara2 tetangga, 
seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah air yg segera akan 
digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP Tangguh, Pertamina, dll. 
Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang 
bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, 
berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg 
tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan 
disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 
tsb.

Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh org2 
kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk Arab yang 
indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar seperti GMC, 
Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun tim2 HRD tsb.

Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau mengkaji 
dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, dengan tidak 
lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya kita menjadi tuan 
rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 Emirati, Qatari, Saudi, 
Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri.

Salam,

Muhammad Walfajri

2013/4/3 Andang Bachtiar <abacht...@cbn.net.id<mailto:abacht...@cbn.net.id>>
(Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing yg 
memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?)

ADB, geologist merdeka!

Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan minyak 
di Jkt:

"Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya otoritas di 
urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya menanyakan apakah 
saya boleh memakai tenaga expat nasional (berkewarganegaraan Indonesia), dg 
tarif sama dg expat asing, daripada uangnya utk orang asing, kan lebih baik 
buat WNI. Yg saya maksud expat nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di 
luar negeri dg pengaLaman internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. 
diskusinya gak ada kesimpulan.... Karena untuk urusan kayak begini, 
mentogh2nya: Masih beLum ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita 
u/menggaji tenaga ahLi Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga 
ahli asing."

(Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk bisa 
mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan prestasi, 
malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :)

Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus bebaL 
tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh waktu ada 
reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising star nationaL 
diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi ditolak oleh 
otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan BAPENAS tidak boleh. 
Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary dan tetap bekerja untuk 
blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat menggunakan anggaran PSC Blok 
tsb dalam "head quarter overhead". Setelah itu kawan ini ditranfer lagi ke 
Indonesia dibayar pake dolar amrik standard expat, gajinya tetap dari Calgary 
pake duit PSC (head quarter overhead) dan tidak ditolak oleh otoritas kita. 
Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari sumber yang sama produksi migas di Blok 
tsb.

Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg 
mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita 
ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi 
pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa mereka 
kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia tapi yg 
menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu bisaLah 
dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat sesuai 
keahliannya.

Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg 
mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp gak 
kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita!

SaLam
ADB




Kirim email ke