BAB 1
   
  BHIKSU TUA DAN ANAK MUDA
   
  Subuh itu, jam baru menunjukkan pukul empat kurang seperempat. Di pekarangan 
Vihara yg cukup besar dan masih sepi, terdengar bunyi sapu lidi beradu dgn ubin 
lantai. Orang tua itu pendek, dan sedikit gempal. Rambutnya hampir tidak ada, 
Cuma sedikit uban di sana sini. Sosoknya mirip guru silat yang menyembunyikan 
kesaktiannya dalam cerita komik Kung Fu Boy. Dan ia memang seorang Bhiksu.
   
  Sayup2 terdengar kokok ayam jantan. Orang tua ini dengan tekun membersihkan 
daun2 kering yang berserakan di pekarangan yang redup diterangi lampu. Keringat 
mengucur di pundaknya, tapi ia terus bekerja.
   
  Pukul 5 pagi, setelah Nien Cing (Baca Sutra dan Mantra) di depan Buddha 
Rupang, membersihkan lingkungan Vihara, dan membuka gerbang, Suhu tua itu duduk 
minum teh hangat. Wangi teh sedap sekali di pagi yang masih dingin dan bersih.
   
  Tamu pertama datang. Suara motor bebek tua mengotori ketenangan, seolah tidak 
mau tahu indahnya keheningan ufuk genteng Vihara yang berkilau diusap lembut 
cahaya matahari. Pemuda itu turun dari motornya, ia gemuk tapi gempal dan tanpa 
ragu melangkahkan kaki ke dalam Vihara, memberi hormat pada Para Buddha dan 
Bodhisattva, lalu langsung menuju ke kamar Suhu tua.
   
  Setelah memberi hormat, ia dipersilahkan duduk oleh Suhu tua dan disuguhkan 
teh dan roti. Anak muda itu mengucapkan terima kasih. Di belakang hari, Suhu 
tua mengungkapkan pada anak muda yang lain, pemuda gempal tadi akan jadi orang 
besar, “Wajahnya bagus sekali dan penuh semangat.”
   
  “Suhu, tapi saya masih miskin. Sudah bekerja keras, dan akan terus bekerja 
keras sampai kaya,” kata pemuda gempal itu dengan penuh semangat.
   
  “Untuk bisa jadi kaya, orang mesti berusaha yang benar. Itu juga tidak cukup. 
Orang harus memiliki hati yang murah hati dan penuh welas asih. Jika ada welas 
asih pada orang susah, dan suka menolong, orang tersebut suatu waktu akan kaya. 
Jika melihat peminta-minta, berilah dengan tulus dan penuh hormat serta welas 
asih, tidak boleh memberi dengan sembarangan. Orang ada yang punya hoki dan ada 
yang tidak. Ada dua toko, sama-sama jual barang yang sama. Satu laku, yang satu 
lagi tidak. Ada hoki, apa saja dibeli untung. Tapi hoki ada di tangan sendiri.
   
  “Ikuti jejak Bodhisattva Kuan Im (Avalokitesvara), dan banyak2lah menolong 
orang lain tanpa pamrih. Nanti hoki kamu akan menjadi bagus, akan menjadi kaya, 
tidak usah takut. Tapi hati harus tulus dan tanpa pamrih.
   
  “Saat kita berdana, yang penting bukan jumlahnya. Yang penting kita harus 
tulus. Dulu ada seorang perempuan miskin datang ke Vihara. Dia tidak punya 
uang, tapi tergerak hati untuk membantu. Dia Cuma berdana 2 sen, namun kepala 
Vihara sendiri yang datang mengadakan pelimpahan jasa untuknya. Beberapa tahun 
kemudian dia diangkat menjadi selir kaisar. Satu hari dia datang lagi ke Vihara 
dengan membawa berpeti-peti dana. Tapi kali ini, Kepala Vihara Cuma meminta 
muridnya menyambut. Selir kaisar merasa heran. Kepala Vihara menjawab bahwa 
dulu hatinya tulus sekali. Tapi saat ini meskipun membawa banyak dana, bukan 
dari hati yang paling tulus. Meskipun menyumbang ratusan keping emas, jika hati 
tidak tulus, berkah yang akan diterima bisa kalah dengan dana dua sen dari hati 
yang bersih.
   
  “Tidak perlu minta2 kepada cai sen (dewa kekayaan). Bank banyak duit, tapi 
masa kamu pergi ke sana minta duit? Apa bank akan kasih duit kepada kamu begitu 
saja?
   
  “Kebajikan yang kita lakukan hari ini, mungkin tidak langsung berbuah hari 
ini juga. Tapi yang pasti, dengan berbuat kebajikan, akibat2 dari perbuatan 
buruk kita di masa lampau akan berkurang. Jadi kamu harus sabar, jangan patah 
semangat dalam berbuat bajik. Hasilnya pasti datang cepat atau lambat.
   
  “Kadang2 kesusahan suka datang tiba-tiba. Jangan kesal atau putus asa. Anggap 
saja itu hutang kita dari kehidupan yang lalu. Hutang yang harus dilunasi. 
Jalani semuanya dengan tabah, dan tetap berupaya berbuat kebajikan. Jangan 
karena kesulitan itu kita terdorong berbuat yang tidak benar. Nanti hidup kita 
malah makin susah.
   
  “Meskipun setempo-tempo bisa terasa berat sekali, jangan takut. Sadari lagi, 
bahwa semua itu adalah hutang yang harus kita bayar. Bahwa itu memang harus 
terjadi akibat perbuatan kita di masa lampau. Teruslah berdoa pada Kwan Im Po 
Sat, dan dengan tulus memohon pertolongan Beliau. Nanti semuanya akan beres 
dengan sendirinya. Setelah hutang terbayar lunas, hidup kita akan menjadi makin 
baik.


       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke